Anda di halaman 1dari 7

2.

KAJIAN PUSTAKA
2.1.Klasifikasi Jagung
Jagung merupakan tanaman yang paling produktif, ditanam di wilayah
bersuhu tinggi. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan
50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m diatas permukaan
laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm
per tahun. Pusat produksi jagung di dunia tersebar di negara tropis dan
subtropis (Iriany, dkk., 2008).
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase
baik, dengan kelembapan tanah cukup, dan akan layu bila kelembapan tanah
kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada
daratan rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran
tinggi diatas 1000 mdpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat
dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 meter dari
permukaan laut umur panen jagung akan mundur satu hari. Suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26-30°C dan pH tanah 5,7-6,8.
Produksi jagung berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan
kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Jagung
merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus hidupnya selama
80-150 hari. Bagian pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan
vegetatif (tidak melalui perkawinan) dan bagian kedua untuk pertumbuhan
generatif (melalui perkawinan). Jagung merupakan tanaman tingkat tinggi
dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida (Monocotyledoneae)
Ordo : Poales
Familia : Araceae (Graminae)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman yang sudah sangat familiar di Indonesia
dan sudah banyak dimanfaatkan bijinya untuk olahan makanan. Tongkol
jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung
selama melekat pada tongkol, maka dari itu tongkol jagung diduga memiliki
senyawa-senyawa aktif yang dapat berpotensi untuk dikembangkan
(Ekowati & Hanifah, 2016).

2.2. Kandungan dalam Tongkol Jagung


Tongkol jagung merupakan bagian terbesar dari limbah jagung. Dari
berat jagung bertongkol, diperkirakan 40-50% adalah tongkol jagung, yang
besarnya dipengaruhi oleh varietas jagungnya. Oleh karena itu dapat
diperkirakan untuk produksi jagung 13 ton (jagung pipilan) akan terjadi
limbah tongkol jagung sekitar 10,6 juta/tahun (Lumempouw, dkk., 2012).
Pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh (2012)
menunjukkan bahwa ekstrak tongkol jagung memiliki potensi sebagai
antioksidan karena di dalam ekstrak terdapat senyawa yang berfungsi
sebagai antioksidan yaitu fenolik yang juga sejalan dengan nilai Sun
Protection Factor. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sineke (2016)
menunjukkan bahwa ekstrak tongkol jagung menunjukkan adanya senyawa
fenolik, yang berfungsi sebagai tabir surya. Ekstrak tongkol jagung merah
mengandung total fenol paling tinggi dan memiliki efektivitas paling tinggi
sebagai bahan aktfi tabir surya daripada tongkol jagung putih dan tongkol
jagung manis. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ekowati &
Hanifah (2016) menyatakan bahwa tongkol jagung mengandung senyawa
fenolik dan juga mengandung flavonoid, polifenol, dan saponin.
Dalam tongkol dan rambut jagung berdasarkan penelitian Guo, dkk
(2009) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kandungan senyawa
antara lain senyawa fenol, flavonoid, karoten, quersetin, alkaloid, fenol
sederhana seperti p-kumarik, saponin, tanin, antosianin, dan protokatekin.
Senyawa fenolik memiliki ikatan yang saling berkonjugasi dalam inti
benzena dimana saat terkena sinar UV akan terjadi resonansi dengan cara
transfer elektron sehingga menyebabkan senyawa ini berpotensi sebagai
fotoprotektif dalam tabir surya. Bagian tanaman jagung yaitu tongkol
jagung dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan dan tabir surya (Kusriani,
dkk., 2017).
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada
tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi
(OH) dan gugus – gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama
berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakkan
memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol.
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan
yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu
atau dua gugus –OH (Wiluajeng, 2018).

Gambar 2.1. Kerangka dasar fenol

Menurut Wiluajeng (2018), sifat-sifat dari fenol adalah :


