Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam proses titrasi, suatu senyawa akan banyak digunakan dalam bentuk
larutan. Larutan merupakan campuran homogen antara dua atau lebih zat yang
berbeda jenis dimana terdapat dua komponen utama pembentuk larutan yakni zat
terlarut dan pelarut. Selain itu, segala sesuatu dalam ilmu kimia tidak akan terlepas
dari asam, basa, dan garam. Secara sederhana, asam merupakan larutan yang
memiliki pH diatas 7 sedangkan basa merupakan larutan yang memiliki pH kurang
dari 7. Apabila kedua larutan tersebut memiliki kekuatan yang sama, maka bila
dicampurkan dengan volume yang sama, akan didapat larutan yang memiliki pH
netral atau disebut dengan larutan garam netral. Namun, apabila antara larutan asam
dan basa dengan tingkat kekuatan yang berbeda dicampurkan, akan terbentuk
larutan garam dengan sifat asam (apabila larutan asamnya lebih kuat) atau larutan
garam dengan sifat basa (apabila larutan basanya lebih kuat).
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari larutan
standar sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara
pembakuan. Proses pembakuan ini dibantu dengan larutan standar primer atau
larutan yang konsentrasinya dapat diketehui secara langsung dari hasil
penimbangan, yang ditambahkan indikator pH sebagai penentu tingkat keasaman
suatu larutan.
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting
dalam kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut
asidimetri-alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering juga
dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari bahasa
Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian asidimetri dan
alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan basa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip kerja asidi alkalimetri?
2. Bagaimana cara membuat larutan standart primer natrium tetraborat?
3. Bagaimana cara membuat larutan standart sekunder HCl?
4. Bagimana cara membuat larutan standart primer asam oksalat?
5. Bagaimana cara membuat larutan standart sekunder NaOH?
6. Bagaimana cara menetapkan kadar suatu sampel melalui titrasi asidi
alkalimetri?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui prinsip kerja asidi alkalimetri
 Untuk mengetahui cara membuat larutan standart primer natrium tetrabora
 Untuk mengetahui cara membuat larutan standart sekunder HCl
 Untuk mengetahui cara membuat larutan standart primer asam oksalat
 Untuk mengetahui cara membuat larutan standart sekunder NaOH
 Untuk mengetahui cara menetapkan kadar suatu sampel melalui titrasi asidi
alkalimetri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asam, Basa, dan Garam


Di dalam ilmu kimia, zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga
golongan penting yaitu asam, basa dan garam. Asam secara paling sederhana
didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi
dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif. Sebenarnya ion
hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung dengan satu
molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang
terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :
H+ + H2O → H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil
sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti
natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam
larutan air yang encer :
NaOH Na+ + OH-
KOH K+ + OH-
Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia,
merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk
amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :
NH3 + H2O NH4+ + OH-
Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan
elektrolit lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan
ini, dan sama halnya dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan
basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa.
Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam
artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan
larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri
khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia
zaman dulu (G. Shevla, 1985).

