Anda di halaman 1dari 30

Makalah EKONOMI SYARIAH

MAKALAH
“PERILAKU KONSUMSI”
makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas individu Ekonomi Syariah
MATA KULIAH : Ekonomi Syariah
DOSEN : Hasriadi, SE.,MM.

OLEH KELOMPOK 4:
Ahmad Muzakkir
Nur Faisal Bahar

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ ADIYAH SENGKANG

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Bahasa Indonesia
dengan judul : Perilaku Konsumsi

Selalu senantiasa kita bershalawat pada nabi allah Muhammad SAW. Tokoh
revolusi terbaik sepanjang masa yang hampir membuat islam menguasa sepertiga
dunia , yang tidak lagi diragukan untuk menjadi suri tauladan untuk umat muslim .

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
dari berbagai pihak . Jika ada benar dan lebihnya itu datang dari Allah SWT dan
jika ada salah dan kurangnya datang dari kita . Wallahul muafiq ila aqwamith thariq
, billahi taufiq wassa’ adah Wassalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh .

Sengkang , 2019
Penulis,

Ahmad Muzakkir

ii | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

DAFTAR ISI

Halaman:
Cover Makalah i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3
A. Prinsip Perilaku Konsumsi Islam ........................................................................3
B. Otoritas Al-Ghazali ...........................................................................................15
C. Kurva Indiferen (Indefference Curva) ...............................................................19
D. Optimal Solution ...............................................................................................22
BAB III PENUTUP ...............................................................................................26
A. Kesimpulan .......................................................................................................26
B. Saran ..................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27

iii | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan naluri manusia.


Sejak kecil, bahkan ketika baru lahir, manusia sudah menyatakan keinginan untuk
memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara, misalnya dengan menangis untuk
menunjukkan bahwa seorang bayi lapar dan ingin minum susu dari ibunya.
Semakin besar dan akhirnya dewasa, keinginan dan kebutuhan seorang manusia
akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada usia tertentu untuk seterusnya
menurun hingga seseorang meninggal dunia.
Teori Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana
manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan
memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimilikinya.
Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional
didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang
mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang baik
untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian pembatasan
terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh penguasa, adalah
kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya. Oleh pengikutnya, John
Stuart Mill dalam buku On Liberty yang terbit pada 1859, paham ini dipertajam
dengan mengungkapkan konsep ‘freedom of action’ sebagai pernyataan dari
kebebasan-kebebasan dasar manusia. Menurut Mill, campur tangan negara di dalam
masyarakat manapun harus diusahakan seminimum mungkin dan campur tangan
yang merintangi kemajuan manusia merupakan campir tangan terhadap kebebasan-
kebebasan dasar manusia, dan karena itu harus dihentikan.

1|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk Perilaku Konsumsi Islam?
2. Apa fungsi otoritas Al-Ghazali?
3. Apa analisa kurva idifference dengan barang halal?
4. Apa optimal solution dari perilaku konsumsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk Perilaku Konsumsi Islam
2. Untuk mengetahui fungsi otoritas Al-Ghazali
3. Untuk mengatahui analisa Kurva Indiferen (Indifference Curva)
4. Untuk mengetahui Optimal Solution Perilaku Konsumsi

2|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip Konsumsi dalam Islam


Menurut Manan, ada 5 prinsip konsumsi dalam islam :
1. Prinsip Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki
yang halal dan tidak dilarang hukum. Firman Allah dalam QS : Al-Baqarah :
173
Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 1
Haram juga menurut ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang
menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
Pelarangan dilakukan karena berkaitan dengan hewan yang dimaksud
berbahaya bagi tubuh dan tentunya berbahaya bagi jiwa , terkait dengan moral
dan spritual (Mempersekutukan tuhan)
2. Prinsip Kebersihan, makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak
kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
3. Prinsip Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai
makan dan minuman yang tidak berlebihan Firman Allah dalam QS : Al-A’raaf
:31
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.2
Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling
ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan
pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

1
Q.S Al-Baqarah ayat 173
2
Q.S Al-A’raaf ayat 31

3|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

4. Prinsip kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya
maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang
disediakan Tuhannya. Firman Allah dalam QS : Al-Maidah : 96

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama
kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan.3
Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti
mengail, memukat dan sebagainya. termasuk juga dalam pengertian laut disini
ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, Karena
Telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.

5. Prinsip moralitas, seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah


sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya setelah makan

Konsep Maslahah Dalam Prilaku Konsumen Islami


Syariah Islam menginginkan manusia mencapai dan memelihara
kesejahteraannya. Imam Shatibi menggunakan istilah ‘maslahah’, yang maknanya
lebih luas dari sekadar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi
konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara’ yang paling utama.
Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan
jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di
muka bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992). Ada lima elemen dasar menurut beliau,
yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan
(al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang
dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut

3
Q.S Al-Maidah ayat 96

4|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

di atas pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah. Kegiatan-kegiatan


ekonomi meliputi produksi, konsumsi dan pertukaran hyang menyangkut maslahah
tersebut harus dikerjakan sebagai suatu ‘religious duty‘ atau ibadah. Tujuannya
bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan di akhirat. Semua aktivitas
tersebut, yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut ‘needs’ atau
kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi.
Mencukupi kebutuhan – dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan – adalah
tujuan dari aktivitas ekonomi Islami, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah
satu kewajiban dalam beragama.
Adapun sifat-sifat maslahah sebagai berikut:
- Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim
bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan
suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep
utility, kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat
bagi semua individu. Misalnya, bila seseorang mempertimbangkan bunga
bank memberi maslahah bagi diri dan usahanya, namun syariah telah
menetapkan keharaman bunga bank, maka penilaian individu tersebut
menjadi gugur.
- Maslahah orang per seorang akan konsisten dengan maslahah orang banyak.
Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan
optimal di mana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau
kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau
kesejahteraan orang lain.
- Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat,
baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi.
Berdasarkan kelima elemen di atas,maslahah dapat dibagi dua jenis:
pertama, maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut kehidupan dunia dan
akhirat, dan kedua: maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut hanya
kehidupan akhirat.
Dengan demikian seorang individu Islam akan memiliki dua jenis pilihan:

