Case Report Lakesla
Case Report Lakesla
Pembimbing :
dr. Ni Komang Sri Dewi Untari, Sp.S
Oleh :
Tety Amalia 2017.04.2.0168
Tiffany Wongsodiharjo 2017.04.2.0169
1
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan case report dengan topik “HUBUNGAN TERAPI
OKSIGEN HIPERBARIK DENGAN GUILLAIN-BARRE SYNDROME”.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA RSAL Dr. Ramelan Surabaya,
dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat
bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penuisan dan penyusunan case report ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada :
1. dr. Ni Komang Sri Dewi Untari, Sp.S selaku pembimbing referat
2. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL Dr. Ramelan Surabaya
3. Para perawat dan pegawai di bagian LAKESLA RSAL Dr.
Ramelan Surabaya
Kami menyadari bahwa case report yang kami susun masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga
referat ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
3.2. SUBJEKTIF.................................................................... 33
3.5. PLANNING..................................................................... 36
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.1 Telinga
Telinga tengah adalah satu-satunya rongga yang berisi gas udara
yang dipengaruhi oleh perubahan tekanan selama tidak ada sumbatan.
Bersama dengan sel mastoid, membentuk rongga yang berisi gas di
kepala yang tertutup ke rhino-faring.
Telinga bagian dalam termasuk koklea dan organ vestibular diisi
dengan cairan perilimfatik dan endolimfatik sehingga tidak secara
langsung dipengaruhi oleh perubahan tekanan.
1
1.1.1.1 EKUALISASI TEKANAN
Tuba Eustachius, menghubungkan telinga tengah dan rhino-faring,
normalnya tertutup. Saat mengunyah, menelan, atau menguap mm.
tensores veli palatini & levatores veli palatini aktif dan membuka lubang
dari tabung Eustachian, sehingga memungkinkan perbedaan tekanan gas
yang dalam rhino-faring dan telinga tengah untuk ekualisasi. Tanpa sadar,
tuba terbuka setiap satu hingga empat menit. Selama perubahan tekanan
yang cepat, tabung harus dibuka secara aktif.
Membuka tuba bisa dilakukan dengan mengunyah, menelan,
atau menguap di mana tekanan ekualisasi secara pasif. Selain itu juga
bisa dilakukan dengan Valsava manuver: mulut dan hidung tertutup dan
melakukan upaya pernafasan paksa cepat terhadap hidung tertutup
menyebabkan peningkatan tekanan gas rhino-faring, yang membuka
lubang tuba Eustachius.
Semua metode ini untuk ekualisasi tekanan tergantung pada
kondisi normal mukosa di rhino-faring dan tuba Eustachius. Ketika mukosa
membengkak karena infeksi saluran pernapasan atas, kemungkinan tidak
bisa ekualisasi telinga tengah.
1.1.1.2 VERTIGO ALTERNOBARIK
Vertigo disebabkan oleh ketidakcocokan informasi yang berasal
dari organ vestibular kanan dan kiri. Secara umum, vertigo dihubungkan
dengan nistagmus spontan, dan bisa disertai dengan gejala seperti mual,
muntah, berkeringat, dan reaksi kardiovaskular.
Berbeda dengan penyebab vertigo lain yang kurang umum dalam
terapi hiperbarik, vertigo alternobarik disebabkan oleh perbedaan tekanan
antara dua rongga telinga tengah. Jika vertigo selama kompresi, itu
disebut "vertigo vertobarik of descent", menurut teori kesehatan
penyelaman. Mekanisme vertigo alternobarik adalah perbedaan tekanan
di telinga tengah kiri dan kanan menyebabkan perbedaan tekanan
terhadap round window dan oval window di setiap sisi, menyebabkan
sensitivitas diferensial dari kedua organ vestibular.
2
Vertigo juga dapat terjadi ketika manuver Valsava yang
dipaksakan hanya efektif di satu sisi. Tidak jelas apakah ini merupakan
hasil dari perubahan mendadak unilateral pada cairan telinga bagian
dalam atau osilasi cairan telinga bagian dalam unilateral karena
pergerakan cepat round window dan oval window. Penyebab vertigo ini
digambarkan sebagai disebabkan oleh hypermobilitas stapes.
