KONDUKTOMETRI
A.TUJUAN PERCOBAAN
¥ Menjelaskan prinsip konduktometri
¥ Melakukan titrasi konduktometri
¥ Mencari hantaran (konduktivitas) dari beberapa konsentrasi larutan
B.PERINCIAN KERJA
¥ Kalibrasi konduktometri
¥ Titrasi asam-basa
¥ Hubungan antara konduktivitas dengan konsentrasi
E. DASAR TEORI
Titrasi konduktometri merupakan salah satu dari sekian banyak macam-
macam titrasi. Didalam titrasi konduktometri ini tidak terlalu berbeda jauh dari
titrasi-titrasi yang lainya, yang membedakan biasanya hanya terdapat bagaimana
cara untuk mengetahui titik ekivalen dari larutan itu. Kalau kita menggunakan
titrasi volumetri yang biasa kita praktikan sebelumnya titik ekivalen diketahui ketika
terjadi perubahan warna, zat itu akan mengalami peruban warna bila zat itu dalam
keadaan setimbang. Untuk mempermudah kita untuk melihat zat itu sudah
mencapai ekivalen maka digunakan indikator. Tetapi banyak sekali para praktikan
yang merasa kesulitan untuk menentukan dengan tepat titik ekivalen dengan
menggunkan titrasi volumetri ini. Titrasi konduktometri ini lebih mudah jika
dibandingkan dengan titrasi lainya, walaupun ada kelemahan tetapi juga ada
kelebihanya. Titik ekivalen dapat kita ketahui dari daya hantar dari larutan yang
kita ukur, jika daya hantar sudah konstan berarti titrasi sudah mencapai ekivalen.
Titrasi ini juga tidak perlu menggunakan indikator, untuk lebih jelasnya akan
dijelaskan dalam bab selanjutnya.
Konduktometri merupakan prosedur titrasi, sedangkan konduktansi bukanlah
prosedur titrasi. Metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi
jika perbedaan antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan
reagen. Tetapan sel harus diketahui. Berarti selama pengukuran yang berturut-turut
jarak elektroda harus tetap. Hantaran sebanding dengan konsentrasi larutan pada
temperatur tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak
berfungsi secara linear lagi dengan konsentrasi
Konduktivitas suatu larutan elektrolit, pada setiap temperatur hanya
bergantung pada ion2 yang ada, dan konsentrasi ion2 tersebut. Ini sebagian
besar disebabkan oleh berkurangnya efek2 antar ionik untuk elektrolit2 kuat
dan oleh kenaikan derajat disosiasi untuk elektrolit-elektrolit lemah (Bassett,
J. dkk., 1994).
Untuk mengukur konduktivitas suatu larutan, larutan ditaruh dalam
sebuah sel, yang tetapan selnya telah ditetapkan dengan kalibrasi dengan
suatu larutan yang konduktivitasnya diketahui dengan tepat, misal, suatu
larutan kalium klorida standar. Sel ditaruh dalam satu lengan dari rangkaian
jembatan Wheatstone dan resistansnya diukur (Bassett, J. dkk., 1994).
Bila konsentrasi dinyatakan dalam normalitas, maka harus dikalikan
faktor 1000. nilai d/a=S merupakan faktor geometri selnya dan nilainya
konstan untuk suatu sel tertentu sehingga disebut tetapan sel (Khopkar,
2003). Metode konduktometri memiliki aplikasi yang jauh lebih terbatas
ketimbang prosedur-prosedur visual, potensiometri ataupun amperometri
(Bassett, J. dkk., 1994).
Hipotesis
1. Karena titrasi konduktometri lebih efisien dan lebeh efeketif dalam
pengguanaan zat, selain itu juga, kita tidak perlu menggunakan indikator
untuk mengethaui titik ekivalen dari titrasi.
2. Karena titik ekivalen dapat diketahui dari daya hantar larutan yang
terukur pada konduktometer, yaitu dengan konstannya nilai daya hantar.
3. Karena didalam titrasi konduktometer ini yang berperan penting
yaitu konsentrasi dari suatu larutan.
Konduktometri merupakan salah satu cara elektroanalisa, yang mengukur
konduktivitas larutan dengan elektroda khusus. Konduktivitas berbanding terbalik
terbalik tahanan listrik dalam larutan, yaitu semakin besar tahanan listrik, semakin
kecil konduktivitas.
