Anda di halaman 1dari 22

Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

MAKALAH
“FATWA EKONOMI SYARIAH”
makalah dibuat dengan tujuan tugas mata kuliah Fatwa Ekonomi Syariah
MATA KULIAH : Fatwa Ekonomi Syariah
DOSEN : Lilis Suryani, SE.Sy.ME.

OLEH KELOMPOK 1:
Ahmad Muzakkir
NIM: 18420158

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ ADIYAH SENGKANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

i|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Fatwa Ekonomi
Syariah dengan judul : Fatwa Ekonomi Syariah

Selalu senantiasa kita bershalawat pada nabi allah Muhammad SAW. Tokoh
revolusi terbaik sepanjang masa yang hampir membuat islam menguasa sepertiga
dunia , yang tidak lagi diragukan untuk menjadi suri tauladan untuk umat
muslim .

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
dari berbagai pihak . Jika ada benar dan lebihnya itu datang dari Allah SWT dan
jika ada salah dan kurangnya datang dari kita . Wallahul muafiq ila aqwamith
thariq , billahi taufiq wassa’ adah Wassalamualaikum warahmatullah
Wabarakatuh .

Sengkang , 2020
Penulis,

Ahmad Muzakkir

ii | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

DAFTAR ISI

Halaman:
Cover Makalah i
Kata Pengantar...............................................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Sejarah Fatwa............................................................................................................3
B. Pengertian Fatwa.......................................................................................................6
C. Dasar Hukum Fatwa dan Syarat Mufti......................................................................7
D. Ciri-ciri Fatwa dan Kedudukan Fatwa......................................................................9
BAB III PENUTUP.....................................................................................................18
A. Kesimpulan.............................................................................................................18
B. Saran........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19

iii | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syariat Islam sebagai hukum mempunyai dua implikasi dalam kehidupan


ummat manusia. Pertama adalah sebagai hukum negara melalui praktek peradilan.
Kedua adalah sebagai ketentuan halal-haram yang tercermin dalam lima kaedah
hukum Islam (wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah) yang berbentuk ifta’ atau
fatwa untuk pedoman masyarakat umum. Segi pertama syariat Islam sudah
mendapat tempat secara terbatas dalam kewenangan Peradilan Agama/Mahkamah
Syariyah di Indonesia sampai ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi
Agama/Mahkamah Syariyah Propinsi, dan tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Sementara itu segi kedua menyangkut kewenangan fatwa belum mendapat tempat
yang semestinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Dalam sistem hukum Islam, pemberi fatwa adalah mufti yang sah atau
para imam yang terkenal kedalaman pemahamnan dan ilmu mereka. Orang awam
tidak dibenarkan memberikan fatwa, karena ini akan menjerumus kepada
kekacauan dan memberikan fatwa tanpa ilmu. Karena itu sebenarnya terdapat
kualifikasi untuk jabatan yang penting ini

1|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

B. Rumusan Masalah
1. Apa Sejarah Fatwa di Indonesia?
2. Apa Pengertian Fatwa?
3. Apa Dasar Hukum Fatwa dan syarat mufti?
4. Apa ciri-ciri dan kedudukan fatwa?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah fatwa
2. Untuk mengetahui Pengertian Fatwa
3. Untuk mengatahui Dasar hukum fatwa dan syarat mufti
4. Untuk mengetahui ciri-ciri dan kedudukan fatwa

2|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Fatwa
Berdasarkan teori-teori yang memberikan informasi mengenai awal
kedatangan Islam di Indonesia dengan berbagai bukti sejarah menunjukkan bahwa
Islam masuk ke Indonesia dengan damai baik melalui perdagangan, perkawinan
maupun upaya penyebaran (dakwah) sekitar abad ke VIII Masehi. 1 Penyebaran
Islam di Indonesia sendiri dapat dikatakan tidak terlalu sulit. Hal tersebut
disebabkan pelbagai alasan, selain metode penyebarannya dianggap sesuai dengan
masyarakat pada masa itu, faktor politis pada masa itu (Kerjaaan
Budha/Majapahit) tengah mengalami krisis dan instabilitas sehingga momentum
tersebut menjadikan Islam sebagai bagian alternatif solusi di tengah masyarakat.