Sedangkan vertigo selama dekompresi, itu disebut
"vertobarik vertigo of ascent". Mekanismenya adalah penyumbatan
unilateral tuba Eustachius dengan pemberian tekanan yang tertunda saat
ekualisasi pada sisi itu. Percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan limfatik di telinga bagian dalam peningkatan aktivitas
listrik n. vestibulo-cochlearis.
1.1.2 Sinus
Selain telinga tengah, ada lebih banyak rongga berisi gas di kepala:
saluran nafas utama (hidung, rongga mulut, rhino-faring), dan sinus
paranasal. Selama hubungannya dengan rhino-faring masih intak dan
tidak tertutup, misalnya oleh pembengkakan mukosa karena infeksi
saluran pernapasan bagian atas, tekanan akan ekualisasi secara otomatis
pada sinus tanpa masalah.
3
1.1.3 PARU DAN SALURAN NAFAS
Volume pernafasan sangat bervariasi tergantung pada tinggi, usia,
dan jenis kelamin. Sebagai contoh seorang pria muda mungkin memiliki
volume tidal ~ 0,5L dengan volume cadangan inspirasi ~ 3,0L dan volume
cadangan ekspirasi ~ 1,0L, sehingga memiliki kapasitas pernapasan vital
~ 4,5L. Setelah ekspirasi terdalam masih ada volume residu ~ 1,5L di paru
dan saluran nafas yang tidak bisa dihembuskan.
4
hemoglobin dan bahwa CO ditransport sebagai ion HCO dalam darah. Di
lokasi pertukaran gas hanya gas yang terlarut secara fisik. Molekul akan
berperan dalam proses difusi. Saat menghirup udara, selain O2 dan CO2,
N2 dan uap air berperan: N2 berdifusi antara paru dan darah seperti gas
lainnya. Karena N2 adalah gas "inert", di mana ia tidak bereaksi secara
kimiawi dalam tubuh manusia, tidak ada perbedaan dalam tekanan parsial
antara paru dan darah selama tidak ada perubahan total tekanan
atmosfer.
Udara yang dihirup mengandung berbagai jumlah uap air
seperti gas lainnya dan juga menghasilkan tekanan parsial pH2O. Setelah
pelembapan di saluran nafas gas pernapasan di paru jenuh dengan H2O
pada 37°C (yaitu 100% kelembaban relatif) dan PH2O adalah 47 mmHg.
Pada titik ini kita mulai menggunakan mmHg dan
meninggalkan unit IS karena di negara Eropa masih umum menggunakan
mmHg untuk gas darah.
Konversi adalah sebagai berikut:
750mmHg = 1 bar = 100kPa and 760mmHg =1.013 bar = 101.3kPa
Total tekanan atmosfer harus sama untuk gas inspirasi, gas
alveolar, dan gas ekspirasi. Gas selain uap air harus berbagi tekanan
yang tersisa. Sebagai contoh:
Gas inspirasi: Ptot 760mm Hg – pH2O 6mm Hg = 754mmHg
Gas alveolar: Ptot 760mm Hg – PH2O 47mmHg = 713mm Hg
Jadi, masing-masing gas inspirasi selain H2O harus berbagi
masing-masing 754mm Hg dan 713mmHg sesuai dengan fraksi gas Fgas
mereka.
5
Gambar 0.4 Tekanan Gas parsial
6
Perbedaan antara barometrik (PtotB) dan tekanan total vena (Ptotv)
disebut “oxygen window” (PtotB 760mm Hg - Ptotv 706mmHg = Ptot
54mmHg). Perbedaan ini adalah alasan mengapa jumlah gas yang
terbatas tidak dapat bertahan dalam tubuh dalam kondisi normal. Ptot dari
jumlah gas apa pun akan sama dengan tekanan atmosfer (101.3kPa,
1atm, 760mmHg) sedangkan Ptot dari jaringan di sekitarnya - seperti
darah vena - adalah ~ 706mmHg. Gas akan berdifusi ke dalam jaringan
sebagai gas terlarut sampai diserap sepenuhnya.
