Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN

KADER DALAM PENGGUNAAN METODE SKORING TB UNTUK


MENDETEKSI DINI KASUS TB ANAK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS I CILONGOK

Laporan Mini Project

Oleh :
Dokter Internsip Puskesmas I Cilongok – RSUD Ajibarang
Angkatan VI Tahun 2019

PUSKESMAS I CILONGOK
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS
JAWA TENGAH
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan laporan World Health
Organization (WHO), Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyakit
pada anak dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Dikatakan
bahwa TB merupakan salah satu dari tiga penyakit infeksi yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas terbanyak di seluruh dunia dan merupakan peringkat
kedua penyebab kematian karena infeksi setelah HIV/AIDS. Dalam laporan WHO
tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB tahun 2012 dimana 1,1 juta
orang (13%) diantaranya adalah pasien dengan HIV positif. Indonesia berpeluang
mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian akibat TB menjadi
setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan data tahun 1990. Angka
prevalensi TB pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000 penduduk, pada tahun
2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak di antara seluruh


ksus TB secara global mencapai 6% atau 530.000 pasien TB anak pertahun, atau
sekitar 8% dari total kematian yang disebabkan TB. Meningkatnya kasus TB
pada anak diperkirakan berkaiatan dengan kesulitan dalam menegakkan diagnosis.
Salah satu diantaranya adalah, kesulitan mendapatkan M.Tuberculosis sebagai
kuman penyebab. Tuberkulosis anak adalah suatu penyakit sistemik sehingga
dapat mengenai organ mana saja dalam tubuh, terutama akibat penyebaran secara
hematogen. Penyakit tuberkulosis pada anak berpotensi menimbulkan berbagai
persoalan, mulai dari kasus gagal tumbuh, kecacatan, bahkan kematian,
tergantung pada organ tubuh yang diserang serta beratnya kasus. Sumber
penyebaran tuberkulosis umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil
tahan asam positif, faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik, sehingga penanggulangan tuberkulosis ditekankan pada
pengobatan tuberkulosis dewasa. Akibatnya penanganan tuberkulosis anak kurang
diperhatikan.

Gambaran klinis tuberkulosis terutama pada anak tidak selalu spesifik


sehingga sering sukar untuk mendiagnosis tuberkulosis secara klinis, Sebagian
besar (65 %) kasus tuberkulosis ditemukan karena uji tuberkulin yang dikerjakan
secara rutin, Diagosis dini tuberkulosis anak sangat penting untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian. Diagnosis pasti tuberkulosis pada anak
dilakukan dengan menemukan mycobacterium (MTB) dari bahan seperti sputum,
bilasan lambung, biopsi, dan lain- lain. Akan tetapi, pemeriksaan ini sulit dan
jarang didapat sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak berdasarkan
pemeriksaan gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji tuberkulin. Karena
sulitnya mendiagnosis tuberkulosis pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang
diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan
undertreatment. Berbagai kemajuan teknologi telah memberi dukungan sebagai
penunjang diagnosis. Untuk mendiagnosis TB disarana yang memadai, sistem
skoring hanya digunakan sebagai uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan
pemeriksaan penunjang lainnya, seperti bilas lambung (BTA dan kultur
M.tuberkulosis), patologi anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal, CT-scan,
funduskopi, serta pemeriksaan radiologis untuk tulang dan send Namun, pada
sarana pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas, penerapan teknologi sebagai
penunjang diagnosis TB pada anak tidak mungkin dilakukan. Karena itu, sistem
skoring sebagai alternatif untuk menegakkan diagnosis sangat mungkin untuk
diterapkan.

Pada tahun 2007, IDAI bekerja sama dengan Kemenkes RI dan di dukung
WHO, membentuk kelompok kerja TB anak (Pokja TB anak). Salah satu tugasnya
adalah mengembangkan sistem skoring yang baru untuk meningkatkan sensitifitas
dan spesifisitas diagnosis TB pada anak. Sistem skoring dikembangkan terutama
untuk penegakkan diagnosis TB anak pada sarana kesehatan dengan fasilitas yang
terbatasi. Pada penelitian ini menggunakan kriteria dengan sistem skoring yang
dikembangkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia bekerja sama dengan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan di dukung WHO

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan


masalah “ Bagaimanakah pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan
kader dalam penggunaan metode skoring TB untuk mendeteksi dini kasus TB
anak di Kecamatan Cilongok? ”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan penemuan suspek Tuberkulosis pada anak
di Kecamatan Cilongok sehingga dapat memperoleh terapi segera guna
memutus rantai penularan Tuberkulosis.
2. Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi tingkat kemampuan kader dalam penggunaan
metode skoring TB guna mendeteksi dini kasus TB anak
- Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kader tentang penyakit TB anak
- Meningkatkan wawasan dan pengetahun kader mengenai TB pada
anak
- Meningkatkan angka penemuan suspek TB anak di masyarakat
menggunakan sistem skoring TB
- Metode deteksi dini kasus TB pada anak guna menekan angka
morbiditas dan mortalitas akibat TB anak.
- Menekan angka penyebaran TB pada penderita TB Paru dewasa ke
anak

D. Manfaat Pnelitian
1. Manfaat bagi Puskesmas
- Sebagai bahan informasi bagi puskesmas untuk meningkatkan angka
penemuan suspek TB anak di Puskesmas I Cilongok.
- Memberikan kontribusi data pada puskesmas sebagai evaluasi
program promosi kesehatan khususnya untuk kasus TB anak di
Puskesmas I Cilongok
- Sebagai masukan dalam upaya untuk meningkatkan promosi
kesehatan terkait penyakit TB anak di wilayah kerja Puskesmas I
Cilongok.
2. Manfaat bagi Kader
- Meningkatkan pengetahuan kader mengenai penyakit TB anak
- Meningkatkan peran serta kader dalam penemuan kasus TB pada anak
menggunakan metode skoring TB.
3. Manfaat bagi Masyarakat
1) Meningkatkan kewaspadaan serta pengetahuan masyarakat mengenai
kasus TB pada anak melalui kader-kader desa.
2) Membantu penderita agar memperoleh pengobatan secara dini apabila
dicurigai atau terbukti menderita TB anak.
3) Mengurangi dan memutus rantai penularan TB di masyarakat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tuberkulosis
A. Definisi

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik


yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian
besar kuman TBC menyerang paru, 85% dari seluruh kasus TBC adalah
TBC paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit,
tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya.