Kehadiran dan penyebaran Islam yang terus berkembang kemudian


bertransformasi menjadi sebuah komunitas yang terstruktur dalam bentuk
kerajaan-kerajaan Islam. Di sinilah peran ulama sebagai figur sentral, pemberi
fatwa bahkan bukan saja dalam perkara keagamaan namun dalam perkara
kenegaraan, raja sebagai kepala pemerintahan pada masa itu senantiasa
berkonsultasi dan menanyakan terlebih dulu kepada ulama dalam memutuskan
suatu perkara.2 Begitu urgennya peran fatwa tersebut didukung dengan fakta
sejarah bahwa Islam pada masa itu menempati agama resmi kerajaan.3
Peran ulama pada masa pra kemerdekaan juga tidak dapat dipandang
sebelah mata, bahkan dari pelbagai pergerakkan perjuangan sebagian besar
diinisiasi dan dimotori oleh alim ulama. Hal ini menunjukkan betapa strategisnya
peran ulama dengan fatwanya. Begitu mudahnya ulama menggelorakan
perjuangan pada masa itu salah satunya disebabkan begitu besarnya pengaruh

1
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 24-36.
2
Akhmad Mujahidin, Makalah:”Pelembagaan Hukum Islam (Tinjaun Historis dan
Realitas)”, disampaikan dalam kuliah umum PPs STAIN Jurai Siwo Metro, 22 Oktober
2014.
3
Abdurrahman Wahid, Kontribusi Pemikiran Islam di Indenesia, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 230.

3|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

ulama dalam pandangan masyarakat, sehingga ketika fatwa kafir atas penjajah
semakin menambah motivasi perjuangan.
Berdirinya organisasi massa yang bersifat keagamaan seperti
Muhammadiyah (8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912) dan Nahdlatul Ulama
(31 Januari 1926) ikut mewarnai perjalanan bangsa dan perkembangan Hukum
Islam di Indonesia dengan pelbagai fatwa dan keputusankeputusannya.
Merespon kondisi tersebut Belanda pun memiliki metode khusus untuk
meredamnya yaitu selain dengan menekan berkembangnya hukum Islam melalui
tata hukum pada masa itu, Belanda juga menugaskan seorang Islamolog (1898),
Christian Snouck Hurgronye. Tugas utama Islamolog tersebut adalah agar muslim
Indonesia jangan sampai terlalu erat memegang hukum Islam sehingga dengan
demikian mereka akan mudah mempengaruhi dan mengendalikan orang-orang
Indonesia.4
Menjelang proklamasi kemerdekaan, politik hukum pamerintah Hindia
Belanda telah melahirkan pakar-pakar yang berfaham sekuler tetapi disamping itu
masih terdapat para ulama dan para tokoh Islam yang yang bercita-cita untuk
menjadikan hukum Islam sebagai syari’ah menjadi hukum positif atau sumber
atau dasar bagi umat Islam. Tokoh-tokoh yang berfaham sekuler berpendirian
bahwa sekulerisasi hukum merupakan ciri dari sistem politik modern yang
didasarkan pada dua alasan yaitu hukum agama akan mengurangi kewenangan
badan legislatif yang merupakan inti dari negara modern atau akan mengurangi
kedaulatan negara dan hukum agama akan menghalangi tuntutan perubahan
masyarakat karena hukum agama itu bersifat statis. Sehingga mengakibatkan
terpecahnya pandangan para pemimpin Indonesia menjadi 2 kelompok. Kelompok
pertama berpendirian bahwa syari’ah dan hukum Islam hanya sebagai bahan
hukum nasional tapi tidak mengikat, mengikat jika sudah diterima oleh hukum
adat. Sedangkan kelompok kedua berpendirian bahwa masyarakat yang dicita-
citakan wajib menjalankan syari’at Islam bagi umat Islam yang memerlukan
bantuan Negara atau hukum yang dibuat tidak bertentangan dengan hukum Islam
dan kedudukan hukum Islam sejajar dengan hukum adat. Hal ini kemudian

4
Aqil Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3S, 1985), hal. 30-31.

4|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

memuncak pada diskursus tentang tujuh kata di dalam Piagam Jakarta,


“Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” 5
Pada masa orde lama setelah dekrit presiden 5 Juli 1959, politik hukum
pemerintah terhadap hukum Islam lebih maju yaitu unsur-unsur hukum agama dan
hukum Islam mulai diperhatikan. Hal ini nampak bahwa hukum Islam tidak hanya
sebagai persuasive source namun menjadi authoritative source.6 Dengan kata
lain, hukum Islam menjadi kewenangan yang bersifat absolut dalam pelaksanaan
peradilan.
Kehadiran orde baru tahun 1966 memberikan harapan besar bagi perubahan
kedudukan peradilan agama di Indonesia. Peradilan agama adalah peradilan
Negara yaitu peradilan resmi yang dibentuk pemerintah dan berlaku khusus untuk
orang Islam dan menangani perkara perdata tertentu sesuai dengan hukum Islam.
Progres positif kedudukan hukum Islam dalam tata hukum nasional di
Indonesia tersebut kemudian pada masa orde baru perkembangan fatwa di
Indonesia pun mengalami perkembangan positif yaitu dengan dibentuknya Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 26 Juli 1975 (17 Rajab 1395 H). 7 Dari
sinilah babak baru perkembangan fatwa di Indonesia akan lebih mudah ditelusuri
perkembangannya tanpa mengkesampingkan lembaga-lembaga lain seperti NU
dan Muhammadiyah yang juga mengeluarkan pandangan hukum atau respon dari
persoalan masyarakat muslim di Indonesia.