5|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

• Berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk maslahah jenis


pertama dan berapa untuk maslahah jenis kedua.
• Bagaimana memilih di dalam maslahah jenis pertama: berapa bagian
pendapatannya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan dunia (dalam rangka mencapai ‘kepuasan’ di akhirat) dan berapa
bagian untuk kebutuhan akhirat.
Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen Islam, karena memiliki alokasi
untuk hal-hal yang menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi barang lebih sedikit
daripada non-muslim. Hal yang membatasinya adalah konsep maslahah tersebut di
atas. Tidak semua barang/jasa yang memberikan kepuasan/utility mengandung
maslahah di dalamnya, sehingga tidak semua barang/jasa dapat dan layak
dikonsumsi oleh umat Islam. Dalam membandingkan konsep ‘kepuasan’ dengan
‘pemenuhan kebutuhan’ (yang terkandung di dalamnya maslahah), kita perlu
membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara’ yakni antara daruriyyah,
tahsiniyyah dan hajiyyah. Penjelasan dari masing-masing tingkatan itu sebagai
berikut:

Daruriyyah : Tujuan daruriyyah merupakan tujuan yang harus ada dan mendasar
bagi penciptaan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu mencakup terpeliharanya
lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama, akal/intelektual,
keturunan dan keluarga serta harta benda. Jika tujuan daruriyyah diabaikan, maka
tidak akan ada kedamaian, yang timbul adalah kerusakan (fasad) di dunia dan
kerugian yang nyata di akhirat.

Hajiyyah : Syari’ah bertujuan memudahkan kehidupan dan menghilangkan


kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini tidak dimaksudkan untuk memelihara
lima hal pokok tadi melainkan menghilangkan kesempitan dan berhati-hati terhadap
lima hal pokok tersebut.

Tahsiniyyah : syariah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di


dalamnya. Terdapat beberapa provisi dalam syariah yang dimaksudkan untuk

6|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

mencapai pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi dari daruriyyah
dan hajiyyah. Misalnya dibolehkannya memakai baju yang nyaman dan indah.

Dari paparan di atas, lalu bagaimana sesungguhnya aplikasi teori perilaku


konsumen Islami? Marilah kita cermati nasihat sahabat Abu Bakar as-Shidiq:
“Sesungguhnya aku membenci penghuni rumah tangga yang membelanjakan atau
menghabiskan bekal untuk beberapa hari, dalam satu hari saja.” Kalau nasihat itu
datang dari seorang yang miskin, kita boleh saja mengabaikannya. Lain halnya bila
nasihat itu datang dari seorang sekaya Abu Bakar.

Bagi sahabat Mu’awiyah, kuncinya adalah bagaimana kita mengatur anggaran


pendapatan dan belanja rumah tangga. “Pengaturan belanja yang baik itu
merupakan setengah usaha, dan dia dianggap sebagai setengah mata pencaharian,”
katanya. Lalu bagaimana seorang muslim mengatur anggaran rumah tangganya?
Islam, sebagaimana kita telah mengetahui, menganjurkan umatnya untuk bekerja
dan berusaha dengan baik. Islam juga memerintahkan agar harta dikeluarkan untuk
tujuan yang baik dan bermanfaat. Pada intinya bila umat Islam dalam mencari harta
sampai kemudian membelanjakannya tetap berpedoman bahwa itu semua
merupakan bagian dari ibadah, insyaAllah tidak akan terjerumus pada
pembelanjaan yang ditujukan untuk keburukan yang bisa membawa keluarga itu
pada kemaksiatan.
Disadari atau tidak sesungguhnya pola konsumsi dan gaya hidup kita
cenderung merugikan diri sendiri. Dimulai dari pemenuhan kebutuhan pokok
(primer) seperti makan, minum, sandang dan papan, keseluruhannya mengandung
bahan-bahan yang harus diimpor dengan mengabaikan sumber-sumber yang
sesungguhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri. Banyak barang-barang tertentu
yang semestinya belum layak dikonsumsi oleh bangsa ini, telah diperkenalkan dan
kemudian menjadi mode yang ditiru sehingga meningkatkan impor akan barang
tersebut. Ini belum ditambah dengan barang-barang mewah yang beredar mulai dari
alat-alat kecantikan sampai kepada mobil-mobil mewah. Padahal pola hidup seperti
ini hanya akan memperburuk neraca transaksi berjalan karena meningkatkan impor

7|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

barang tersebut sehingga menguras devisa dan pada gilirannya akan menekan nilai
tukar mata uang dalam negeri.
Islam memberikan arahan yang sangat indah dengan memperkenalkan
konsep israf (berlebih-lebih) dalam membelanjakan harta dan tabzir. Islam
memperingatkan agen ekonomi agar jangan sampai terlena dalam berlomba-lomba
mencari harta (at-takaatsur). Islam membentuk jiwa dan pribadi yang beriman,
bertaqwa, bersyukur dan menerima. Pola hidup konsumtivme seperti di atas tidak
pantas dan tidak selayaknya dilakukan oleh pribadi yang beriman dan bertaqwa.
Satu-satunya gaya hidup yang cocok adalah simple living ( hidup sederhana) dalam
pengertian yang benar secara syar’i.
Islam mengajarkan kepada kita agar pengeluaran rumah tangga muslim
lebih mengutamakan kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat.
Setidaknya terdapat tiga kebutuhan pokok:
Pertama adalah kebutuhan primer, yakni nafkah-nafkah pokok bagi
manusia yang dapat mewujudkan lima tujuan syariat (yakni memelihara jiwa, akal,
agama,keturunan dan kehormatan). Tanpa kebutuhan primer kehidupan manusia
tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum,
tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan dan pernikahan.
Kedua, kebutuhan sekunder, yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan
kehidupan, agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi
sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan inipun masih berkaitan dengan
lima tujuan syariat itu tadi.
Ketiga adalah kebutuhan pelengkap, yaitu kebutuhan yang dapat
menciptakan kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan
kebutuhan ini tergantung pada bagaimana pemenuhan kebutuhan primer dan
sekunder serta, sekali lagi, berkaitan dengan lima tujuan syariat.
Untuk mewujudkan lima tujuan syariat ini, ibu rumah tangga yang
umumnya merupakan manajer rumah tangga, mesti disiplin dalam menepati skala
prioritas kebutuhan tadi, sesuai dengan pendapatan yang diperoleh suaminya.
Meski satu rumah tangga sudah mampu memenuhi sampai kebutuhan ketiga
atau pelengkap, Islam tetap tidak menganjurkan, bahkan mengharamkan

8|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

pengeluaran yang berlebih-lebihan dan terkesan mewah, karena dapat


mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. Allah berfirman dalam .” (QS al-Israa
ayat 16):

Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.4
Untuk mencegah agar kita tidak terlanjur ke gaya hidup mewah, Islam
mengharamkan segala pembelanjaan yang tidak mendatangkan manfaat, baik
manfaat material maupun spiritual. Apalagi melakukan pembelanjaan untuk
barang-barang yang bukan hanya tidak bermanfaat tetapi juga dibenci Allah,
seperti: minuman alkohol, narkoba, dan barang haram lainnya. Juga pembelian
yang mengarah pada perbuatan bid’ah dan kebiasaan buruk.
Namun itu semua tidak berarti membuat kita menjadi kikir. Islam
mengajarkan kepada kita sikap pertengahan dalam mengeluarkan harta, tidak
berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap berlebihan akan merusak jiwa, harta dan
masyarakat. Sementara kikir adalah satu sikap hidup yang dapat menahan dan
membekukan harta. Dalam QS al-Furqaan ayat 67
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.5
Atau dalam QS al-israa ayat 29:
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.6
Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.

4
Q.S Al-Isra ayat 16
5
Q.S Al-Furqan ayat 67
6
Q.S Al-Isra ayat 29

9|HES3B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

Sesungguhnya bukan hanya individu yang akan menghadapi pilihan sulit


seperti ini. Masyarakat atau negara juga sering harus menghadapi pilihan-pilihan
yang tidak mudah. Pemerintah kita misalnya menghadapi pilhan sulit antara
membangun infrastruktur untuk merangsang investasi, atau membangun
pendidikan yang baik demi dihasilkannya SDM yang berkualitas. Untuk itu
diperlukan satu pilihan yang sangat bijak agar kedua hal tersebut bisa dicapai secara
optimal.
Sesungguhnya pembagian Allah atas rizki hambaNya telah ditentukan
batasan, kadar dan jenisnya. Allah mengetahui kemampuan seorang hamba di
dalam membelanjakan dan men-tasaruffkan-kan rizki yang telah diberikan tanpa
adanya sikap melampaui batas dan tindak keborosan. Allah mengetahui seberapa
jauh kemampuan hambaNya untuk mengelola rizki dan kekayaan yang telah
diberikan tanpa melanggar batas-batas yang telah ditentukan (Quthb, 1939 dalam
Marthon, 2004). Allah berfirman dalam (QS Al Baqarah ayat 155).

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.7

Ujian dan cobaan Allah yang sangat beragam itu, tak lain merupakan ujian
keimanan dan kesabaran seorang hamba. Sebagai dalam ayat di atas, salah satu
ujian itu bisa berupa adanya rasa lapar, dan kekurangan atas bahan makanan pokok.
Sesungguhnya kehadiran manusia di muka bumi hanyalah sekadar mewujudkan
kehendak Tuhan (masyiah Rabbaniyah). Sayyid Qutbh dalam Saad Marthon,
menjelaskan: “Masyiah Rabbaniyah adalah totalitas keinginan seorang hamba
untuk pasrah dan menyerahkan seluruh jiwa dan raga terhadap keinginan dan
ketentuan Tuhan dalam segala aspek kehidupan, baik dalam proses pembuatan
barang, penelitian dan analisis kehidupan sosial, proses untuk memberdayakan hasil

7
Q.S Al-Baqarah 155

10 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

bumi dan wewenang mengolah serta memakmurkan bumi yang telah dititipkan
Allah kepada manusia”.
Adanya kelangkaan satu barang tidak hanya menghadirkan ujian keimanan
dan kesabaran seorang manusia. Kelangkaan barang juga akan menuntut seorang
hamba untuk kreatif dalam menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi
kebutuhan hidup sekaligus mencari jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapinya.
Satu contoh bagaimana manusia mengatasi kelangkaan sumber energi yang dalam
beberapa puluh tahun ke depan diperkirakan habis. Banyak penelitian dilakukan
untuk menghasilkan sumber energi alternatif. Begitulah, seorang manusia akan
lebih terdorong untuk memakmurkan kehidupan masyarakat jika menemukan
kesulitan dalam kehidupan ekonomi.

Kebutuhan Dan Keinginan


Sebagaimana kita pahami dalam pengertian ilmu ekonomi konvensional, bahwa
ilmu ekonomi pada dasarnya mempelajari upaya manusia baik sebagai individu
maupun masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya
yang terbatas guna memenuhi kebutuhan (yang pada dasarnya tidak terbatas) akan
barang dan jasa. Kelangkaan akan barang dan jasa timbul bila kebutuhan
(keinginan) seseorang atau masyarakat ternyata lebih besar daripada tersedianya
barang dan jasa tersebut. Jadi kelangkaan ini muncul apabila tidak cukup barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut.
Ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama bila tidak
terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan ini, Imam al-Ghazali tampaknya telah
membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan syahwat) dan kebutuhan
(hajat), sesuatu yang tampaknya agak sepele tetapi memiliki konsekuensi yang amat
besar dalam ilmu ekonomi. Dari pemilahan antara keinginan (wants) dan kebutuhan
(needs), akan sangat terlihat betapa bedanya ilmu ekonomi Islam dengan ilmu
ekonomi konvensional.
Menurut Imam al-Ghazali kebutuhan (hajat) adalah keinginan manusia
untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan

11 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya. Kita melihat misalnya dalam


hal kebutuhan akan makanan dan pakaian. Kebutuhan makanan adalah untuk
menolak kelaparan dan melangsungkan kehidupan, kebutuhan pakaian untuk
menolak panas dan dingin. Pada tahapan ini mungkin tidak bisa dibedakan antara
keinginan (syahwat) dan kebutuhan (hajat) dan terjadi persamaan umum antara
homo economicus dan homo Islamicus. Namun manusia harus mengetahui bahwa
tujuan utama diciptakannya nafsu ingin makan adalah untuk menggerakkannya
mencari makanan dalam rangka menutup kelaparan, sehingga fisik manusia tetap
sehat dan mampu menjalankan fungsinya secara optimal sebagai hamba Allah yang
beribadah kepadaNya. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara filosofi yang
melandasi teori permintaan Islami dan konvensional. Islam selalu mengaitkan
kegiatan memenuhi kebutuhan dengan tujuan utama manusia diciptakan. Manakala
manusia lupa pada tujuan penciptaannya, maka esensinya pada saat itu tidak
berbeda dengan binatang ternak yang makan karena lapar saja.
Anehnya, ilmu ekonomi konvensional tidak terlalu merisaukan adanya
perbedaan ini. Mereka tetap berpendirian bahwa kebutuhan adalah keinginan dan
sebaliknya. Padahal konsekuensi dari penyamaan ini berakibat pada terkurasnya
sumber-sumber daya alam secara membabi buta dan menciptakan
ketidakseimbangan ekologi yang gawat. Maka tidak heran jika sekarang terjadi
bermacam-macam bencana alam yang mengerikan disebabkan karena doktrin
keinginan sama dengan kebutuhan.
Lebih jauh Imam al-Ghazali menekankan pentingnya niat dalam melakukan
konsumsi sehingga tidak kosong dari makna dan steril. Konsumsi dilakukan dalam
rangka beribadah kepada Allah SWT. Di sini tampak pula pandangan integral
beliau tentang falsafah hidup seorang Muslim. Pandangan ini tentu sangat berbeda
dari dimensi yang melekat pada konsep konsumsi konvensional. Pandangan
konvensional yang materialis melihat bahwa konsumsi merupakan fungsi dari
keinginan, nafsu, harga barang, pendapatan dan lain-lain tanpa mempedulikan pada
dimensi spiritual karena hal itu dianggapnya berada di luar wilayah otoritas ilmu
ekonomi. Tidak ada yang dapat menghalangi perilaku homo economicus kecuali
kemampuan dananya. Tidak ada perasaan apakah konsumsi sekarang akan

12 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

berpengaruh kepada masa depan dirinya sendiri (misalnya mengkonsumsi alkohol


dan merokok), masa depan umat manusia ( misalnya, menguras minyak bumi,
menebangi hutan, proses industri yang menimbulkan polusi udara dan air) apalagi
masa depan kelak di akhirat.
Pembahasan tentang tingkatan-tingkatan pemenuhan kebutuhan manusia
(hajaat) telah menarik perhatian para ulama di sepanjang zaman. Di antara mereka
ada yang lebih menonjol dari yang lain dan secara khusus membahasanya dalam
karya-karya ilmiahnya seperti Imam al-Juwaini (w. 478 H) dalam kitabnya al-
Burhan fi Usul al-Fiqh, Imam al-Ghozali dalam al-Mustasfa dan Ihya, al-Izz bin
Abdus Salam (w. 660 H) dalam Qowaid al-Ahkam fi Masolih al-Anam, Imam as-
Syatibi (w. 790 H) dalam al-Muwafaqot dan Ibnu Khaldun (w. 808 H) dalam
Muqoddimah. Penyusunan tingkatan konsumsi ini menjadi menarik karena Islam
memberikan norma-norma dan batasan-batasan (constraints) pada individu dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Norma dan batasan ini pada gilirannya
akan membentuk gaya hidup ( life style) dan pola perilaku konsumsi ( patterns of
consumption behaviour) tertentu yang secara lahiriah akan membedakannya dari
gaya hidup yang tidak diilhami oleh ruh ajaran Islami.
Dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulumiddin Imam al-Ghazali membagi
tiga tingkatan konsumsi yaitu sadd ar-Ramq dan ini disebut juga had ad-dhorurah,
had al-hajah dan yang tertinggi adalah had at-tana’um.
Yang dimaksud dengan had ar-ramq atau batasan darurat adalah tingkatan
konsumsi yang paling rendah dan bila manusia berada dalam kondisi ini, ia hanya
mampu bertahan hidup dengan penuh kelemahan dan kesusahan. Imam al-Ghazali
sendiri menolak gaya hidup seperti ini karena individu tidak akan mampu
melaksanakan kewajiban agama dengan baik dan akan meruntuhkan sendi-sendi
keduniaan yang pada gilirannya juga akan meruntuhkan agama karena dunia adalah
ladang akhirat (ad-Dunya Mazro’ah al-akhirah).
Tingkatan tana’um digambarkan bahwa individu pada tahapan ini
melakukan konsumsi tidak hanya didorong oleh usaha memenuhi kebutuhannya an
sich, tetapi juga bertujuan untuk bersenang-senang dan bernikma-nikmat. Menurut
Imam al-Ghazali gaya hidup bersenang-senang ini tidak cocok bagi seorang

13 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

mukmin yang tujuan hidupnya untuk mencapai derajat tertinggi dalam ibadah dan
ketaatan. Kendatipun begitu, gaya hidup demikian tidak seluruhnya haram.
Sebagian dihalalkan, yaitu ketika individu menikmatinya dalam kerangka
menghadapi nasib di akhirat, walaupun untuk itu, ia tetap akan diminta
pertanggungjawabannya kelak. Barangkali keadaan ini dapat lebih ditegaskan
bahwa meninggalkan had tana’um tidak diwajibkan secara keseluruhan begitu juga
menikmatinya tidak dilarang semuanya.
Antara had ad-dhorurah dengan tana’um terdapat area yang sangat luas
disebut had al-hajah di mana keseluruhannya halal dan mubah. Menurut al-Ghazali
area ini memiliki dua ujung batasan yang berbeda yaitu ujung yang berdekatan
dengan perbatasan dharurah dan ini dinilainya tidak mungkin dipertahankan karena
akan menimbulkan kelemahan dan kesengsaraan dan ujung yang lain berbatasan
dengan tana’um di mana individu yang berada di sini dianjurkan untuk ekstra
waspada. Hal ini disebabkan karena ujung perbatasan ini dapat menjerumuskannya
ke dalam hal-hal yang membuatnya terlena secara tidak sadar dan akhirnya
melalaikan tugasnya dalam beribadah kepada Allah. Beliau menasihati kita agar
sedapat mungkin menetap di had al-hajah dengan sedekat mungkin mendekati had
ad-dharurah dalam rangka meneladani para Nabi dan Wali.
Kajian al-Ghazali tentang tingkatan konsumsi ini banyak bersentuhan
dengan apa yang telah dikemukakan oleh Imam al-Juwaini dan itu adalah wajar
karena Imam al-Haromain adalah salah satu gurunya dan al-Ghazali banyak belajar
dan mengambil ilmu dari padanya. Di samping itu kategorisasinya juga banyak
persamaannya dengan para ulama sesudahnya seperti al-Izz bin Abdus Salam, as-
Syatibi dan Ibnu Khaldun. Umumnya mereka membagi tiga kategori pemenuhan
kebutuhan, hanya ada sedikit perbedaan dalam penggunaan bahasa. Para ekonom
Muslim lebih menyukai istilah dan kategorisasi yang dikembangkan oleh Imam as-
Syatibi dalam al-Muwafaqot yaitu dhoruriyah, hajiyah dan tahsiniyah
(kamaliyyah). Sekalipun demikian, belakangan Imam Suyuthi ( w.911 H ) dalam
al-Asybah wan Nazhoir menulis lima tingkatan yaitu dhorurah, hajah, manfa’ah,
ziinah, dan fudhul.

14 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

B. Fungsi Otoritas Al-Ghazali


Pada dasarnya, ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara--cara islami. Pemikiran
Ekonomi Islam dalam pandangan Al-Ghazali (451-505H/1055-1111M), kegiatan
ekonomi merupakan amal kebajikan untuk mancapai maslahah untuk memperkuat
sifat kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia. Pemikiran
ekonomi Al-Ghazali didasarkan pada pendekatan Tasawuf. Corak pemikiran
ekonominya dituangkan dalam kitab Ihya' Ulum al-Din, al-Mustashfa, Mizan Al-
'Amaldan At-Tibr al Masbuk fi Nasihat Al-Muluk. Pemikiran sosio ekonomi Al-
Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai "fungsi kesejahteraan
sosial" yakni sebuah konsep yang mencakup semua aktifitas manusia dan membuat
kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat


tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni agama,
hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan, dan intelektual atau
akal. Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama kehidupan
umat manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat. Menurut Al-
Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan kebajikan yang dianjurkan oleh islam. Al-
Ghazali membagi manusia dalam tiga kategori, yaitu: Pertama, orang yang
mementingkan kehidupan duniawi, dan golongan ini akan celaka. Kedua, orang
yang mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi, dan golongan ini
termasuk golongan yang beruntung. Ketiga, golongan yang kegiatan duniawinya
sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat. Al-Ghazali menegaskan bahwa aktivitas
ekonomi harus dilakukan secara efisien karena merupakan bagian dari pemenuhuan
tugas keagamaan seseorang. Ia mengidentifikasikan tiga alasan mengapa seseorang
harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi, yaitu: Pertama, untuk mencukupi
kebutuhan hidup yang bersangkutan. Kedua, untuk mensejahterakan keluarga.
Ketiga, untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Mayoritas pembahasan Al-Ghazali mengenai berbagai pembahasan
ekonomi terdapat dalam kitab Ihya' Ulum al-Din. Bahasan ekonomi Al-Ghazali

15 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

dapat dikelompokkan menjadi: Pertukaran sukarela dan evolusi pasar, produksi,


barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik.

1.Pertukaran sukarela dan Evolusi pasar


Pasar merupakan suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli. Proses
timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk
menentukan harga dan laba. Menurut Al-Ghazali, setiap perdagangan harus
menggunakan cara yang terhormat. Sesungguhnya para pedagang pada hari kiamat
nanti akan dibangkitkan seperti para pelaku dosa besar, kecuali yang bertaqwa
kepada Allah, berbuat kebajikan dan jujur. Penimbunan barang merupakan tindakan
kriminal terhadap moral dan sosial, hal tersebut merupakan jalan pintas untuk
memakan harta orang lain dengan cara bathil.

2.Produksi
Al-Ghazali memfokuskan kegiatan ekonominya pada jenis aktivitas yang
sesuai dengan dasar-dasar ekonomi islam, seperti:
a. Produksi Barang-Barang Kebutuhan Dasar sebagai Kewajiban Sosial
Al-Ghazali menganggap kerja adalah sebagai bagian dari ibadah seseorang.
Apabila ada sekelompok orang yang memproduksi barang dalam jumlah yang
mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban masyarakat telah terpenuhi.
b. Hirarki Produksi
Al-Ghazali membagi aktifitas produksi dalam tiga kelompok yaitu, Industri dasar,
Aktivitas penyokong, dan Aktivitas komplementer.
c.Tahapan Produksi, Spesialisasi, dan Keterkaitannya
Al-Ghazali mengidentifikasikan tiga tingkatan persaingan, yaitu persaingan yang
wajib, Persaingan yang disukai, dan Persaingan yang tidak diperbolehkan.

3.Barter dan Evolusi Uang


a. Problema Barter dan Kebutuhan terhadap Uang
Pertukaran barter menjadi tidak efisien karena adanya perbedaan karakteristik
barang-barang. Al-Ghazali menegaskan bahwa evolusi uang terjadi hanya karena

16 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

kesepakatan dan kebiasaan, dimana tidak akan ada masyarakat tanpa pertukaran
barang dan tidak ada pertukaran yang efektif tanpa ekuivalensi.
b. Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan dengan Hukum
Ilahi
Uang akan memiliki nilai jika digunakan dalam pertukaran. Al-Ghazali menyatakan
bahwa salah satu tujuan emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang.
Al-Ghazali juga mengutuk mereka yang menimbun keping-kepingan uang.
c. Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang
Standart uang komoditas, dulunya muatan logam satu koin sama nilainya dengan
nilai koin tersebut. Pemalsuan uang bukan hanya dosa perorangan tetapi berpotensi
merugikan masyarakat secara umum. Namun, apabila percampuran logam dalam
koin merupakan suatu kebijakan dari pemerintah dan dapat diketahui oleh semua
masyarakat, maka hal ini dapat diterima atau dibolehkan.
d. Larangan Riba
Riba merupakan penyalahgunaan fungsi uang yang berbahaya, sebagaimana
penimbunan barang untuk kepentingan individual. Ada dua cara bunga yang
muncul dalam bentuk yang tersembunyi. Seperti bunga yang muncul jika ada
pertukaran emas dengan emas, tepung dengan tepung dan lain-lain dengan jumlah
yang berbeda atau dengan waktu yang berbeda. Jika dalam waktu yang sudah
ditentukan dan tidak segera mengembalikan barang tersebut maka akan ada
permintaan untuk melebihkan jumlah komoditi tersebut.jika jumlah komoditas
yang diperlukan tidak sama, kelebihan yang diberikan dalam pertukaran tersebut
disebut dengan riba fadl. Menurut Al-Ghazali kedua bentuk transaksi tersebut
hukumnya haram.

4.Peran Negara dan Keuangan Publik


a. Kemajuan Ekonomi melalui Keadilan, Kedamaian, dan Stabilitas
Al-Ghazali menekankan bahwa negara juga harus mengambil tindakan untuk
menegakkan kondisi secara internal dan eksternal. Al-Ghazali juga mendukung al-
hisabah yaitu sebuah badan pengawas yang dipakai banyak negara Islam pada
waktu itu, dan berfungsi untuk mengawasi praktik pasar yang merugikan.

17 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

b. Keuangan Publik, meliputi Sumber Pendapatan Negara, Utang Publik, dan


Pengeluaran Publik.
Disiplin ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia untuk
mengalokasikan sumber daya alam secara efisien. Hubungan antara Islam dan
ekonomi adalah islam mengatur ekonomi dengan mengaplikasikan ajaran al-qur'an
tentang bagaimana mengatur suatu perekonomian. Ilmu ekonomi islam membahas
dua disiplin ilmu yaitu ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh muamalah. Sebagai
contoh, ilmu ekonomi menghalalkan sistem ekonomi liberal. Tetapi sebaliknya,
fiqh muamalah belum tentu menghalalkan sistem ekonomi tersebut, karena pada
fiqh muamalah masih membutuhkan legislasi dari Al-Qur'an dan Hadist. Dengan
demikian, ekonomi bagi umat Islam merupakan salah satu bagian dari sistem
ideologi dan etika Islam. Karena itu Islamisasi ekonomi hanya mungkin terjadi
secara efektif dan komprehensif jikalau hal itu dibarengi dengan Islamisasi di
bidang-bidang kehidupan yang lain. Hanya dengan cara seperi inilah maka rahmat
Islam akan dapat dirasakan tidak saja baik kaum Muslimin sendiri melainkan juga
bagi seluruh manusia dan makhluk lain di jagat raya.

18 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

C. Analisa Kurva Indiferen (Indifference Curva)


Preferensi Konsumsi
Preferensi konsumsi dan pemenuhannya dapat di dipetakan/ mapping
sebagai berikut:
1. Utamakan Akhirat dari pada dunia
Pada tataran dasar konsumsi dilakukan bersifat duniawi (CW) dan bersifat

Ibadah (Ci) Keduanya bukan subtitusi yang sempurna karena perbedaan ekstrim.

Ibadah lebih bernilai tinggi karena orientasinya pada meraih falah yaitu pahala

dari Allah swt.

Dalam Al-Qur’an & hadits konsumsi duniawi adalah untuk masa


sekarang (present consumption) sedangkan untuk konsumsi ibadah
untuk masa depan (future consumption), semakin besar konsumsi
akhirat / ibadah semakin besar menuju falah begitu juga sebaliknya .

F terdapat hubungan positif antara pencapaian tujuan


Falah dengankebutuhan konsumsi ibadah.
Semakin tinggi ujuan falah semakin di tuntut tinggi
Konsumsi kebutuhan ibadah

CI

F
Terdapat hubungan negatif antara pencapaian
Tujuan falah dg kebutuhan konsumsi duniawi.
Semakin tinggi tujuan falah yg akan dicapai,
Semakin dituntut untuk kurangi konsumsi
kebutuhan dunia

19 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

CW

Seorang muslim yang rasional yaitu yang beriman semestinya anggaran konsumsi
ibadahnya harus lebih banyak dibandingkan anggaran konsumsi duniawinya. .
Karena dengan maksimumkan falah adalah tujuannya.
Sebaliknya dengan semakin tidak rasional, maka semakin kufur sehingga
semakin besar anggaran konsumsinya untuk duniawi, yang pada akhirnya
menjauhkan dari menuju target falah.
Hubungan keimanan dengan pola Budget Line

Ci
(a). Semakin rasional (beriman) seorang muslim maka budget line-nya
akan semakin condong vertical (inelastis)

Cw

Ci

(a). Semakin tidak rasional ( kufur) seorang muslim, maka


budget line-nya akan semakin condong horizontal (elastis)

Cw

2. Konsisten dalam prioritas pemenuhannya


Ulama telah membagi prioritas pemenuhan kebutuhan dalam tiga bagian:

20 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

a. Daruriyyah, yaitu kebutuhan tingkat dasar atau kebutuhan primer


b. Hajjiyah , yaitu kebutuhan pelengkap/ penunjang atau sekunder
c. Tahsiniyyah, yaitu kebutuhan akan kemewahan atau kebutuhan tersier

3. Memperhatikan etika dan norma


Islam memiliki seperangkat etika dan norma dalam berkonsumsi. Diantaranya:

kesederhanaan, keadilan, kebersihan, halalan toyyiban, keseimbangan dan lain-

lain.

21 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

D. Optimal Sultion Produksi Konsumsi


Sesuai dengan asumsi rasionalitas,maka konsumsi seorang muslim akan
bertindak rasional.oleh sebab itu,pengambilan keputusan dari seorang konsumen
senantisa didasarkan pada perbandingan antar berbagai refrensi,peluang dan
manfaat serta madharat yang ada.konsumen yang rasioanl selalu selalu berusaha
menggapai prefrensi tertinggi dari segenap peluang dan manfaaat yang
tersedia.konsumen yang rasional berarti konsumen yang memilih suatu kombinasi
komoditas yang akan memberikan tingkat utilitas paling besar.utilitas disini juga
meliputi maslahat dan madharat yang ditimbulkan dari mengonsumsi komoditas
tersebut. Dengan demikian, kepuasaan maksimum seorang konsumen terjadi pada
titik dimana terjadi persinggungan antara kurva indifference dengan budget line.
Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara:
1) Memaksimalkan utility function pada budget line tertentu
Maksimalisasi utility function pada budget tertentu
Dengan tingkat pengeluaran tertentu yaitu $80, maka kombinasi barang B lebih
baik daripada kombinasi R dan S. Kombinasi B lebih baik daripada R, karena dapat
mengkonsumsi barang Y lebih banyak; dari segi total pengeluaran pun terlihat
bahwa masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar $20. Kombinasi B lebih baik
daripada kombinasi S, karena dapat mengonsumsi barang X lebih banyak; dari segi
total pengeluaran pun terlihat bahwa masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar
$10.8
2) Meminimalkan budget line pada utility function tertentu
Minimalisasi budget line pada utility function tertentu
Untuk mengonsumsi 20X dan 30Y cukup diperlukan uang $80. Oleh karenanya
kombinasi B lebih baik daripada kombinasi T, karena untuk mendapatkan T ia harus
membayar lebih mahal untuk jumlah barang yang sama. Untuk mengonsumsi
barang x dan y dengan tingkat kepuasan yang sama, seorang konsumen mempunyai
beberapa alternatif garis anggaran yang dibutuhkan. Dengan demikian, optimalisasi

8
Bab 5 teori ekonomi islam halaman 219

22 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

konsumen akan terbentuk pada budget line paling kecil untuk mendapatkan
kepuasan yang sama.
Produsen dan Fungsi Optimal Solution
Produsen
Produsen dalam ekonomi adalah orang yang menghasilkan barang dan jasa untuk
dijual atau dipasarkan. Orang yang memakai atau memanfaatkan barang dan jasa
hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan adalah konsumen.
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna
suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan.kegiatan menambah daya guna menambah sauatu benda
tanpa mengubah bentuknya dinamakan jasa.sedangkan kegiatan menambah daya
guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dianamakan produksi
barang
Fungsi optimal produksi
Optimalisasi produksi adalah suatu cara meningkatkan nilai dari suatu produksi
dengan pengaruh variabel. Cara mengoptimalkan produksi bisa dengan
meningkatkan kualitas produksi, jumlah produksi, manfaat produksi, bentuk fisik
produksi, dan lain- lain. Produksi optimal, dikaitkan dengan penggunaan faktor
produksi untuk memproduksi output tertentu, posisi optimal ini dicapai, apabila
tidak meningkatkan output tanpa mengurangi produksi output yang lain.
Konsep efisiensi dari aspek ekonomis dinamakan konsep efisiensi ekonomis atau
efisiensi harga. Dalam teori ekonomi produksi, pada umumnya menggunakan
konsep ini. Dipandang dari konsep efisiensi ekonomis, pemakaian faktor produksi
dikatakan efisien apabila ia dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Untuk
menentukan tingkat produksi optimum menurut konsep efisiensi ekonomis, tidak
cukup hanya dengan mengetahui fungsi produksi.
Penentuan volume produksi yang optimal