Konduktivitas mempunyai siemens per cm. konduktivitas larutan kimia
lazimnya berkisar antara 0,1-2000 mili siemens per cm (ms/cm). kalau dua
elektroda direndam dalam larutan yang mengandung ion-ion, maka akan mengalir
arus listrik antara kedua elektroda tersebut, apabila terdapat beda tegangan listrik
antara kedua elektroda tersebut.
Arus mengalir dari katoda yang bermuatan negative ke anoda yang
bermuatan positif. Sebagai pebawa arus adalah ion-ion dalam larutan. Selisih
potensial antara kedua elektroda tersebut tidak boleh terlalu besar agar tidak
terjadi elektrolisa.
Besarnya arus yang mengalir ditentukan oleh parameter-parameter
sebagai berikut :
? Beda tegangan antara kedua elektroda.
? Konsentrasi ion-ion.
? Sifat ion seperti besarnya muatan, derajat disosiasi, besarnya ion, kompleksasi
dengan molekul lain dan sebagainya.
? Suhu larutan.
? Luas permukaan masing-masing elektroda.
? Jarak antara katoda dan anoda.
Semakin besar arus makin besar pula konduktivitas K. Luas permukaan
elektroda dan jarak antara katoda dan anoda merupakan parameter yang tetap,
karena parameter-parameter tersebut bergantung pada rancangan elektroda. Oleh
karena itu setiap elektroda mempunyai factor tersendiri yang dimasukkan dalam
perhitungan konduktivitas ( cell constant K/cm ).
Pada permukaan elektroda dapat terjadi tegangan lebih ( over voltage ) yang
tidak sebanding lagi dengan arus dan konsentrasi ion. Untuk mencegah tegangan
lebih tersebut perbukaan elektroda dilapis dengan lapisan platinum yang halus dan
aktif. Pelapisan elektroda dengan platinum disebut “platinizing”.
Parameter harus dipertahankan tetap sama selama pengukuran konduktivitas
adalah suhu larutan. Sebaiknya digunakan wadah titrasi yang dindingnya berlapis
dua, sehingga dalam dinding tersebut dapat dialirkan air pada suhu tertentu dari
thermostat.
Perubahan konduktivitas terhadap suhu berbeda-beda untuk setiap
senyawa. Setiap senyawa mempunyai koefisien suhu. Hubungan antara
konduktivitas K pada suhu 20 oC dengan konduktivitas K pada
suhu noC dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut :
Untuk menghitung koefisien suhu digunakan rumus :
Koefisien suhu bergantung pula pada konsentrasi zat. Koefisien suhu
dapat ditentukan sendiri dengan mengukur konduktivitas pada suhu 20 oC
dan pada suhu yang lain ( misalnya 30 °C ).
Konduktometer metrohm mengukur konduktivitas dengan arus AC ( alternative
current ) untuk mencegah terjadinya polarisasi lektrida. Oleh karena itu frekuensi
dari arus tersebut perlu diatur sesuai dengan konduktivitas sampel. Terdapat dua
pilihan frekuensi sebagai berikut :
? Tombol FREQ tidak ditekan : Frekuensi 2000 Hertz ( 2 kHz ). Frekuensi tinggi
dipakai untuk cuplikan yang mempunyai konduktivitas yang tinggi ( lebih
dari 100 μS/cm ), selain itu untuk titrasi konduktometri.
? Tombol FREQ ditekan : Frekuensi 300 Hertz ( 300 Hz ) untuk konduktivitas
dibawah 1 mS/cm.
Jenis elektroda konduktometri ( measurung cell ) harus dipilih sesuai
dengan konduktivitas dari cuplikan. Elekttroda yang mempunyai tetapan
rendah sesuai untuk pengukuran konduktivitas yang rendah, sebaliknya
elektroda dengan tetapan tinggi sesuai untuk konduktivitas yang tinggi.
Suhu dikompensasikan secara otomatis dengan sensor Pt-100 atau oleh
operatornya dengan menekan tombol TEMP, lalu mengatur suhu cuplikan,
serta koefisien suhu cuplikan. Daerah pengukuran (measuring range) diatur
oleh alat secara otomatis, kecuali bila tombol RANGE ditekan.
Apabila kita ingin membaca harga yang konduktivitas secara teliti, tetapi
harga konduktivitas sering berubah, sehingga keluar dari daerah yang telah
diatur, maka kita menaikkan harga konduktivitas tersebut hingga berada
dipertengahan daerah pengukuran.