B. Pengertian Fatwa

5
Endang Saifudin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Bandung: Pustaka ITB,
1981), hal. 25-26.
6
Juhaya S. Praja¸ Hukum Islam, Pemikiran dan Praktek, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hal. xi-xii.
7
Ma’ruf Amin, et.al., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975,
(Jakarta: Erlangga, 2011), hal. iii.

5|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

Fatwa berasal dari bahasa Arab‫ فتوى‬,yang artinya nasihat, petuah, jawaban
atau pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat
resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya,
disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan atau jawaban
terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak
mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti
isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.8
Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk
pada profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau
ulama, sedangkan yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa
perseorangan, lembaga ataupun siapa saja yang membutuhkannya. 
Hukum berfatwa adalah fardu kifayah, kalau ada orang lain yang bisa
memberi fatwa selain dirinya. Adapun kalau tidak ada orang lain yang bisa
memberi fatwa dan masalah yang difatwakan itu cukup mendesak maka ia pun
secara fardu ‘ain wajib memberi fatwa atas pristiwa itu.
Oleh karena fatwa itu menyangkut masalah agama maka tidak sembarang
orang bisa menduduki sebagai mufti syarat-syarat yang harus di miliki oleh
seorang mufti antara lain adalah:
a. Fatwanya harus didasarkan kepada kitab-kitab induk yang mutabar agar fatwa
yang diberikan itu dapat diterima oleh penerima fatwa.
b.  Apabila ia berfatwa berdasrkan qoul seseorang alim, maka ia dapat
menunjukan dasar sumber pengambilan fatwanya itu, dengan demikian ia
terhindar dari berbuat salah dan bohong.
c.    Seorang mufti harus mengerti atau mengetahui berbagai macam pendapat
ulama agar tidak terjadi kesalah fahaman antara ia dan penerima fatwanya.
d.   Seorang mufti haruslah seorang alim yang memiliki kejujuran.9

C. Dasar Hukum Berfatwah dan Syarat orang berfatwah


a. Al-Qur’an An-Nahl Ayat 43
8
Racmat Taufik Hidayat dkk.,Almanak Alam Islami, , Pustaka Jaya: Jakarta. 2000.
hal. 34.
9
Zen Amirudin, Ushul Fiqih, Teras ; Yogyakarta. 2009. Hal. 213

6|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

٤٣ َ‫ُمَُون‬Wَ ‫ۡعل‬Wََۡ ‫أه َل أٱ ِّۡك ِر ان ُكنُتُمۡ اَل ت‬


ۡ ‫ٓو ْا‬WXُٓ ‫ۡسل‬Wََۡ ‫ ِهمۡۖ ف‬Wَ‫قۡب ِ َ ا ال ِر َااٗل نو ِ ٓ ا َۡۡي‬
Wََۡ ‫َو َمٓا ۡأر َس ۡلنا َ ِمن‬
Artinya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.P6F1011

b. Hadis

‫ا ل ان امى‬WW‫عن ابن عباس ان سعد بن عبا دة استفتى رسول اﷲ صل اللهعليه وسلم فق‬
‫ فقال رسول اﷲ صل اﷲ عليه وسلم اقضه عنها‬,‫ما تت وليها نذر لم نقضه‬
Artinya: Dari ibnu abbas r.a. bahwa Sa’ad Bin ‘Ubadah r.a. Minta Fatwa kepada
Nabi SAW., yaitu dia mengatakan; sesungguhnya ibuku meninggal
dunia padahal beliau mempunyai kewajiban nadzar yang belum
ditunaikanya? Lalu Rasulullah SAW. Menjawab: “tunaikan nadzar itu atas
nama ibumu”. (HR Abu daud dan Nasai)P7F12

Syarat-Syarat Mufti

Mufti ( ‫ )مفتى‬berkedudukan sebagai pemberi penjelas tentang hukum syara’ yang

harus di ketahui dan diamalkan oleh umat. Umat akan selamat bila ia

memberi fatwa yang benar dan akan sesat bila ia salah dalam berfatwa, ia

harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

c. Syarat umum. Ia harus seorang mukallaf yaitu muslim, dewasa, dan

sempurna akalnya.