2.2 Definisi Larutan


Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat
yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
berpariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah
larutan yang mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah pelarut.
Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute.
Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dimana akan
ada solute (terlarut) didalamnya . Solvent atau pelarut merupakan senyawa dalam
jumlah yang lebih besar sedangkan senyawa dalam jumlah yang lebih sedikit
disebut solute atau zat terlarut (Baroroh,2004). Larutan yang saling melarutkan
adalah campuran dua larutan polar atau dua larutan non polar yang membentuk
larutan satu fasa homogen. Sedangkan larutan yang tidak melarutkan adalah
campuran dari dua larutan yang terdiri dari polar dan non polar yang membentuk
dua fase (Stephen, 2002).
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air (H 2O), selain
air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol, amoniak, kloroform, benzena,
minyak, asam asetat (Gunawan, 2004).
Larutan gas dibuat dengan mencampurkan suatu gas dengan gas lainnya.
Karena semua gas bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap campuran
gas adalah homogen ia merupakan larutan. Larutan cairan dibuat dengan melarutkan
gas, cairan atau padatan dalam suatu cairan. Jika sebagian cairan adalah air, maka
larutan disebut larutan berair. Larutan padatan adalah padatan-padatan di dalam satu
komponen yang terdistribusi tak beraturan pada atom atau molekul dari komponen
lainnya (Syukri,1999).
Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu
disebut larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, larutan akan mengalami titik
dimana kondisinya tidak jenuh. Namun, kadang pula dijumpai zat terlarut dalam
larutan yang kapasitasnya melebihi batas yang seharusnya bisa terlarut sehingga
nantinya akan terbentuk endapan dan larutan yang seperti ini disebut larutan lewat
jenuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yakni temperatur, sifat
pelarut, efek ion sejenis, efek ion tak sejenis, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks,
dan lain-lain (Khopkar,2003).
Pembuatan larutan adalah suatu cara mempelajari cara pembuatan larutan dari
bahan cair atau padat dengan konsentrasi tertentu. Untuk menyatakan kepekaaan
atau konsentrasi suatu larutan dapat di lakukan berbagai cara tergantung pada tujuan
penggunaannya. Adapun satuan yang digunakan untuk menentukan kepekaan
larutan adalah molaritas, molalitas, normalitas, persen massa, persen volume,
persen berat per volume.

2.3 Prinsip Titrasi


Titrasi merupakan suatu proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan
sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis (belum diketahui konsentrasinya).
Prosedur analisis yang melibatkan titrasi menggunakan larutan-larutan dengan
konsentrasi tertentu disebut analisis volumetri. Titrasi atau disebut juga volumetri
merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk
menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada
suatu reaksi yang digambarkan sebagai :
aA + bB hasil reaksi
dimana : A adalah penitrasi (titran), B senyawa yang dititrasi,
a dan b jumlah mol dari A dan B
Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan)
sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui
konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui bahwa reaksi
berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke
dalam larutan yang dititrasi. Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan
yang harus diperhatikan, seperti :
a.) Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping
b.) Reaksi harus berlangsung secara cepat
c.) Reaksi harus kuantitatif
d.) Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam (jelas
perubahannya)
e.) Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung
f.) Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen harus diketahui
setepat mungkin (Hardjono Sastrohamidjojo, 2005)
Dalam proses titrasi atau volumetri, diperlukan dua larutan utama yakni
larutan standar primer dan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan
yang telah diketahui secara pasti konsentrasinya. Suatu larutan dapat dikatakan
sebagai standar primer apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Mempunyai kemurnian yang tinggi
 Mempunyai rumus molekul yang pasti
 Tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang
 Larutannya harus bersifat stabil
 Mempunyai berat ekuuivalen (BE) yang tinggi
Suatu larutan yang memenuhi persyaratan di atas disebut larutan standar
primer. Contoh bahan yang biasanya dipakai sebagai larutan standar primer adalah
Natrium tetra borat, natrium klorida, kalium iodat, asam oksalat, dan lain-lain.
Untuk larutan standar sekunder adalah larutan standar yang bila akan
digunakan harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar primer.
Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah
diketahui dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum
diketahui dapat dihitung dengan persamaan berikut :
NB = NA X VA
VB
dimana : NB = konsentrasi larutan yang belum diketahui
VB = volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA = konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan
standar)
VA = volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
Titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, yaitu:
1) Titrasi asam-basa
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi penetralan
H+ + OH- H2O
Yang terdiri dari H+ (asam), OH- (basa) dan menjadi H2O (netral)
2) Titrasi redoks (Oksidimetri)
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi reduksi dan oksidasi
O+R Hasil
Yang terdiri dari O (Oksidator) dan R (Reduktor)
3) Titrasi pengendapan
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah Proses pengendapan
L+ (aq) + X-(aq) LX(s)
Yang terdiri dari kation dan ion sehingga membentuk endapan
4) Titrasi pengompleksan
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi akseptor-donor pasangan
elektron
Mn+ + :L [M : L]n+
Yang terdiri dari ion logam dan ligan sehingga membentuk ion kompleks