Titrasi Konduktometri
Titrasi konduktometri dapat dilakukan untuk menentukan kadar ion,
dengan syarat ion tersebut terlibat dalam reaksi kimia sehingga terjadi
penggantian satu jenis ion dengan yang lain yang berarti terjadi perubahan
konduktivitas. Misalnya titrasi HCl dengan NaOH berdasarkan persamaan
sebagai berikut :
H+ + Cl- + OH- + Na+ H2O + Cl- + Na+
Sebelum ditambah NaOH, didalam larutan terdapat ion H + dan Cl- yang
masing-masing mempunyai harga konduktivitas molar ( 25 °C ) sebesar
349,8 cm2/mol dan 76,3 cm2/mol. Pada penambahan NaOH, terjadi reaksi
antara H+ dengan OH- membentuk H2O, sehingga jumlah H+ didalam larutan
berkurang sedangkan jumlah NaOH bertambah. Na + mempunyai harga
konduktivitas molar 50,1 S cm-1/mol yang jauh lebih kecil dari H+ sehingga
harga konduktivitas total dari larutan turun. Pada titik akhir titrasi, H + dalam
larutan telah bereaksi seluruhnya dengan OH -, sehingga penambahan NaOH
lebih lanjut akan menaikkan harga konduktivitas total larutan, karena
terdapat OH- dengan konduktivitas molar 198,3 S cm-1/mol.
Titik akhir dapat ditentukan dalam grafik titrasi sebagai berikut :
Titrasi konduktometri sangat sesuai untuk asam atau basa lemah,
karena penggunaan potensiograph / titroprocessor dengan elektroda kaca
menghasilkan titik akhir yang kurang jelas. Namun titrasi konduktometri
tidak dapat dilakukan dalam cuplikan yang mengandung konsentrasi ion lain
yang tinggi, karena titik akhir menjadi kurang tajam. Titrasi konduktometri
sangat berguna untuk melakukan titrasi pengendapan. Keuntungan titrasi
konduktometri adalah grafik titrasi seluruhnya digunakan untuk menentukan
titik akhir sedangkan pada kurva titrasi potensiometri titik akhir ditentukan
dari bentuk grafik dekat titik akhir saja. Kepekaan cara konduktometri jauh
lebih baik. Titrasi konduktometri masih memberi titik akhir yang jelas untuk
asam atau basa lemah dalam konsentrasi encer, sedangkan
dengan potensiometri titik akhir tidak jelas lagi.
Pemeliharaan Elektroda
Elektroda yang kering sebelum dipakai direndam sebentar dalam etanol
lalu dibilas dengan air. Sehabis dipakai elektroda dibilas lagi dengan air lalu
disimpan lagi dalam air. Elektroda yang akan disimpan untuk jangka waktu
yang panjang harus dikeringkan lalu disimpan kering. Sekali-sekali elektroda
perlu dilapis ulang dengan platinum (platinizing) sesuai dingin procedure
dalam manual.
Secara berkala dan sehabis setiap kali platinizing elektroda perlu
dikalibrasi ulang dengan larutan kalibrasi yang telah disediakan oleh
metrohm, lasimnya dengan larutan kalibrasi KCl. Tetapan elektroda distel
pada 1,0 x 1 di konduktometer, lalu koefisien suhu 2,0 untuk KCl 1 mol/liter.
Tetapan elektroda dihitung dengan rumus :
Hal-hal berikut harus selalu diingat-ingat ketika melakukan titrasi :
1. Penyesuaian pH. Untuk banyak titrasi EDTA, pH larutan sangatt menentukan
sekali; seringkali harus dicapai batas-batas dari 1 satuan pH dan sering
batas-batas dari 0,5 satuan pH harus dicapai, agar suatu titrasi yang sukses
dapat dilakukan. Untuk mencapai batas-batas kontrol yang begitu sempit,
perlu digunakan sebuah pH-meter sewaktu menyesuaikan nilai pH larutan,
dan bahkan untuk kasus di mana batas pH adalah sedemikian sehingga
kertas uji pH boleh digunakan untuk mengontrol penyesuain pH, hanyalah
kertas dari jenis dengan jangkau yang sempit boleh digunakan.
2. Pemekatan ion logam yang akan dititrasi.Kebanyakan titrasi berhasil
dengan baik dengan 0,25 mmol ion logam yang bersangkutan dalam volume
50-150 cm3 larutan. Jika konsentrasi ion logam itu terlalu tinggi; maka titik
akhir mungkin akan sangat sulit untuk dibedakan, dan jika kita mengalami
kesulitan dengan titik akhir, maka sebaiknya mulailah lagi dengan satu porsi
larutan uji yang lebih sedikit, dan encerkan ini sampai 100-150 cm 3 sebelum
menambahkan medium pembufer dan indikator, lalu diulangi titrasi itu.
3. Banyaknya indicator. Penambahan indicator yang terlalu banyak merupakan
kesalahan yang harus kita hindarkan. Dalam banyak kasus, warna yang
ditimbulakan oleh indicator sanagt sekali bertambah kuat selama jalannya
titrasi, dan labih jauh, banayak indicator memperlihatkan dikroisme, yaitu
terjadi suatu perubahan warna peralihan pada satu dua tetes sebelum tiik
akhir yang sebenarnya.
4. Pencapaian titik-akhir. Dalam banyak titrasi EDTA, perubahan warna
disekitar titik akhir, mungkin lambat. Dalam banyak hal-hal demikian,
sebaiknya titran ditambahkan dengan hati-hati sambil larutan terus menerus
diaduk; dianjurkan untuk memakai pengaduk magnetic. Sering, titik akhir
yang lebih tajam dapat dicapai jika larutan diapnaskan samapi sekitar kira-
kira 40OC. Titrasi dengan CDTA selalu lebih lambat dalam daerah titik akhir
divbanding dengan titrasi EDTA padanan.
5. Deteksi perubahan warna. Dengan semua indicator ion logam yang
digunakan pada titrasi kompleksometri, deteksi titik akhir dan titrasi
bergantung pada pengenalan suatu perubahan warna yang tertentu; bagi
banyak pengamat, ini dapat merupakan tugas yang sulit, dsan bagi yang
menderita buta warna, bolehlah dikata mustahil. Kesulitan-kesulitan ini
dapat diatasi dengan menggantikan mata dengan suatu fotosel yang jauh
lebih peka, dan meniadakan unsurt manusiawi. Untuk melakukan operasi
yang dituntut, perlu tersedia sebuah kolorimeter atau spektrofotometer
dalam mana kompartemen kuvetnya adaalh cukup besar untuk memuat
bejana titrasi (labu Erlenmeyer atau piala berbentuk tinggi)
Spektrofotometer Unicam SP 500 merupakan contoh dari instrumen yang
sesuai untuk tujuan ini, dan sejumlah fototitrator tersedia secara komersial.
6. Metode lain untuk mendeeksi titik akhir. Disamping deteksi secara
visualdan secara spektrofotometri dari titik akhir dalam titrasi EDTA denagn
bantuan indicator ion logam, metode berikut ini juga tersedia untuk deteksi
titik akhir.
a. Titrasi potensiometer dengan memakai sebuah electrode merkurium
b. Titrasi potensiometer dengan memakai sebuah electrode ion selektif
yang berespons terhadap ion yang sedang dititrasi.
c. Titrasi potensiometri dengan memekai sebuah system electrode
platinum mengkilat kalomel jenuh, ini dapat dipakai bila reaksi melibatkan
dua keadaan oksidasi berlainan (dari) suatu logam tertentu
d. Dengan titarasi titrasi konduktometri
e. Dengan titrasi amperometri
f. Dengan titrasi entalpimetri
F. PROSEDUR PERCOBAAN
* Kalibrasi Konduktometri
- Memasang sel konduktivitas dengan konstanta sel tertentu pada socket warna hitam
(A1 dan B2) dan resistan thermometer Pt-100 pada socket warna merah (A 3 dan B4).
- Memasukkan harga konstanta sel pada konduktometer. Untuk sel dengan konstanta
0,79 cm-1 maka kita memasukkan angka 7,9 kemudian menekan tombol (x 0,1)
yang ada pada deretan diatasnya sebagai factor pengali sehingga nilai konstanta
sel menjadi 0,79 cm-1 ( 7,9 x 0,1 = 0,79).
- Memasukkan temperatur larutan pada “temp” dan menekan tombol “temp”.
Kemudian memilih (set) temperatur pengukuran (0,0……99,9ºC) yaitu 150ºC. Kita
tidak menggunakan Pt-100, maka kita menekan tombol “temp” karena kita
menggunakan titrasi manual dan bukan otomatis.
- Mengatur koefisien temperatur pada harga (1,0…..3,9) sesuai dengan tabel dibawah
ini, untuk zat yang tidak tercantum dalam tabel ini memasukkan harga 2,0. Karena
kita menggunakan KCl dengan koefisien suhu 1,95 maka kita membulatkannya
senilai 2,0.
- Tabel koefisien temperatur dari beberapa zat
- Dengan melihat tabel konduktivitas diatas maka memutar tombol “coars” sampai
angka pada display menunjukkan sama dengan nilai konduktivitas yang ada pada
tabel diatas.
- Untuk pengaturan yang lebih halus, memutar tombol “fine” lalu menekan tombol
“stand by”.
- Kalibrasi telah selesai dan jangan memutar kembali tombol “coars” dan “fine”.
- Jika harga pada table diatas tidak dapat tercapai maka tetapan sel dihitung
dari persamaan
- Nilai Kh (hasil perhitungan) dikalikan dengan tetapan yang tertera pada cell,
dan nilai tersebut dimasukkan kedalam konduktometer.
Sampel HCL xN 10 ml
Titrasi HCl dengan NaOH 0,1 M untuk penentuan konduktivitas
Konduktivitas
NO. Volume NaOH ( ml )
( mS/cm)
1 0 2,11
2 1 1,84
3 2 1,628
4 3 1,466
5 4 1,222
6 5 0,919
7 6 0,802
8 7 0,644
9 8 0,688
10 9 0,764
11 10 0,874
12 11 0,885
13 12 1,112
14 13 1,230
15 14 1,351
16 15 1,474
17 16 1,592
18 17 1,710
19 18 1,834
20 19 1,934
21 20 2,08
22 21 2,19
H. PERHITUNGAN
a. Kalibrasi konduktometer
K = . konstanta sel yang digunakan
K = . 0,77 cm-1
K = 0,891 cm-1
Artinya kita harus memasukkan angka 8,9 kemudian menekan tombol (x 0,1)
sebagai factor pengali sehingga nilai konstanta sel menjadi 0,89 cm-1 (8,9 x 0,1 =
0,84)
b. Pembuatan larutan
· Pembuatan larutan NaOH 1M
V1 . N1 = V2 . N2
100 mL . 1M = V2 · 1M
V2 = 100 ml
· Pembuatan larutan NaOH 0,1M
V1 . N1 = V2 . N2
100 mL . 0,1M = V2 · 1M
V2 = 10 ml
· Pembuatan larutan NaOH 0,05M
V1 . N1 = V2 . N2
100 mL . 0,05M = V2 · 1M
V2 = 5 ml
· Pembuatan larutan NaOH 0,01M
V1 . N1 = V2 . N2
100 mL . 0,01M = V2 · 1M
V2 = 1 ml
I. PEMBAHASAN
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa “Volume HCl vs Konduktivitas
Larutan”, bentuk grafiknya turun naik. Dimana, semakin mendekati titik ekivalen
maka grafiknya menurun. Namun, jika melewati titik ekivalen maka grafiknya naik
kembali. Hal ini terjadi karena semakin banyak volume peniter yang digunakan
maka konduktivitas larutan akan semakin menurun, namun penambahan volume
peniter secara terus menerus akan mengakibatkan konduktivitas larutan semakin
naik karena volume peniter akan semakin jenuh di dalam larutan.
Jika membandingkan konsentrasi yang didapatkan dari HCl yang dipakai
sebagai peniter, maka didapatkan konsentrasinya yaitu
sebesar 0,052 N, konsentrasi ini berbeda dengan konsentrasi yang tertera pada
label yaitu 0,1N, ini berarti hasil yang didapatkan itu boleh
dikatakan tidak sempurna. Hal ini terjadi karena mungkin pada saat memipet dan
pada saat pembuatan larutan terjadi kesalahan atau ketidaktelitian sehingga
kkonsentrasi yang didapatkan berbeda.
II. KESIMPULAN
Konsentrasi HCl pada akhir titrasi adalah 0,052N dan nilai konduktivitasnya
sebesar 0,52 mS.
Sedangkan nilai konduktivitas suatu zat berbanding lurus dengan
konsentrasi yang dimiliki.
III. DAFTAR PUSTAKA
· Buku Panduan Praktikum Analisis Instrumentasi, Politeknik Negeri Ujung Pandang
Tahun 2004 dari File PEDC Bandung.
· http: www. Laporan konduktometri. Blogspot.com
· Catatan Kecil:KONDUKTOMETRI.htm
· Zona Trio Etena:KONDUKTOMETRI.htm
· Rehma:Titrasi Konduktometri.htm