a. Mempunyai gugus hidroksi tetapi bukan termasuk golongan alkohol
dan bukan pula termasuk basa.
b. Termasuk asam karbolat yang bersifat asam lemah.
c. Tidak berwarna dengan wujud padat tetapi mudah mencair dengan
titik lebur 42 O Celsius.
d. Jika terkena fenol, kulit akan melepuh dan rusak.
e. Dalam kehidupan sehari-hari fenol dikenal dengan karbol (lisol) yang
digunakan sebagai disinfektan dengan pengawet kayu karena bakteri
akan mati disebabkan mengalami kerusakan pada protein.
f. Fenol digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis zat warna, obat-
obatan, pembuatan plastik.
2.3. Efek Radiasi UV Terhadap Kulit
Sinar matahari mencakup radiasi sinar ultraviolet, sinar tampak,
inframerah, sinar-x, pengion, dan gelombang radio. Spektrum matahari di
permukaan bumi terdiri dari panjang gelombang energi elektromagnetik
antara 290 sampai 3000 nm, sementara spektrum yang terlibat dalam reaksi
kulit manusia melibatkan panjang gelombang hingga 1800 nm. Spektrum
UV dibedakan menjadi tiga pita panjang gelombang ultraviolet (UV) seperti
UVC (200-290 nm), UVB (290-320 nm) dan UVA (320-400 nm) (Rosario,
dkk., 1979).
Spektrum radiasi UV matahari terdiri dari 95-99% radiasi UVA
tergantung pada garis lintang, waktu dan musim dalam setahun. Kulit
terutama epidermis, sebagai penghalang atau barrier pada manusia,
terutama saat terkena radiasi UVB, sepenuhnya akan diserap oleh stratum
korneum dan lapisan atas epidermis, sedangkan 50% radiasi UVA
menembus kulit kedalam dermis. Radiasi sinar ultraviolet adalah penyebab
utama karsinogen lingkungan dan kanker kulit, kanker paling umum di
dunia. Prevalensi semua jenis kanker kulit telah meningkat selama beberapa
dekade terakhir (Kelly, dkk., 2000).
Dalam beberapa tahun terakhir, kejadian berbagai penyakit dan
gangguan yang berkaitan dengan radiasi ultraviolet matahari telah
meningkat dan terus berkembang. Paparan kronis kulit mamalia terhadap
radiasi UV menginduksi sejumlah respon biologis, termasuk eritema,
edema, pembentukan sel sunburn, hiperplasia, penekanan kekebalan tubuh,
kerusakan DNA, photoaging, dan melanogenesis. Perubahan ini secara
langsung atau tidak langsung terlibat dalam pengembangan kanker kulit.
Setelah menyerap sinar UV, molekul bisa menjadi rusak dan mempengaruhi
molekul lain dengan memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS)
(Svobodova, dkk., 2003).
Radiasi UV dari sinar matahari adalah karsinogen bagi manusia.
Radiasi UV disebut “karsinogen lengkap” karena menyebabkan kanker kulit
tanpa inisiator atau promotor tambahan. Efek mutagenik dan karsinogenik
sinar UV dapat dikaitkan dengan induksi kerusakan dan kesalahan DNA
dalam perbaikan dan replikasi. Untungnya, sel dilengkapi dengan berbagai
mekanisme yang senantiasa memonitor dan memperbaiki sebagian besar
kerusakan yang ditimbulkan sinar UV. Sistem perbaikan eksisi nukleotida
mencegah kerusakan DNA dari mutasi DNA yang menyebabkan
karsinogenesis kulit. Dalam proses ini, gen p53 memainkan peran penting
untuk perbaikan DNA, atau menyebabkan kematian sel oleh apoptosis saat
kerusakan DNA terlalu parah untuk diperbaiki. Perlindungan ini terjadi
melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk
(stratum corneum) secara terus menerus, pengaturan suhu tubuh, produksi
keringat, sebagai peraba, dan pertahanan terhadap tekanan dari luar, serta
pembentukan melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet
matahari (Iswari, 2007).
UVA memainkan peran penting dalam photoaging dengan
menginduksi mutasi pada gen supresor tumor dan onkogen dan
karsinogenesis kulit. Pemahaman yang lebih baik tentang interaksi antara
radiasi UV dan kulit harus mengarah pada pemanfaatan aspek penyinaran
UV yang lebih bermanfaat dan meminimalkan efek berbahaya (Matsumura
& Ananthaswamy, 2004).

2.4. Manfaat Sunscreen Bagi Kulit


Sunscreen (tabir surya) adalah suatu sediaan yang dapat melindungi
kulit dari paparan radiasi sinar UV. Efektivitas sediaan tabir surya
didasarkan pada penentuan harga SPF (Sun Protected Factor) yang
menggambarkan kemampuan produk tabir surya dalam melindungi kulit
dari eritema (Rejeki dan Wahyuningsih, 2015). Tabir surya adalah zat yang
dapat menyerap sedikitnya 85% sinar matahari pada panjang gelombang
290 sampai 320 nm tetapi dapat meneruskan sinar pada panjang gelombang
lebih dari 320 nm. Efektivitas sediaan tabir surya dalam menahan paparan
sinar matahari dan panas dipengaruhi oleh stabilitas bahan aktif dan
stabilitas sediaan tabir surya tersebut (Damogalad, dkk., 2013).
Menurut Hanifah (2016), mekanisme kerja tabir surya penyerap
kimiawi adalah sebagai berikut :
1. Molekul bahan aktif tabir surya menyerap energi dari sinar UV,
kemudian mengalami eksitasi dari ground state ke tingkat energi
yang lebih tinggi.
2. Sewaktu molekul tereksitasi kembali ke kedudukan yang lebih
rendah akan melepaskan energi yang lebih rendah dari energi yang
semula diserap untuk menyebabkan eksitasi.
3. Setelah sinar UV dari energi yang lebih tinggi diserap energinya
oleh bahan kimia maka akan mempunyai energi yang lebih
rendah.
4. Sinar UV dengan energi yang lebih rendah tidak akan
menyebabkan efek terbakar sinar matahari pada kulit.
Mekanisme kerja tabir surya pengeblok fisik adalah dengan
menghalangi sinar UV menembus masuk lapisan kulit dengan cara
menghamburkan sinar UV karena sifat fisisnya (Zulkarnain, dkk., 2013).

Anda mungkin juga menyukai