2.3 Prinsip Titrasi Asidi-Alkalimetri


Berdasarkan reaksinya, analisis volumetri atau titrasi dibagi menjadi
beberapa macam, salah satunya adalah titrasi asidi-alkalimetri atau titrasi asam
basa. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen yang
artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi, dalam hal ini
biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai
“titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan,kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk
memperoleh kurvatitrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik
ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum
prosestitrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
2.3.1 Indikator Asam Basa
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang
perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan
sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Selain itu,
alasan lain dipilih untuk menggunakan indikator adalah karena dalam titrasi
asam basa, mayoritas larutan yang digunakan adalah larutan yang tidak
berwarna sehingga tidak diketahui kapan titik ekuivalennya tercapai. Untuk
mengetahui bahwa titik ekuivalen pada titrasi telah dicapai, maka digunakan
indikator atau penunjuk. Indikator ini harus berubah warna pada saat titik
ekuivalen tercapai. Indikator asam basa adalah petunjuk tentang perubahan
pH dari suatu larutan asam atau basa. Indikator bekerja berdasarkan
perubahan warna indikator pada rentang pH tertentu. Kebanyakan indikator
asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan sering
disingkat dengan Hin yang akan memberikan satu warna berbeda bila proton
lepas (Hardjono Sastrohamidjojo, 2005). Berbagai indikator mempunyai
tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna
pada range pH yang berbeda (Khopkar, 2003). Terdapat beberapa jenis
indikator yang bisa digunakan dalam titrasi asam basa, yakni :
NAMA pH RANGE WARNA SIFAT

Biru timol 1,2-2,8 merah – kuning Asam

Kuning metil 2,9-4,0 merah – kuning Basa

Jingga metil 3,1 – 4,4 merah – jingga Basa

Hijau
3,8-5,4 kuning – biru Asam
bromkresol

Merah metil 4,2-6,3 merah – kuning Basa

Ungu
5,2-6,8 kuning – ungu Asam
bromkresol

Biru
6,2-7,6 kuning – biru Asam
bromtimol

Merah fenol 6,8-8,4 kuning – merah Asam

Ungu kresol 7,9-9,2 kuning – ungu Asam

Fenolftalein 8,3-10,0 t.b. – merah Asam

Timolftalein 9,3-10,5 t.b. – biru Asam

Kuning
10,0-12,0 kuning – ungu Basa
alizarin

Dari banyak indikator diatas, salah satu indikator asam basa yang
sering digunakan adalah fenolftalein (PP). Indikator ini banyak digunakan
karena harganya murah. Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn
(asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In– (basa).
2.3.2 Macam-macam Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa dibagi menjadi empat jenis tergantung pada jenis
asam dan basa yang direaksikan karena jenis asam dan basa yang
direaksikan akan mempengaruhi perubahan pH dan titik ekuivalen yang
didapat. Hal tersebut dapat dilihat sesuai tabel dibawah ini :

pH titik ekivalen (
Jenis Asam Jenis Basa
TE )
Asam kuat Basa kuat
= 7 (netral)
Contoh : HCl Contoh : NaOH
Asam kuat Basa lemah
< 7 (asam)
Contoh : HCl Contoh : NH4OH
Asam lemah
Basa kuat
Contoh : > 7 (basa)
Contoh : NaOH
CH3COOH
Tergantung pd harga Ka
asam -
lemah dan Kb basa
Asam lemah
Basa lemah lemahnya. Bila Ka>Kb
Contoh :
Contoh : NH4OH maka pH TE < 7, bila
CH3COOH
Ka<Kb maka pH TE > 7,
bila Ka=Kb maka pH TE
=7