10
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtshar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Jakarta: Darus Sunnah,
2012, h.
11

12
Mu’amal Hamidy, et al.Terjemahan Nailul Authar, Himpunan Hadis-Hadis
Hukum, jilid 6, Surabaya: Bina Ilmu, 1986, h. 597-598.

7|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

d. Syarat keilmuan. Ia harus ahli dan mempunyai kemampuan untuk berijtihad,

seperti pengetahuan bahasa, pengetahuan al-Qur’an dan Sunnah Nabi, ijma’,

dan pengetahuan ushul fiqh, dan tujuan hukum.

e. Syarat-syarat kepribadian yaitu adil, dapat dipercaya, dan mempunyai

moralitas. Syarat ini harus dimiliki seorang mufti karena ia secara langsung

akan menjadi panutan masyarakat.

f. Syarat pelengkap. Ia harus mempunyai keteguhan niat, tenang jiwanya, hasil

fatwanya tidak membingungkan atau menimbulkan kontroversi dan dikenal

di tengah umat.13

D. Hakikat dan Ciri-ciri Fatwa dan Kedudukan Fatwa


13
Abdul Fatah Idris, Menggugat Istinbath Hukum Ibnu Qayyim Studi Kritik Terhadap
Metode
Penetapan Hukum Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Semarang: Pustaka Zaman, 2007, h. 32

8|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

Pada prinsipnya syarat-syarat berfatwa terbagi atas 3 (tiga) bentuk;


Pertama, syarṭ taklīf (syarat umum). Kedua, syarṭ al-asāsiyah (syarat pokok) dan
ketiga syarat penyempurna. Mengenai syarat-syarat seorang muftī, Ibnu al-
Samāni dalam Irṣād al-Fuhūl menyebutkan tiga syarat yaitu mampu berijtihad
dan terhindar dari kesan memperlonggar dan mempermudah hukum 14. Imam
Nawāwi menyebutkan bahwa seorang muftī haruslah seorang yang waraʽ, thiqāh,
terhindar dari fāsiq, tajam berfikir, sehat rohani dan jasmani.15

Pada dasarnya kedudukan fatwā adalah sama dengan ijtihād. Rifyal Ka‟bah juga
menegaskan iftā‟ (pekerjaan memberi fatwa) adalah sinonim dari ijtihād.
Perbedaannya fatwa lebih khusus dari ijtihād. Ijtihad adalah istinbaṭ (formulasi)
ketentuan-ketentuan hukum secara umum, baik kasus hukumnya sudah ada atau
belum ada. Sedangkan iftā‟ (fatwa) menyangkut kasus yang sudah ada dimana
mufti memutuskan ketentuan hukumnya berdasarkan pengetahuan hukum yang
dimilikinya.16 Oleh karena itu syaratsyarat yang harus dimiliki oleh seorang mufti
sama dengan syarat-syarat seorang mujtāhid. Sehubungan dengan itu, Al-Ghazali
merumuskan
kualifikasi seorang mujtāhid sebagai berikut:

1. Mengetahui Al-Qur‟ān sebagai dalil hukum. Dalam hal ini, AlGhazali


tidak mensyaratkan untuk mengetahui Al-Qur‟ān secara menyeluruh, tetapi
cukup mengetahui ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum saja sejumlah 500
ayat. Menurutnya dalam mengetahui ayat tersebut tidak disyaratkan pula bagi
mujtāhid untuk menghafalnya akan tetapi cukup dengan mengetahui tempat ayat

tersebut.17

14
Al-Shaukāni, Irṣād al-Fuhūl, (Makkah: Maktabah al-Tijārah, 1953), (taḥqīq: Abi
Mush'ab Muhammad Sa'id al-Badri), h. 296.
15
Imam Nawāwi, Majmuʽ Syarḥ al-Muhaḍab, Juz IV, (Mesir : Zakāria Ali Yusuf, t.t), h.
75
16
Rifyal Ka‟bah, Hukum Islam di Indonesia Perspektif Muhammadiyah dan NU
(Jakarta :
Universitas, 1999), h. 212
17
Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, al-Mustasfa fi „ilmi „l-Uṣul,
(Beirut : Dar Ihya at-Turats al-„Arabi, 1324), h. 350

9|HES 5B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

2. Mengetahui hadith, Al-Ghazali dalam hal ini mensayaratkan kepada


mujtāhid tidak saja untuk mengetahui hadith-hadith hukum, tetapi juga harus
mengetahui hadith tentang nasehat keagamaan, infLembaga Fatwai akhirat dan
lainya. Menurut Al-Ghazali tidak perlu hafal diluar kepala, dengan memiliki
kitab-kitab hadith ṣaḥīḥ dan menghafalnya saat dibutuhkan.18