7
Gambar 0.7 Tekanan Gas Pernafasan saat pemberian O2 100% dan tekanan 162 kPa
1.2.3 Perubahan Ventilasi
1.2.3.1 Gas Alveolar
Dengan persamaan gas alveolar kita dapat menghitung tekanan
parsial alveolar O2 (PaO2) dan CO2 (PaCO2). Formula sederhana yang
diperlihatkan di bawah ini menuntut gas inspirasi bebas CO2, yang secara
praktis hanya akan menyebabkan ketidaktelitian kecil. Persamaan
menunjukkan bahwa di bawah kondisi pernapasan udara hiperbarik,
hipoventilasi yang signifikan (yaitu dengan PaCO2 dari 80mmHg) tidak
akan menyebabkan hipoksia. Ini karena fraksi O2 inspirasi konstan akan
menyebabkan PO2 naik sebanding dengan tekanan. Masalah utama
ventilasi ventilasi pada kondisi hiperbarik adalah hiperkapnia.
8
cerebrospinal. Sekitar 78% respon terhadap peningkatan pCO2 diperoleh
dari kemoreseptor pusat. Gambar 1.3-8 menunjukkan reaksi dari sistem
pernapasan terhadap perubahan pCO2 inspirasi pada level pO2 yang
berbeda dibawah kondisi normobaric.
9
terlarut. Dalam situasi ini dibutuhkan oksigen yang terikat hemoglobin
normal. Karena hemoglobin dengan muatan oksigen tinggi tidak mampu
mengikat CO2 sebanyak biasanya (efek Haldane), CO2 harus diangkut ke
jumlah yang lebih tinggi seperti bikarbonat dan CO2 yang terlarut secara
fisik. Dengan ini darah vena pCO2in dan jaringan otak meningkat.
Sebagai hasilnya peningkatan pCO2 jaringan otak menstimulasi ventilasi
(VE) dan dengan demikian mengarah pada penurunan pCO2 vena
meskipun produksi CO2 tidak berubah.
Dalam kondisi hiperbarik, hiperoksia adalah faktor paling penting
untuk perkembangan hiperkapnia. Saat menghirup udara, nitrox atau
heliox dengan persentase oksigen tetap, pO2 meningkat sejajar dengan
peningkatan tekanan. Tabel 1.3-1 menunjukkan efek hiperbarik hiperoksia
pada respons ventilasi terhadap peningkatan pCO2 saat istirahat
10
ambient (PB). Ketika toraks dilebarkan, gas pernapasan mengalir ke paru-
paru, dan ketika toraks dikompresi, gas pernapasan mengalir ke arah
yang berlawanan. Aliran gas pernapasan bisa “turbulen” atau “laminar”.
Aliran laminar ditemukan terutama di saluran udara terminal kecil,
sedangkan aliran turbulen lazim di saluran udara bagian atas.
11
Untuk aliran turbulen, persamaan di bawah ini menunjukkan
hubungan antara perbedaan tekanan dan laju aliran. Harap dicatat bahwa
untuk aliran laminar, AP bergantung pada laju aliran V ke daya 1,
sedangkan untuk aliran turbulen, AP bergantung pada laju aliran V ke
daya 2. Selain itu, aliran turbulen bergantung pada kerapatan gas
12
Gambar 0.10 Aliran Turbulen dan Laminar saat Hiperbarik
13
ventilation (MVV) juga berkurang dengan meningkatkan tekanan. Respon
ventilasi terhadap peningkatan pCO2 dalam gas inspirasi saat istirahat
akan berkurang ketika kerja ventilasi meningkat karena kepadatan gas
yang lebih tinggi. Alasan yang diduga mengapa respons ventilasi menurun
adalah karena kerja ventilasi tambahan membutuhkan stimulus CO2 yang
lebih kuat. Selama pekerjaan fisik pada peningkatan kepadatan gas,
frekuensi pernapasan lebih rendah dan volume tidal lebih tinggi dari
normal. Dengan cara ini diperlukan kerja ventilasi tambahan dan ventilasi
dead space yang diminimalkan, sementara volume ventilasi per menit
dipertahankan.
14
nitrogen digambarkan mirip dengan alkohol atau keracunan LSD. Gejala
mungkin tidak dikenali oleh individu yang terpengaruh.