2.4 Deskripsi Bahan


2.4.1 Natrium Hidroksida (NaOH)
NaOH adalah bahan dasar umum di laboratorium kimia yang bersifat
kaustik. Bahan ini bersifat higroskopis dan mudah menyerap air dari udara,
sehingga harus disimpan dalam kedap udara. Senyawa ini memiliki berat
molekul 40 g/mol dengan densitas 2,13 g/cm3. Natrium Hidroksida akan
membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH
murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan,
butiran, ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan akan
melepaskan panas ketika dilarutkan (eksoterm). NaOH juga larut dalam
etanol dan metanol, tetapi NaOH tidak larut dalan dietil eter dan pelarut non
polar lainnya.
2.4.2 Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat merupakan asam lemah, sifatnya yang tidak mudah
menguap, asam oksalat cenderung stabil, selain itu juga asam oksalat
ditemukan dalam keadaan murni. Senyawa ini mempunyai berat molekul
126 g/mol dengan nilai densitas 1,6530 g/cm3. Asam oksalat berbentuk
kristal, berwarna putih dan apabila dipanaskan dengan asam sulfat akan
menghasilkan karbon monoksida, karbon dioksida, dan H.
2.4.3 Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O)
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetra borat
yang apabila dilarutkan dalam air dapat terurai menjadi natrium hidroksida
serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat mempunyai sifat
antiseptic. Senyawa ini memiliki nama lain natrium biborat dan natrium
piroborat. Natrium tetra borat merupakan senyawa kimia dengan bentuk
kristal putih, tidak berbau, serta larut dalam air tetapi tidak larut dalam
alkohol. Senyawa ini memiliki berat molekul 381,37 g/mol dengan densitas
1,73 g/ml.
2.4.4 Asam Klorida (HCl)
Asam klorida sering digunakan dalam analis kimia untuk mencerna
sampel-sampel analis. Asam klorida pekat melarutkan banyak jenis logam
klorida dan gas hidrogen. Ia juga bereaksi dengan senyawa dasar semacam
kalsium karbonat dan tembaga (II) oksida, menghasilkan klorida terlarut
yang dapat dianalisa. Asam klorida dibuat dengan melarutkan hidrogen
klorida ke dalam air. Asam klorida merupakan bahan kimia berupa cairan
tidak berwarna dan berasap. Senyawa ini memiliki berat molekul 36,5 g/mol
dengan densitas 1,2 g/ml untuk HCl pekat atau 1,16 g/ml untuk HCl teknis.
2.4.5 Indikator Phenolftalin (PP)
Phenolftalin merupakan senyawa yang biasa digunakan sebagai
indicator dalam titrasi asam basa. Senyawa ini memiliki rumus molekul
C20H14O4 dan sering ditulis dalam notasi singkat HIn atau indiator PP. Untuk
pengaplikasiannya, indicator ini akan berubah warna dari tak berwarna
(dalam larutan asam) menjadi merah muda (dalam larutan basa). Senyawa
ini memiliki berat molekul 318,33 g/mol dengan densitas 1,28 g/ml.

2.4.6 Indikator Methyl Orange (MO)


Metil jingga atau metil orange adalah bindikator pH yang sering
digunakan dalam titrasi, khususnya titrasi asam basa karena perubahan
warnanya yang jelas dan kontras. Indikator dengan rumus kimia
C14H14N3NaO3S ini memiliki berat molekul 327,33 g/mol dengan densitas
1,28 g/ml. Senyawa ini berbentuk padatan berupa Kristal dengan warna
orange yang larut dalam alkohol tetapi tidak larut dalam dietel eter dengan
rentang pH 3,1-4,4.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat Percobaan
Glassware Instrument Supporting Equipment
Labu ukur Neraca analitik Spatula
Corong gelas Botol semprot
Beaker glass Statif dan klem
Pipet tetes
Pipet volume
Pipet ukur
Batang pengaduk
Erlenmeyer
Buret
Kaca arloji