3. Mengetahui ijma (konsensus ulama), disini ditekankan kepada mufti


adalah mengetahui tempat-tempat ijma‟ agar para mufti tidak menyalahi ijma‟.
Menurut Imam al-Ghazali tidaklah harus menghafal semua tempat-tempat ijma‟
dan tempat perbedaannya ijma‟ ulama. Kemudian apabila ia sepakat dengan
salah satu mazhab ulama, apapun maẓhab-nya, atau mengetahui bahwa yang
terjadi dalam masanya yang belum pernah dibahas oleh ahli ijma‟, hal ini sudah
dipandang memadai.19

4. Mempunyai kemampuan akal, terutama kemampuan intelektual dan


analisis dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya terutama berkaitan
dengan hukum, ketentuan hukum berasal dari ketentuan teks Alquran dan
sunnah. Semua ini harus dipahami dengan akal dan proses memahami hukum
yang tidak ditetapkan oleh teks juga menggunakan kemampuan akal pikiran.

5. Mengetahui dalil-dalil dengan segala persyaratannya, sehingga


mendapatkan penjelasan dan dalil-dalil yang dibutuhkan. Tanpa dalil dan
keterangan ia tidak dapat merumuskan ketentuan hukum.20

6. Mengetahui bahasa Arab, merupakan unsur penting yang harus dikuasai


oleh mufti, karena ini berkaitan dengan Alquran yang diturunkan dalam bentuk
bahasa Arab juga hadis Nabi yang juga berbahasa Arab. Dalam bahasa Arab ini
Imam al-Ghazali menegaskan untuk menguasai ilmu nahwu, gunanya untuk
memahami pembicaraan orang Arab dan kebiasaanmereka dalam menggunakan
bahasa Arab, sehingga ia benar-benar mampu mengetahui dan membedakan

18
Rohadi Abdul Fatah, Analisis fatwa Keagamaan....................,h.45
19
Al-Ghazali, al-Mustasfa ….......................................................,h.350
20
Ibid.

10 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

susunan kata ṣarīh, ẓahīr, mujmal, ḥaqīqah, majaz, ʽam, khaṣ, muḥakkamah,
mutasyabih, muṭlaq, muqayyadah, naṣ.21

7. Mengetahui perbedaan antara nasikh dan mansukh baik dalam kitab


maupun dalam sunnah. Dalam hal ini tidak harus menghapal semua ayat dan
hadis, tetapi harus mengetahui ayat-ayat dan hadis yang nasikh dan mansukh.64

8. Mengetahui perbedaan antara hadith ṣahih dan bukan hadith ṣahih yang
diterima dan tidak diterima di kalangan umat. Tidak perlu meneliti hadith satu
persatu, jikalau terdapat perbedaan pendapat mengenai riwayat satu hadith,
langkah yang harus dilakukan memilih riwayat yang lebih kuat dari ulama
terkenal seperti Imam Syafiʽi dan Malik.22

9. Mengetahui uṣul fiqh, uṣul fiqh ilmu yang harus diketahui para mufti
dan mujtāhid. Substansi kajian uṣul fiqh adalah dalil-dalil hukum Islam, tidak
hanya sebatas Al-qur‟ān, hadith dan ijtihād tetapi seluruh hal-hal yang terkait di
dalamnya. Seorang muftī harus kaya dengan uṣul fiqh, karena uṣul fiqh
merupakan metodologi berpikir untuk membuka dan menunjukkan kepada suatu
kesimpulan hukum, bukan sebagai pembuat hukum. Dengan mengetahui uṣul
fiqh secara tidak langsung mengetahui kaidah-kaidah umum (kulliyat) dan
hakikat hukum beserta dalil-dalilnya, syarat-syarat dalil, segi penununjukan lafaẓ
kepada makna, proses tarjīh dari dalil yang bertentangan (taʽaruḍ al-„ādilah),
nasakh-mansukh, dan lainnya.23

Menurut Abu Zahrah, sehubungan dengan syarat seorang muftī, keadilan seorang
muftī merupakan syarat yang penting, karena berkaitan dengan hal : Pertama,
proses pemilihan pendapat yang tidak pasti dalilnya. Kedua, fatwa membawa
kemaslahatan bagi masyarakat luas sehingga mufti tidak dibolehkan mengambil
pendapat yang lebih berat dan yang lebih ringan sebagai dalil hukum. Ketiga,
dalam memilih pendapat ia mesti memiliki niat yang baik. Keadilannya dituntut
agar ia tidak memihak kepada penguasa sehingga mengenyampingkan keinginan
21
Al-Ghazali, al-
Mustasfa................,h.353 64 Ibid.
22
Ibid.
23
Al-Ghazali, al-Mustasfa..............,h.352

11 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

masyarakat atau berfatwa berdasarkan keinginan masyarakat semata. 24


Kedelapan, membangun citra yang baik, waraʽ dan memelihara dari perbuatan
dosa. Kesembilan, cerdas, teguh dan teliti dalam ber-ijtihād. Kesepuluh, berserah
diri kepada tuhan agar aktifitas ijtihād sesuai dengan kebenaran dan tidak lari dari
koridor agama. Kesebelas, dipercaya orang untuk melakukan ijtihād. Keduabelas,
konsekuen dalam berpikir, berucap dan bertindak dengan sesuatu yang
difatwakan.

Selanjurnya, berkaitan dengan bentuk fatwa pada tataran praktik setidaknya


terdapat 2 (dua) bentuk fatwa yaitu fatwa kolektif ( al-fatwā alijmaʽī) dan fatwa
personal (al-fatwā al-fardī ).

1. Fatwa kolektif ( al-fatwā al-ijmaʽī)

Fatwa koletif merupakan bentuk fatwa yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
sekelompok atau lembaga yang memiliki yang memiliki kemampuan dan
kewenangan dalam mengeluarkan fatwa. Fatwa kolektif ini haruslah bebas dari
pengaruh tekanan politik, budaya, dan sosial yang berkembang. 25 Di Indonesia
yang dikategorikan sebagai kelompok fatwa kolektif ini adalah Majelis Ulama
Indonesia, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam
Departemen Agama, Komisi Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia,26 Majelis Tarjih Muhammadiyah, Lembaga Bahsu alMasail dan


lainnya.

Fatwa yang bersifat kolektif dipandang sebagai bentuk ijtihad modern yang
dianggap ideal, karena proses perumusannya didasarkan pada berbagai sudut
pandang keilmuan yang lebih mendekati kebenaran. 27 Ijtihād kolektif dipandang
perlu sebab permasalahanpermasalahan yang muncul dewasa
ini semakin kompleks. Pemecahannya memerlukan pendekatan

24
Muhammad Abu Zahrah, Uṣul Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1958), h. 597
25
Ali Hasballah, Usul al-Tasyri‟ al-Islami , Cet 5, (Mesir : Dar al-Ma‟arif, 1976) , h. 426
26
Rohadi Abdul Fatah, Analisis fatwa.............................,h.140-141
27
Asafri Jaya, Konsep Maqashid al-Syariah Menurut Syatibi, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 158

12 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

yang tidak hanya dari aspek hukum semata, melainkan perlu dukungan berbagai
macam disiplin ilmu seperti ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi dan lainya.28

2. Fatwa personal (al-fatwā al-fardī )

Fatwa personal merupakan bentuk fatwa yang dihasilkan dari penelitian dan
penelaahan yang dilakukan seseorang. Biasanya fatwa personal ini lebih banyak
memberi warna pada fatwa kolektif. Fatwa personal selalu dilandasi dengan studi
mendalam terhadap suatu masalah yang akan dikeluarkan fatwanya, pada
umumnya fatwa kolektif diawali terlebih dahulu dengan fatwa personal melalui
studi mendalam tersebut.29

Sesungguhnya fatwa-fatwa yang berkembang dalam fikih Islam lebih banyak


bertopang kepada fatwa -fatwa personal. Seperti fatwa di kalangan mazhab-
mazhab fikih, fatwa Syaikh Muhammad
Syaltut, fatwa Yusuf al-Qradhawi, fatwa Ibn Taimiyah, fatwa Syaikh

al-Maraghi, fatwa Muhammad Abduh, fatwa Muhammad Abu

Zahrah, fatwa Said Rasyid Ridha, dan lainnya.30

Di Indonesia praktik pemberian fatwa secara individual telah berlansung cukup


lama. Sirajudin Abbas, misalnya, membahas dalam koleksi fatwanya tiga
pertanyaan yang berkaitan dengan isu-isu kontemporer seperti bunga bank, lotere,
dan seni, sedangkan sisanya menjawab berbagai persoalan tauhid ibadah, dan
muʽāmalah.31 Tokoh lainya adalah Ahmad Hasan, selain isu-isu yang serupa
dengan yang dibahas Sirajudin ia juga membahas isu-isu lain seperti konsumsi
obat saat berpuasa, rasisme, keterlibatan dalam perdagangan kulit ular, dan
lainya. Dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan, Hasan
biasanya menyediakan penjelasan yang panjang, seraya mengutip sumber-sumber

28
Asafri Jaya, Konsep Maqashid...................,h.159
29
Asafri Jaya, Konsep Maqashid...................,h.141
30
Ibid.
31
Rusli, Tipologi Fatwa………................,h.284

13 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

dari al-Qur‟ān dan Sunnah Nabi yang berkaitan dengan poko persoalan tersebut.
Dalam kasus jika ada dua pandangan yang berbeda, yang masing-masing dengan
dasar yang berbeda baik dalam Al-Qurʽan maupun Sunnah, Hasan mencoba
menjelaskan ayat Al-Qur‟ān dan tingkat keterpercayaan sanad dan matan dari
masing-masing Sunnah. Namun demikian, Hasan enggan menggunakan qiyās,
namun menerima ijmaʽ dan membatasinya hanya pada ijmaʽ ṣaḥābah, jika tidak
ada aturan hukum dari al-Qur‟ān dan Sunnah, maka ia berpegang pada kaidah al-
aṣl fī al-asyyā‟ al-ibaḥāh ( fondasi bagi segala sesuatu adalah boleh).32

Sehubungan dengan bentuk fatwa ini, dalam kaitan dengan format, fatwa terdiri
dari tiga unsur pertanyaan (su‟āl,istiftā‟), pemberi fatwa (mufti), dan jawaban
(jawāb). Seseorang (mustaftī) mengajukan suatu pertanyaan kepada seorang
mufti, yang kemudian mufti tersebut menyediakan jawabannya. Ketika pertanyaan
tersebut disusun atau ditulis pada sehelai kertas, maka kertas tersebut kemudian
33
dikenal sebagai ruq'ah al-istiftā‟ dan kitāb al-istiftā‟. Menurut Wael B.Hallaq
himpunan fatwa dapat diklasifikan menjadi dua bentuk pertama primary fatwā
dan secondary fatwā.

Dalam bentuk primernya (primary fatwa), fatwa memiliki ciri-ciri sebagai


berikut:

1. Keseluruhan fatwa selalu dimulai dengan kata-kata seperti “ Dia


ditanya…” dan diakhir diikuti dengan kata “ Dia menjawab…”. Beberapa ahli
hukum Islam, seperti Ibnu Rusyd dalam memberikan fatwa biasa mencantumkan
kalimat “ saya telah membaca dengan seksama pertanyaan dan
mempertimbangkannya dengan hati-hati”
(taṣaffaḥtu su‟ālaka wa-waqaftu ʽalayh) atau kalimat serupa lainya.34
2. Hampir keseluruhan fatwa berkisar mengenai permasalah khusus yang
dialami seseorang atau beberapa orang. Baik primary fatwā maupun secondary

32
Ibid.
33
Wael B. Hallaq, From Fatwās to Furuʽ : Growth and Change in Islamic Subtantive
Law,
(Islamic Law and Society. Vol.1. No.1, 1994), h. 29-65
34
Wael B. Hallaq, From Fatwās...................,h.32

14 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

fatwā selalu menampilkan dasar dari realitas yang sedang terjadi dan praktik
hukum dalam suatu koleksi fatwa.35

3. Fatwa selalu dilengkapi dengan komentar tambahan atau pertanyaan lain


yang diajukan mustaftī yang telah dijawab oleh ahli hukum dalam satu ruq‟a
yang sama.79

4. Primary fatwa, sering mencantumkan frasa-frasa yang tidak berkaitan


dengan hukum, akan tetapi memilik peran untuk menunjukkan bahwa suatu
peristiwa memang terjadi dari realitas aktual. Seperti pertanyaan yang
mencantumkan mata uang tertentu atau berat dari sesuatu
(contoh., dīnār Nāṣirī, dīnār Ṣūrī) merupakan contoh dari bentuk ini. Yang lebih
penting dalam fatwa adalah pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan hukum
yang dimintakan fatwanya. Hal tersebut seringkali disebutkan dalam fatwa, akan
tetapi tidak mempengaruhi aturan, alasannya adalah untuk menunjukkan bahwa
fatwa memang benar-benar berasal dari realitas. Akan tetapi dalam praktik
seringkali nama-nama tersebut dihilangkan dan diganti dengan nama samaran
seperti Zayd dan ʽAmr. 36

5. Kebanyakan susunan pertanyaan dalam fatwa bersifat legalistik.

Kebiasaan seperti ini terjadi disebabkan para ahli hukum pada waktu

itu menolak untuk menjawab pertanyaan kecuali pertanyaan tersebut dirumuskan


dan ditulis oleh seorang ahli pembuat draft hukum. Pada masa Utsmāni, Syekh al-
Islām enggan untuk menjawab pertanyaan yang disusun oleh pribadi. Dalam
pedoman fatwa merekomendasikan bahwa ketika pertanyaan tidak jelas atau
terlalu umum, maka muftī harus mewancarai secara detail terhadap penanya, dan
kemudian merumuskannya dalam bahasa hukum, kemudian memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut. 37

35
Wael B. Hallaq, From
Fatwās...................,h.33 79 Ibid.
36
Wael B. Hallaq, From Fatwās...................,h..34
37
Wael B. Hallaq, From
Fatwās..................,h.35 82 Ibid.

15 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

6. Dalam fatwa yang berhubungan dengan kontrak, muftī selalu


melampirkan draft kontrak yang menjadi permasalahan. Hal ini menunjukkan
bahwa permasalahan memang benar-benar terjadi dan bukan karangan muftī
semata.82

7. Sejak fatwa memiliki fungsi sebagai doktrin pendukung dalam kasus yang
terjadi diperadilan, para praktisi telah mencatatnya dalam catatan peradilan. Fakta
ini mengindikasikan bahwa fatwa sejak saat itu telah dirumuskan dalam suatu
koleksi tertentu.38

8. Beberapa fatwa tampak bersifat hipotesis, berurusan dengan masalah


“akademis” atau menyikapi masalah yang murni “teoritis”. Meskipun begitu,pada
dasarnya permasalahan tetap didasarkan pada relaitas yang sebenarnya terjadi,
rumusan-rumusan hipotesis tersebut merupakan hasil formulasi atas berbagai
masalah yang sesungguhnya

terjadi.39

9. Kebanyakan fatwa disusun berdasarkan urutan permasalahan yang


muncul. Dalam fatwanya, Imam Nawāwi menyatakan bahwa ia meyusun
fatwanya berdasarkan urutan waktu pertanyaan muncul, ia menyatakan bahwa
barangkali sutau ketika ada yang menyusunnya berdasarkan urutan kitab fiqh.85

10. Fatwa pada masa Utsmani dan periode setelahya cenderung cenderung
sangat praktis dan pragmatis.86

Fatwa mempunyai kedudukan penting dalam agama Islam. Fatwa atau


ketetapan ulama dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan
kebekuan dalam perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang dalam

38
Ibid.
39
Wael B. Hallaq, From
Fatwās...................,h.36 85 Wael B.
Hallaq, From Fatwās..................,h.37 86
Ibid.

16 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

penetapannya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan (al-nuṣuṣ


alsyari'iyah) menghadapi persoalan serius ketika berhadapan dengan
permasalahan yang semakin berkembang yang tidak tercangkup dalam naṣ-naṣ
keagamaan. Naṣ-naṣ keagamaan telah berhenti secara kuantitasnya, akan tetapi
diametral permasalahan dan kasus semakin berkembang pesat seiring dengan
perkembangan zaman.40 Dalam kondisi seperti inilah fatwa menjadi salah satu
alternatif jalan keluar mengurai permasalahan dan peristiwa yang muncul.

Senada dengan itu, Caeiro menyatakan bahwa fatwa merupakan titik temu
antara teori hukum dengan praktek sosial. 41 Selanjutnya ia menjabarkan bahwa
secara sosial fatwa memiliki empat fungsi antara lain; fatwa sebagai instrumen
hukum, instrumen sosial, wacana politik, dan sebagai doktrin hukum.42 Dalam
fungsinya sebagai isntrumen hukum fatwa menjadi bagian dari proses peradilan,
ketika menyangkut persoalan yang diajukan oleh seorang hakim dan berdampak
pada kasus-kasus peradilan, dalam fungsinya sebagai instrument sosial fatwa
memiliki kontribusi dalam menjaga stabilitas sosial antara hukum dan masyarakat
dengan syarat organisasi formal dan informal memiliki hubungan yang selaras
dalam pemerintahan, fatwa sebagai berpengaruh secara politik dan doktrin,
misalnya ketika ia digunakan untuk memberikan status hukum kepada umat Islam
yang heterodox sebagai murtad.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

40
Maslihan Mohammad Ali, Sejarah Revitalisasi........................,h. 21-22
41
Alexandre Caeiro, The Shifting Moral Universes of the Islamic Tradition of Iftā‟: A
Diachronic Study of Four Adab al-Fatwā Manuals, (Leiden: The Muslim Word, Vol 96,
Oktober 2006), h. 661
42
Ibid.

17 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan maka beberapa hal yang


dapat disimpulkan ada empat poin yang dapat diambil dari makalah diatas yaitu:
1. Sejarah Fatwa
2. Pengertian Fatwa
3. Dasar Hukum Fatwa dan Syarat Mufti
4. Ciri-ciri Fatwa dan Kedudukan Fatwa

B. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini jadi penulis
menyarankan apabila terdapat kekurangan atau isi dari makalah ini maka saran –
saran kritik dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan kami dan
menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan
menyempurnakan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

Google.com

18 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah
Makalah FATWA EKONOMI SYARIAH

19 | H E S 5 B
Fatwa Ekonomi Syariah

Anda mungkin juga menyukai