Anda di halaman 1dari 11

Menggagas Karakteristik Pemimpin Perusahaan yang Ideal

Dalam Tinjauan Psikologi Islam


Oleh: Muhammad Subair

Pendahuluan

Kondisi global yang ditandai dengan persaingan yang makin ketat serta pasar bebas
mengharuskan setiap perusahaan untuk mampu melakukan perbaikan berkelanjutan
(continues improvement) agar mampu bersaing dan selanjutnya berkembang. Setiap
perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif, kerjasama tim yang baik, kepercayaan dan
penguasaan informasi yang memadai. Namun disamping semua faktor tersebut, faktor utama
yang paling menentukan kesuksesan maupun keberhasilan perusahaan adalah pemimpin
dalam perusahaan tersebut.

Sebagaimana diuraikan oleh Stephen R. Covey (1989) yang merupakan pakar psikologi dan
manajemen organisasi dalam bukunya yang sangat terkenal The 7 Habits of Highly Effective
Person bahwa faktor terpenting keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
pemipinnya. Pemimpin yang efektif akan dapat memotivasi seluruh perangkat personalnya
untuk memajukan organisasi dan mencapai tujuan organisasi dengan baik. Untuk itu
pemimpin harus memiliki kriteria khusus dan memegang prinsip yang dapat menjadikannya
pemimpin yang efektif.

Seorang pemimpinlah yang menentukan jalannya bisnis, sasaran-sasaran yang ingin dicapai
baik internal maupun eksternal, aset dan skill yang diperlukan, kesempatan dan resiko yang
dihadapi. Pemimpin perusahaan adalah ahli strategi yang memastikan bahwa sasaran
organisasi akan dapat tercapai. Dalam hal ini perubahan sosial, inovasi tekhnologi dan
meningkatnya kompetisi merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap pemimpin.
Oleh karena itu sangat dituntut bahwa pemimpin hendaknya memiliki talenta yang tinggi.
(Watson, 1996)

Menyadari peran pemimpin yang sangat sentral dalam organisasi, para ahli berusaha
melakukan berbagai macam penelitian untuk mendapatkan kriteria-kriteria pemimpin yang
terbaik. Sudah begitu banyak teori-teori kepemimpinan yang ditulis oleh para ahli, baik
dalam maupun luar negeri. Namun cukup disayangkan aspek yang dibahas sebagian besar
hanya dari sisi manajemen dan bidang keahlian saja. Sehingga konsep yang dihasilkan
cenderung mengasingkan manusia dari manusia disekitarnya. Manajemen modern juga
menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-
manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya yang paling utama yaitu sebagai
abdi Tuhan.

Perlunya Sisi Psikologi dan Spiritual dalam Kepemimpinan

Tidak dapat dipungkiri seorang pemimpin selain mengendalikan perusahaan harus juga
mampu mengendalikan dirinya sendiri dan berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi
tersebut tidak hanya terbatas pada anggota dengan pimpinan, tetapi dalam arti luas interaksi
tersebut melibatkan orang-orang dengan siapa organisasi melakukan transaksinya, yaitu
dengan klien atau customer, supplier, peers, dan sebagainya. Interaksi tersebut tentu saja tidak

1
akan berlangsung baik dan lancar jika tidak didasari oleh adanya penghargaan antara satu
dengan yang lainnya.

Seberapa besar nilai-nilai pelayanan dan sikap positif mendasari para anggotanya akan
terbaca dalam konteks hubungan yang terjalin. Dalam hal inilah pemimpin menjadi suatu
model bagi para anggotanya. Bagaimana ia bersikap tehadap orang lain, tidak hanya sekedar
sebagai pimpinan yang memberi perintah tetapi yang terpenting adalah kemampuannya untuk
menjalin secara harmonis dengan tidak hanya mengandalkan rasio semata tetapi mampu
menempatkan emosi pada tempat yang semestinya (Crosby, 1996).