B. Epidemiologi

Pada tahun 2009, 9,4 juta (137 per 100.000) kasus baru TB terjadi di
seluruh dunia. 81% dari total keseluruhan kasus yang terjadi di seluruh

dunia terdapat pada 22 High Burden Countries. Lima negara dengan angka


kasus baru terbesar pada tahun 2009 meliputi India (1,6-2,4 juta), China
(1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4- 0,59 juta), Nigeria (0,37-0,55 juta) dan
Indonesia (0,35-0,52 juta).. Indonesia menyumbang sekitar 4,3% dari total
jumlah pasien TB didunia. Pada tahun 2015, angka notifikasi kasus (case
notification rate/CNR) kasus TB di Indonesia sebesar 117 per 100.00
penduduk. Menurut perkiraan antara tahun 2000-2020 kematian karena TB
meningkat sampai 35 juta orang.

Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara


berkembang, karena jumlah anak berusia di bawah 15 tahun adalah 40-50%
dari jumlah seluruh populasi. Dari rata-rata 9 juta kasus TB tiap tahunnya,
diperkirakan 11% terjadi pada anak-anak di bawah umur 15 tahun. Dan 75%

kasus TB yang terjadi pada anak-anak ditemukan di 22 High   Burden

Countries (yang keseluruhan kasusnya mencapai 80% dari total kasus TB di


dunia). Berdasarkan laporan dari WHO tahun 2010, pada tahun 2009
tercatat sedikitnya 19.501 kasus tuberkulosis pada anak laki-laki umur 0-14
tahun dan 28.134 kasus pada anak perempuan.
Grafik 1.
CASE NOTIFICATION RATE (CNR) TUBERKULOSIS PER 100.000 PENDUDUK
INDONESIA

100.000 PENDUDUK DI INDONESIA

Case Notification Rate TB semua kasus di Indonesia sampai dengan triwulan 3 tahun
2013 sebesar 96 per 100.000 penduduk. Provinsi Papua menempati posisi teratas yaitu
sebesar 442 dan untuk DI Yogyakarta menempati posisi paling bawah sebesar 55 per
100.000 penduduk

Sumber : Ditjen PPPL, Kemkes RI: Laporan Kinerja Triwulan III Tahun 2013

C. Etiologi dan Penularan

Agen tuberkulosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium


africanum, merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili
Mikobakteriaseae. Biasanya yang sering menyerang manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis. Ciri-ciri kuman berbentuk batang lengkung,
gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1-4
μm dan tebal 0,3-0,6 μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan
pemanasan sinar matahari dan ultra violet. Mikobakterium ini tumbuh
paling baik pada suhu 37 – 41 ºC, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya
bakterisid antibodi dan komplemen.

Tanda khas mikobakterium adalah ketahanan asamnya, kapasitas


membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti
kristal violet, karbolfukhsin, auramin, dan rodamin. Sifatnya aerob obligat,
hal ini menunjukan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigen. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak,
sehingga membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan merupakan faktor
penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.

Cara penularan TB :
- Sumber penularan adalah pasien TB dengan BTA positif.
- Pada waktu bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.

- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak


berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan dan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, pasien tersebut makin mudah menularkan ke orang
lain.
- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
D. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman keluar menjadi


droplet nuclei dalam udara sekitar saat penderita batuk atau bersin. Partikel
infeksious ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung
pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana yang gelap dan lembab, kuman dapat bertahan berhari-hari
bahkan hingga berbulan-bulan. Bila partikel ini terhirup oleh orang sehat
maka ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang
tuberkulosis kecil yang disebut sarang primer atau fokus Ghon. Sarang ini
dapat terbentuk di setiap bagian jaringan paru dan sering menyerang pada
daerah apeks paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran KBG
hilus (limfadenitis regional)
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi :
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya >5mm dan ±10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi
lagi karena kuman yang dorman.
- Berkomplikasi dan menyebar secara :
1. Perkontinuitatum, yaitu menyebar ke sekitarnya.
2. Bronkogen, yaitu menyebar ke paru yang bersangkutan maupun
paru di sebelahnya.
3. Limfogen dan hematogen, yaitu menyebar ke organ-organ lainnya

Reaksi jaringan dalam parenkim paru dan limfonodi intensif pada 2


sampai 12 minggu berikutnya terjadi karena hipersensitivitas jaringan.
Bagian parenkim kompleks primer sering menyembuh secara sempurna
dengan fibrosis atau kalsifikasi sesudah mengalami nekrosis perkijuan dan
pembentukan kapsul. Kadang-kadang bagian ini terus membesar,
menimbulkan pneumonitis dan pleuritis setempat.

2. Tuberkulosis post primer

Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis pada yang pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien
sensitif terhadap tuberkulin . TBC paru post primer biasanya terjadi
akibat dari infeksi laten sebelumnya. Infeksi ini dapat menimbulkan suatu
gejala TBC bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang
laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TBC
sekunder progresif menunjukkan gambaran yang sama dengan TBC primer
progresif (Icksan dan Luhur, 2008). Pemulihan spontan tidak dijumpai pada
tuberkulosis post primer dan pasien mungkin menular bagi orang lain
sebelum diterapi secara efektif. Tuberkulosis post primer biasanya terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena
daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk.
Ciri khas tuberkulosis post primer adalah kerusakan paru yang luas dan
parah .