3.2 Bahan Percobaan


 Natrium hidroksida (NaOH)
 Asam klorida (HCl)
 Natrium tetra borat (Na2B4O7.10H2O)
 Asam oksalat (H2C2O4)
 Indikator Fenolftalein
 Indikator Methyl Orange
 Sampel

3.3 Prosedur Percobaan


 Pembuatan Larutan Standar
a) Standar Primer Asam Oksalat (H2C2O4) X N
1. Timbang dengan teliti X gram asam oksalat
2. Masukkan asam oksalat yang telah ditimbang ke dalam labu ukur
dengan bantuan corong
3. Larutkan dengan aquades hingga tanda batas yang ada pada labu ukur
4. Tutup labu ukur, kemudian kocok hingga homogen
b) Standar Sekunder NaOH X N
1. Timbang dengan teliti X gram NaOH
2. Masukkan NaOH yang telah ditimbang ke dalam labu ukur
3. Tambahkan aquades secukupnya untuk melarutkan padatan NaOH
4. Setelah NaOH larut, tambahkan aquades kembali hingga tanda batas
5. Tutup labu ukur, kemudian kocok hingga homogen
c) Standar Primer Natrium Tetra Borat (Na2B4O7.10H20) X N
1. Timbang dengan teliti X gram natrium tetra borat
2. Masukkan natrium tetra borat yang telah ditimbang ke dalam labu ukur
3. Larutkan dengan aquades hingga tanda batas yang ada pada labu ukur
4. Tutup labu ukur, kemudian kocok hingga homogen

d) Standar Sekunder Asam Klorida (HCl) X N


1. Mengambil X mL HCl secara hati-hati di ruang asam (gunakan APD yang
sesuai)
2. Pindahkan HCl tersebut ke labu ukur secara perlahan
3. Larutkan dengan aquades hingga tanda batas
4. Tutup labu ukur lalu kocok hingga homogen

 Standarisasi Larutan
a) Standarisasi Larutan NaOH denagn larutan Asam Oksalat
1. Pipet X mL larutan standar primer asam oksalat X N ke dalam
erlenmeyer
2. Tambahkan tiga tetes indikator fenolftalein
3. Titrasi dengan larutan NaOH X N dari buret sampai terbentuk warna
merah muda seulas yang tidak hilang setelah dikocok 15 detik
4. Lakukan titrasi secara duplo
5. Catat volume NaOH yang dibutuhkan pada saat titrasi dan hitung
konsentrasinya
b) Standarisasi Larutan HCl dengan Natrium Tetra Borat
1. Pipet X mL larutan standar primer natrium tetra borat X N ke dalam
Erlenmeyer
2. Tambahkan indicator metil orange sebanyak tiga tetes
3. Titrasi dengan larutan HCl X N dari buret sampai terjadi perubahan warna
dari kuning menjadi sindur (jingga)
4. Lakukan titrasi secara duplo
5. Catat volume HCl yang dibutuhkan pada saat titrasi dan hitung
konsentrasinya

 Penetapan Kadar Sampel (Kadar CH3COOH dalam Cuka Pasar)


1. Pipet X mL cuka pasar yang akan ditentukan kadarnya dengan pipet
volume
2. Masukkan cuka pasar tersebut ke labu ukur X mL untuk diencerkan
dengan aquades hingga tanda batas
3. Pipet kembali X mL cuka yang telah di encerkan di labu ukur dan
pindahkan ke Erlenmeyer
4. Tambahkan 3 tetes indicator fenolftalein
5. Lakukan titrasi dengan NaOH X N dari buret yang telah distandarisasi
hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda seulas yang tidak
hilang setelah dikocok selama 15 detik
6. Lakukan titrasi secara duplo
7. Catat volume NaOH yang dibutuhkan pada saat titrasi dan hitung
konsentrasinya

Anda mungkin juga menyukai