23 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

Menurut Riyanto (2001), penentuan jumlah produk optimal dapat dilihat


dengan memperhatikan biaya variabel.9 Biaya variabel dalam persediaan pada
prinsipnya dapat digolongkan sebagai berikut:
· Setiap biaya yang berubah- ubah sesuai dengan frekuensi jumlah persiapan
proses produksi yang disebut biaya persiapan produksi (set up cost). Setiap biaya
yang berubah- ubah sesuai dengan besarnya biaya rata-rata yang disebut dengan
biaya penyimpangan (holding cost).
Biaya penyimpanan terdiri atas biaya- biaya yang bervariasi secara langsung
dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan perperiode akan semakin besar
apabila rata- rata persediaan semakin tinggi. Biaya yang termasuk sebagai biaya
penyimpanan:
· Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau
pendingin)
· Biaya modal (opportunity cost of capita)
· Biaya keuangan
· Biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan
· Biaya asuransi persediaan
· Biaya pajak persediaan
· Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan
· Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya

Maslahat dalam konsumsi


Dalam menjelaskan konsumsi,kita mengasumsikan bahwa kosume
cenderung memilih barang dan jasa yang memberikan maslahat maksimum.hal ini
sesuai dengan rasionalitas islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin
menigkatkan maslahat yang diperolehnya.keyakinan bahwa ada kehidupan dan
pembalasan yang adl di akhirat serta informasi yang berasal dari allah SWT adalah
sempurna memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.

9
bab 10 biaya produksi halaman 208

24 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

Sebagaimana telah dijelaskan kandungan maslahat terdiri manfaat dan


berkah.demikian pula dalam prilaku konsumsi,seorang konsumen akan
mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan
konsumsinya.konsumen merasakan adanya manfaatsuatu kegiatan konsumsi ketika
ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material.sedangkan
menurut syariat islam hanyalah mengonsumsi barang yang halal saja,karna itu
merupakan kepatuhan terhadap allah SWT sehingga akan menghasilkan ganjaran
dan bagi yang mengonsumsi barang yang haram akan mendapatkan siksaan
darinya. Misalnya,ketika seseorang menonton televise di pagi hari,maka ia bisa
melihat channel mengenai berita politik dan hukum,berita criminal,film
kartun,hiburan music atau siaran lainnya.setiap jenis siaran tersebut dirancang
untuk mampu memberikan manfaat bagi penontonnya baik berupa layanan
informasi maupu kepuasan psikis tambahan informasi dan kepuasan inilah
merupakan yang diinginkan seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan
melahirkan maslahat sekaligus kepuasan namun jika pemenuhan kebutuhan
tersebuttidak di landasi oleh keinginan,maka hanya akan menghasilkan manfaat
semata. Ajaran islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun
keinginannya,selama dengan pemenuhan tersebut,maka martabat manusia bisa
meningkat.semua manusia dibumi ini diciptakan untuk kepentigan manusia ,namun
manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barag atau jasa yang halal dan baiksaja
secara wajar,tidak berlebihan.pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap
dibolehkan selama hal itu mampu menambah maslahat atau tidak mendatangka
madharat.10

10
Bab 4 tentang teori konsumsi islam halaman 129

25 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan maka beberapa hal yang dapat
disimpulkan
1. Ada lima prinsip konsumsi dalam Islam menurut Manan yaitu : prinsip
keadilan,kebersihan, kesederhanaan , kemurahan hati dan moralitas
2. Maslahah mempunyai makna yang lebih luas dari sekadar utility atau kepuasan
dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum
syara’ yang paling utama.
3. Kebutuhan dan keinginan merupakan sesuatu yang berbeda, menurut Imam al-
Ghazali kebutuhan (hajat) adalah keinginan manusia untuk mendapatkan
sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan menjalankan fungsinya.

B. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini jadi penulis
menyarankan apabila terdapat kekurangan atau isi dari makalah ini maka saran –
saran kritik dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan kami dan
menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan
menyempurnakan makalah kami.

26 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah
Makalah EKONOMI SYARIAH

DAFTAR PUSTAKA

Anto, Hendrie. M.B(2003), Pengantar Ekonomika Mikro Islami, EKONISIA,


Yogyakarta
Karim, Adiwarman (2002), Ekonomi Mikro Islami, IIITI
Khan, Fahim (1995), Essay in Islamic Economy, The Islamic Foundation
Marton, Saad, Said, (2004), Ekonomi Islam Ditengah Krisis Ekonomi Global,
Zikrul Hakim, Jakarta

Metwally (1995) , Teori dan model ekonomi islam. PT bangkit daya insana .

Muhammad (2004) , Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE-


Yogyakarta
Nasution, Mustafa Edwin, Nurul Huda, dkk (2006). Pengenalan Ekslusif Ilmu
ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Siddiqi, Muhammad , Nejatullah (1986), Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta:
LIPPM,
Google.com

27 | H E S 3 B
Ekonomi Syariah

Anda mungkin juga menyukai