E. Klasifikasi Prnyakit

Klasifikasi dan tipe pasien tuberkulosis :


a. Pembagian berdasarkan organ tubuh yang terkena
- Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang parenkim paru. Tidak termasuk pleura
dan kelenjar pada hilus.
- Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ selain paru, seperti selaput
otak, tulang, persendian, kelenjar limfe, dan lain-lain. Pasien dengan
TB paru dan TB ekstra paru diklasifikasikan sebagai TB paru.
b. Pembagian berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
ditujukan terutama pada TB paru.
- Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi
Sewaktu) hasilnya BTA positif.
- Tuberkulosis BTA negatif
Kriteria TB paru negatif harus meliputi :
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS dengan hasil BTA negatif
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif foto toraks abnormal sesuai dengan
gambaran tuberkulosis
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan Catatan : pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan
dahak tidak dapat diklasifikasikan sebagai BTA negatif, lebih baik
dicatat sebagai “pemeriksaan dahak tidak dilakukan”.
c. Pembagian berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
− Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 4 minggu. Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif.
− Kasus yang sebelumnya diobati
 Kasus kambuh : pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(kultur atau apusan).
 Kasus setelah putus berobat (default) : pasien TB yang putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif .
 Kasus setelah gagal : pasien TB yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
d. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TBC lain untuk melanjutkan pengobatannya.

F. Gejala Klinis

Gejala umum pada TB anak adalah sebagai berikut :


a. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain),
yang dapat disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak
tinggi.
b. Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
c. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi yang adekuat.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak
naik dengan adekuat.
e. Lesu atau malaise.
f. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare

G. Faktor Risiko
1. Umur
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa
muda. Angka pada pria selalu tinggi pada semua usia tetapi angka pada
wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur.
Infeksi pada anak tidak mengenal usia (0-14 tahun), tetapi sebagian
besar kasus terjadi pada usia antara 1 hingga 4 tahun. Hal ini disebabkan
pada usia yang sangat muda, awal kelahiran dan pada usia 10 tahun
pertama kehidupan sistem pertahanan tubuh sangat lemah. Kemungkinan
anak untuk terinfeksi menjadi sangat tinggi. Sesudah usia satu tahun
sampai sebelum masa pubertas, seorang anak yang terinfeksi dapat
berkembang menjadi TB milier atau meningitis, atau salah satu bentuk
tuberkulosis kronis yang lebih meluas, terutama mengenai kelenjar getah
bening, tulang atau penyakit persendian

2. Jenis Kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-


laki dibanding perempuan, karena kebiasaan merokok dan minum
alkohol sehingga sistem pertahanan tubuh menurun dan lebih mudah
terpapar dengan agent penyebab TB paru. Bayi dan anak kecil pada
kedua jenis kelamin sama-sama memiliki daya tahan tubuh yang lemah

3. Status Giz

Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Berbicara


mengenai penyakit TB, status gizi merupakan variabel yang sangat
berperan dalam timbulnya penyakit tersebut. TB dan kurang gizi
seringkali ditemukan secara bersamaan. Infeksi TB menimbulkan
penurunan berat badan dan penyusutan tubuh, sedangkan kekurangan
makanan akan meningkatkan risiko infeksi dan penyebaran penyakit TB
karena berkurangnya fungsi daya tahan terhadap penyakit in

4. Asi Eksklusif

Bayi baru lahir secara alamiah mendapatkan immunoglobulin/ zat


kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta. Namun immunoglobulin
ini cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Tubuh bayi sendiri
baru memproduksi zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar
protektif pada waktu usia 9-12 bulan. Pada saat kadar imun bawaan
menurun, sedangkan sistem imun yang dibentuk oleh tubuh bayi belum
mencukupi maka terjadi kesenjangan imun pada bayi. Hal ini akan
berkurang apabila bayi diberi ASI. Di dalam ASI mengandung zat
kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
bakteri, virus, parasit dan jamur

5. Imunisasi BCG

BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan

virulensinya (attenuated).  Kontroversi dari penggunaan vaksin tersebut


dalam mencegah penyakit TB hingga kini masih dipertanyakan. Efikasi
dari vaksin tersebut berkisar antara 0-80% pada beberapa penelitian yang
dilakukan di berbagai belahan dunia. Alasan dari variasi efikasi ini sangat
beragam, termasuk di antaranya perbedaan tipe BCG yang digunakan di
beberapa wilayah, perbedaan strains M.tuberkulosis di berbagai daerah,
perbedaan level keterpaparan dan status imunitas terhadap Mikobakteria,
dan perbedaan praktek/ pelaksanaan imunisasi .
Meskipun terdapat kontroversi terhadap pemberian vaksin BCG,
terutama dalam hal kemampuan perlindungan terhadap serangan TB, ada
kesepakatan bahwa pemberian BCG dapat mencegah timbulnya
komplikasi seperti radang otak atau meningitis yang diakibatkan oleh TB
pada anak. Dengan demikian, BCG masih bermanfaat khususnya dalam

mencegah timbulnya cacat pascameningitis. Dengan alasan tersebut The

WHO Expanded Programme on Immunization  tetap merekomendasikan


vaksinasi BCG pada bayi segera setelah lahir terutama pada negara
dengan prevalensi TB tinggi.

