SIFAT-SIFAT PADATAN
Beberapa sifat padatan yang penting dalam pemrosesan padatan diantaranya adalah:
1. BENTUK PADATAN
Secara umum dan yang paling mudah, bentuk padatan dinyatakan dalam istilah
sphericity, Φs, yaitu kemiripan bentuk partikel terhadap bentuk bola. Sphericity tidak
tergantung dari ukuran partikel. Sphericity didefinisikan sebagai luas bola yang
mempunyai volume sama dengan volume partikel dibagi dengan luas permukaan
partikel tersebut,
6v p
Φs ≡
Dp s p
Tabel dibawah menunjukkan nilai sphericity dari berbagai bentuk dan jenis padatan*):
Sifat-sifat Padatan 1
2. UKURAN PARTIKEL
Pada umumnya, ‘diameter’ merupakan istilah umum untuk menyatakan ukuran sebuah
partikel yang berukuran serbasama (equidimensional). Untuk partikel yang tidak
equidimensional (misalnya panjang pada satu sisinya tidak sama dengan sisi yang
lainnya), umumnya digunakan istilah ’diameter ekivalen’ atau ’diameter nominal’, yaitu
diameter bola yang mempunyai volume sama dengan volume partikel tersebut.
Jika volume suatu partikel bentuk tertentu = vp, maka diameter bola dengan volume
sama (= diameter ekivalen dari partikel tersebut) adalah:
6
Dp = 3 vp
π
Untuk partikel-partikel halus, biasanya sulit untuk menentukan volume maupun luas
permukaan satu partikel. Untuk kasus-kasus seperti ini, Dp biasanya diestimasi dari hasil
analisa ayak atau analisa mikroskopis.
Dalam sebuah sampel partikel bermassa m, berukuran sama (Dp), tidak ada
permasalahan dengan ukuran partikel yang dapat mewakili sampel tersebut. Jumlah
partikel dalam sampel tersebut dengan mudah dapat dihitung sebagai,
m
N= ; dimana vp = volume masing-masing partikel berukuran Dp.
ρ pv p
6.m
A = N .s p = ; dimana sp= luas permukaan masing-masing partikel berukura Dp.
ρ p DpΦ s
Bagaimana jika campuran partikel yang ada memiliki ukuran yang berbeda? Bagaimana
cara menghitung ukuran yang paling mewakili, serta menghitung jumlah partikel dan
luas permukaannya?
Untuk kasus semacam ini, campuran partikel biasanya dikelompokkan kedalam fraksi-
fraksi rentang ukuran tertentu (dengan asumsi rapat massa partikel tetap).
Pengelompokan kedalam rentang ukuran tertentu biasanya dilakukan dengan
pengayakan (untuk padatan kering), mikroskopis, atau pengambilan gambar secara
elektronik (particle imaging) dan teknik-teknik klasifikasi ukuran partikel lain. Setiap
Sifat-sifat Padatan 2
kelompok ukuran partikel kemudian dianalisis massa atau jumlahnya (tergantung dari
data yang diperoleh).
Untuk analisis dengan pengayakan (akan dibahas tersendiri), data yang umumnya
diperoleh biasanya dalam bentuk hubungan antara fraksi massa dengan rentang ukuran
partikel.
Luas muka spesifik didefinisikan sebagai luas permukaan partikel persatuan massa. Jika
hasil analisa tiap kelompok ukuran partikel sudah diketahui, maka luas spesifik
campuran padatan adalah:
6.x1 6. x 2 6. x 3 6. x n
Aw = + + + ... +
Φ s ρ p D p1 Φ s ρ p D p 2 Φ s ρ p D p 3 Φ s ρ p D pn
6 n
xi
=
Φsρ p
∑D
i =1 pi
dimana:
Dpi = diameter rata-rata partikel dalam kelompok-i, biasanya diambil harga rata-rata
aritmatik antara diamater terkecil dan diamater terbesar DALAM kelompok
tersebut.
xi = fraksi massa partikel ukuran i.
n = jumlah kelompok partikel = jumlah inkremen partikel.
Adakalanya, sphericity dan rapat massa suatu partikel tergantung dari ukurannya (misal:
jika ukuran berubah, maka bentuk partikel juga ikut berubah; ukuran berubah, porositas
partikel berubah). Untuk kasus seperti ini, maka perhitungan Aw harus dikoreksi sebagai
berikut:
n
xi
Aw = 6 ∑
i =1 ρ pi Φ si D pi
dimana ρpi dan Φsi masing-masing adalah rapat massa dan sphericity partikel dalam
kelompok ukuran i. Untuk kasus diatas, data langsung antara ukuran partikel dengan
luas spesifiknya lebih bermanfaat dan lebih akurat.
Untuk beberapa jenis partikel mineral, hubungan antara ukuran partikel rata-rata
(ukuran berdasarkan hasil ayakan) dengan luas spesifiknya tersedia (lihat gambar
dibawah).
Sifat-sifat Padatan 3
Dalam beberapa kasus, mungkin suatu bentuk partikel diketahui mirip dengan partikel-
partikel mineral yang ada pada gambar diatas, tetapi mempunyai rapat massa yang
berbeda. Dalam hal ini, luas spesifik partikel tersebut dapat dihitung berdasarkan nilai
ns, yaitu rasio luas spesifik partikel tersebut dengan luas bola bola berdiameter sama
(surface shape factor). Luas spesifik partikel dapat dihitung dengan,
n
xi
Aw = ∑ (n si × πDavg
2
×[ ])
i =1 (π / 6) Davg
3
ρp
6 xi
=
ρp
∑n
i =1
si
Davg
Sifat-sifat Padatan 4
Gambar menunjukkan nilai ns pada berbagai ukuran partikel untuk beberapa mineral.
Ada beberapa definisi diameter rata-rata yang dapat dibuat berdasarkan hasil
pengukuran kelompok partikel dalam campuran.
6
Aw =
ρ p Ds Φ s
6 n
xi
Dari persamaan diatas, Aw =
ρ psΦs
∑D
i =1 pi
1
Ds = n
∑ (x
i =1
i / D pi )
Sifat-sifat Padatan 5
n n
∑ ( N i D pi ) ∑ (N D i pi )
DN = i =1
n
= i =1
NT
∑ (N )
i =1
i
dimana:
xi
Ni = jumlah partikel dalam kelompok ukuran i, N i =
a v .ρ p D 3pi
av = volume shape factor, untuk bentuk bola, av = (π/6).
NT = jumlah partikel total dalam sampel.
Jika data yang ada dalam bentuk fraksi massa tiap kelompok ukuran partikel, maka
diameter rata-rata aritmatik dapat dihitung dengan mensubstitusikan persamaan-
persamaan diatas. Deidak dengan asumsi av tidak tergantung ukuran, maka:
∑ (x i / D pi2 )
DN = i =1
n
∑ (x
i =1
i / D 3pi )
n
Dw = ∑ xi .D pi
i =1
1 n
xi 3
N T .av .Dv3 =
ρp ∑D 3 v
D harus sama dengan jika dihitung dari masing-masing
i =1 pi
n
fraksi, yaitu: ∑ N i (a v .D 3pi ) = ∑ (a v .D 3pi ) = 1 ∑ xi = 1 .
n
xi
i =1
i =1 a v .ρ p D pi
3
ρp ρp
1 n xi 3
D = 1
ρp ∑
Sehingga, 3 v
i =1 D pi ρp
atau,
1/ 3
1
Dv =
(x / D )
3
i pi
Sifat-sifat Padatan 6
Jumlah partikel dalam campuran padatan
Jumlah total partikel dalam suatu campuran padatan dapat dihitung dengan
menjumlahkan jumlah partikel pada setiap kelompok ukuran padatan:
n
1 n
xi 1
NT = ∑ N i = ∑D =
i =1 a v .ρ p i =1
3
pi av .ρ p Dv3
Ayakan standar digunakan untuk mengukur ukuran partikel (dan distribusi ukurannya)
pada rentang ukuran tertentu, antara sekitar 3 in sampai 0.0015 in (78 mm sampai 38
µm). Ruang terbuka (lubang) antara kawat ayakan disebut aperture ayakan. Ukuran
mesh didefinikan sebagai yaitu jumlah/banyaknya aperture per inch linier. Contoh:
ayakan 20 mesh, artinya ayakan tersebut mempunyai aperture berjumlah 20 setiap inch.
Ukuran lubang sesungguhnya akan lebih kecil dari (1/20 inch), karena ketebalan kawat
ayakan.
Salah satu seri ayakan standard yang sering dijumpai adalah Tyler mesh standard
screen. Set dari ayakan ini berdasarkan ukuran lubang ayakan 200-mesh. Luas lubang
dari suatu ayakan adalah dua kali luas lubang dari ayakan yang satu tingkat lebih kecil
(dibawahnya). Rasio ukuran dari dua ayakan standard Tyler yang berurutan adalah √2 =
1.41. Misalnya, ukuran lubang ayakan 14 mesh = √2x ukuran lubang ayakan 20 mesh.
Seringkali, jika diinginkan pengelompokan ukuran yang lebih rapat, dalam sebuah
ayakan standard Tyler disisipi ayakan lain yang berukuran diantaranya. Misal: standar
Tyler antara 14 dan 20 mesh (dengan ukuran lubang antara 1.168 mm dan 0.833 mm),
disisipi ayakan 16 mesh (dengan ukuran lubang 0.991 mm). Perhatikan bahwa ukuran
lubang ayakan 16 mesh adalah √2x(√2x0.833 mm) = 4 2 × 0.833 mm = 1.189 x 0.833
mm = 0.991 mm.
Sifat-sifat Padatan 7
Sifat-sifat Padatan 8
3. RAPAT MASSA dan POROSITAS (VOIDAGE)
Dalam pemrosesan partikel, ada beberapa definisi tentang rapat massa (densitas).
Densitas untuk sebuah partikel tunggal akan berbeda dengan densitas partikel tersebut
jika berada dalam tumpukan (bulk), dan berbeda pula dengan densitas kristal-kristal
penyusun partikel tersebut (misal: partikel tunggal terbentuk dari aglomerasi kristal-
kristal). Dalam hal ini, pembahasan dibatasi pada densitas partikel tunggal (ρp) dan
densitas tumpukan partikel/densitas bulk (ρb).
Densitas sebuah partikel tunggal (ρp) umumnya tetap dan tidak tergantung dari
ukurannya. Sedangkan densitas sebuah tumpukan (bed) partikel akan sangat
tergantung pada ukuran dan bentuk (shape/morfologi) dari partikel-partikel
penyusunnya (lihat gambar dibawah).
Sifat-sifat Padatan 9
Porositas tumpukan padatan tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Gambar
dibawah menunjukan porositas tumpukan berbagai bentuk padatan dalam sebuah
kontainer berdiameter Dc.
Bentuk (shape) padatan secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam sphericity factor.
Sebagaimana dijelaskan pada gambar diatas, porositas tumpukan padatan tergantung
bentuk padatan, sehingga secara logis ada hubungan kuantitatif antara sphericity
dengan porositas tumpukan padatan. Gambar dibawah ini adalah contoh hubungan
antara sphericity dengan porositas (voidage) pada tumpukan padatan acak dalam
sebuah kolom bahan isian (packed column) yang berisi partikel padatan berukuran
seragam.
Sifat-sifat Padatan 10
Tabel dibawah menunjukkan nilai-nilai surface shape factor, volume factor dan
sphericity untuk beberapa padatan mineral (perhatikan bahwa simbol yang digunakan
dalam tabel berbeda dengan simbol yang sudah digunakan diatas).
Sifat-sifat Padatan 11
Surface shape factor digunakan untuk mencari luas permukaan suatu partikel padatan,
i.e.
Volume shape factor digunakan untuk menghitung volume suatu partikel padatan,
KEKERASAN
Mineral-mineral dengan skala Mohs lebih tinggi akan dapat menggesek (to scratch)
mineral dengan skala dibawahnya.
Sifat-sifat Padatan 12
Sifat-sifat Padatan 13
BAB II
PENGECILAN UKURAN PARTIKEL/KOMINUSI (SIZE REDUCTION ) DAN
ALAT-ALATNYA
I. PRINSIP-PRINSIP KOMINUSI
Partikel padatan dapat dihancurkan (dikecilkan ukurannya) dengan berbagai cara, tetapi
pada umumnya hanya 4 cara saja yang seringkali dijumpai dalam mesin-mesin pereduksi
ukuran/mesin kominusi (size reduction machines), yaitu:
(1). Kompresi (penekanan) – compression
Biasanya untuk reduksi partikel yang keras dan kasar, menjadi beberapa partikel kecil.
Contoh: pemecah kacang (nutcracker)
(2). Impak (pembenturan) – impaction
Dipakai untuk mereduksi partikel yang keras, menjadi partikel-partikel berukuran laebih
kecil sampai partikel halus. Contoh: palu (hammer)
(3). Atrisi (penggerusan/gesekan) – attrition or rubbing
Umunya dipakai untuk menghaluskan partikel-partikel lunak dan non-abrasive. Contoh:
penggerus.
(4). Pemotongan – cutting
Digunakan untuk memotong partikel (biasanya berbentuk lempeng/lembaran) sehingga
berukuiran lebih kecil atau mempunyai bentuk tertentu. Umumnya tidak menghasilkan
partikel-partikel yang llembut/halus. Contoh: gunting.
Salah satu ukuran efisiensi sebuah operasi kominusi adalah berdasarkan energi yang
diperlukan untuk men-‘cipta’-kan luas permukaan yang baru, karena bertambahnya kecilnya
ukuran partikel (semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas mukanya persatuan
massa).
Perbandingan ukuran antara partikel terkecil dengan yang terbesar dapat mencapai order
104. Karena begitu besarnya rentang ukuran produk, anggapan bahwa ukuran partikel dapat
diwakili dengan ‘satu’ ukuran rata-rata menjadi tidak valid, kecuali pemakaian partikel
tersebut cukup jelas sehingga metode tentang pencarian ukuran rata-rata yang valid dapat
dikenakan.
Beberapa mesin Blake Crusher dengan bukaan umpan padatan berukuran 72 x 96 in (1.8 x
2.4 m) dapat memproses batuan berdiamater 6 ft (1.8 m), dengan kapasitas sampai 1000
ton/jam, dengan ukuran produk maksimum 10 in (250 mm).
Prinsip kerja:
Roda (flywheel) berputar menggerakkan lengan pitman naik turun karena adanya sumbu
eccentric. Gerakan naik-turun dari lengan pitman menyebabkan toggle bergerak horisontal
Ukuran standard Blake Jaw Crusher (feed opening position, daya, kapasitas) dapat dilihat
pada buku teks (Table 6 Brown (1955), atau Table 20-8 Perry 7th ed.)
Biasanya berukuran lebih kecil dari Blake Crusher. Movable jaw bagian bawah dipasang
tetap sehingga lebar dari discharge opening relatif konstan.
Ukuran bahan yang keluar akan lebih uniform, tetapi sangat rawan terhadap kebuntuan
(clogged/choked) akibat lubang bukaan keluar (discharge opening) yang tetap.
Prinsip kerja:
Perputaran sumbu eccentric mengakibatkan lengan pitman bergerak naik-turun. Gerakan ini
menyebabkan movable jaw frame sebelah atas bergerak horisontal kekiri-kekanan menekan
bongkah-bongkah padatan sampai pecah dan melepaskannya kebawah. Movable jaw frame
bagian bawah relatif tidak bergerak. Ukuran standard Dodge Crusher dapat dilihat pada
Tabel 7 Brown (1955)
Pada prinsipnya merupakan kombinasi antara Blake Crusher dan Dodge Crusher, yaiotu
memberikan 2 crushing strokes (2 langkah pemecahan) per satu putaran sumbu eccentric.
Prinsip kerja:
Saat sumbu eccentric berputar, bagian atas movable jaw bergerak horisontal (kekanan-
kekiri) sedangkan bagian bawah bawah movable jaw bergerak dengan arah yang
Ukuran standard Roller Bearing Jaw/Overhead Eccentric Jaw dapat dilihat pada Table 20-9
Perry 7th ed.
Gyratory crusher secara sepintas terlihat seperti jaw crusher, dengan jaw berbentuk
melingkar (sirkular), diantara mana material padata dihancurkan. Kecepatan kepala dari jaw
penghancur (crushing head) umumnya antara 125 sampai 425 girasi/menit.
• Lebih efisien untuk kominusi kapasitas besar (dibandingkan dengan jaw crushers),
terutama untuk kapasitas > 900 ton/jam. Kapasitas Gyratory crushers bervariasi dari 600
– 6000 ton/jam, tergantung ukuran produk yang diinginkan (antara 0.25 – 1 inch).
Kapasitas gyratory crusher terbesar mencapai 3500 ton/jam.
• Discharge dari gyratory crusher lebih kontinyu (dibandingkan dengan jaw crusher).
• Konsumsi tenaga per ton material lebih rendah dibanding jaw crushers.
• Perawatannya lebih mudah.
Prinsip kerja:
Roda berputar, memutar countershaft dan gearing, dan piringan C. Selanjutnya, piringan C
akan memutar main-shaft yang terpasang eccentric pada piringan C. Karena main-shaft
Perbandingan kapasitas dan ukuran Gyratory Crushers dan Jaw Crushers: Table 20-10 Perry
7th ed.
• Ukuran standard Gyratory Crushers: Table 8 Brown (1955); Table 20-11 Perry 7th ed.
• Perbandingan kapasitas Gyratory Crushers dan Jaw Crushers: Table 20-10 Perry 7th ed.
Prinsip kerja:
Seperti Gyratory Crushers. Crushing head disangga oleh beberapa eccentric journals yang
diputar oleh beberapa bevel gears. Bevel gears digerakan oleh sumbu utama (main shaft).
Crushing rolls bioasanya digunakan untuk memecah padatan lunak (hardness rendah),
misalnya: batubara, gipsum, limestone, bata tahan api dan lain-lain padatan dengan skala
MOHS < 4.
Ukuran umum smooth-roll crusher: diameter 24 in (600 mm), panjang 12 in (300 mm),
sampai dengan diameter 78 in (2000 mm), panjang 36 in (914 mm). Kecepatan putaran
antara 50 – 300 rpm. Umpan padatan berukuran sampai dengan ½ sampai 3 in (12 mm
sampai 75 mm), dengan produk berukuran antara ½ in (12 m) sampai 20-mesh. Akan
tetapi, ukuran partikel dapat secara fleksibel diatur dengan mengatur jarak antara 2
batangan rol penggilas. Operasi efektif biasanya pada rasio ukuran produk: umpan antara
1:4 sampai 1:3.
Prinsip kerja:
Dua batangan logam horizontal diputar dengan arah yang berlawanan dengan kecepatan
yang sama. Umpan masuk ke celah-celah roll, tertekan dan pecah. Ukuran produk dapat
diatur dengan mengatur jarak antara 2 silinder.
• Sebagai alat penghancur, saat ini kurang disukai karena roll-nya mudah koyak; terutama
jika digunakan untuk material keras → Roll-Crusher tidak cocok untuk batuan keras.
• Biasanya banyak digunakan untuk penghancuran batubara; oil shale; fosfat dan batuan-
batuan dengan kandungan silikat rendah!
Kapasitas: s/d 500 ton/jam; ukuran umpan: sampai dengan 20 inch (500 mm).
Prinsip kerja:
Roda (Flywheel) berputar, akan memutar toothed roll yang terhubung dengan flywheel.
Bongkahan padatan yang masuk akan tergencet pada wear plate/crushing plate dan akan
pecah. Gigi-gigi pada roll selanjutnya akan menggerus partikel-partikel padatan menjadi
ukuran yang lebih kecil lagi.
Gambar dibawah adalah contoh operasi single-rolled toothed crusher untuk memecah
batubara:
Cage Mills terdiri dari batang-batang silinder panjang saling perputar berlawanan arah
dengan kecepatan yang sama. Sering digunakan untuk menggilas bahan tambang (quarry
rock); batuan fosfat; fertilizer (pupuk padat)
Prinsip kerja:
Bahan masuk akan terseret diantara 2 cages, tergerus dan hancur. Dalam satu baris dapat
terdiri atas: 2, 3, 4, 6 dan 8 silinder berurutan. Hasil gilasan berkali-kali antara cages
menyebabkan ukuran produk dapat sangat kecil (pulverized). Jika bahan yang diolah lunak
dan lengket (sticky), misalnya lempung, hasil gerusan dapat berupa lembaran-lembaran
seperti slab (slab like).
B. GRINDER/IMPACTOR
Istilah grinder biasanya digunakan untuk mesin-mesin kominusi dengan kapasitas sedang.
Produk dari crusher, jika perlu dihaluskan lagi, biasanya dilakukan oleh grinder.
Bagian penggerak dari hammer mill dan impactor adalah rotor yang berputar dengan
kecepatan tinggi didalam casing silinder. Sumbu rotor biasanya horisontal.
Kapasitas:
Untuk Hammer Mill: tergantung kehalusan produk yang diinginkan, misal: 0.1 sampai 15
ton/jam untuk ukuranproduk 200-mesh atau lebih halus. Untuk Impactor bisa s/d 600
ton/jam
Gambar dibawah adalah contoh reversible hammer-mill untuk memecah batuan. Perhatikan
bahwa hammer mill dilengkapi dengan kisi-kisi (grid):
Prinsip kerja:
Bongkahan padatan yang masuk dipecah oleh palu-palu (hammers) yang terpasang pada
ujung cakram yang berputar (revolving disk). Pada non-reversible hammer-mill, padatan
yang pecah selanjutnya digerus pada dinding dan keluar melalui kisi-kisi (grid). Pada
reversible hammer-mill, butir-butir padatan akan ditumbuk berkali-kali oleh hammer ke
crushing plate/breaker plate/anvils yang dibuat bergerigi. Butiran pecah karena terpukul
oleh palu, terbentur dinding (crushing plate) atau bertumbukan dengan butir lain. Ukuran
padatan keluar dapat diatur dengan memasang kisi-kisi (grid) dengan ukuran lubang kisi
seperti yang diinginkan.
Ukuran standard Hammer Mills dan Impactor Breakers: Tabel 20-14 dan Tabel 20-15 Perry
7th ed.
Gambar dibawah adalah salah satu jenis hammer mill yang dilengkapi dengan saringan
(screen) untuk mendapatkan partikel yang lebih halus (fine particles/powder):
Roller Mill seperti gambar diatas sering juga disebut sebagai Ring-Roller Mill atau medium-
speed mill. Bagian utamanya terdiri dari roll-roll penghancur (crushing roll) dan confining
ring. Energi untuk menggerus per ton lebih rendah (sebagai gambaran: ball-mill ~ 13
hp/ton; hammer-mill ~ 22 hp/ton; roller-mill ~ 9 hp/ton).
Prinsip kerja:
Hampir sama dengan Bowl (Roller) Mill, hanya saja partikel padatan tergerus diantara roll-
roll dan confining ring. Plow (‘pengaduk’) yang terpasang pada apron dibawah crushing-roll
berfungsi untuk mengaduk partikel-partikel dan melemparkannya ke zone penghancuran
Alat utamanya berupa sebuah mangkok yang dilengkapi dengan roll-roll didalamnya
(mangkok dan roll masing-masing mempunyai alat penggerak sendiri-sendiri/terpisah).
Prinsip kerja:
Umpan masuk dari feed hopper kedalam mangkok yang berputar (mangkok dilapisi dengan
bahan dengan kekerasan > kekerasan bahan yang digerus → grinding ring). Didalam
mangkok tersebut, butiran-butiran padatan tergerus oleh roller yang berputar berlawanan
arah dengan arah putaran mangkok. Partikel-partikel yang cukup halus akan terbawa keatas
oleh udara (yang dihembuskan kedalam roller-mill) dan keluar keatas. Diluar, produk
selanjutnya ditangkap menggunakan cyclone.
Dalam sebuah attrition mill, partikel-partikel padatan lunak digesek diantara permukaan
datar dari cakram-cakram yang berputar. Sumbu cakram biasanya horisontal,kadang-kadang
vertikal. Berdasarkan putaran cakram, ada dua jenis attrition mill, yaitu: (a). Single-runner
mill: satu cakram diam, cakram yang lain berputar; (b). Double-runner mill: kedua cakram
berputar berlawanan arah dengan kecepatan tinggi. Seringkali kedalam mill dihembuskan
udara (terutama pada double runner mill, dimana ukuran produk lebih halus) untuk
mengeluarkan padatan halus (serbuk) dan menjaga gap (yaitu ruang antara cakram dengan
casing) agar tidak tersumbat (choking).
Pada single runner mill, diameter cakram antara 10 sampai 54 in (250 sampai 1370 mm),
dan kecepatan putar antara 350 sampai 700 rpm. Pada double runner mill, kecepatan putar
lebih tinggi, yaitu antara 1200 sampai 7000 rpm. Ukuran umpan maksimum sekitar ½ in (12
mm), dan harus dimasukkan dengan kecepatan yang terkontrol. Ukuran produk, biasanya
lolos 200-mesh.
B.4.(a). Ball-Mill
Merupakan salah satu bentuk tumbling-mill. Biasanya berupa kompartemen (shell) yang
berbentuk silinder atau konis yang berputar pada sumbu horisontalnya. Didalamnya berisi
bola-bola penggilas sebagai media penghancur. Tergantung pada bahan yang akan
dihancurkan, bola-bola penggilas dapat terbuat dari: besi, baja, porselen dll. Biasanya, (L/D)
untuk Ball-Mills ~ 1.0 (lihat dimensi gambar dibawah).
Prinsip kerja:
Silinder/kompartemen berputar pada sumbu horisontalnya. Partikel-partikel padatan didalam
akan terlempar dan tergilas bola-bola penggilas menjadi butir-butir yang sangat halus.
Produk halus dikeluarkan dengan:
• overflow melalui lubang yang terpasang pada sumbu (hollow trunnion), dan/atau
• kemiringan dan partikel keluar melalui lubang-lubang pada periferi (lubang-lubang pada
sisi bagian keluar mill), dan/atau
• dihembus oleh udara (untuk partikel-partikel yang sangat halus dan kering).
Ball-Mill dapat dioperasikan pada keadaan kering (dry milling) maupun basah (wett-milling).
Operasi pada keadaan basah dapat meningkatkan kapasitas maupun efisiensi mill.
• Ruang dalam ball mill (the chamber) kadang-kadang disekat-sekat (dengan sekat yang
berlubang/grate), dan masing-masing ruang/sub-kompartemen diisi dengan bola-bola
penggilas dengan ukuran yang berbeda (lihat gambar dibawah). Praktek menunjukkan
bahwa semakin besar ukuran bola, semakin halus produk yang dihasilkan.
• Dibawah ini adalah contoh sekat berlubang (grate) untuk pemisah antar sub-
kompartemen. Grate semacam ini juga dipasang pada sisi keluar (discharge opening)
mill. Grate ini juga berfungsi untuk membantu menaikan padatan setinggi-tingginya,
sebelum dijatuhkan (tumbled).
Karena gaya sentrifugal akibat putaran silinder mill, bola-bola grinding medium akan
menempel pada dinding dalam mill dan terangkat bersamaan dengan putaran mill. Pada
posisi tertentu, dimana gaya gravitasi pada bola mengatasi gaya sentrifugalnya, bola akan
jatuh. Semakin cepat putaran mill, maka semakin tinggi bola-bola akan terangkat. Jika
kecepatan putar mill melebihi kecepatan kritis tertentu, dimana gaya sentrifugal tidak dapat
diatasi oleh gaya gravitasi (pada posisi bola paling tinggi), maka bola akan selalu menempel
pada dinding mill. Pada keadaan dimana gaya sentrifugal diposisi bola paling atas sama
dengan gaya gravitasinya, bola dikatakan mulai mengalami centirfuging (sentrifugasi).
Kecepatan minimum dimana centrifuging terjadi disebut sebagai kecepatan kritis.
Keadaan centrifuging harus dihindari, sebab pada kondisi ini grinding partikel padatan akan
sangat kecil terjadi.
Tinjau sebuah mill dengan jari-jari dalam R, berisi bola-bola berdiameter r dan massa m.
Kecepatan putar mill ω = 2.π.n, dimana n = kecepatan rotasi mill, putaran/waktu. Gaya
sentripetal akibat gravitasi yang dialami bola adalah sebesar Fg = mg.cos(α). Sedangkan
gaya sentrifugal bola akibat putaran mill adalah, Fc = m.[4.π2n2(R-r)].
Neraca gaya pada bola, pada keadaan kesetimbangan gaya (lihat gambar dibawah):
atau,
4π 2 n 2 ( R − r )
cos(α ) =
g
1 g
nc =
2π R−r
C. ULTRAFINE GRINDER
Salah satu jenis hammer mill dengan klasifikasi internal untuk mendapatkan partikel ultra
halus adalah Mikro-Atomizer (lihat Fig.27-11, p.788 McCabe). Mill jenis ini dapat
menghasilkan partikel berukuran 1 – 20 µm, dengan kapasitas 1 atau 2 ton/jam. Kebutuhan
energinya sekitar 40 KWh/ton.
Dalam mill ini, partikel-partikel padatan disuspensikan dalam arus gas pembawa
berkecepatan tinggi. Aliran padatan-gas dibuat sirkular atau eliptikal (melingkar-lingkar).
Reduksi ukuran dapat terjadi karena benturan atau gesekan antara partikel padatan dengan
dinding saluran/mill. Reduksi ukuran paling dominan terjadi karena tumbukan dan gesekan
antara partikel sendiri (intraparticle attrition).
Fluid energy mill dapat menerima umpan berukuran sampai dengan ½ in (13 mm), tetapi
akan lebih efektif bekerja jika umpan berukuran sekitar 100 mesh, dengan kapasitas
mencapai 1 ton/jam (non-sticky solids). Ukuran produk dapat mencapai ½ sampai 10 µm.
Gambar dibawah ini merupakan contoh lain dari fluid energy mill:
Untuk beberapa operasi kominusi partikel ultrahalus, beberapa mill yang tidak berputar dan
beroperasi secara batch menggunakan grinding medium padat yang diisikan kedalam vessel
dari mill tersebut. Mill ini biasanya berukuran kecil. Grinding medium digerakkan dengan
cara memberikan vibrasi pada vessel atau memberikan pengaduk dengan impeler berlengan
banyak. Penggerusan partikel dilakukan oleh grinding medium yang bergerak menumbuk-
numbuk partikel. Alat dibawah merupakan salah satu contoh alat agitated mill untuk
memproduksi partikel berukuran koloid.
Agitated Mill (mill berpengaduk) jenis ini seringkali disebut juga stirred media-mills. Tabel
dibawah menunjukkan beberapa bahan padat yang dihaluskan menggunakan stirred media
mills.
Untuk operasi mesin-mesin kominusi yang ekonomis, pemilihan peralatan dan prosedur
operasinya harus mendapatkan perhatian yang selayaknya. Unjuk kerja mesin dapat dijaga
tetap baik jika diperhatikan kaftor-faktor dibawah ini:
(a). Ukuran umpan harus sesuai dengan spefifikasi yang diijinkan mesin kominusi.
(b). Laju umpan masuk harus dijaga seseragam mungkin.
(c). Padatan-padatan yang terlalu keras dan tidak dapat dipecah/dihancurkan oleh mesin,
harus disingkirkan dari umpan (feed selection)
(d). Panas yang ditimbulkan, terutama pada penghancuran bahan-bahan yang sensitive
terhadap panas, harus dibuang. Alat-alat pendinginan, sebagai bagian dari alat-alat
tambahan (auxiliary equipments) harus disediakan.
Dalam banyak mill, umpan masuk berukuran tertentu akan dihancurkan menjadi produk
dengan rentang ukuran tertentu pula. Jika diinginkan ukuran produk yang halus dari umpan
berbentuk bongkahan besar, maka diperlukan beberapa alat kominusi yang cocok yang
disusun berdasarkan urut-urutan proses yang sesuai. Gambar dibawah memberikan sketsa
umum diagram alir sebuah sirkuit mesin grinding.
Sejumlah besar energi dikonsumsi dalam operasi kominusi. Misalnya dalam berbagai
tahapan proses pembuatan semen; pada pemecahan batubara dan batuan mineral;
penghancuran bijih logam untuk preparasi pengambilan logam murni (Al, Cu, Fe dll).
Operasi kominusi mungkin merupakan salah satu operasi yang paling tidak efisien
dibandingkan alat-alat unit operasi lain, karena hampir 99% energi terbuang untuk
mengoperasikan alat, memproduksi panas dan kebisingan. Hanya sekitar 1% energi yang
digunakan untuk menghasilkan permukaan baru. Semakin kecil ukuran produk (semakin
besar luas permukaan baru yang tecipta), maka semakin besar energi yang diperlukan.
Kebutuhan energi menurun dengan semakin besarnya ukuran produk, kira-kira mengikuti
pola logaritmik. Gambar dibawah menunjukkan tingkat konsumsi energi dibandingkan
dengan ukuran produk yang dihasilkan.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa energi yang diperlukan untuk memecah partikel
padatan sebanding dengan luas permukaan yang tercipta, sehingga:
es ( Awa − Awb )
Wn =
ηc
dimana: Wn = energi yang diserap oleh padatan persatuan massa
es = energi permukaan (surface energy) persatuan luas permukaan padatan
Awb = luas permukaan padatan sebelum padatan pecah persatuan massa
Awa = luas permukaan padatan sesudah padatan pecah persatuan massa.
ηc = efisiensi crushing, yaitu rasio antara energi yang permukaan yang tercipta
karena crushing terhadap energi yang diserap oleh padatan.
Energi permukaan yang tercipta oleh pecahnya partikel kecil dibandingkan dengan total
energi mekanis yang tersimpan dalam padatan pada saat partikel pecah, dan sebagian besar
energi mekanis ini berubah menjadi panas. Oleh karena itu, efisiensi crushing pada
umumnya Sangat rendah. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa efisiensi crushing, ηc,
antara 0,06% sampai 1%.
Total energi yang diberikan, W, difunakan untuk mengatasi friksi pada alat kominusi
(terutama pada bagian-bagian yang bergerak), sisanya digunakan untuk crushing. Jika
didefinisikan efisiensi mekanis, ηm , sebagai rasio antara energi yang diserap dengan energi
yang diberikan, maka:
Jika laju umpan adalah m (massa per satuan waktu), maka total tenaga yang diperlukan
oleh mesin adalah:
6
Aw = ,
Ds .Φ s .ρ p
6m.e s 1 1
Maka: P = −
η cη m ρ p Φ sa Dsa Φ sb Dsb
• Hukum Rittinger:
Hukum Rittinger (1867) menyatakan bahwa kerja yang diperlukan untuk memecah partikel
sebanding dengan luas permukaan yang terbentuk. Hukum ini pada dasarnya sama dengan
pendekatan teoritis diatas, dengan anggapan ηc tetap, dan untuk mesin dan padatan
tertentu, ηc tidak tergantung pada ukuran umpan maupun produk. Jika sphericity umpan
dan produk sama, dan efisiensi mekanis, ηm, konstan maka persamaan berbasis teoritis
diatas dapat dimodifikasi menjadi hukum Rittinger sebagai berikut:
1 1
P = K r −
Dsa Dsb
• Hukum Kick:
Hukum Kick (1885) menyatakan bahwa kerja diferensial yang diperlukan untuk memecah
partikel padatan hampir mirip dengan kerja yang dibutuhkan untuk deformasi plastik, yaitu
sebanding dengan rasio ukuran partikel sebelum dan sesudah pecah:
P dDs
d ( ) = −K ,
m Ds
Hukum Bond (1952) sejauh ini merupakan pendekatan yang paling realistik untuk
memperkirakan kebutuhan energi untuk crushing dan grinding. Menurut Bond, kerja yang
dibutuhkan untuk membentuk partikel ukuran Dp dari suatu padatan yang sangat besar
adalah sebanding dengan akar pangkat dua dari perbandingan luas muka dengan volume
produk, sp/vp, dimana sp/vp = 6/(Φs.Dp). Bentuk akhir dari Hk. Bond adalah:
P Kb
( )=
m Dp
dimana: Kb = Konstanta Bond, yang nilainya tergantung pada jenis mesin dan bahan yang
dipecah. Nilai Kb terhubungkan dengan nilai indeks kerja (work index), Wi. Wi didefinisikan
sebagai total energi kotor yang diperlukan untuk (dalam KWh/ton umpan) untuk mereduksi
ukuran sebuah padatan berukuran sangat besar menjadi produk yang 80%-nya berukuran
lolos ayakan 100 µm. Jika Dp dalam mm, P dalam kWatt dan m dalam ton/jam, maka:
Jika 80% umpan lolos ayakan berukuran Dpb mm, dan 80% produk lolos ayakan berukuran
Dpa mm, maka:
P 1 1
( ) = 0.3162Wi ( − )
m D pa D pb
Nilai work index untuk beberapa bahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Contoh:
Berapa tenaga yang dibutuhkan untuk memecah limestone sebanyak 100 ton/jam, jika 80%
dari umpan berukuran lolos ayakan 2 in, dan 80% produk berukuran lolos ayakan 0.125 in?
Jawab:
Dari tabel diatas, work index untuk limestone adalah 12.74. m = 100 ton/jam. Dpb = 2 x
25.4 mm = 50.8 mm; Dpa = 0.125 x 25.4 mm = 3.175 mm.
1 1
P = 100 × 0.3162 × 12.74( − )
3.175 50.8
= 169.6 kWatt.
Persamaan untuk mengestimasi kebutuhan energi untuk kominusi secara umum dapat
dituliskan dalam bentuk:
P dD
d ( ) = − K ns
m Ds
Dimana untuk:
• n = 1 → Kick’s law (bentuk persamaan logaritmik)
• n = 2 → Rittinger’s law (bentuk persamaan berbanding terbalik linier)
• n = 1.5 → Bond’s law (bentuk persamaan berbanding terbalik dengan akar kuadrat).
Umpan Umpan
Ayakan kasar
Oversize
Oversize
Ayakan halus
Undersize
Ayakan ganda
Satu set ayakan biasanya tersusun atas ayakan-ayakan tunggal dengan berbagai ukuran
lubang (lihat standar Tyler mesh).
Adakalanya, untuk mengetahui rentang ukuran partikel padatan serta jumlah/massa dari
masing-masing kelompok ukuran, diambil sejumlah sampel dan diayak menggunakan
satu set ayakan standar. Dibawah ini adalah contoh cara pelaporan hasil analisa ayak
sampel padatan menggunakan set ayakan berukuran 0.25 in, 0.125 in dan 0.0625 in:
Pengayakan (Screening) 1
Disini, yang digunakan adalah adalah cara pelaporan yang kedua. Diameter rata-rata
partikel pada umumnya diukur berdasarkan rata-rata aritmatik ukuran aperture/lubang
ayakan.
Misal:
Diameter rata-rata partikel -0.25 +0.125 in adalah ½(0.25+0.125) in = 0.1875 in.
Misal:
Fraksi massa yang lolos ayakan 10 mesh tetapi tertahan ayakan 14 mesh adalah 0.425.
Penulisan yang lengkap akan berbentuk:
Pada umumnya, hasil analisa ayak dilaporkan dalam bentuk histogram atau kurva
distribusi frekuensi antara fraksi massa versus ukuran rata-rata partikel. Seringkali, data
analisa ayak digambarkan dalam kurva distribusi kumulatif (baik kumulatif undersize
ataupun oversize). Pada umumnya, ordinat dari kurva (yaitu ukuran rata-rata partikel)
dinyatakan dalam skala logaritmik. Hal ini disebabkan perubahan ukuran partikel
(misalnya hasil crushing) pada umumnya tidak linier (mengikuti deret hitung) tetapi
kelipatan (mengikuti deret ukur).
Gambar dibawah adalah contoh kurva distribusi frekuensi dan kumulatif dari suatu
analisa ayak yang ditabelkan dibawah ini.
Avg. size. 25
Mesh (mikron) % Massa
15
Size, micron
Tabel hasil analisa dalam bentuk distribusi kumulatif oversize beserta kurva
distribusinya:
Pengayakan (Screening) 2
Mesh Aperture Log(Aper Kumulatif 100
+3 6.68 0.8248 0
80
Cummulative Fraction, %
+10 1.651 0.2177 38.03
60
0
-1.000 -0.800 -0.600 -0.400 -0.200 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000
LOG(Size), mm
Catatan:
Penggambaran distribusi frekuensi dalam bentuk kurva fraksi massa vs ukuran partikel
seringkali misleading, karena rentang ukuran partikel antara 2 ayakan standar (Tyler
mesh) tidaklah sama, karena mengikuti deret ukur. Yang seringkali dipakai, dan juga
sesuai dengan pengertian statistik tentang distribusi frekuensi, adalah dengan
menggantikan fraksi massa dengan fraksi massa per atu satuan ukuran partikel,
sehingga sumbu vertikal dari kurva distribusi dinyatakan dalam: fraksi_massa/(Di-Di+1),
dimana Di = aperture ayakan ke-i, Di+1 = aperture ayakan dibawahnya (aperture lebih
kecil).
Kurva distribusi seringkali tidak hanya dinyatakan dalam fraksi massa, tetapi juga dalam
bentuk fraksi jumlah dan fraksi luas permukaan. Fraksi jumlah didefinisikan sebagai
rasio jumlah partikel ukuran tertentu terhadap jumlah total partikel yang ada. Fraksi luas
permukaan sebagai rasio total luas permukaan partikel ukuran tertentu terhadap luas
permukaan total dari partikel yang ada.
Kurva distribusi seringkali digambarkan juga dalam bentuk diagram batang (bar-chart).
Gambar dibawah adalah contoh kurva distribusi dinyatakan dalam fraksi massa, fraksi
luas muka dan fraksi jumlah, dalam diagram batang.
Pengayakan (Screening) 3
Perhatikan perbedaan bentuk masing-masing diagram. Mengapa bisa demikian?
Alat-Alat Pengayak
Ada berbagai jenis alat pengayak yang digunakan dalam industri. Hampir semua ayakan
industri memerlukan mesin penggerak untuk menggetarkan, menggoncang ataupun
memutar (gyration) ayakan. Gambar dibawah adalah jenis ayakan dengan berbagai
mode gerakan.
Pengayakan (Screening) 4
(a). Ayakan stasioner dan Grizzlies.
Grizzlies sering digunakan untuk mengayak partikel berukuran besar, umumnya diatas 1
in (biasanya hasil dari primary crusher). Grizzlies tersusun atas batangan-batangan
logam yang disusun paralel dengan jarak antar batangan tertentu, antara 2 sampai 8 in.
Batangan-batangan logam tersusun miring dengan sudut tertentu (20o sampai 50o
terhadap sumbu horisontal), untuk memudahkan padatan bergerak. Kapasitas grizzlies
dapat mencapai 100 sampai 150 ton/ft2 per 24 jam, dengan ukuran aperture sekitar 1
in. Gambar dibawah adalah contoh grizzlies.
Ayakan stasioner hampir sama dengan grizzlies, tetapi media pengayaknya berupa
anyaman kawat (mesh) atau plat logam yang berlubang-lubang. Sudut kemiringan
ayakan stasioner dapat sampai sekitar 60o terhadap sumbu horisontalnya. Ayakan
stasioner digunakan untuk mengayak padatan dengan ukuran lebih kecil, yaitu antara ¼
sampai 4 in.
Kedua jenis ayakan ini hanya efektif digunakan untuk partikel padatan berukuran besar
dan dapat bergerak bebas (free flowing, tidak lengket).
Mesin pengayak ini biasanya tersusun atas beberapa dek ayakan dengan berbagai
ukuran aperture, satu diatas yang lainnya dalam sebuah kotak atau casing. Ayakan dan
casingnya digetarkan memutar untuk meloloskan partikel dari satu dek ke dek lain, dan
memindahkannya dari tempat masuk sampai tempat keluarnya partikel. Sudut
Pengayakan (Screening) 5
kemiringan ayakan antara 16o sampai 30o terhadap sumbu horisontal. Ayakan pada
umumnya berbentuk persegi panjang dengan ukuran (1.5 x 4 ft) sampai (5 x 14 ft).
Kecepatan girasi dan amplitudonya biasanya dapat diatur sesuai kebutuhan. Kecepatan
girasi dapat mencapai 600 sampai 1800 rpm.
Gambar dibawah adalah contoh gyrating screen yang digerakkan vertikal dan yang
digerakkan horisontal (reciprocating screen).
Reciprocating screen merupakan jenis ayakan girasi dengan sudut kemiringan lebih kecil
(sekitar 5o). Mesin diputar-getarkan pada sumbu mendatarnya. Adakalanya diantara dua
dek ayakan diisi bola-bola karet untuk meningkatkan efisiensi pengayakan, sekaligus
membersihkan aperture ayakan dari padatan-padatan yang menyumbat. Gambar
dibawah adalah contoh reciprocating screen yang dilebgkapi dengan bola-bola karet.
Pengayakan (Screening) 6
(c). Ayakan Getar (Vibrating Screens)
Ayakan getar biasanya digunakan untuk pengayakan dengan kapasitas besar. Getaran
dapat dibangkitkan secara elektrik maupun mekanis. Getaran mekanis pada casing
ayakan biasanya ditimbulkan oleh sumbu esentrik yang berputar dengan kecepatan
sangat tinggi. Biasanya tidak lebih dari 3 dek ayakan yang terpasang dalam casing
sebuah ayakan getar. Kecepatan getar antara 1800 sampai 3600 getaran per menit.
Sudut kemiringan terhadap sumbu horisontal dapat diatur sesuai dengan keperluan,
bervariasi antara 0o sampai 45o. Gambar dibawah adalah contoh dari ayakan getar tripel
dek.
Pengayakan (Screening) 7
Ayakan getar banyak digunakan untuk partikel-partikel kering berukuran antara 1 in
sampai 35 mesh (0.0164 in), dengan sudut kemiringan 20o. Untuk partikel-partikel
basah (wet-screening) sudut kemiringan biasanya diset lebih kecil, antara 5o sampai 10o.
(d). Trommels
Trommels merupakan jenis ayakan yang berputar cepat pada sumbu horisontalnya.
Berbentuk silindris atau konis dan biasanya tersusun atas beberapa ayakan secara
konsentris. Gambar dibawah adalah contoh trommel.
Kapasitas beberapa jenis ayakan industri dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
(Asumsi: ayakan digunakan untuk padatan berat, misalnya bijih logam).
Dalam memilih ayakan, ada beberapa parameter yang perlu dipertimbangkan. Diagram
dibawah memberikan guideline dalam memilih ayakan yang cocok berdasarkan ukuran
partikel yang akan diayak.
Pengayakan (Screening) 8
Neraca Massa pada Ayakan dan Efisiensi Ayakan
Keterangan:
Fraksi massa bahan B (yaitu bahan dengan ukuran yang diinginkan/undersize product)
pada umpan, oversize dan undersize streams masing-masing adalah: (1- xF), (1- xD) dan
(1- xB).
Pengayakan (Screening) 9
Neraca massa bahan A : Fx F = Dx D + Bx B
Kombinasi dua persamaan diatas dan substitusikan dengan persamaan neraca bahan B
memberikan:
D xF − xB
=
F xD − xB
B xD − xF
=
F xD − xB
Efisiensi ayakan (atau sering disebut sebagai efektivitas ayakan) merupakan ukuran
kesuksesan ayakan dalam memisahkan bahan berukuran A dengan bahan berukuran B.
Jika ayakan bekerja sempurna, maka semua bahan A akan berada pada oversize,
sedangkan semua B ada dalam undersize (clear-cut separation).
Efisiensi ayakan didefinisikan sebagai perbandingan bahan A yang ada pada overflow
terhadap bahan A pada umpan. Jumlah ini masing-masing adalah DxD dan FxF.
Sehingga,
Dx D
EA =
Fx F
dimana EA adalah efisiensi ayakan berdasarkan pada produk oversize. Dengan cara yang
sama dapat didefinisikan efisiensi berbasis B:
B (1 − x B )
EB =
F (1 − x F )
DBx D (1 − x B )
E = E A EB =
F 2 x F (1 − x F )
( x F − x B )( x D − x F ) x D (1 − x B )
E=
( x D − x F ) 2 x F (1 − x F )
Pengayakan (Screening) 10
Soal analisa ayak:
Recycle Produk
Mesh % Massa Mesh % Massa
-3+ 4 3.5 - 14 + 20 29.0
-4+ 8 30.0 - 20 + 28 31.3
- 8 + 10 25.0 - 28 + 48 34.6
-10 + 20 41.5 - 48 + 100 5.10
Jumlah 100.0 Jumlah 100.0
a. Hitunglah distribusi ukuran butir hasil crusher dan estimasikan luas spesifik butir-
butir hasil crusher (dalam cm2/g).
b. Estimasikan fraksi massa partikel hasil crusher dengan ukuran-ukuran sebagai
berikut: (i). (-4+6); (ii). (-6+8); (iii). (-10+14); (iv). (-28+35); dan (v). (-
35+48).
Pengayakan (Screening) 11
BAB IV
FILTRASI – PRINSIP dan ALAT_ALATNYA
Produk filtrasi:
Dapat berupa filtrat (cairan bebas
padatan) atau cake (kue padatan);
tergantung fasa apa yang berharga/yang
akan dipungut.
Secara umum, 2 mekanisme utama pada filtrasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Contoh:
Filter hisap (suction filter/vacuum filter), filter
press (press filter).
Viskositas cairan
Viskositas cairan kecil ⇒ daya filtrasi (jumlah cairan yang lolos melalui media filter)
semakin besar.
Viskositas dapat diperkecil dengan cara menaikkan suhu. Akibat sampingan dengan
adanya peningkatan suhu:
Swelling pada media filter
Korosi lebih cepat terjadi
Kelarutan kristal (yang akan difilter) meningkat
Berupa bahan padat dengan luas muka sangat besar, sehingga memiliki kapasitas
adsorpsi sangat besar terhadap partikel-partikel padatan sangat halus yang terlarut.
Disamping itu, karena strukturnya, bahan penolong mampu membentuk kue filter
dengan porositas tinggi.
Tabel dibawah menjelaskan klasifikasi filter berdasarkan driving force yang dikenakan
untuk memisahlkan partikel padatan dari cairannya:
Saringan pasir umum digunakan untuk pemisahan air dari padatan tersuspensinya.
Prinsip kerja:
Air disemburkan di atas tumpukan pasir, partikel-partikel padatan yang terdapat dalam
slurry tertahan oleh media penyaring. Air akan menembus pori-pori pasir. Pada
umumnya ada beberapa tumpukan media penyaring (misal: lapis paling bawah berisi
Filter beroperasi selama beberapa waktu, sampai lubang pori-pori filter penuh karena
tersumbat oleh kotoran (partikel-partikel dalam slurry). Biasanya ini dapat diindikasikan
dengan melambatnya aliran air. Pada saat ini, operasi filtrasi dihentikan dan filter harus
dicuci-balik (back-wash) untuk mengeluarkan kotoran yang berada diantara ruang-
kosong bed filter. Air dialirkan dari bawah tumpukan dengan kecepatan sangat tinggi
sehingga tumpukan pasir terfluidisasi. Kotoran akan terbawa oleh air pencuci.
Alat ini terdiri atas pelat (plate) dan bingkai (frame) yang disusun berselang-seling.
Media filter (kain kanvas, kain sintetis, kertas filter atau anyaman kawat halus) dipasang
pada kedua sisi plate.
Permukaan plate tidak rata, tetapi mempunyai alur-alur untuk saluran cairan
(corrugated). Kue padatan terbentuk pada frame. Prinsip kerja operasi filtrasi dapat
dilihat pada gambar dibawah.
(d). Skema Sederhana Operasi Filtrasi dari Plate and Frame Filter.
Ada lebih dari 100 variasi desain filter plate and frame. Plate and frame dapat terbuat
dari logam, logam berpelapis, plastik atau kayu.
Ukuran plate and frame filter bervariasi dari 10x10 cm2 (4x4 in2) sampai 1.5x1.8 m2
(61x71 in2), dengan ketebalan frame antara 0.3 – 20 cm (0.125 - 8 in). Tekanan operasi
biasanya sekitar 100 psig (untuk plate logam), atau sekitar 60 – 70 psig (untuk plate
plastik atau kayu).
(b1). Bentuk Lain Filter daun Vertikal dan Operasinya dan (b2). Contoh detil lembar
daun filter
• Filter Nutsche
Filter Nutsche merupakan modifikasi dan scale up dari filter yang digunakan untuk
mengetes proses separasi di laboratorium (batch, skala kecil). Dalam filter Nutsche yang
modern, beberapa proses sekaligus terjadi, mulai dari kristalisasi dan presipitasi
(pengendapan padatan), filtrasi (pemisahan padatan, pencucian, dewatering) dan
pengeringan (baik dengan pemvakuman maupun dengan konveksi).
Berdasarkan tempat terbentuknya kue padatan, Rotary Drum Vacuum Filter dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: (a). External RDVF, dan (b). Internal RDVF. Gambar
potongan filter dibawah menjelaskan tentang perbedaan keduanya.
RDVF lazim digunakan untuk kecepatan pembentukan kue yang tinggi. Kecepatan slurry
> 5 liter/menit, dengan konsentrasi padatan > 1% dan diameter partikel padatan ≥ 0.5
µm dan viskositas cairan < 100 cp.
Pada diktat ini, yang akan dibahas adalah external RDVF (selanjutnya disebut RDVF
saja). Secara skematis, diagram dari RDVF adalah sebagai berikut:
Gambar dibawah merupakan contoh gambar riil bagian dalam dari sebuah RDVF.
Rotary Disk Filter tersusun atas cakram-cakram filter yang dipasang vertikal dalam
sebuah casing. Sebagian permukaan cakram tercelup dalam slurry. Cakram-cakram
berputar, dan slurry terhisap kedalam cakram dan dikeluarkan/ditampung kedalam
sebuah tangki penampung sementara. Kue padatan terbentuk pada permukaan luar
cakram (lihat gambar dibawah).
Filter cakram ini disukai karena efisien dalam penggunaan tempat (tempat minimum
untuk luas filter yang besar). Luas permukaan filter dapat mencapai 300 m2 (3300 ft2).
Kerugiannya adalah: pencucian kue tidak efektif.
Vacuum Table Filter termasuk kelompok filter dengan umpan slurry dari atas (top feed).
VTF berbentuk seperti meja bundar yang perputar pada sumbunya. Cairan slurry
dialirkan kepermukaan filter. Pemvakuman pada sisi bawah filter akan menyedot filtrat
dan meninggalkan kue padatan pada permukaan filter (lihat gambar dibawah).
Ukuran filter (diameter): 0.9 – 7 m (3 – 24 ft), dengan area efektif untuk filtrasi sekitar
80% dari luasan total. Kue biasanya dikeluarkan seletah menjalani 75% putaran filter.
Belt filter horisontal merupakan salah saru jenis vakum filter yang paling sering
digunakan di industri, karena fleksibilitasnya dalam pengoperasian, tahan terhadap
slurry yang korosif dan mempunyai kapasitas besar.
Kecepatan belt merupakan salah satu parameter penting yang harus diset dalam
pemakaiannya. Batasan utama terhadap kecepatan belt adalah batasan mekanis. Beban
belt dengan cake yang ada diatasnya menjadi pertimbangan utama dalam merancang
kecepatan belt. Meskipoun demikian, belt filter merupakan filter yang tercepat untuk
saat ini, dengan kecepatan dapat mencapai 50 m/menit.
Beberapa keuntungan penggunaan filter belt antara lain: (a). Siklus filtrasi dapat
dikontrol dengan baik; (b). discharge kue dapat berjalan efektif; (c). pembersihan media
filter dan belt relatif mudah.
Dibawah ini adalah skema pengoperasian belt filter dan salah satu jenis belt filter yang
ada dipasaran.
Filtrasi adalah operasi pemisahan padatan dan cairan dari suatu campuran padatan-
cairan (slurry) dengan pemberian tahanan aliran (filter media) yang bisa dilewati cairan,
tetapi bisa menahan partikel padatan.
Dengan filtrasi, diperoleh cairan yang relatif bebas padatan (filtrat) dan padatan basah.
Pada filter ayak (sieve filter, misalnya: cartridge filter) dan filter kue (cake filter,
misalnya: plate and frame filter, rotary drum filter, belt filter), padatan basah yang
diperoleh berbentuk kue (cake) padatan. Pada filter bed (deep-bed filter, misalnya:
saringan pasir), partikel padatan terperangkap diantara pori-pori media filter.
Peristiwa filtrasi pada prinsipnya merupakan peristiwa aliran fluida dalam media berpori.
Media berpori yang digunakan tergantung jenis filternya. Pada deep bed filter, media
berporinya berupa tumpukan pasir penyaring, dimana prositas/fraksi ruang kosongnya
akan menurun selama proses berlangsung karena terisi partikel-partikel padatan dari
slurry. Pada cake filter, media berpori yang digunakan berupa kain saring (filter cloth)
dan tumpukan padatan (kue) yang terbentuk pada permukaan kain saring.
Gambar dibawah menggambarkan secara skematis aliran slurry melalui media berpori
dari filter.
Pada bab ini, pembahasan akan dibatasi pada rancangan cake filter, baik batch maupun
kontinyu, dengan fokus pada plate and frame filter press dan rotary drum filter. Pada
cake filter, kain filter (filter cloth) merupakan media filter primer yang hanya berperan
besar pada awal filtrasi. Pada saat kue padatan terbentuk, tahanan aliran oleh kain filter
kurang berperan. Tahanan aliran selanjutnya didominasi media filter sekunder, yaitu
tumpukan kue padatan yang terbentuk.
Gambar dibawah, menjelaskan secara skematis aliran fluida pada cake filter.
Aliran fluida dalam pipa (dengan asumsi: tidak ada beda elevasi, perbedaan kecepatan
masuk dan keluar pipa tidak signifikan dan tidak ada kerja dari luar pada fluida)
memberikan:
( Pb − Pa ) − (∆Pcake ) − (∆Pc ) Lv 2
− =F atau = =F= f (1)
ρg ρg ρg 2 gD
64 64 µ
Untuk aliran laminar: f = = (3)
Re ρvD
Substitusi persamaan (3) ke persamaan (2) menghasilkan:
32µ
− (∆Pc ) = Lv (4)
D2
Sehingga pada aliran LAMINER: − (∆Pc ) ∝ v (5)
Aliran melalui medium berpori pada umumnya sangat lambat, sehingga bilangan
Reynold (Re) kecil (aliran laminar). Persamaan aliran fluida melalui medium berpori
selanjutnya dapat dianalogikan dengan rumus aliran fluida laminar dalam pipa. Untuk
aliran dalam pori padatan, D pada persamaan (4) dinyatakan dalam Dp, yaitu diameter
butir padatan.
Lc = K’ x L, (6)
Sehingga,
32µ Lc
− (∆Pc ) = v riil (7)
D p2 K '
Dimana:
µ = viskositas fluida
vriil = kecepatan riil fluida mengalir dalam pori.
Kecepatan riil dari fluida, vriil = kecepatan volumetrik/luas total penampang lubang pori.
Karena luas penampang lubang pori sulit untuk diukur/diketahui, maka persamaan (7)
biasanya dinyatakan dalam kecepatan supervisial fluida, v, yaitu:
32µ Lc D p2 K '
− (∆Pc ) = 2 c' v ; dan jika = konstanta = K; maka,
Dp K ' 32 c'
FRe dan Ff merupakan fungsi dari porositas tumpukan padatan (bed) dan sphericity
partikel (lihat pada gambar-gambar dibawah).
K (−∆Pc )
v= (10)
µ .Lc
yang menyatakan bahwa “kecepatan alir filtrate” (sebanding dengan volum filtrat
tertampung) berbanding terbalik dengan tebal kue padatan”.
Hubungan antara volume filtrat tertampung dengan ketebalan kue, porositas kue dan
kadar padatan dapat diperoleh dengan menyusun neraca massa padatan. Asumsi: tidak
ada padatan yang lolos dari media filter.
x
A.Lc (1 − X ) ρ s = (V + A.Lc . X ) ρ × (11)
1− x
Dimana:
A = luas penampang kue padatan
Lc = tebal kue padatan
V = volum filtrate tertampung
ρs = rapat massa padatan
ρ = rapat massa cairan
X = porositas kue = (volume ruang kosong/volume total kue)
x = kadar padatan dalam slurry umpan filter = (massa padatan/massa slurry).
ρ s (1 − x)(1 − X ) − ρxX
V = A.Lc (12.a)
ρx
atau,
ρx V
Lc = (12.b)
ρ s (1 − x)(1 − X ) − ρxX A
volumetrik flowrate (dV / dt )
Kecepatan supervisial, v = = (13)
A A
1 µρx 1
Cv = (15.a)
2 ρ s (1 − x)(1 − X ) − ρxX K
Maka:
dV A 2 .(−∆Pc )
= (15.b)
dt 2.C v .V
ρ s (1 − x)(1 − X ) − ρxX
dV = A.dLc (12.c)
ρx
Substitusi persamaan (12.c) kedalam persamaan (14), diperoleh,
atau,
2
dLc (− ∆Pc ) ρx 1
= (16)
dt 2C v ρ s (1 − x)(1 − X ) − ρxX Lc
2
ρ (1 − x)(1 − X ) − ρxX µ[ ρ s (1 − x)(1 − X ) − ρxX ]
C L = C v s = (17.a)
ρx 2.Kρx
Maka,
Integrasi persamaan (15.b) dari t=0 sampai t, menghasilkan hubungan antara volume
filtrat tertampung terhadap waktu,
Cv
t= V2 (18.a)
A (− ∆Pc )
2
Integrasi persamaan (17.b) dari t=0 sampai t, menghasilkan hubungan antara tebal kue
padatan tertampung terhadap waktu,
CL 2
t= Lc (18.b)
(−∆Pc )
Persamaan (18.a) dan (18.b) tidak praktis, karena nilai (-∆Pc) diukur antara dua
permukaan kue padatan yang pada prakteknya sulit sekali untuk diukur. Pengukuran
beda tekanan yang paling memungkinkan adalah antara beda tekanan antara dua sisi
alat filtrasi, yang meliputi beda tekanan antara dua permukaan kue padatan + beda
dV daya dorong
=
dt tahanan kue + tahanan kain saring dan saluran 2
(− ∆Pc )
=
(2.C v .V / A 2 ) + (2.C v .Ve / A 2 )
atau,
dV A 2 (−∆P)
= (19.a)
dt 2.C v (V + Ve )
dimana:
Ve = volum filtrate ekivalen
= volum filtrat tertampung yang memberikan kue yang ekivalen dengan tahanan
aliran sebesar tahanan kain saring dan saluran-saluran filter.
t
2C v V
Integrasi persamaan (19.a): ∫ dt = 2
A (−∆P ) ∫0
(V + Ve )dV
0
memberikan hasil: t =
Cv
A ( − ∆P )
2
[
V 2 + 2V .Ve ] (19.b)
dLc (−∆P )
= (20.a)
dt 2.C L ( L + Le )
dengan:
Le = tebal kue ekivalen
= tebal kue yang memberikan tahanan aliran sebesar tahanan kain saring dan
saluran-saluran filter.
Pada proses filtrasi dengan (dV/dt) tetap, (-∆P) akan berubah selama proses,
persamaan (19.a) menjadi:
2.C dV
(− ∆P) = 2 v (V + Ve ) (21)
1A dt
4243
tetap
Sehingga untuk menjaga (dV/dt) tetap, maka (-∆P) harus dinaikkan secara linier
terhadap V.
dL
(− ∆P ) = 2C L c ( Lc + Le ) (22)
1424 dt
3
tetap
Terlihat bahwa (-∆P) juga harus dinaikkan secara linier terhadap Lc.
Jika kue tidak perlu dicuci, maka siklus filtrasi hanya terdiri atas 2 tahap, yaitu filtrasi
dan bongkar pasang.
Contoh soal:
Sebuah filter batch dengan luas 10 ft2 beroperasi pada beda tekanan tetap 40 psig.
Filter dijalankan untuk menyaring slurry CaCO3 dalam air. Data volum filtrat tertampung
pada berbagai adalah sebagai berikut:
Waktu, menit 10 20 30 45 60
Volume filtrat, ft3 141 215 270 340 400
Penyelesaian:
a. Untuk mengetahui volume filtrat setelah 70 menit, dapat digunakan persamaan
(19.b),
t=
Cv
A (− ∆P)
2
[
V 2 + 2V .Ve ] (19.b)
Pertama kali harus diestimasi dulu nilai parameter-parameter Cv dan Ve dari data
percobaan. Digunakan pendekatan cara diferencial untuk mencari parameter-
parameter tersebut. Data percobaan diplotkan antara (dt/dV≈(ti+1-ti)/∆V) versus
rata-rata volum filtrat tertampung pada rentang waktu tsb (Vavg).
t, menit 10 20 30 45 60
V, ft3 141 215 270 340 400
(ti+1-ti)/∆V (20-10)/(215-141) (30-20)/ (45-30)/ (60-45)/ -
= .... (270-215)= (340-270)= (400-340)=
... ... ...
Vavg, ft3 ½(215+141) ½(270+215) ½(340+270) ½(340+400)
b. Pencucian dengan volum air pencuci, Vw = 100 ft3. Pada proses pencucian, kue tidak
bertambah tebal, sehingga proses pencucian dapat dianggap proses dengan
kecepatan tetap (dVw/dt = tetap, atau dt/dVw = tetap). Jika (-∆P) dan A tetap,
maka:
dt w dt
= = tetap
dVw dV akhir filtrasi
Sehingga,
tw Vw
dt 2C v
∫ dt w = ( ) × ∫ dVw atau tw = [V + Ve ] × Vw (23)
0
dV akhir filtrasi 0 A (− ∆P )
2 V =V f
Catatan:
Jika luas bidang pencucian dan bidang filtrasi berbeda, dan (-∆P) antara proses
pencucian dan filtrasi juga berbeda, maka perla koreksi sebagai berikut:
2
dt w dt (− ∆Pf ) A f
= (24)
dVw dV akhir filtrasi ( − ∆Pw ) Aw
Jika tebal kue berbeda karena aliran berubah, misalnya tebal kue menjadi 2x, maka
pada rumus (dtf/dVf)|akhir, nilai V diisi dengan 2xVf.
c. Siklus optimum diperoleh jika jumlah filtrate yang tertampung tiap satuan waktu
maksimum. Untuk mendapatkan tingkat kebersihan kue yang sama, maka
perbandingan volum air pencuci dengan volum filtrate harus tetap (ingat: tebal kue
Waktu filtrasi: t f =
Cv
A (−∆P)
2
[
2
V f + 2V f .Ve ]
Waktu pencucian:
dt 2C v
tw = ( ) × Vw = (V f + Ve )Vw
dV akhir filtrasi A (− ∆P)
2
2C v 2C k 2
= (V f + Ve )kV f = 2 v (V f + VeV f )
A (− ∆P)
2
A (−∆P)
Cv 2 2C k 2
Sehingga, t c = (V f + 2VeV f ) + 2 v (V f + VeV f ) + t p (25)
A (−∆P)
2
A (− ∆P)
tc C 2C k tp
= 2 v (V f + 2Ve ) + 2 v (V f + Ve ) +
Vf A (−∆P) A (−∆P) Vf
d tc Cv 2C v k tp
= (1 + 0) + (1 + 0) − =0
dV f V A 2 (− ∆P ) A 2 (− ∆P) Vf
2
f
A 2 (− ∆P)t p
Akan diperoleh: (V f ) opt = (26)
C v (1 + 2k )
Dari Vf,opt, selanjutnya dapat dihitung (tf)opt; (Vw)opt; (tw)opt dan (tc)opt.
Khusus untuk plate and frame filter, tebal kue maksimum yang diijinkan adalah ½ x
tebal frame (pada kondisi ini frame penuh dengan kue). Sehingga model ini perlu
dicek apakah dengan volum filtrate optimum, (Vw)opt, akan dihasilkan kue dengan
ketebalan, Lc, melebihi ½ x tebal frame. Jika Lc > ½ x tebal frame, maka operasi
pada (Vw)opt tidak mungkin dilakukan.
tc C tp
Jika siklus operasi tanpa pencucian, maka: = 2 v (V f + 2Ve ) + , dan
Vf A (−∆P) Vf
A 2 (− ∆P )t p
Akan diperoleh: (V f ) opt = (26.a)
Cv
Jika pencucian dilakukan dengan kondisi berbeda dengan kondisi filtrasi, misalnya
[(-∆P), A, Lc yang berbeda], siklus optimum dapat dicari dengan cara yang sama
dengan mengoreksi [(-∆P), A, Lc ] yang sesuai.
Jika:
A = luas permukaan filter
(-∆P) = beda tekanan pada dua sisi
filter.
N = kecepatan putar filter,
putaran/menit.
Ψ = fraksi tercelup,
luas filter tercelup/luas filter
total.
tf =
Cv
A ( − ∆P )
2
[
V 2 + 2V .Ve ]
Persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk,
t= + 2( )( )
(−∆P) A A A
Jika didefinisikan:
V/A = v = volume filtrate tertampung per satuan luas filter, selama waktu t
Ve/A = ve = volume ekivalen per satuan luas filter
Sehingga: t f =
Cv
(− ∆P)
[
v 2 + 2vve ] (27)
Misalnya ditinjau 1 satuan luasan filter, Ψ adalah luasan filter tercelup per satuan total
filter (ekivalen dengan luasan filtrasi/luas total). Jika T (= perioda putaran) adalah
waktu yang dibutuhkan untuk 1 putaran penuh, maka selama waktu T tersebut fraksi
luasan filter yang tercelup akan tercelup dalam slurry selama Ψ.T dengan volum filtrat
sebanyak v. Sehingga persamaan (27) menjadi:
ψT =
Cv
(−∆P)
[
v 2 + 2vve ] (27.a)
Untuk setiap satuan waktu, setiap luasan filter akan menghasilkan volume filtrat
sebanyak v’=v/T = (v/(1/N)) = N.v.
Jika luas total filter adalah A, maka total volum filtrat yang dihasilkan persatuan waktu
adalah: V’=A.v’ = A.N.v, sehingga v = (V’/(AN)). Substitusi ke persamaan (27.a)
menghasilkan,
ψ Cv V ' 2 V '
= + 2Ve (28)
N A (−∆P) N
2
N
Catatan Tambahan:
Tujuan dari evaporasi adalah memekatkan larutan yang mengandung zat yang sulit
menguap (non-volatile solute) dan pelarut yang mudah menguap (volatile solvent)
dengan cara menguapkan sebagian pelarutnya. Pelarut yang ditemui dalam sebagian
besar sistem larutan adalah air. Umumnya, dalam evaporasi, larutan pekat merupakan
produk yang diinginkan, sedangkan uapnya diembunkan dan dibuang. Sebagai contoh
adalah pemekatan larutan susu, sebelum dibuat menjadi susu bubuk. Beberapa sistem
evaporasi bertujuan untuk mengambil air pelarutnya, misalnya dalam unit desalinasi air
laut untuk mengambil air tawarnya.
Evaorasi berbeda dengan distilasi, dalam hal uap yang dihasilkan biasanya merupakan
komponen tunggal; bahkan jika uapnya adalah multikomponen, tidak ada usaha untuk
memurnikan uapnya menjadi fraksi-fraksi komponen penyusunnya.
Tinjau kasus pembuatan susu bubuk dari susu cair encer. Proses ini pada dasarnya
adalah operasi pengurangan kandungan air. Selama proses, sifat larutan mengalami
perubahan drastis, dari larutan susu encer menjadi larutan pekat dan akhirnya menjadi
padat/serbuk. Keseluruhan proses tersebut sulit dilakukan ekonomis dengan hanya
menggunakan satu alat saja, sehingga diperlukan beberapa tahapan proses dengan
menggunakan peralatan yang berbeda.
Pada industri susu bubuk, dua tahapan proses yang umum digunakan adalah evaporasi
dan pengeringan (drying).
Evaporator:
• Memproses cairan encer sampai menjadi cairan pekat (untuk industri susu sampai
kadar padatan sekitar 50%)
• Proses ini dibatasi oleh kekentalan cairan ataupun kemungkinan terjadinya
pengendapan karena larutan terlalu pekat.
• Kebutuhan panas untuk penguapan air relatif lebih sedikit.
Dryer:
• Bisa memproses sampai kadar air padatan sangat rendah dan produk bisa berupa
padatan; jadi bisa memproses baik cairan maupun padatan.
• Kebutuhan panas relatif besar; biaya penguapan air dengan dryer kira-kira sampai
9x biaya penguapan air dengan evaporator.
Oleh karena itu, pada industri susu bubuk, pada tahap pertama digunakan evaporator
(yang lebih murah biaya penguapannya) sampai dihasilkan larutan pekat. Tahap
berikutnya digunakan dryer (yang lebih mahal biaya penguapannya) untuk memperoleh
susu bubuk. Untuk menghemat biaya operasi, perlu diusahakan, pada tahap pertama
(yaitu evaporasi) sebanyak mungkin air diuapkan.
100
Susu pekat hasil evaporasi = × 100 kg = 200 kg
50
Jumlah air teruapkan dalam evaporator = (1000 – 200) kg = 800 kg
100
Jumlah susu bubuk = × 100 kg = 105 kg
95
Air teruapkan dalam dryer = (200 – 105) kg = 95 kg.
Terlihat bahwa jumlah air teruapkan dalam evaporator kurang lebih 8x dibanding pada
dryer.
Biaya total jika hanya menggunakan dryer untuk menguapkan 895 kg air = 895 x Rp. 9y
= Rp. 8055 y, atau kira-kira 5 x lebih mahal!
Perlu diperhatikan bahwa hitungan neraca massa pada proses penguapan air akan
menjadi sangat mudah jira berbasis pada jumlah padatan yang praktis tidak berubah.
Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan pada perbedaan titik didih
yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut dengan pelarutnya. Pada industri
susu, titik didih normal air (sebagai pelarut susu) 100oC, sedang padatan susu praktis
tidak bisa menguap. Jadi, dengan menguapnya air dan tidak menguapnya padatan,
akan diperoleh larutan yang makin pekat.
B
log( P o ) = A −
C +t
Untuk air: A = 6,96681; B = 1668,21; C = 228, dimana Po dalam cmHg dan t dalam oC.
Titik didih larutan yang mengandung zat yang sulit menguap akan tergantung pada
tekanan dan kadar zat tersebut. Pada tekanan yang sama, makin tinggi kadar zat, makin
tinggi titik didih larutannya. Beda antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut
murninya disebut kenaikkan titik didih (boiling point rise). Gambar dibawah merupakan
contoh kurva titik didih larutan NaOH dalam air.
1. Makin cepat gerakan fluida dalam evaporator, makin besar nilai koefisien transfer
panas, sehingga kecepatan transfer panasnya juga semakin tinggi.
2. Kadar zat terlarut makin tinggi, biasanya viskositas larutan semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan koefisien transfer massa menurun sehingga memperlambat transfer
panas. Disamping itu, jika kekentalan makin tinggi, kadar lokal padatan disuatu titik
dalam evaporator bisa terlalu tinggi sehingga dapat mengakibatkan kerusakan
padatan (jika padatan sensitif terhadap panas), atau pemadatan lokal.
3. Pada evaporator dengan konveksi alami (natural convection) dimana gerak fluida
diakibatkan oleh beda suhu, maka koefisien transfer panas dipengaruhi oleh beda
suhu (∆t). Semakin besar ∆t, semakin tinggi nilai koefisien transfer panas.
4. Gerakan yang baik dari fluida perlu dijaga. Gerakan fluida selain akan meningkatkan
transfer panas, juga dapat mencegah terjadinya konsentrasi atau suhu lokal yang
terlalu tinggi, yang bisa mengakibatkan kerusakan padatan atau pemadatan.
5. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya endapan perlu dicegah.
6. Untuk bahan yang sensitif terhadap panas (mudah rusak pada suhu tinggi), maka
suhu evaporasi diusahakan rendah dengan cara menurunkan tekanan operasi.
Disamping itu, waktu tinggal bahan dalam evaporator dijaga jangan terlalu lama.
7. Energi terbesar pada evaporator adalah untuk penguapan (panas penguapan
nilainya sangat besar dibandingkan dengan panas sensibelnya, misal: panas
penguapan air ~ 540 cal/g), sehingga usaha-usaha penghematan panas perlu
dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan uap yang timbul
sebagai pemanas evaporator.
Dalam bagian ini akan dibahas skema peralatan evaporasi dan pinsip kerja berbagai
evaporator serta beberapa kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Alat ini merupakan evaporator yang paling klasik dan sederhana. Evaporator ini banyak
digunakan untuk keperluan-keperluan kecil dengan teknologi sederhana.
Features:
• Tidak memberikan kondisi untuk terjadinya sirkulasi/aliran cairan, sehingga koefisien
transfer panas rendah yang menjadikan perpindahan panas tidak efisien.
• Pengendapan kerak terjadi diluar pipa, sehingga sulit untuk dibersihkan. Konstruksi
alat harus diusahakan sedemikian rupa sehingga bundel pipa bisa dikeluarkan untuk
dibersihkan.
2. Basket Evaporator
Features:
• Sirkulasi/aliran cairan bisa berjalan dengan baik sehingga koefisien transfer panas
akibat konveksi alami (natural convection) besar, menjadikan transfer panas cukup
efisien. Sirkulasi aliran terjadi secara alami (natural circulation) karena adanya beda
Pada alat ini, cairan mengalir dalam pipa sedangkan steam pemanas mengalir dalam
shell. Cairan dalam tabung mendidih, uap yang timbul bergerak keatas dengan
membawa cairan. Sirkulasi aliran dalam pipa terjadi karena beda rapat massa yang
terjadi karena perbedaan fasa antara fluida dalam pipa (yaitu: campuran uap-cair)
dengan yang diluar pipa (cair). Diatas pipa terdapat ruang uap yang berfungsi untuk
memisahkan cairan dengan uap. Uap akan menuju lubang pengeluaran diatas,
sedangkan cairan jatuh kebawah melewati saluran besar yang ada ditengah bejana, dan
kembali bersirkulasi masuk pipa-pipa. Konveksi alami (natural convection) berjalan baik
sehingga transfer panas lebih efisien. Kerak dan endapan terbentuk didalam pipa,
sehingga lebih mudah untuk dibersihkan. Adanya sirkulasi menyebabkan cairan berkali-
Keuntungan: Koefisien transfer panas karena sirkulasi alami (natural circulation) lebih
besar, sehingga transfer panas bisa lebih efisien.
Kerugian:
Jumlah cairan yang menguap setiap pass sangat besar (karena pipa panjang) sehingga
konsentrasi lokal dimulut pipa bagian atas akan sangat tinggi (ingat: cairan dalam
evaporator tidak homogen, karena adanya perbedaan suhu dan konsentrasi padatan
Sirkulasi cairan untuk memperbesar koefisien transfer panas dibantu dengan pompa.
Perpindahan panas terjadi karena konveksi paksa (forced convection) sehingga koefisien
transfer panas bisa lebih tinggi. Disamping itu, karena arus sirkulasi besar, maka
penyumbatan-penyumbatan dalam pipa bisa diatasi oleh aliran oleh pompa. Pipa tidak
terlalu panjang. Sirkulasi berjalan cepat, sehingga larutan dalam evaporator lebih
homogen. Adanya pompa yang menjadi satu dengan evaporator membuat alat ini lebih
Gambar (a dan b) dibawah, yaitu boiling tube evaporator dan submerged tube
evaporator adalah contoh lain dari forced circulation vertical tube evaporator:
Pompa, heat exchanger dan pemisah uap-cairan masing-masing merupakan unit yang
terpisah . Untuk mendapatkan alat ini, bias digunakan alat-alat biasa yang dirangkai
sendiri. Kelakuan alat ini seperti pada vertical tube evaporator with forced circulation,
akan tetapi lebih murah dan fleksibel karena bisa dirangkai sendiri. Akan tetapi alat ini
membutuhkan ruang yang lebih luas (kurang kompak).
Dalam falling film evaporator, cairan mengalir kebawah membentuk film disekeliling
dinding dalam pipa. Aliran disebabkan oleh gaya berat dan gesekan uap. Uap yang
terbentuk bergerak kebawah. Meskipun ∆t kecil, tetapi aliran tetap baik karena adanya
gaya gravitasi (bandingkan dengan natural convection evaporator!). Luas permukaan
pemanasan jauh lebih besar dibandingkan dengan volume cairan dalam evaporator. Hal
ini memungkinkan transfer panas yang cukup dan perusakan bahan belum banyak
terjadi karena waktu tinggal yang kecil (volume cairan dalam evaporator kecil).
Kapasitas alat ini tidak bisa divariasi terlalu besar. Pembahasan lebih detil tentang alat
ini ada pada sub-bab berikutnya.
Contoh beberapa jenis falling film maupun rising film evaporator dapat dilihat pada
gambar-gambar dibawah.
Nama lain: turbulent film evaporator atau wiped-film evaporator (untuk yang
horisontal).
Evaporator berbentuk tabung (shell) vertikal atau horizontal, dengan pemanas diluar
tabung. Pada sumbu tabung terdapat batang yang dapat diputar, yang dilengkapi
dengan sirip-sirip. Pada vertical agitated film evaporator, saat batang berputar, cairan
bergerak kebawah akan terlempar ketepi tabung (bagian panas) karena putaran sirip.
Cairan ditepi tabung akan terpental kembali ketengah tabung. Pada bagian atas tabung
disediakan ruang untuk pemisahan uap cairan. Transfer panas berjalan dengan sangat
efisien. Problem penyumbatan dan konsentrasi local yang tinggi dapat teratasi.
Koefisien transfer panas sangat besar. Ruang didalam tabung ditengah berfungsi untuk
pembakaran. Evaporator ini digunakan untuk cairan yang sangat kental, bahkan slurry.
Pemakaian panas kembali sulit dilakukan.
Evaporator jenis ini digunakan untuk mengiapkan larutan dengan viskositas tinggi atau
bahkan pasta atau pulpy. Pemanas dapat dialirkan dalam koil (internal heating), jaket
pada shell (external heating) (sumber: Sattler and Feindt, 1995, Thermal Separation
Processes).
Catatan:
Pada saat sekarang, kebanyakan industri menggunakan evaporator tipe vertical tube
evaporator dan agitated film evaporator. Pada industri susu (atau bahan makanan/dairy
yang sensitive terhadap panas), banyak digunakan falling film evaporator.
Pada sub-bab dibelakang akan dibahas secara khusus tentang falling film evaporator.
Seperti telah diuraikan diatas, pada falling film evaporator cairan mengalir kebawah
berbentuk film dipermukaan dalam tabung karena gaya gravitasi dan gesekan uap yang
juga mengalir kebawah. Steam pemanas mengalir dalam shell/diluar pipa. Alat ini
dianggap cocok untuk evaporasi bahan-bahan yang snsitif terhadap panas dan suhu
tinggi, misalnya: susu.
Pada falling film evaporator, luas permukaan transfer panas tiap volume cairan dalam
evaporator sangat besar. Artinya, perbandingan luas transfer panas tiap volume cairan
dalam evaporator sangat tinggi. Luas transfer panas yang besar menyediakan fasilitas
untuk perpindahan panas yang besar, sedangkan volume cairan dalam evaporator yang
kecil berarti waktu tinggal cairan dalam evaporator kecil sehingga kerusakan bahan
dapat diminimalkan.
b. Pipa dengan ID = 2 cm, panjang 300 cm, tebal film = 0,2 cm.
Luas permukaan pipa = π.(ID).L = π (2)(300) = 600 π cm2
Volum ≈ π.(ID).L x 0,2 = π(2)(300)(0,2) = 120 π cm3
Perbandingan (luas/volume) = (600 π)/(120 π) = 5/cm.
Evaporator masa kini umumnya harus bekerja dengan beda suhu pemanas dan cairan
(∆t) yang kecil, dalam rangka memaksimumkan pemakaian kembali panas yang dibawa
oleh uap yang terbentuk. Nilai ∆t yang kecil ini mengakibatkan konveksi alamiah (natural
convection) tidak berjalan baik (ingat: nilai koefisien transfer panas pada konveksi
alamiah tergantung ∆t!). Sehingga evaporator yang bekerja berdasarkan konveksi
alamiah tidak cocok digunakan. Dengan falling film evaporator, meskipun ∆t kecil, gerak
cairan tetap baik karena adanya gaya berat, sehingga nilai koefisien transfer panasnya
tetap tinggi, meskipun ∆t-nya kecil. Perlu diperhatikan bahwa evaporator jenis forced
convection kurang cocok untuk larutan susu, karena: (a). akan memerlukan biaya
pemompaan, dan (b). sirkulasi aliran akan terlalu banyak sehingga kemungkinan ada
cairan yang tinggal terlalu lama dalam evaporator, yang dapat menyebabkan kerusakan
susu. Pada falling film evaporator, tidak ada sirkulasi cairan.
Beda suhu, ∆t, yang kecil akan mengakibatkan luas transfer panas yang diperlukan
menjadi besar, sesuai dengan persamaan:
Q
A=
U .∆t
Jika penambahan A dilakukan dengan penambahan jumlah lubang, maka jumlah cairan
yang melewati tiap pipa akan terlalu sedikit. Hal ini mengakibatkan ada sebagian
permukaan pipa yang tidak tertutup cairan, atau tertutup cairan dengan ketebalan
terlalu kecil. Akibat kecepatan penguapan yang besar, dapat terjadi pemadatan
dipermukaan pipa (susu menjadi rusak) dan pada akhirnya terjadi scaling (pengotoran).
Jadi, penambahan luas permukaan sebaiknya dilakukan dengan memperpanjang pipa,
bukan dengan menambah jumlah pipa. Pada saat ini, panjang pipa evaporator dapat
mencapai 15 m, dengan ∆t ≈ 2oC. Sekitar 20 tahun yang lalu, panjang pipa evaporator
hanya sekitar 3 atau 4 m, dengan ∆t ≈ 15oC.
Mengingat jumlah cairan yang lewat pipa tidak boleh terlalu kecil, maka kapasitas
operasi falling film evaporator tidak boleh diubah/dikurangi terlalu banyak, sehingga
evaporator jenis ini kurang fleksibel terhadap perubahan kapasitas operasi.
Falling film evaporator harus beroperasi pada level coverage coefficient tertentu.
Untuk mempertahankan coverage coefficient pada tingkat tertentu pada jumlah cairan
kecil, bisa digunakan sistem sirkulasi, dimana sebagian produk yang keluar dari bawah
pipa diumpankan kembali kebagian atas tabung. Dengan sistem ini, jumlah cairan yang
melewati pipa cukup besar. Sisi negatifnya adalah: ada sejumlah cairan yang mengalami
sirkulasi berkali-kali sehingga kemungkinan terlalu lama mengalami pemanasan dan
akan rusak.
• Sistim dinamis
• Sistim statis
Pada sistem dinamis (lihat gambar dibawah), distribusi aliran dicapai dengan
penyemburan melalui nozzle, dan juga diakibatkan oleh flashing (penguapan cepat) dari
cairan keluar nozzle (ingat: umpan evaporator biasanya pada keadaan cair lewat jenuh,
khususnya yang berasal dari evaporator sebelumnya yang tekanannya lebih tinggi).
Penyemburan oleh nozzle ini didorong oleh pressure drop pada nozzle, yang nilainya
dipengaruhi oleh jumlah cairan yang lewat.
Pada sistem statis (lihat gambar diatas), umpan cairan lewat jenuh mula-mula terpisah
dari uapnya akibat flashing. Cairan masuk ke plat distributor diatas ujung-ujung pipa.
Tinggi cairan diatas plat distributor dijaga pada level tertentu. Cairan mengalir melalui
sejumlah lubang pada plat dan tepat jatuh diatas bidang diantara mulut pipa, kemudian
terdistribusi pada pipa-pipa. Pada saat yang sama, uap mengalir melalui pipa kecil tepat
diatas tabung pemanas. Uap yang keluar lewat pipa kecil ini akan mendorong cairan
cairan menempel pada dinding tabung pemanas sekaligus memberikan kecepatan awal.
Sistim statis lebih stabil terhadap perubahan kapasitas, karena jika permukaan cairan
diatas plat distribusi naik akibat kenaikkan jumlah cairan masuk, maka aliran cairan
melalui lubang juga akan bertambah cepat sehingga mencegah kenaikkan tinggi
permukaan. Demikian pula jika kapasitas turun.
Khusus pada pengolahan susu, jika susu yang akan diproses bersuhu rendah (5-10oC)
maka sebelum masuk evaporator, larutan susu perlu dipanasi terlebih dulu (pre-
heating). Preheater yang digunakan umumnya ada 3 jenis, yaitu:
b. Strigh-tube
Pipa berada diluar evaporator, meskipun panas disuplai dari steam di evaporator.
Pembersihan lebih mudah, tetapi karena pressure drop-nya lebih besar maka
diperlukan energi untuk pemompaan yang lebih besar.
c. Plate
Berada diluar evaporator, dan biasanya dipakai sebagai preheater paling awal yang
menggunakan panas dari embunan dari evaporator terakhir.
Penghematan panas pada sistim evaporasi dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Menggunakan beberapa evaporator yang disusun seri (multiple-effect
evaporators).
b. Rekompresi Uap (Vapor recompression).
a. Multiple-Effect Evaporators.
Pada prinsipnya beberapa evaporator tersusun seri dan terhubung satu dengan yang
lain, tetapi masing-masing beroperasi pada tekanan yang berbeda. Gambar dibawah
merupakan contoh dari evaporator tiga efek (triple-effect evaporators).
Pada efek terakhir, vapor line dihubungkan dengan sistim vakum, yang bisa berupa
condenser dengan pompa vakum atau jet ejector (pada gambar diatas digunakan jet
ejector).
Untuk penguapan sampai konsentrasi yang sama dengan kadar umpan yang sama,
penggunaan triple effect evaporator, dapat menghemat steam sampai 2/3-nya
dibandingkan jika digunakan evaporator tunggal. (Catatan: Kebutuhan steam pada triple
effect evaporator ≈ 1/3 x kebutuhan steam untuk evaporator tunggal).
• Forward feed: Steam pemanas masuk efek-1. Umpan (larutan encer) juga masuk ke
efek-1. Hasil efek pertama diumpankan ke efek-2 dan seterusnya. Uap dari efek-
1 digunakan sebagai pemanas di efek-2, dan seterusnya. Pompa hanya perlu
digunakan untuk mengalirkan umpan ke efek-1, dan mengeluarkan larutan pekat
dari efek terakhir.
• Backward feed: Umpan masuk ke efek terakhir, selanjutnya larutan hasil efek terakhir
dialirkan ke efek sebelumnya dan seterusnya. Pada akhirnya, produk (yaitu:
larutan pekat) dikeluarkan dari efek pertama. Steam pemanas masuk ke efek-1.
Uap hasil efek-1 digunakan sebagai pemanas pada efek-2 dan seterusnya.
Pompa perlu digunakan untuk mengalirkan larutan dari efek-n ke efek-(n-1) dan
seterusnya, karena tekanan pada efek-n (Pn) < Pn-1 < Pn-2 dan seterusnya.
• Mixed feed: Larutan encer (umpan) masuk ke efek-intermediate (ditengah), mengalir
secara forward ke efek berikutnya sampai efek terakhir. Dari efek terakhir,
larutan dialirkan balik ke efek sebelum umpan dan secara backward dialirkan
sampai ke efek pertama. Sistim ini dapat mengurangi pemakaian pompa, tetapi
masih menguntungkan karena larutan paling pekat diuapkan pada efek-1,
dimana suhunya paling tinggi.
• Parallel feed: umpan segar (larutan encer) dimasukkan secara parallel ke masing-
masing efek. Steam hanya digunakan pada efek-1. Uap hasil efek-1 digunakan
sebagai pemanas efek-2 dan seterusnya.
b. Vapor Recompression.
Pada prinsipnya, uap hasil dari evaporator dinaikkan tekannya dengan cara kompresi,
sehingga suhunya akan naik dan bisa digunakan sebagai pemanas evaporator tersebut.
Ada dua cara rekompresi uap, yaitu:
Gambar dibawah adalah contoh penggunaan TVR pada falling film evaporator dua
tingkat.
Prinsip kerja mechanical vapor recompression dapat dilihat pada gambar dibawah.
Uap yang dihasilkan dari evaporator dikompresi dengan kompresor (positive
displacement compressor atau centrifugal compressor, tergantung tekanan yang
diinginkan), sehingga suhu uap akan naik melebihi suhu didih larutan dalam
evaporator. Uap kemudian digunakan semabagi pemanas dalam evaporator.
Untuk operasi dengan tekanan dibawah 1 atm, diperlukan alat pembuat vakum. Ada dua
macam alat pembuat vakum yang dikenal secara umum, yaitu:
a. Pompa vakum
Biaya investasi lebih tinggi. Tidak memerlukan motive fluid (misalnya: steam), tetapi
memerlukan energi listrik. Jika harga energi listrik mahal, maka sebaiknya digunakan
jet ejector.
b. Jet ejector.
Pada prinsipnya berupa nozzle dengan rasio ukuran diameter tertentu. Berdasarkan
motive fluid-nya, ada dua jenis jet ejector, yaitu: (1). Steam jet ejector (digunakan
dalam sistim evaporasi bertingkat/multistage), dan (2). Water jet ejector (misalnya
digunakan dalam vacuum filter). Meskipun biaya investasi dan perawatan-nya
rendah, tetapi konsumsi steam tinggi.
Untuk mengurangi beban alat pembuat vakum, jumlah uap yang masuk alat tersebut
perlu dikurangi sebanyak-banyaknya dengan cara mengembunkannya dalam condenser.
Ada 2 jenis condenser yang sering digunakan, yaitu:
a. Mixing Condenser
Nama lain dari mixing condenser adalah barometric condenser. Pada alat ini, uap
dan air pendingin dikontakkan langsung dengan sistim semburan air.
Keuntungan: Biaya investasi dan konsumsi air pendingin rendah (sekitar 28% lebih
rendah daripada surface condenser).
Kerugian: Air dan embunan bercampur, sehingga jika terdapat kotoran terbawa dari
evaporator (misalnya entrainment), maka kotoran ini akan terbawa ke cooling tower
dan mengakibatkan kontaminasi.
b. Surface Condenser
Merupakan condenser konvensional berupa selongsong yang didalamnya terdapat
pipa-pipa (shell and tubes).
Dasar perhitungan evaporator adalah neraca massa (total dan solut) dan neraca
panas pada alat.
H s − H c = λs (2)
diperoleh:
• • • • •
q s = m s λ s = ( m f − m) H v − m f H f + m H (3)
Dimana:
A = luas permukaan perpindahan panas (heating surface).
U = koefisien perpindahan panas overall.
∆T = beda suhu antara steam dengan larutan dalam evaporator.
Catatan tambahan:
Untuk larutan NaOH, tersedia diagram entalpi-komposisi dan titik-didih-larutan vs
titik-didih-air-murni pada berbagai komposisi (disebut sebagai kurva Duhring),
seperti dibawah ini (sumber: Brown, et al., 1950).
Jawab:
Jumlah air yang harus diuapkan dapat diperoleh dari neraca massa air. Jumlah solut (NaOH)
bebas air = 0,20x20.000 lb/jam = 4.000 lb/jam. Jumlah air pada umpan = (80/20) = 4 lb-
air/lb-solute (bebas air); pada larutan pekat keluar = (50/50) = 1 lb-air/lb-solute (bebas air).
Jumlah air yang diuapkan = (4-1) = 3 lb-air/ lb-solut, sehingga total jumlah air yang harus
diuapkan,
• •
mv = (m f − m) = 3 lb-air/lb-solut x 4.000 lb-solut/jam = 12.000 lb-air/jam.
• Konsumsi steam:
Dari grafik Duhring-1, suhu didih larutan NaOH 50% pada tekanan 100 mmHg adalah, T =
197oF. Dari steam table, diperoleh suhu didih air (murni) pada tekanan 100 mmHg adalah,
Tbp = 124oF. Kenaikan titik didih (boiling point rise = boiling point elevation), ∆Tbp = BPR =
(197-124)oF = 73oF.
Entalpi uap hasil evaporasi, pada 100 mmHg (1,93 psig) dan 197oF; dapat diperoleh dari
steam table, H v = 1149 Btu/lb.
Panas laten penguapan pada 20 psig (1,37 atm-gauge), juga dapat dibaca pada steam table,
λ s = 939 Btu/lb.
Panas yang ditransfer (menggunakan persamaan 3),
• • • •
q s = ( m f − m) H v − m f H f + m H
= (20.000-8.000) x 1149 – 20.000 x 55 + 8.000 x 221 = 14.456.000 Btu/jam.
• Ekonomi:
Ekonomi dari evaporator = 12.000 lb-uap diproduksi/15.400 lb-steam = 0,78.
dimana:
Cpf = panas spesifik larutan umpan
Cp = panas spesifik larutan pekat dari evaporator (thick liquor)
Cpw = panas spesifik air
q1 q2 q3
A= = = (13)
U 1 ∆T1 U 2 ∆T2 U 3 ∆T3
Contoh soal:
Sebuah triple effect evaporator dipakai untuk memekatkan suatu larutan. Kenaikan titik didih
larutan terhafdap perubahan konsentrasi tidak begitu besar, sehingga beban panas pada tiap
evaporator dapat dianggap sama. Suhu steam yang digunakan pada efek pertama adalah
108,3oC, sedangkan titik didih larutan pada efek terakhir diketahui 51,7oC. Koefisien transfer
panas overall (dalam W/m2-oC) pada efek pertama, kedua dan ketiga masing-masing adalah
2800, 2200 dan 1100. Berapakah kira suhu didih larutan pada efek pertama dan kedua?
Pada multiple efek evaporator: A1= A2= A3= A; dan khusus untuk kasus ini: q1 = q2 = q3 = q.
1 q 1 q 1 q
∆T1 = ; ∆T2 = ; ∆T3 = (15.a, b, c)
U1 A U2 A U3 A
1 1 1 q
(∆T1 + ∆T2 + ∆T3 ) = ∆Ttotal = + + ,
U1 U 2 U 3 A
atau:
q ∆Ttotal
= (16)
A 1 1 1
+ +
U1 U 2 U 3
1 1 1
∆Ttotal ∆Ttotal ∆Ttotal
U ; U 2 ; U
∆T1 = 1 ∆T2 = ∆T3 = 3
(17.a, b, c)
1 1 1 1 1 1 1 1 1
+ + + + + +
U1 U 2 U3 U1 U 2 U 3 U1 U 2 U3
1 o 1 o
56,6 C 56,6 C
∆T1 = 2800 = 11,9oC; ∆T2 = 2200 = 14,9oC
1 1 1 1 1 1
+ + + +
2800 2200 1100 2800 2200 1100