Oleh karena itu kepemimpinan dalam perusahaan harus juga ditinjau dari perspektif psikologi
dan spiritual. Sebenarnya orang-orang di barat juga sudah mulai membahas sisi spiritual
dalam ilmu modern yang mereka kembangkan. Merekapun telah banyak melakukan
penelitian-penelitian yang coba menggali sisi spiritual (Dadang Hawari : 2002). Diantara
hasil penelitian tersebut adalah apa yang diperoleh oleh Ludenthal dan Star yang
membuktikan bahwa penduduk yang religius resiko mengalami stres jauh lebih kecil daripada
mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya. Comstock dkk. dalam
penelitiannya juga menyimpulkan bahwa kegiatan keagamaan yang dilakukan secara teratur
disertai dengan berdzikir, berdoa, ternyata dapat mengurangi resiko kematian akibat penyakir
jantung koroner, emphysema (penggelembungan paru) dan lever sampai 50 persen.

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Harrington, Juthani, Monakow, dan Goldstein
yang mencoba mencari hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific) dengan dimensi
spiritual. Walaupun belum dapat dibuktikan secara sempurna namun mereka dalam
presentasinya yang berjudul Brain and Religion: Undigested Issues meyakini bahwa terdapat
god spot dalam susunan saraf pusat manusia. Sebagai contoh, orang yang menderita
kecemasan, kemudian diberi obat anti cemas, maka yang bersangkutan akan menjadi tenang.
Namun orang yang sama bila memanjatkan doa dan dzikir ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
juga akan memperoleh ketenangan.

Psikologi dan Spiritual Menurut Pandangan Islam

Salah satu bidang yang paling berkembang dalam kajian spritual ini adalah bidang psikologi,
dimana munculnya istilah kecerdasan spiritual yang dikenal dengan SQ oleh sepasang suami-
isteri Danah Zohar dan Ian Marshal. Bahkan pada tahun 1984, World Health Organization
(WHO) telah menambahkan satu dimensi lagi untuk menilai kesehatan manusia yaitu dimensi
spiritual. Oleh American Psychiatric Association ini diadopsi dengan paradigma pendekatan
bio-psycho-socio-spiritual.

Akan tetapi dalam pembahasan psikologi modern yang dikembangkan oleh barat, masalah
spiritual belum dikaitkan dengan sisi agama. Seperti dapat kita lihat pada buku SQ, Spiritual
Intelligence, The Ultimate Intelligence (Danah Zohar dan Ian Marshal : 2000) sebagaimana
dikritik oleh Ahmad Faqih HN dalam tulisannya, bahwa dikatakan tidak ada hubungan antara
spiritualitas dengan religiusitas seseorang. Sampai-sampai dikatakan seorang atheis dan
agnotis sekalipun bisa menjadi seorang memiliki kecerdasan spiritual.

Inti permasalahannya terletak pada cara pandang ilmu pengetahuan modern bahwa
rasionalitas atau pancainderalah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran ini tentu saja
berbeda dengan konsep Islam yang menempatkan wahyu disamping akal sebagai sumber
pengetahuan. Hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan modern termasuk didalamnya psikologi

2
perlu mendapat perbaikan dan disesuaikan dengan prinsip Islam, dimana semua urusan harus
dikembalikan kepada Al Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firman
Allah SWT "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan ta'atilah Rasul , dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya"(Qs. An-Nisaa' : 59).

Dan juga selaras dengan ajaran Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam sebagaimana
tercantum dalam Al Qur'an :"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat
bagi semesta alam"(Qs. Al Anbiyaa':107). Selain itu, terkait dengan keserbamencakupan dan
kelengkapan syari'ah (Qs. Al Maidah :4), maka syari'ah itu mesti menjadi landasan nilai
sekaligus landasan legal bagi segenap aktivitas manusia, termasuk dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan.

Akan tetapi yang harus menjadi perhatian disini adalah dimana Islam memberi penjelasan
bahwa manusia diberi karunia akal untuk mengembangkan ilmu pengetehuan yang
berhubungan dengan dunia. Sebagaimana hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Muslim
dimana Nabi Muhammad SAW ketika ditanya tentang metode pembuahan pohon kurma oleh
sahabat. Hadits itu, dalam sebagian riwayat berbunyi: "Kalian lebih tahu tentang perkara
dunia kalian"(Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Sahih-nya, dalam kitab Al
Fadlail, dari riwayat Thalhah, Rafi' bin Khudaij, A'isyah, dan Anas r.a. (hadist-hadist no.
2361-2363) dari Shahih Muslim).

Psikologi Islam

Berangkat dari keterbatasan ilmu psikologi modern inilah yang menyebabkan para ilmuwan
muslim mulai mengembangkan psikologi Islam. Disamping itu telah diketahui bahwa dalam
sejarah Islam sendiri telah banyak para pemikir Islam yang menulis buku berkaitan dengan
ilmu kejiwaan. Misalnya konsep perkembangan moral dan rasio seseorang bisa dibaca dalam
karya klasik Ibn Thufail yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Atau konsep-konsep umum
mengenai nafs, qalb, atau akal yang dikemukakan oleh tokoh semacam al-Ghazali, Ibn
Miskwaih, Ibnul Qoyyim al-Jauzi, dan lain-lain (Utsman Najati : 2002).

Dalam perkembangannya sebagaimana ditulis oleh Ahmad Faqih HN dalam artikelnya


"Menggagas Psikologi Islami: Mendayung di Antara Paradigma Kemodernan dan Turats
Islam" bahwa pengembangan psikologi Islam terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok
pertama adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi modern dan
kemudian bersentuhan dengan konsep-konsep psikologi yang dibahas dalam ajaran Islam.
Mereka lalu mulai mencocokan dan mengintegrasikan ilmu psikologi yang mereka kuasai
dengan apa yang ada dalam Al Qur'an dan Hadist serta khasanah klasik Islam, dan pada
tingkat yang lebih lanjut mulai mengkritisi teori psikologi barat yang dinilai tidak sesuai.

Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang memang langsung menggali khasanah
klasik Islam yang diantaranya membahas tentang ilmu kejiwaan manusia. Misalnya, Abdul
Mujib dan Achmad Mubarok. Keduanya bukanlah psikolog dan tidak memiliki latar belakang
pendidikan psikologi, namun mereka memiliki akses terhadap literatur-literatur berbahasa
Arab yang di situ terhampar pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim klasik yang
bersinggungan dengan psikologi.

3
Perkembangan kajian psikologi Islam yang cukup pesat dari kedua kelompok tersbut
memberi harapan bahwa nantinya psikologi Islam dapat digunakan sebagai mahzab kelima
psikologi setelah psikoanalisis, behavioristik, humanistik, dan transpersonal. Akan tetapi
kalau mau dicermati kedua model pengembangan tersebut masih memiliki kelemahan-
kelemahan fundamental yang harus diwaspadai jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal.
Misalnya, apabila terlalu memfokuskan pada pendekatan modern kemudian hanya
melabelkannya dengan Islam, maka yang terjadi adalah bukan muncul suatu ilmu, melainkan
hanya menempel-nempelkan yang dianggap cocok (labeling).

Sedangkan di sisi lain adalah adanya kebutuhan akan ilmu-ilmu baru yang memang belum
ada dalam kajian para ilmuwan Islam masa pertengahan dan tidak dibahas Al Qur'an dan
Hadist secara langsung. Ilmu-ilmu tersebut misalnya manajemen perusahaan, akuntansi
modern, tekhnologi informasi dan komunikasi, dan lain-lain. Tetapi tentang hal yang tidak
diketahui, secara konsep telah diberikan solusinya dalam Al Qur'an yaitu "…maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui"(An-
Nahl :43).

Makna Pemimpin dan Kepemimpinan

Stogdill (1974) yang merupakan salah satu ahli yang banyak meneliti dalam bidang
kepemipinan menyatakan dalam bukunya Handbook of Leadership. A Survey of Theory and
Research bahwa definisi kepemimpinan yang ada hampir sama dengan jumlah orang yang
mendefinisikannya. Ia sendiri dalam buku yang sama mendefinisikan kepemimpinan sebagai
proses atau tindakan untuk mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan Locke (1997) sebagaimana dirangkum oleh Th. Agung M. Harsiwi (2003)
menjelaskan kepemimpinan mencakup tiga elemen berikut :

1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept). Kepemimpinan hanya


ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut,
maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin
yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan
para pengikut mereka.
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus
melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988)
kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang
diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar
menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
3. Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin
membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan
dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.

Islam sebagai agama yang sempurna sangat memperhatikan tentang masalah kepemimpinan
ini. Pemimpin yang dalam bahasa Al Qur'an disebut khalifa sangat sering disebutkan dan
dibahas dalam Al Qur'an. Diantaranya ayat-ayat tersebut adalah : "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (Qs Al Baqarah :30), kemudian pada ayat yang
lain Allah berfirman "Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi,maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia adil dan janganlah kamu mengikuti

4
hawa nafsu, karena ia menyesatkan kamu dari jalan Allah" (Qs As Shaad:26), "Dialah yang
menjadikan kami khalifah-khalifah dimuka bumi" (Qs Al Fathir : 39), dan masih ada banyak
ayat-ayat yang lain.

Salah satu bukti pentingnya seorang pemimpin dapat kita lihat dari sebuah hadist yang
memerintahkan untuk mengangkat seorang pemimpin walaupun hanya dalam keadaan
berpergian dengan jumlah tiga orang, yaitu "Apabila ada tiga orang keluar bepergian, maka
hendaklah mereka menjadikan salah seorang sebagai pemimpin" (H.R Abu Daud). Dan juga
dapat kita lihat dari dalamnya sabda Rasululullah SAW, "Kamu semuanya pemimpin (di
tempat dan bidangnya masing-masing) dan semua kamu akan diminta
pertanggungjawabannya. Dan Imam (penguasa) itu adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawabannya" (H. R. Bukhari dan Muslim).

Pemimpin Perusahaan Yang Tangguh

Semua pekerjaan baik itu besar maupun kecil harus dilakukan oleh orang yang tepat, itilah
populernya right man in the right place. Rasulullah SAW beberapa abad yang lampau telah
mengingatkan "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak
memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R.
Bukhari bab Ilmu).

Terlebih lagi urusan pemimpin yang memegang kendali terhadap apa yang dipimpinnya.
Dalam hal ini pemimpin perusahaan yang ditangannya terletak masa depan perusahaan dan
seluruh pihak yang merupakan stake holders perusahaan tersebut. Kepemimpinan sebagai
salah satu penentu arah dan tujuan organisasi harus mampu mensikapi perkembangan zaman.
Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi dunia yang sedang berubah ini, atau setidaknya
tidak memberikan respon, besar kemungkinan akan memasukkan organisasinya dalam situasi
stagnasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.

Seorang pemimpin perusahaan yang ideal haruslah seorang yang mempunya kapabilitas dan
profesionalitas agar dapat memimpin dengan manajemen dan sistem yang baik. Sudah begitu
banyak buku manajemen dan psikologi yang ditulis oleh para ahli yang mencoba
merumuskan karakteristik dari pemimpin perusahaan yang tangguh dan efektif. Dua buku
yang paling populer membahas tentang ini adalah The 7 Habits of Highly Effective Person
(Stephen R Covey : 1989) dan Managing People is like Herding Cats (Warren Bennis : 1997)

Dalam bukunya Stephen R Covey menguraikan bahwa beberapa kriteria pemimpin organisasi
yang efektif adalah :

a. Mau terus belajar


Pemimpin harus menganggap seluruh hidupnya sebagai rangkaian dari proses belajar
yang tiada henti untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya.
b. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin yang baik akan melihat kehidupan ini sebagai misi bukan karir,
dimana ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan
melayani orang lain, karena dasar yang melandasinya kepemimpinan adalah kesediaan
untuk memikul beban orang lain.
c. Memberikan energi positif
Energi positif yang dipancarkan akan dapat mempengaruhi orang-orang di sekitarnya,

5
sehingga dapat tampil sebagai juru damai dan penengah untuk menghadapi dan
membalikkan energi destruktif menjadi positif.
d. Mempercayai orang lain
Dengan mempercayai orang lain maka seorang pemimpin dapat menggali dan
menemukan kemampuan tersembunyi dari pekerjanya.
e. Memiliki keseimbangan hidup
Pemimpin efektif merupakan pribadi seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri,
bijak, tidak gila kerja dan menjadi budak rencana-rencana sendiri.
f. Jujur pada diri sendiri
Sikap ini ditunjukkan dengan sikap mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan
sebagai hal yang berjalan berdampingan dengan kegagalan.
g. Mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru
Pemimpin yang mampu dan mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru akan memiliki
kehendak, inisiatif, kreatif, dinamis dan cerdik.
h. Memegang teguh prinsip
Mampu memegang teguh prinsip dan tidak mudah dipengaruhi, namun untuk hal harus
dikompromikan dapat bersifat luwes.
i. Sinergistik
Pemimpin harus bersikap sinergistik dan menjadi katalis perubahan, sehingga setiap
situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik karena selalu produktif
dalam cara-cara baru dan kreatif.
j. Selalu memperbaharui diri
Pemimpin harus bersedia secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia,
yaitu fisik, mental, emosi, dan spiritual untuk memperbarui diri secara bertahap.

Sedangkan Warren Bennis (1997) sebagaimana dirangkum oleh Cahyo Pramono dalam
tulisannya di Waspada Online (26 Juli 2004) menulis dalam bukunya Managing People is like
Herding Cats yang juga telah diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia, mensyaratkan bahwa
seorang pemimpin perusahaan yang tangguh haruslah mempunyai karakteristi-karakteristik
berikut:

a. Pengenalan diri
Secara pasti mereka mengenal kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bahkan
mereka sering menggunakan jasa pihak lain untuk memberikan masukan dan pemahaman
atas kepribadiannya. Dengan bekal pemahaman atas dirinya, mereka bergerak maju
memperbaiki kekurangan dan melesat jauh bersama kelebihannya.
b. Terbuka terhadap umpan balik
Pemimpin yang efektif mengembangkan sumber-sumber umpan balik yang bervariasi dan
berharga mengenai perilaku dan kinerja mereka. Pemimpin yang efektif cenderung
memiliki gaya yang terbuka. Dalam proses pembelajaran tersebut kadang pemimpin yang
efektif dan dinamis menjadi sangat reflektif terhadap apa yang dikerjakan, kendati hal
tersebut membuat mereka menjadi terbuka dan rawan terhadap kritik.
c. Pengambil resiko yang selalu ingin tahu
Kebanyakan pemimpin adalah petualang, pengambil risiko dan selalu ingin tahu bahkan
sangat ingin tahu. Mereka tampak mampu mengambil risiko sangat besar dan
membiasakan dirinya selalu terlibat dalam situasi berbahaya yang mereka sadari
sebelumnya. Hampir selalu terjadi, para pemimpin besar mengalami kemunduran, krisis,
atau kegagalan dalam kehidupan mereka.
d. Konsentrasi pada pekerjaan
Mereka adalah orang-orang yang walaupun berkemampuan kecil dalam hubungan antar

6
pribadi, tetapi memiliki tingkat konsentrasi yang luar biasa. Mata tajam mereka terfokus
pada pekerjaan, perusahaan, sasaran-sasaran, dan misi misi mereka.
e. Menyeimbangkan tradisi dengan perubahan
Alfred North Whitehead pernah mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin
efektif, anda harus memiliki keterikatan, baik dengan budaya maupun dengan kebutuhan
akan revisi dan perubahan. Anda mesti waspada dengan tradisi, tetapi tak terjerat olehnya.
f. Bertindak sebagai model dan mentor
Pemimpin bangga menjadi seorang mentor dan merasakan kemenangan ketika mereka
pada akhirnya berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Pemimpin menghargai
kemenangan itu dengan menjadikan seluruh periode kehidupan sebagai proses belajar,
dan memanfaatkan semua pengalaman secara didaktik.