6. Kondisi Sosial Ekonomi

Lebih dari 95% kasus yang terjadi pada negara berkembang berasal
dari keluarga yang miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB
bersifat timbal balik, TB merupakan penyebab kemiskinan dan karena
miskin maka manusia rentan terkena TB.
7. Lingkungan

Semakin banyak orang yang tinggal dalam satu ruangan,


kelembapan semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari
pernapasan maupun keringat. Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi
pergantian udara dalam rumah serta mengurangi kelembapan. Ventilasi
mempengaruhi proses dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan
konsentrasi kuman TB dan kuman lainnya yang berada dalam ruangann
selain itu ventilasi juga dapat mengurangi jumlah percikan. Rumah sehat
memerlukan cahaya cukup, terutama cahaya alam yang erasal dari
matahari, yang terdiri antara lain dari ultraviolet.

H. Diagnosis Tuberkulosis Anak

Diagnosis TBC pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, kesulitan
menegakkan diagnosis disebabkan 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman

(paucibacillary), dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum) Pada anak-


anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak
biasanya sulit, maka diagnosis TBC anak perlu kriteria lain dengan
menggunakan sistem skor. Monitoring atau pemantauan kemajuan anak
dengan terapi TBC dapat dilihat dengan: peningkatan berat badan, anak lebih
aktif, ada perbaikan klinis seperti penurunan panas dan keluhan batuk.

Sistem Skoring TB pada Anak

Pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak dengan
BTA positif. Adanya riwayat kontak dengan penderita TB dewasa dengan
BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya bagi orang di
sekitarnya. Parameter kedua adalah penurunan berat badan dalam dua bulan
berturut-turut. Umumnya, penderita TB anak mempunyai berat badan di
bawah garis merah atau bahkan gizi buruk. Parameter selanjutnya adalah
demam yang merupakan tanda umum adanya infeksi. Yang dimaksud demam
di sini adalah demam lama (>2minggu) yang tidak diketahui penyebabnya,
atau bukan suatu demam akibat demam tifoid dan bukan akibat malaria.
Parameter keempat adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu
(batuk kronik). Pembesaran kelenjar limfe di daerah leher, aksila atau
inguinal dapat menjadi tanda adanya TB anak. Terlebih jika pembesaran
tersebut sudah berubah menjadi skrofuloderma (ditandai oleh masa yang
padat, sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi, dan
tidak beraturan, serta sikatriks) yang merupakan tanda spesifik dari TB.

Tabel 1. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang

TBC
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa:

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.


2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti asma, sinusitis, dan lain-lain.

3. Jika dijumpai skrofuloderma (TBC pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.

4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname) →


dilampirkan tabel berat badan.

5. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TBC anak.

6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TBC anak.

7. Anak didiagnosis TBC jika jumlah skor >6 (skor maksimal 14).

8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi


lebih lanjut.

I. Pengobatan Tuberkulosis Anak

Prinsip dasar pengobatan TBC adalah minimal 3 macam obat dan


diberikan dalam waktu 6 bulan. Obat Anti Tuberkulosis pada anak diberikan
setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus
disesuaikan dengan berat badan anak

Tabel 2. Dosis OAT Kombipak pada Anak

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-19 kg BB 20-32 kg


Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Tabel 3. Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap pada Anak

Berat Badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150) 4 bulan tiap hari RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa:

1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit.


2. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

3. Anak dengan BB ≥ 33 kg, dirujuk ke rumah sakit.

4. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.

5. OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum
Tabel 3. Alur Pemberian OAT pada Anak berdasarkan

Scoring TB

Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan pada orang
dewasa, tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian:

1. Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan
setiap hari.
2. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak (Anonim, 2006).
Profilaksis Primer

Pemberian profilaksis primer bertujuan untuk mencegah infeksi TB,


dengan kriteria sebagi berikut :

− Kontak (+), Infeksi (-) dengan hasil uji tuberkulin negatif


− Obat: INH 5 - 10 mg/kgBB/hari

− Selama kontak ada: kontak harus diobati

− 3-6 bulan

− Ulang uji tuberkulin:

− Negatif: berhasil, stop INH

− Positif: gagal, lacak apakah infeksi atau sakit TB

Profilaksis Sekunder

− Mencegah sakit TB: paparan (?), infeksi (+), sakit (-)


− Uji tuberkulin positif

− Populasi risiko tinggi: balita, pubertas, penggunaan steroid yang lama,


keganasan, infeksi khusus: campak, pertussis

− Obat: INH 5 - 10 mg/kgBB/hari

− Lama pemberian : 6-12 bulan


2. Penyuluhan
A. Pengertian

Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan


melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian
kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran
serta aktif individu, kelompok, atau masyarakat untuk memecahkan masalah
dengan memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya setempat.
Selanjutnya, penyuluhan gizi dapat diartikan sebagai suatu pendekatan edukatif
untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
peningkatan derajat kesehatan dan mempertahankan gizi baik.

B. Metode Penyuluhan

Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode


penyuluhan ada 3 (tiga) yaitu:

a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun tidak


langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena
sasaran dapat langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus
dari penyuluh.

Kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai
kurang efektif, karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi
dan membimbing sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan
banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama.

b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Metode ini


cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan
kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Salah satu cara efektif
dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah. Dalam
pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil seperti transfer
informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan interaksi kelompok yang
memberi kesempatan bertukar pengalaman. Namun pada metode ini terdapat
kesulitan dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.

c. Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang banyak.


Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, tapi
terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan saja. Metode
pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan tapi, jarang bisa
mewujudkan perubahan perilaku

C. Media Penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari


media karena melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk
dipahami. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas
informasi, dan mempermudah pengertian. Media promosi kesehatan pada
hakikatnya adalah alat bantu promosi kesehatan. Dengan demikian, sasaran
dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan mampu memutuskan
mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.

Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media


dibagi menjadi 3 (tiga) yakni:

a. Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yaitu:

1) Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan kesehatan


dalam bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi gambar
peragaan dan dibaliknya berisi informasi yang berkaitan dengan
gambar tersebut.
2) Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan
maupun gambar.
3) Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau simbol
untuk menyampaikan pesan/ informasi kesehatan.
4) Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk kalimat,
gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat.
5) Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
6) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan
suatu masalah kesehatan.
7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
b. Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan memiliki jenis yang berbeda, antara lain:
1) Televisi: penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk
sandiwara, diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan.
2) Radio: penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya jawab,
sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.
3) Video: penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video
yang berhubungan dengan kesehatan.
4) Slide dan Film strip
c. Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan
pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan kesehatan yang
ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum.
3. Kader Kesehatan
A. Pengertian

Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat, yang


dipilih oleh masyarakat sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi
penyelenggara di Desa siaga, Kader merupakan tenaga masyarakat yang
dianggap paling dekat dengan masyarakat. Pada kader kesehatan masyarakat
itu seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga
memungkinkan karena untuk membaca, menulis, dan menghitung secara
sederhana. Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap
masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat
kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan
oleh para pembimbing dalam jalinan kerja dari sabuah tim kesehatan. Para
kader kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja secara full time atau
part time dalam bidang pelayanan kesehatan, dan mereka tidak dibayar
dengan uang atau bentuk lainnya. oleh masyarakat setempat atau oleh
puskesmas.

B. Karakteristik Kader Posyandu

Kader posyandu dipilih secara sukarela dari anggota masyarakat yang


bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan posyandu
secara sukarela. Kriteria kader posyandu antara lain diutamakan berasal dari
anggota masyarakat setempat, dapat membaca dan menulis huruf latin,
mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak masyarakat, serta bersedia
bekerja secara sukarela, memiliki kemampuan dan waktu luang.

Karakteristik kader posyandu adalah keterangan mengenai diri kader


posyandu yang meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan,
pekerjaan,pengalaman, pengetahuan, perilaku, sikap, status kesehatan dan
status sosial ekonomi

C. Tugas Kegiatan Kader

Tugas kegiatan kader akan di tentukan, mengingat bahwa pada


umumnya kader bukanlah tenaga professional melainkanhanya membantu
dalam pelayanan kesehatan. Hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang
diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Nugroho (2008)
menyebutkan adapun kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter dan
semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang
menyangkut didalam maupun di luar posyandu antara lain:
a. Kegiatan yang dilakukan kader Posyandu antara lain 1) Melaksanakan
pendaftaran; 2) Melaksanakan penimbangan bayi dan balita; 3) Melaksanakan
pencatatan hasil penimbangan; 4) Memberikan penyuluhan; 5) Memberi dan
membantu pelayanan; 6) Merujuk.
b. Kegiatan yang dapat dilakukan diluar Posyandu KB-kesehatan adalah 1)
bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan
penanggulangan diare; 2) mengajak ibu-ibu untuk dating pada hari kegiatan
Posyandu; 3) kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai
dengan permasalahan yang ada: pemberantasan penyakit menular; penyehatan
rumah; pembersihan sarang nyamuk; pembuangan sampah; penyediaan sarana
air bersih; menyediakan sarana jamban keluarga; pembuatan sarana
pembuangan air limbah; pemberian pertolongan pertama pada penyakit; P3K;
dana sehat; kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.

D. Keaktifan Kader Kesehatan

Kader kesehatan adalah perwujudan peran aktif masyarakat dalam


pelayanan terpadu. Keaktifan merupakan suatu kegiatan atau kesibukan.
Keaktifan kader kesehatan dapat diasumsikan bahwa kader kesehatan yang
aktif melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, maka kader kesehatan tersebut termasuk dalam kategori
yang aktif. Namun, apabila kader kesehatan tidak mampu melaksanakan
tugasnya maka mereka tergolong yang tidak aktif .

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
univariat.
B. Ruang Lingkup Kerja
Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok pada bulan Februari 2019.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian


(1) Variabel bebas : Penyuluhan tentang penggunaan sistem skoring TB anak

Definisi : Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan dimana terdapat


hubungan timbal balik antara dua orang individu
(penyuluhan dan klien) untuk mencapai pengertian
mengenai penyakit serta penggunaan skoring TB anak

(2) Variabel terikat : Tingkat pengetahuan kader dalam penggunaan metode


skoring TB anak

Definisi : Jenjang atau peringkat kemampuan responden dalam


memahami dan mengetahui penyakit serta penggunaan
metode skoring TB anak

D. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan adalah seluruh kader di wilayah kerja Puskesmas I


Cilongok, sedangkan sampel yang diambil adalah kader yang hadir pada
pertemuan kader di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok. Teknik pengambilan
sampling dilakukan dengan teknik incidental sampling.

1. Kriteria Inklusi
a. Kader yang bersedia menjadi subjek penelitian
b. Kader yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
2. Kriteria Eksklusi
a. Kader yang tidak hadir pada pertemuan rutin
b. Kader yang tidak mengikuti rangkaian acara pre-test, penyuluhan, dan post-
test secara lengkap
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah pengumpulan data secara primer dalam
kegiatan pertemuan kader di wilayak kerja Puskesmas I Cilongok. Instrumen
penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertulis mengenai sistem
skoring TB pada anak. Data diperoleh dari pengisian kuesioner pre-test dan post-
test yang telah disiapkan. Pengetahuan responden dinilai dari jawaban responden
pada kuesioner, dimana tiap item jawaban benar diberi nilai 1, jawaban salah -1,
dan jawaban salah 0. Tingkat pengetahuan dikelompokkan berdasarkan cut-off
dari rerata skor post-test. Interpretasi diatas cut-off menunjukkan pengetahuan
baik, nilai dibawah cut-off menunjukkan pengetahuan yang kurang.

F. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
- Mendiskusikan dengan penanggung jawab kegiatan Puskesmas I
Cilongok mengenai permasalahan kesehatan yang masih menjadi
prioritas pemecahan masalah.
- Menentukkan topik permasalahan yakni penemuan kasus TB pada anak
- Melakukan koordinasi dengan programer
- Menyiapkan alat penelitian berupa kuesioner.
2. Pelaksanaan
- Menentukan target yang akan diberikan penyuluhan.
- Melaksanakan pre-test menggunakan kuesioner
- Melaksanakan penyuluhan mengenai penggunaan sistem skoring TB anak
- Melaksanakan post-test menggunakan kuesioner.
Kader di wilayak kerja Puskesmas I Cilongok
3. Tahap evaluasi
Populasi Target
- Melakukan anaslisa data pada hasil kuesioner
- Penyusunan laporan penelitian
Kader yang hadir pada pertemuan
Populasi
kader di Puskesmas I Cilongok
Sumber
G. Rancangan Penelitian
Kriteria Inklusi
Insidental Sampling
Kriteria Eksklusi
Sampel

Pre-test

Penyuluhan

Post-test

Data

Analisis Data
Tabel 4. Rancangan Penelitian

H. Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang
dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase. Hasil penelitian dapat dinyatakan dalam
bentuk distribusi frekuensi pengetahuan kader pre-test dan post-test

penelitian.

I. Analisa Data

Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang


dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase. Hasil penelitian dapat dinyatakan
dalam bentuk distribusi frekuensi pengetahuan kader pre-test dan post-test
BAB IV
PELAKSANAN KEGIATAN

A. Lokasi dan Waktu Kegiatan


1. Lokasi
Kegiatan penyuluhan dilakukan di Aula Puskesmas I Cilongok
2. Waktu
Pertemuan kader di willayah kerja Puskesmas I Cilongok yang dilaksanakan
pada 6 Maret 2019
B. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan yang dilakukan diantaranya :
1. Pre-test
Pengisian kuesioner yang diawalii dengan informed consent secara lisan,
pengisian identitas, dan kuesioner pre-test. Pengisian dilakukan mandiri oleh
responden, namun jika responden tidak dapat membaca pengisian jawaban
dibantu oleh peneliti tanpa merubah pilihan jawaban dari responden
2. Pembagian leaflet dan kartu skoring TB anak
Kegiatan pembagian leaflet dan kartu skoring meliputi penjelasan penyakit
serta metode skoring TB pada anak, dilakukan saat penyuluhan berlangsung.
Leaflet diberikan kepada tiap responden bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan responden terhadap penyakit TB pada anak, sedangkan kartu
skoring TB anak nantinya digunakan sebagai media untuk menemukan suspek
TB anak di masyarakat.
3. Penyuluhan (penyampaian materi)
Kegiatan ini adalah komunikasi 1 arah untuk meningkatkan pengetahuan
kader tentang penyakit TB khususnya TB pada anak serta bagaimana cara
penggunaan sistem skoring TB anak untuk mendeteksi dini kasus TB pada
anak. Penyuluhan berisi tentang materi penyebab, cara penularan, gejala,
pengobatan, dan pencegahan Tuberkulosis pada anak, serta mengajak kader
untuk ikut serta berperan aktif dalam penanggulangan dan penjaringan
penderita TB.
4. Sesi Tanya jawab
Kegiatan ini adalah komunikasi 2 untuk memberikan kesempatan
responden menanyakan hal yang masih beum jelas saat sesi penyuluhan.
5. Post-test
Responden diberikn beberapa pertanyaan yang sama untuk mengukur
pemahaman setelah diberikan penyuluhan. Pengisian dilakukan mandiri oleh
responden, namun jika responden tidak dapat membaca pengisian jawaban
dibantu oleh peneliti tanpa merubah pilihan jawaban dari responden
C. Alur Kegiatan

Penyuluhan
Pre-test Pembagian Leaflet (Penyampaian
materi)

Post-test Sesi Tanya Jawab

Gambar 1. Alur Kegiatan

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
Cilongok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyumas, Jawa
Tengah, Indonesia. Kecamatan Cilongok hanya berjarak 14 Km dari
pusat Kabupaten Banyumas. Luas wilayah Kecamatan Cilongok yakni 105,34
km² atau mengisi 7,93% dari total wilayah Kabupaten Banyumas. Jumlah
penduduknya pada 2015 tercatat mencapai 115.819 Jiwa terdiri dari 58.354
Laki-laki dan 57.465 Jiwa dengan rasio jenis kelamin 101,55. Hal tersebut
membuat Kecamatan Cilongok menempati urutan teratas dengan jumlah
penduduk terbanyak di Kabupaten Banyumas. Pusat pemerintahhnya berada
di Cilongok.

Batas – Batas Wilayah

Secara geografis Kecamatan Cilongok mempunyai batas-batas sebagai


berikut :

− Utara: Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal


− Barat: Kecamatan Pekuncen dan Kecamatan Ajibarang
− Selatan: Kecamatan Ajibarang, Kecamatan
Purwojati dan Kecamatan Patikraja
− Timur: Kecamatan Karanglewas dan Kecamatan Kedungbanteng

Secara administratif kecamatan Cilongok terdiri dari 20 desa, yakni :

1. Batuanten 19. Sokawera


2. Cikidang 20. Sudimara
3. Cilongok
4. Cipete
5. Gununglurah
6. Jatisaba
7. Kalisari
8. Karanglo
9. Karangtengah
10. Kasegeran
11. Langgongsari
12. Pageraji
13. Panembangan
14. Panusupan
15. Pejogol
16. Pernasidi
17. Rancamaya
18. Sambirata
Tabel 5. Luas Kecamatan Menurut Desa dan Penggunaan Tanah
Kecamatan Cilongok