15
udara, takikardia, dan kehilangan kesadaran dapat terjadi ("narcosis
CO2")
16
BAB 2
JURNAL
Oksigen Hiperbarik dan Hiperoksia Sebelum Tindakan Dapat
Menginduksi Toleransi Iskemia Medula Spinalis Kelinci
17
Hasil: Dalam percobaan 1, hasil neurologis pada kelompok HBO-2
lebih baik daripada kelompok kontrol (P 0,004). Jumlah neuron normal di
medula spinalis anterior pada kelompok HBO-2 lebih banyak daripada
kelompok kontrol (P 0,021). Dalam percobaan 2, kondisi neurologis dan
histopatologi pada kelompok HBO lebih baik daripada kelompok kontrol (P
<0,01). Hasil histopatologi pada kelompok HO lebih baik daripada pada
kelompok kontrol (P <0,05).
18
tampaknya tidak sesuai dengan klinis. Baru-baru ini, peneliti telah
menemukan beberapa zat yang telah terbukti efektif untuk menginduksi
toleransi iskemik di otak. Zat-zat tersebut antara lain endotoksin, sitokin,
kalium klorida, dan asam neurotoksin 3-nitro-propionat (inhibitor selektif
mitokondria suksinat dehidrogenase). Meski demikian, peneliti masih
belum bisa memastikan apakah zat-zat tersebut dapat digunakan karena
dapat menimbulkan berbagai efek samping dan efek toksik.
Radikal bebas oksigen (yang dihasilkan oleh oksigen hiperbarik
[HBO]) juga telah diketahui dapat menginduksi toleransi iskemik pada
neuron herbokampus gerbil. Wada et al. menunjukkan bahwa HBO yang
diberikan secara berulang dapat menginduksi toleransi terhadap kejadian
iskemia mematikan berikutnya pada neuron hippocampal CA1 gerbil.
Prass et al. dan kelompok kami juga menemukan hal yang serupa dalam
iskemia fokal pada serebri mencit dan tikus. Karena HBO terbukti
melindungi serebri dari cedera iskemik dan dapat diterapkan pada pasien
yang mengalami keracunan karbon monoksida, emboli udara, atau
penyakit dekompresi maka HBO dianggap mudah untuk digunakan secara
klinis. HBO dapat digunakan/diterapkan sebelum pasien mengalami
kejadian iskemia apabila memungkinkan.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah pemberian HBO
berulang dapat menginduksi toleransi iskemia medula spinalis. Apabila hal
tersebut telah terbukti maka komponen HBO (hiperbarik atau hiperoksia)
manakah yang paling penting untuk menginduksi toleransi terhadap
cedera iskemik.
19
Persiapan Binatang dan Pembedahan
Kami menggunakan 69 kelinci putih Selandia Baru jantan (berat,
2,1 - 2,3 kg). Kelinci tersebut dibius menggunakan halotan 4% yang
bercampur dengan oksigen ruangan setelah kelinci tersebut menjalani
puasa selama semalam. Selama puasa, kami tidak membatasi asupan
cairan pada kelinci tersebut. Setelah induksi, kondisi anestesi pada kelinci
tersebut dipertahankan menggunakan halotan 1,5%. Halotan 1,5%
diberikan menggunakan masker dan kelinci dapat bernafas secara
spontan. Setelah itu, kami memasukkan kateter vena telinga dan larutan
Ringer laktat (4 ml/kgBB/jam) diberikan secara intravena. Kateter 24-
gauge dimasukkan ke dalam arteri telinga semua kelinci untuk mengukur
tekanan darah proksimal sedangkan kateter lain dimasukkan ke dalam
arteri femoralis kiri untuk mengukur tekanan darah distal. Setelah semua
kanula terpasang, 400 unit heparin disuntikkan secara intravena. Tekanan
darah kelinci dipantau secara terus menerus menggunakan transduser
tekanan terkalibrasi yang terhubung ke monitor tekanan invasif
(Spacelabs Medical, Inc., Redmond, WA). Denyut jantung kelinci
ditentukan dengan cara menghitung bentuk gelombang tekanan darah
pada monitor. Selimut pemanas dan lampu overhead digunakan untuk
mempertahankan suhu rektal kelinci pada 38,5 + 0,5°C selama penelitian.
Sampel darah arteri diambil untuk menentukan tekanan oksigen arteri
(PaO2), tekanan karbon dioksida arteri (PaCO2), pH, dan glukosa plasma.
Gas darah arteri diukur menggunakan Sistem Modular OMNI (Daftar AVL
GmbH Medizintechnik, Kleiststra e, Graz, Austria)
20
ujung-ujung pipa tersebut disambungkan melalui tabung plastik
berdiameter besar sehingga membentuk ikatan jerat. Oklusi aorta
dilakukan dengan menarik dan menjepit tabung kecil di sekitar aorta.
Oklusi aorta ini dapat menurunkan tekanan darah distal secara cepat dan
menghilangkan denyut nadi. Kondisi iskemia ini dipertahankan selama 20
menit. Apabila kondisi iskemia ini telah berlangsung selama 20 menit
maka tabung tersebut dilepaskan/dilonggarkan untuk mengembalikan
aliran darah melalui aorta. Setelah itu, dinding perut ditutup dengan klip
luka. Kami melakukan infiltrasi lokal bupivacaine hidroklorida 0,25% di
sekitar luka untuk analgesik pasca operasi. Halothane dihentikan. Infus
Ringer laktat dilanjutkan sampai hewan dapat minum. Antibiotik (40.000 IU
gentamisin) diberikan secara intramuskular segera setelah operasi.
Setelah itu, kelinci-kelinci tersebut dikembalikan ke kandang dan diamati
selama 2 hari. Isi kandung kemih/produksi urine diekspresikan/dilaporkan
secara manual sesuai kebutuhan.
Prokotol Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama
dirancang untuk menentukan apakah HBO dengan waktu paparan yang
berbeda-beda dapat menginduksi toleransi iskemik di medula spinalis.
Percobaan kedua dilakukan untuk mengetahui apakah hiperoksia
(tekanan oksigen yang tinggi) atau kondisi hiperbarik yang dapat memicu
toleransi iskemik di medula spinalis.
Percobaan 1. Sebanyak 21 kelinci jantan putih Selandia Baru
dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga kelompok secara acak:
kelompok kontrol (n = 7), kelompok HBO-1 (n=7), atau kelompok HBO-2
(n=7). Kelinci dalam kelompok HBO-1 mendapatkan HBO dalam waktu 1
jam pada 2,5 atmosfer absolut (ATA) dalam 100% oksigen setiap hari
selama 3 hari menggunakan ruang hiperbarik hewan. Kelinci dalam
kelompok HBO-2 mendapat HBO dalam waktu 1 jam pada 2,5 atmosfer
absolut (ATA) dalam 100% oksigen setiap hari selama 5 hari. Kelinci
dalam kelompok kontrol ditempatkan di sebuah ruangan (21% O2) tanpa
21
mendapat perlakuan apapun. Kelinci dalam kelompok kontrol ditempatkan
di ruangan tersebut sesuai dengan jadwal yang didapatkan oleh kelinci
pada kelompok HBO selama 5 hari. Dua puluh empat jam setelah
perawatan terakhir, hewan menjadi sasaran iskemia sumsum tulang
belakang selama 20 menit.
22
dan perfusi transkardiak dilakukan menggunakan heparinized saline
sebanyak 1.000 ml dilanjutkan dengan buffered formalin (10%) sebanyak
500 ml. Medula spinalis setinggi lumbal diambil dan didinginkan dalam
phosphate-buffered formalin 10% selama 48 jam. Proses dehidrasi
medula spinalis dilakukan menggunakan etanol dan butanol dengan
konsentrasi bertingkat. Setelah itu, medula spinalis tersebut ditanam
dalam parafin. Bagian koronal medula spinalis (setinggi L5) dipotong
dengan ketebalan 6 mikrometer kemudian diwarnai dengan haematoxylin
dan eosin. Cedera saraf diperiksa menggunakan perbesaran 400x.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh pengamat yang tidak mengetahui
pengelompokan kelinci tersebut. Iskemia neuron ditandai dengan adanya
eosinofila sitoplasma, hilangnya substansi Nissl dan adanya inti homogen
pyknotic. Neuron normal di setiap potongan medula spinalis anterior (di
sebelah anterior dari garis yang melalui kanal pusat dan tegak lurus
dengan sumbu vertebral) dihitung dalam dua bagian untuk setiap hewan
kemudian dirata-rata.
23
Tabel 1. Perubahan Fisiologi
Analisis Statistik
Perubahan tekanan arteri rata-rata, denyut jantung, suhu rektum,
pH arteri, PaO2, PaCO2 dan konsentrasi gula darah dibandingkan
menggunakan analisis varians. Skor fungsi motorik ekstremitas bawah
dan jumlah neuron normal di medula spinalis anterior dianalisis dengan
menggunakan metode non-parametrik (Kruskal Wallis) dilanjutkan dengan
Uji Mann-Whitney dengan koreksi Bonferroni. Hubungan antara fungsi
motorik ekstremitas bahwa dan jumlah neuron normal di medula spinalis
24
anterior dianalisis menggunakan Uji Korelasi Spearman. Nilai p < 0.05
dianggap signifikan secara statistik.
Hasil Percobaan 1
Perubahan fisiologi. Perubahan fisiologi tercantum dalam tabel 1.
Semua kelompok memiliki kondisi hemodinamik, suhu rektum, pH arteri,
PaO2, PaCO2 dan glukosa plasma yang mirip kecuali setelah
mendapatkan perlakuan.
Kondisi neurologis. Semua kelinci dalam penelitian ini dapat
bertahan hidup sampai penilaian neurologis terakhir pada 48 jam setelah
reperfusi. Kondisi neurologis (pasca perlakuan) pada kelompok HBO-2
lebih baik daripada kelompok kontrol (P 0,004; gambar 1). Empat kelinci
dalam kelompok HBO-2 dan dua kelinci pada kelompok HBO-1 memiliki
fungsi motorik yang normal (skor Tarlov 4) pada 48 jam setelah reperfusi.
Tidak ada kelinci dalam kelompok kontrol yang menunjukkan fungsi
motorik normal (skor neurologis 3 pada semua hewan).
Skor fungsi neurologi
Kont HB HBO
rol O-1 -2
Gambar 1. Percobaan 1. Kondisi neurologi
48 jam pasca reperfusi (*P < 0.05 dibanding
kontrol). HBO-1 = kelompok yang mendapat
oksigen hiperbarik selama 1 jam pada 2.5 ATA
25
dalam O2 100% setiap hari selama 3 hari; HBO-2 =
kelompok yang mendapat oksigen hiperbarik
selama 1 jam pada 2.5 ATA dalam O2 100% setiap
hari selama 5 hari
Gambaran histopatologi.
Neuron normal pada medula spinalis anterior kelompok HBO-2
lebih banyak daripada kelompok kontrol (P 0,021). Jumlah neuron normal
di medula spinalis anterior kelompok kontrol tidak berbeda signifikan
dengan kelompok HBO-1 (gbr. 2).
Hubungan antara Kondisi Neurologi dengan Gambaran
Histopatologi.
Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi neurologis akhir
pada 48 jam setelah reperfusi dengan jumlah neuron normal di medula
spinalis anterior (r 0,80; P 0,001)
Percobaan 2
Perubahan Fisiologi. Semua kelinci dalam penelitian ini memiliki
kondisi hemodinamik, suhu rektum, pH arteri, PaO2, PaCO2 namun
memiliki kondisi yang berbeda setelah mendapat perlakuan.
26
Jumlah neuron normal dalam medula
spinalis anterior
27
Skor fungsi neurologi
K H H HB
ontrol B O O
Gambar 3. Percobaan 2. Kondisi neurologi 48
jam pasca reperfusi (**P < 0.01 dibanding kontrol). HB =
kelompok yang mendapat O2 21% selama 1 jam pada
2.5 ATA setiap hari selama 5 hari. HO = kelompok yang
mendapat O2 100% selama 1 jam pada 1 ATA setiap
hari selama 5 hari. HBO = kelompok yang mendapat O2
100% selama 1 jam pada 2.5 ATA setiap hari selama 5
hari
28
Hubungan antara Kondisi Neurologi dan Gambaran
Histopatologi. Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi
neurologi akhir pada 48 jam pasca reperfusi dengan jumlah neuron normal
di medula spinalis anterior (r = 0.809; p < 0.001).
Jumlah neuron normal dalam medula
spinalis anterior
Kontrol HB HO HBO
Diskusi
Penelitian saat ini menunjukkan bahwa paparan HBO berulang
sebelum iskemia dapat menginduksi toleransi iskemik terhadap iskemia
mematikan berikutnya di medula spinalis. HO (1 ATA, O2 100%) juga
mampu menginduksi toleransi iskemik namun kondisi hiperbarik
29
sederhana (2,5 ATA, 21% O2) tidak mampu menginduksi toleransi
iskemik.
Cedera medula spinalis pasca operasi aorta toraks yang berhasil
merupakan suatu komplikasi yang tidak dapat diprediksi namun menjadi
bencana bagi manusia. Insiden paraplegia pasca operasi yang telah
dilaporkan bervariasi mulai dari 0,9 hingga 40%. Para peneliti percaya
bahwa disfungsi medulla spinalis akut disebabkan oleh iskemia medulla
spinalis yang terjadi akibat hipoperfusi selama penjepitan silang aorta.
Para peneliti sebelumnya telah berpendapat bahwa asam amino eksitasi,
akumulasi kalsium intraseluler, dan radikal bebas memiliki peran yang
penting dalam patofisiologi cedera neuron pasca iskemia. Meski demikian,
berbagai usaha perbaikan seperti hipotermia, antagonis reseptor aspartat
N-metil-D-aspartat, penghambat saluran kalsium, dan pemulung radikal
bebas 2–6 masih belum cukup ampuh untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Bukti-bukti yang telah terkumpul dari penelitian-penelitian terbaru
memberi kita pengetahuan baru tentang tindakan neuroprotektif seperti:
serangan iskemia singkat pada otak atau medula spinalis mampu
menginduksi perlindungan terhadap cedera iskemik mematikan
berikutnya. Sayangnya, pendapat tentang iskemia singkat yang terjadi
sebelum terjadinya iskemia serebral atau medula spinalis yang dapat
diantisipasi tampaknya tidak sesuai dengan klinis. Baru-baru ini, peneliti
telah menemukan beberapa zat yang telah terbukti efektif untuk
menginduksi toleransi iskemik di otak. Zat-zat tersebut antara lain
endotoksin, sitokin, kalium klorida, dan asam neurotoksin 3-nitro-propionat
(inhibitor selektif mitokondria suksinat dehidrogenase). Meski demikian,
peneliti masih belum bisa memastikan apakah zat-zat tersebut dapat
digunakan karena mungkin saja dapat menimbulkan berbagai efek
samping dan efek toksik.
Produksi radikal oksigen bebas (baik dengan obat-obatan atau
dengan paparan HBO) mampu menginduksi toleransi iskemik di otak.
Meski demikian, hingga saat ini masih belum penelitian yang membahas
30
tentang preconditioning (perlakuan sebelum tindakan) yang optimal,
terutama di medula spinalis. Selain itu, masih belum ditentukan komponen
HBO (hiperbarik atau hiperoksia) manakah yang berperan untuk
menginduksi toleransi iskemik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kondisi neurologis kelinci yang menerima HBO sebelum tindakan (selama
5 hari) secara signifikan lebih baik dibanding kelinci pada kelompok
kontrol. Pemeriksaan histopatologi pada penelitian ini juga menemukan
bahwa HBO yang diberikan selama 5 hari berturut-turut sebelum tindakan
mampu menghambat nekrosis neuron motorik di tanduk anterior medula
spinalis (kelompok HBO-2). Kromatolisis zat Nissl, pembengkakan dan
vakuolisasi perikarya, dan karyolisis yang sering terlihat pada kelompok
kontrol secara signifikan lebih sedikit pada kelompok HBO-2.
Kami merancang percobaan kedua untuk dapat mengetahui
apakah hiperoksia (tekanan oksigen yang tinggi) atau kondisi hiperbarik
yang memiliki peran penting dalam menginduksi toleransi iskemik. Kelinci
di kelompok HBO (100% O2, 2,5 ATA, 1 jam / hari, 5 hari) dan kelompok
HO (100% O2, 1 ATA, 1 jam / hari, 5 hari) memiliki gambaran histopatologi
yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kondisi
neurologis kelinci pada kelompok HBO secara signifikan lebih baik
daripada kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tekanan oksigen tinggi yang diberikan sebelum tindakan (tetapi tidak
dengan hiperbarik sederhana) memainkan peran kunci dalam
menginduksi toleransi iskemik medula spinalis. Dalam percobaan 2,
kondisi neurologis kelinci pada kelompok HO tidak memiliki kondisi yang
lebih baik dibanding kelinci pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa penilaian neurologis secara inheren kurang sensitif dibanding
pemeriksaan histopatologi.
Dalam penelitian ini, kami hanya menyelidiki dampak penggunaan
HO dan HBO sebelum tindakan pada interval tunggal (24 jam) antara
periode akhir sebelum tindakan dan kondisi iskemik yang muncul
berikutnya. Jarak yang optimal antara perawatan sebelum tindakan (pre-
conditioning treatment) dengan kejadian iskemia berikutnya serta "dosis"
31
optimal perawatan sebelum tindakan masih perlu diteliti lebih lanjut.
Hingga saat ini, laboratorium kami masih melakukan penelitian tentang
peran pembentukan radikal bebas oksigen untuk mengetahui lebih lanjut
mekanisme tentang bagaimana HO dan HBO mampu menginduksi
toleransi iskemik.
Analgesia pasca operasi yang digunakan untuk kelinci dalam
penelitian adalah infiltrasi pada lokasi insisi menggunakan bupivacaine
(anestesi lokal jangka panjang). Kelinci dengan fungsi neurologis yang
normal segera dipindah ke kandang dan mampu makan secara normal
pasca operasi. Beberapa kelinci yang mengalami kelumpuhan juga
mengalami kehilangan nafsu makan. Tidak ada kelinci yang mengalami
penurunan berat badan yang signifikan. Semua kelinci menerima
perawatan yang tepat setelah operasi.
Kesimpulan penelitian ini adalah paparan HBO secara
berulang/serial mampu menginduksi toleransi iskemik pada medula
spinalis kelinci. Hyperoxia (1 ATA, 100% O2) juga menginduksi toleransi
iskemik, tetapi hiperbarik sederhana (2,5 ATA, 21% O2) tidak mampu
menginduksi toleransi iskemik.
32
BAB 3
CASE REPORT
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. U
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 23 tahun
Tanggal Lahir : 11-3-1996
Agama : Islam
Pekerjaan : TNI AL
Pendidikan Terakhir: SMK
Alamat : Kendal, Jawa Tengah
Pemeriksaan : 9 Januari 2019
3.2. SUBJEKTIF
KELUHAN UTAMA: Kelemahan Pada Anggota Gerak Badan
33
Pasien selama perjalanan penyakit telah diusulkan untuk terapi
HBO sejak akhir bulan Februari 2018 dan telah melakukan fisioterapi serta
akupuntur.
Bulan Maret 2018 pasien melakukan terapi HBO hingga sekarang
(Januari 2019), total sebanyak 98x.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Diabtetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
Riwayat Jantung (-)
Riwayat Paru (-)
Riwayat kejang (-)
Riwayat ISPA berkepanjangan (-)
Riwayat diare kronis (-)
Riwayat menyelam (-)
Riwayat infeksi telinga (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat Pemakaian Obat: -
Riwayat Psikososial:
Pasien merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara. Pasien
merupakan seorang TNI dan tinggal di asrama TNI.
3.3. OBJEKTIF
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Status Gizi : Baik
GCS : 4-5-6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 8a5x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.2 C
BB : 65 kg
TB : 168 cm
34
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
A/I/C/D: -/-/-/-
Normocephal
Pupil isokor, Reflex Cahaya (+)
Telinga: membran timpani intak (+), secret (-) •
Leher: Deviasi trachea (-), pembesaran KGB (-), JVP (-)
THORAX
Jantung
Inspeksi : Normochest, Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1, S2 tunggal; murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Gerak nafas normal dan simetris
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : ves/ves, wheezing (-), rhonki (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Flat (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani
EKSTREMITAS
Akral Hangat (+), Oedema (-)
Kekuatan Motorik:
Ekstremitas Atas: +5/+5
Ekstremitas Bawah: +3/+3
Fungsi Sensorik: dalam batas normal
REFLEK FISIOLOGIS
BPR +2/+2
TPR +2/+2
35
KPR +1/+1
APR +1/+1
REFLEK PATOLOGIS
Hoffman -/-
Tromner -/-
Babinski -/-
Chaddok -/-
36
DAFTAR PUSTAKA