Selain 2 diatas, masih banyak lagi rumusan ciri dan karakteristik pemimpin perusahaan yang
tangguh dan efektif, diataranya adalah dati Enterprising Nation (1995), yang mensyaratkan
untuk menjadi pemimpin perusahaan yang tangguh haruslah memiliki delapan kompetensi,
yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c) visionary, (d) flexible and adaptable to
change, (e) self-management, (f) team player, (g) ability to solve complex problem and make
decisions, dan (h) ethical/high personal standards.

Sedang American Management Association (1998) dalam buku “Eighteen Manager


Competencies” yang mereka terbitkan sendiri, menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki
manajer tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation, (b) proactivity, (c) concern with impact, (d)
diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral power, (f) developing others, (g) spontaneity,
(h) accurate self-assessment, (i) self-control, (j) stamina and adaptability, (k) perceptual
objectivity, (l) positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o)
self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, dan (r) use of oral presentation.

Rumusan-rumusan diatas penulis anggap sudah mencukupi dan dapat mewakili yang lain
dalam merumuskan karakteristik pemimpin perusahaan yang tangguh dari perspektif
psikologi dan manajemen. Namun berbeda dengan konsep modern yang melihat target
hanyalah untuk mendapatkan keuntungan dunia, sebaliknya Islam lebih dari itu telah
memberikan solusi agar yang kita kerjakan juga dapat menghasilkan keuntungan akhirat
disamping dunia. Oleh karena itu konsep rumusan karakteristik pemimpin tangguh yang telah
ada harus diintegrasikan dengan perinsip-prinsip yang sangat indah dari prinsip
kepemimpinan Islam, sehingga yang didapatkan bukan hanya pemimpin perusahaan yang
tangguh tetapi betul-betul seorang pemimpin perusahaan yang ideal.

Pemimpin yang tangguh + Prinsip Kepemimpinan Islam = Pemimpin Ideal

Sebagai sebuah agama yang komprehensif dan secara lengkap mengatur segala aspek
kehidupan manusia, agama Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus
mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab
manusia dimuka bumi ini. Tidak terkecuali dalam memimpin sebuah perusahaan, setiap
pribadi yang mendapat amanah sebagai pemimpin harus tetap memegang prinsip-prinsip
Islam yang sangat mulia. Sebagaimana firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu "(Al Baqarah :208).

7
Berkaitan dengan kepemimpinan yang termasuk didalamnya kepemimpinan dalam
perusahaan, Islam juga telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna.
Diantara prinsip yang paling utama untuk membentuk pemimpin yang ideal adalah :
a. Prinsip Ibadah
Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah
seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas
mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan
Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (Qs Adz Dzaariyat :56), dan juga pada ayat
lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik
kepada kedua ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat, tetangga yang jauh, rekan sejawat, orang musafir yang terlantar dan juga
hamba sahaya yang kamu miliki". (Qs An Nisa' : 36 ).
b. Prinsip Amanah
Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah
yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-
Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya,
serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan
menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum.
Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallahi) yang
mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum
minannasi) yang mengandung aspek sosial.
Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal
yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun
urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin
mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan
kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui
(akibatnya)" (Qs. Al-Anfaal : 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama.
c. Prinspip Ilmu / Profesionalitas
Prinsip ilmu maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan
ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(Qs Al Israa': 36). Selain itu
masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk
ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk ikra' (membaca).
Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar
mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya
(tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya"
(H. R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar
Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah
dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan
barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu'
Imam An-Nawawi).
d. Prinsip Keadilan
Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat
dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur;an. Beberapa diantaranya
adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu

8
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(An Nisaa
:135), dan juga "Katakanlah : Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan :
Luruskanlah muka mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan
keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan "(Al
A'raaf : 29).
e. Prinsip Etos Kerja / Kedisiplinan
Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal
berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang
demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat
yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa
yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui" (Qs Al Anfaal : 53).
Pada ayat :"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung"
(QS Al Jumu'ah : 10), Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk segera bekerja
setelah beribadah dan tidak hanya pasrah dengan alasan zuhud atau tawakkal. Maha benar
Allah SWT yang telah berfirman :" Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu dari negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
duniawi… "(Qs Al Qashash : 77).
f. Prinsip Akhlaqul Qarimah
Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam
seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang
mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan
kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah,
mengatakan bahwa seperti Al Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji
beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung" (Qs Al Qalam : 4).

Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di
dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam
ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS
Al Ahzaab : 21).

Penutup

Para ilmuwan dan pemikir Islam seharusnya berusaha lebih keras dalam melakukan
pengembangan psikologi Islam yang diharapkan nantinya dapat menjadi penyeimbang
konsep psikologi modern yang cenderung sekularistik. Konsep dan rumusan prinsip mulia
yang dimiliki Islam apabila dapat diintegrasikan secara tepat dan cermat dengan konsep
psikologi dan manajemen modern akan menghasilkan suatu konsep baru dalam menciptakan
model kepemimpinan dalam perusahaan yang ideal. Seorang pemimpin tidak hanya dapat
membawa perusahaan yang dipimpinnya melesat maju, akan tetapi yang terpenting adalah
bisa membawa kebaikan di dunia dan akhirat untuk dirinya dan orang lain.

9
Dua model pengembangan psikologi Islam tentunya masih perlu terus-menerus diuji sampai
kemudian diperoleh mana yang dianggap menjadi pondasi yang kuat dalam usaha
pengembangannya. Demikian pula dengan tulisan dan pendapat yang diajukan penulis dalam
menggunakan konsep psikologi Islam untuk mendapatkan karakteristik pemimpin yang ideal
tentu saja masih membuka peluang yang sangat luas untuk perbaikan dan kritik.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa tidak ada yang sempurna selain Allah SWT, maka
dalam mengambil dan mempelajari sebuah ilmu kita tidak boleh bersifat jumud
(mencukupkan diri), sehingga menutup diri dari pendapat yang berbeda dengan yang ada
pada kita sebelumnya. Akhir kata penulis berdoa agar tulisan ini dapat bermamfaat dan dinilai
sebagai amal ibadah yang ikhlas karena Allah SWT semata.

10
Daftar Pustaka

1. Al Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW


2. American Management Association. 1998. Eighteen Manager Competencies. New York:
American Management Association
3. Bennis, Warren. 1997. Managing People is like Herding Cats. South Provo : Executive
Excellence Publishing
4. Covey, Stephen R. 1989. The 7 Habits of Highly Effective Person. New York : Simon &
Schuster
5. Crosby, P. 1996. The Absolutes of Leadership. San Francisco : Jossey-Bass Publisher
6. Dewantoro, Setyo Hajar. 2003. Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tinjauan Kritis.
Available, http://www.fahmina.org/telaah%20ut1.htm (19 May 2003)
7. Faqih HN, Ahmad. 2004. Menggagas Psikologi Islami:Mendayung di Antara Paradigma
Kemodernan dan Turats Islam. Available,
http://www.geocities.com/jurnal_iiitindonesia/psikologi_islami.htm (18 Maret 2004)
8. Harsi, Th Agung M. 2003. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik
Personal Pemimpin. Available, http://artikel.us/amharsiwi2.html (19 Maret 2003)
9. Hawari, Dadang. 2002. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta
Balai Penerbit FKUI
10. Kholis, Azizul. 2004. Kosep Profeional Dalam Islam. Availabel,
http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php?articl e_id=43543
(30 April 2004)
11. Najati, Utsman. 2002. Jiwa dan Pandangan Filosof Muslim. Jakarta : Pustaka Hidayah
12. Pramon, Cahyo. 2004. Ciri Pemimpin Dinamis. Available,
http://www.waspada.co.id/bisnis/tinjauan_ekonomi/artikel.php?article_id= 48246 (26 Juli
2004)
13. Stogdill, R.M. 1974. Handbook of Leadership. A Survey of Theory and Research. New
York : The Free Press
14. Zohar, Danah & Ian Mashall. 2000. SQ, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence.
London : Bloomsbury Publishing Plc

11

Anda mungkin juga menyukai