Jumlah penduduk Kecamatan Cilongok sampai dengan 31 Desember


2018 sebanyak 140.094 jiwa, dengan rincian sebagai berikut :
Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
1. Laki-laki : 70.917 orang.
2. Perempuan : 69.177 orang
B. Hasil
Penelitian dilakukan pada 6 Maret 2019. Subjek penelitian sebanyak 56
kader dari target 60 kader, dimana masing – masing berasal dari 11
kecamatan dalam ruang lingkup wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
1. Karakteristik Responden
Tabel I. Identitas Kader
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Alamat

1 Ny. S 45 SD Ibu Rumah Tangga Soekawera


2 Ny. K 47 SMA Ibu Rumah Tangga Karanglo
3 Ny. RD 46 SMP Ibu Rumah Tangga Kr. Tengah
4 Ny. R 42 SMP Ibu Rumah Tangga Karanglo
5 Ny. K 49 S1 Ibu Rumah Tangga Kalisari
6 Ny. L 43 SMA Ibu Rumah Tangga Kalisari
7 Ny. NA 45 SMA Ibu Rumah Tangga Panembangan
8 Ny. DI 48 SMA Ibu Rumah Tangga Kalisari
9 Ny. FL 40 SMA Ibu Rumah Tangga Soekawera
10 Ny. T 30 SMP Ibu Rumah Tangga Kr. Tengah
11 Ny. J 40 SMP Ibu Rumah Tangga Kr. Tengah
12 Ny. M 43 SMA Ibu Rumah Tangga Kr. Tengah
13 Ny. R 31 SMA Ibu Rumah Tangga Cilongok
14 Ny. RA 28 SMA Ibu Rumah Tangga Soekawera
15 Ny. HD 36 SMA Ibu Rumah Tangga Cikidang
16 Ny. R 36 SMA Ibu Rumah Tangga Pernasidi
17 Ny. R 42 SMP Ibu Rumah Tangga Pernasidi
18 Ny. S 30 SD Ibu Rumah Tangga Panembangan
19 Ny. TU 26 SMP Ibu Rumah Tangga Sambirata
20 Ny. UKL 29 S1 Ibu Rumah Tangga Pernasidi
21 Ny. M 43 SMA Ibu Rumah Tangga Panembangan
22 Ny. S 50 SMP Ibu Rumah Tangga Pernasidi
23 Ny. N 34 SMA Ibu Rumah Tangga Soekawera
24 Ny. AR 28 SMP Ibu Rumah Tangga Soekawera
25 Ny. K 26 SMA Ibu Rumah Tangga Soekawera
26 Ny. R 48 SMA Ibu Rumah Tangga Kr. Tengah
27 Ny.AA 34 SD Ibu Rumah Tangga Karanglo
28 Ny. T 56 SMP Ibu Rumah Tangga Rancamaya
29 Ny. RR 39 S1 Ibu Rumah Tangga Cikidang
30 Ny. S 37 SMA Ibu Rumah Tangga Pernasidi
31 Ny. NH 42 SMA Ibu Rumah Tangga Rancamaya
32 Ny. S 49 SMP Ibu Rumah Tangga Sambirata
33 Ny. M 37 SMA Ibu Rumah Tangga Sambirata
34 Ny. NK 38 SD Ibu Rumah Tangga Sambirata
35 Ny. AA 39 SMP Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
36 Ny. Q 40 SMP Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
37. Ny. K 48 SMP Ibu Rumah Tangga Kr. Tengah
38 Ny. T 41 SD Ibu Rumah Tangga Kalisari
39 Ny. M 37 SMP Ibu Rumah Tangga Rancamaya
40 Ny. Y 36 SMP Ibu Rumah Tangga Soekawera
41 Ny. E 44 SMP Ibu Rumah Tangga Pernasidi
42 Ny. T 46 SMP Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
43 Ny. K 39 SMP Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
44 Ny. MR 42 SMP Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
45 Ny. ER 28 SMA Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
46 Ny. N 31 SMA Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
47 Ny. N 31 SMP Ibu Rumah Tangga Gn. Lurah
48 Ny. K 40 SMP Ibu Rumah Tangga Cilongok
49 Ny. K 27 SMA Ibu Rumah Tangga Karanglo
subyek pene

Tabel II. Usia Responden


No Usia Jumlah Persentase
1 20-30 tahun 7 12,50 %
2 31-40 tahun 25 44,64 %
3 41-50 tahun 24 42,85 %
Total 56 100%

Karakteristik responden berdasarkan usia, didapatkan 7 orang


(12,50 %) termasuk dalam kelompok usia 20-30, 25 orang (44,64%)
kelompok usia 31-40 tahun, 24 orang (42,85%) kelompok usia 41-50
tahun
Tabel III. Tingkat Pendidikan Responden
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 Tidak Sekolah 0 0
2 SD 7 12,50 %
3 SMP 29 51,78 %
4 SMA 17 30,36 %
5 Perguruan Tinggi 3 5,36 %
Total 56 100%
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan,
didapatkan 7 orang (12,50%) lulus Sekolah Dasar, 29 orang (51,78%)
lulus SMP, 17 orang (30,36%) lulus SMA, dan 3 orang (5,36%) lulus
perguruan tinggi.

Tabel IV. Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Jumlah Persentase


1 Ibu Rumah Tangga 56 100 %
2 Petani 0 0
3 Swasta/ Wiraswasta 0 0
4 PNS 1 0
6 Lainnya 0 0
Total 56 100%

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pekerjaan adalah 56


orang (100%) merupakan ibu rumah tangga.
2. Penilaian Soal Questioner
Tabel V. Skor Pengetahuan Responden Berdasarkan Pret-est

Skor Pre-test Frekuensi Persentase


2 2 3,57
3 0 0
4 0 0
5 3 5,36
6 7 12,50
7 14 25
8 21 37,50
9 4 7,14
10 5 8,93
Total 56 responden 100 %

Tabel VI. Skor Pengetahuan Responden berdasarkan Post-test

Skor Post-test Frekuensi Persentase


6 3 12,5 %
7 0 0
8 0 0
9 0 0
10 0 0
11 0 0
12 0 0
13 0 0
Total 24 responden 100 %
No Nama Pretest Postest Presentase
Peningkatan

1 Ny. S 6 4
2 Ny. K 5 7
Tabel VII. Skor Tingkat Pengetahuan Secara Menyeluruh
3 Ny. RD 6 8
4 Ny. R 10 10
5 Ny. K 10 9
6 Ny. L 10 9
7 Ny. NA 6 8
8 Ny. DI 10 10
9 Ny. FL 7 8
10 Ny. T 8 7
11 Ny. J 7 7
12 Ny. M 5 9
13 Ny. R 8 10
14 Ny. RA 8 10
15 Ny. HD 6 10
16 Ny. R 2 8
17 Ny. R 8 9
18 Ny. S 8 10
19 Ny. TU 9 9
20 Ny. UKL 7 9
21 Ny. M 7 9
22 Ny. S 7 10
23 Ny. N 7 10
24 Ny. AR 7 10
25 Ny. K 7 10
26 Ny. R 9 9
27 Ny.AA 6 7
28 Ny. T 2 8
29 Ny. RR 6 5
30 Ny. S 8 10
31 Ny. NH 8 10
32 Ny. S 8 8
33 Ny. M 7 8
34 Ny. NK 8 9
35 Ny. AA 7 10
36 Ny. Q 7 10
37. Ny. K 7 7
38 Ny. T 10 8
39 Ny. M 5 7
40 Ny. Y 8 6
41 Ny. E 8 10
42 Ny. T 8 10
43 Ny. K 8 10
44 Ny. MR 8 10
45 Ny. ER 8 9
46 Ny. N 8 8
47 Ny. N 8 9
48 Ny. K 8 9
49 Ny. K 10 9
.
3. Pengetahuan ibu tentang pneumonia
ialah kontak TB, Uji Tuberkulin, Status Gizi, Demam ≥ 2 minggu. Batuk
≥ 3 minggu, Pembesaran Kelenjar Limfe, Pembengkakkan Tulang dan
Sendi, serta hasil Foto Thorax yang mengarah pada gambaran TB. Tiap
parameter memberikan nilai skor tersendiri, yang kemudian skor tersebut
diakumulasi dan dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni infeksi TB
laten dengan kriteria total skor 0-5 atau total skor 6 yang diperoleh
melalui parameter uji tuberculin (+) / memiliki riwayat kontak dengan
penderita TB BTA (+) tanpa disertai gejala klinis lain (berdasarkan
perimbangan dokter merupakan konfirm TB atau bukan sakit TB), dan
konfirm TB anak dengan total skor > 6, atatu pun skor 6 yang diperoleh
dari parameter uji tuberculin (+) / memiliki riwayat kontak dengan
penderita TB BTA (+) disertai gejala klinis lain. Didapatkan hasil yaitu
sebanyak 5 kasus TB anak atau 16,13 %, dan sisanya sebanyak 26 orang
atau 83,87% tergolong sebagai infeksi TB laten yang selanjutnya akan
ditentukan menjadi bukan TB atau konfirm kasus TB anak atas
pertimbangan dokter lebih lanjut.

Tabel 6.1 Distribusi Pendidikan Masyarakat Desa Kalisari


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid SD 2 10.0 10.0 10.0
SMP 8 40.0 40.0 50.0
SMA 8 40.0 40.0 90.0
PERGURUAN
2 10.0 10.0 100.0
TINGGI
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.2 Distribusi Pekerjaan Masyarakat Desa Kalisari


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Bekerja 11 55.0 55.0 55.0
Tidak
9 45.0 45.0 100.0
Bekerja
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.3 Apakah Ibu Pernah mendengar istilah pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Pernah 5 25.0 25.0 25.0
Tidak
15 75.0 75.0 100.0
Pernah
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.4 Pengetahuan Definisi Pneumonia Masyarakat Desa


Kalisari
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid demam, nafas
cepat disertai 2 10.0 10.0 10.0
batuk
penyakit demam
14 70.0 70.0 80.0
dan batuk biasa
tidak tahu 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.5 Pengetahuan Gejala Pneumonia yang Ibu ketahui


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Batuk yang 3 15.0 15.0 15.0
disertai demam
dan nafas
sesak/cepat
batuk berhari-
9 45.0 45.0 60.0
hari
tidak tahu 8 40.0 40.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.6 Pengetahuan Tentang Penyebab Pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Bakteri,virus 3 15.0 15.0 15.0
penyebab
lain seperti 10 50.0 50.0 65.0
jamur
tidak tahu 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Frequenc Valid Cumulative


y Percent Percent Percent
Valid membahayakan hidup
karena dapat
4 20.0 20.0 20.0
menyebabkan
kematian
terjadi komplikasi
dan penyakit lama 10 50.0 50.0 70.0
sembuh
tidak tahu 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Tabel 6.8 Apakah yang terjadi jika batuk dan influenza tidak segera
diobati
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid akan
mempermudah
3 15.0 15.0 15.0
terjadinya
pneumonia
akan memperoleh 8 40.0 40.0 55.0
penyakit lain
tidak tahu 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.9 Pemahaman Cara Penularan Pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid melalui kontak
langung, udara nafas,
5 25.0 25.0 25.0
batuk dan bersin
bersin
kontak/bersentuhan
dengan anak yang 10 50.0 50.0 75.0
demam
tidak tahu 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.10 Tingkat Pendidikan

Percen Valid Cumulative


Frequency t Percent Percent
Vali baik 3 15.0 15.0 15.0
sedang 10 50.0 50.0 65.0
d
buruk 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai