Anda di halaman 1dari 14

Metode Aristarchus

perjalanan manusia mengukur jarak antara bumi dan matahari dimulai sekitar 250 tahun
sebelum masehi? That is the truth! Aristarchus (310-230 SM) tercatat dalam sejarah sebagai
manusia pertama yang mencoba mengukur jarak matahari dari bumi.
Teori-teori yang disampaikan Aristarchus ini keren banget, mengingat beliau ada pada saat
ilmu pengetahuan masih baru banget berkembang. Dari karya-karya beliau yang masih bisa
dibaca, Aristarchus memprediksi bahwa pusat dari tata surya adalah Matahari. Tentu teori
beliau masih sekitar 1800 tahun terlalu dini sampai dikorek oleh Nicholas Copernicus hingga
menjadi sebuah teori astronomi yang paten. Tapi, karya beliau yang paling dikenal adalah
perhitungan jarak antara Matahari dari Bumi.
Sebelum kita mulai mengupas persamaan yang dirangkai Aristarchus, lo harus
paham dulu bahwa jarak Matahari dari Bumi berubah setiap detiknya. Iya karena rotasi dan
revolusi Bumi. 1 AU yang kita liat diatas itu merupakan jarak rata-rata dihitung dari orbit
terjauh Bumi dari Matahari (Aphelion) dan orbit terdekat Bumi dari
Matahari (Perihelion).
Aristarchus ini adalah salah satu astronom di zaman Yunani kuno. Dia lahir tahun 320
Sebelum Masehi. Bisa bayangin itu setua apa? Sekitar 2200 tahun sebelum Indonesia
merdeka, 1600 tahun sebelum Majapahit, dan 700 tahun sebelum kerajaan Kutai (kerjaan
pertama di Nusantara). Pada zaman itu, tentu ga ada yang bisa bikin roket ke luar angkasa
untuk mengukur jarak dari matahari ke bumi. Terus gimana cara Aristarchus ini bisa
mengukur jaraknya?
Okay, sebenernya Aristarchus ini belum benar-benar mengukur jarak dari matahari ke bumi.
Yang dia lakukan itu cuma mengukur perbandingan antara jarak bumi-matahari dan bumi-
bulan. Dia melakukan pengukuran ini ketika bulan tampak setengah lingkaran dari bumi.
Wah, gimana caranya tuh?
Nah, sebelum lu scroll ke bawah, coba pikir dulu, kira-kira gimana metode dia untuk
mengukur perbandingan jarak Bumi-Matahari dan Bumi-Bulan ketika bulan tampak setengah
lingkaran. Petunjuknya: Gambar posisi Bulan, Matahari, dan Bumi ketika bulan tampak
setengah lingkaran. Contohnya seperti gambar Bulan berikut ini. ?

Okay, gue lanjutin ya.


Ketika bulan tampak setengah lingkaran dari permukaan bumi, maka matahari, bulan, dan
bumi akan membentuk sudut tegak lurus seperti gambar berikut ini:
Okay, perlu gue tekankan bahwa gambar di atas itu simplifikasi dari posisi sebenarnya,ya.
Harusnya matahari itu jauh lebih besar dari pada bumi dan bulan, sudut θ juga harusnya ga
setajam itu, tapi mendekati 90 derajat. Tapi penggambaran ini ga jauh beda dengan apa yang
dilakukan oleh Aristarchus.
Nah, untuk bisa mendapatkan perbandingan antara b dengan a, kira-kira apa yang harus
dilakukan oleh Aristarchus? Dia tinggal menghitung sudut θ!

Menghitung sudut bulan-bumi-matahari (sudut θ)


Teknik yang dilakukan oleh Aristarchus untuk menghitung sudut θ ini ga jauh berbeda
dengan yang dilakukan oleh Eratosthenes.
Aristarchus tinggal meletakkan sebuah tongkat secara tegak ketika bulan itu berada tepat di
atasnya, seperti gambar di atas. Berikutnya, dia bisa mengukur bayangan yang terbentuk
akibat adanya sinar matahari di atas. Sudut ɸ bisa dicari dengan persamaan:

tan ɸ = Panjang bayangan / Panjang tongkat

Berhubung sudut ɸ dan sudut θ saling bertolak belakang, maka kita bisa menyimpulkan
bahwa:

θ=ɸ

Hore! Aristarchus berhasil menghitung sudut antara bulan-bumi-matahari!

Perbandingan jarak bumi-bulan dengan bumi-matahari

Setelah sudut θ diketahui, perbandingan antara b dengan a pada gambar di atas tentu
gampang dicari dong, ya? Yup, langsung aja:
Cos θ = b/a

Nah, Aristarchus melakukan hal di atas dan menemukan bahwa sudut θ itu besarnya adalah
87o. Tinggal kita masukkan ke persamaan, deh:
Cos 87o = 1/19
Wah, berarti dapet nih! Perbandingan jarak bumi-bulan dengan bumi-matahari adalah 1:19!
Aristarchus pun senang. ?

Eh tunggu! Kok udah pakai Trigonometri sih? Emangnya di zaman Yunani kuno,
Trigonometri sudah ditemukan?
Okay, tentu Trigonometri yang kita kenal sekarang dengan nama-nama yang sok asik itu (sin,
cos, tan) belum dikenal. Tapi konsep perbandingan segitiga siku-siku itu udah dikenal pada
zaman Yunani kuno. Jadi ketika Aristarchus itu menemukan bahwa sudut yang harus dia cari
perbandingannya adalah 87o misalnya, dia tinggal menggambar suatu segitiga siku-siku yang
salah satu sudutnya adalah 87o. Setelah itu, dia ukur perbandingan antara sisi samping dengan
sisi miringnya. Jadi dia ga perlu tahu tentang cosinus untuk bisa melakukan hal ini
karena Trigonometri pun konsep dasarnya adalah dari perbandingan segitiga.
Perhitungannya Aristarchus ini akurat ga sih?
Meskipun metodenya Aristarchus ini menarik, tapi sayangnya hasil perhitungan dia sangat
jauh dari ukuran yang sebenarnya. Menurut perhitungan modern, sudut sebenarnya itu bukan
87o, tapi 89,83o. Kalau kita masukkan ke dalam cosinus, hasil perhitungannya adalah 1:400.
Jauh banget ya.
Supaya dia nggak sedih, gimana kalau kita bilang ke Aristarchus, “Ga apa-apa kok,
Aristarchus! Aku tetap bangga sama kamu!”
Anyway, meskipun belum akurat, tapi belum ada yang berhasil mengoreksi perhitungan
Aristarchus ini sampai 1900 tahun kemudian loh! Sudut pengukuran Aristarchus ini
kemudian diperbaiki oleh Godefroy Wendelin.
Temuan Wendelin & Horrocks
Pada abad ke-17, seorang astronom dari Flandria (sekarang merupakan bagian dari Belgia)
bernama Godefroy Wendolinmenggunakan teleskop untuk mengoreksi observasi sudut yang
terbentuk diantara Bulan-Bumi-Matahari. Dengan kata lain, paman Wendolin mengoreksi
metode Aristarchus. Ia juga memetakan lokasi bintang yang tersebar di angkasa.
Beliau mengamati bahwa besar sudut tersebut bukanlah 87o namun 89,7o-89,75 o. Dengan
koreksi tersebut maka kita dapat mengubah persamaan kita diatas tadi dan mendapatkan
bahwa perbandingan jarak antara Bumi ke Bulan dan Bumi ke Matahari sebenernya mencapai
1 berbanding 220.
Wow. Sekarang kita udah deket banget dengan nilai perbandingan jarak yang sebenarnya
yaitu sekitar 1 berbanding 400.
Selang 4 tahun kemudian, Jeremiah Horrocks (seorang astronom dari Inggris) menemukan
metode lain untuk mengukur jarak antara Bumi dan Matahari. Untuk mengukur jarak
tersebut beliau menggunakan posisi relatif Venus terhadap Matahari. Perhitungan Horrocks
dilakukan dengan pengamatan terhadap Venus dari berbagai tempat di Bumi.
Untuk memahami metode Horrocks, kita coba buat datanya lebih simpel dengan menaruh
pengamatan pada dua titik saja. Coba perhatikan ilustrasinya.
Nah, dari kedua lokasi tersebut, dilakukan pengamatan terhadap posisi Venus ketika posisi
orbitnya dapat diamati dari Bumi. Posisi Venus ketika mengorbit Mataharinya pun diamati
tidak hanya sekali saja. Kemudian Horrocs dapat memperhitungkan secara kasar berapa jarak
d2 dengan menggunakan geometri.

Dengan menggunakan hubungan sudut, diketahui bahwa θ1 dan θ2 besarnya sama. Kemudian
dengan menggunakan nilai sin untuk sudut yang sangat kecil, diperoleh bahwa perbandingan
d1/D1 sama dengan d2/D2. Dengan ilustrasi tersebut Horrocks juga dapat memperoleh estimasi
jarak antara Bumi ke Matahari yaitu sekitar 144,840,960 km. Perhitungan beliau meleset
sekitar 10 juta kilometer tapi nilai ini udah bagus banget.
Metode Parallax
Cassini, pengguna metode
Parallax yang berhasil mengukur jarak antara Bumi dan Matahari dengan lebih akurat
daripada pengukuran-pengukuran sebelumnya.
Metode berikutnya adalah sebuah metode yang dinamakan Metode Parallax. Metode ini
digunakan oleh seorang yang bernama Giovanni Cassini. Ia menjadi orang pertama yang bisa
memberikan nilai yang cukup akurat mengenai jarak antara Matahari ke Bumi. Bagaimana
Cassini bisa mendapatkan angka tersebut? Dengan mengukur jarak antara Bumi dan Mars.
Loh? Iya, doi ngukur jarak antara Bumi dan Mars dulu, abis itu baru dia ngukur jarak antara
Bumi dan Matahari.
Gini ceritanya. Pada tahun 1672, Cassini menggunakan sebuah alat yang biasanya digunakan
oleh pelaut untuk navigasi. Kecuali elo bajak laut atau pelaut mungkin elo nggak akan
familiar dengan alat ini. Nama alatnya itu sextant. Ini aksesoris yang ditempel pada teleskop.
Bentuknya kayak gini.
Sextant, alat yang digunakan Cassini untuk membantu perhitungan dalam metode Parallax.
Bentuknya mirip busur, ya? Nah, alat yang di bawahnya ini bisa ngukur nilai sudut yang
cukup akurat. Jauh lebih akurat daripada ngukur sudut pake tongkat atau
teleskop. BTW, sebenernya metode yang digunakan oleh Cassini ini sempat terlebih dahulu
digunakan oleh seseorang bernama Huygens. Akan tetapi, banyak asumsi yang digunakan
Huygens meleset sehingga Huygens dinyatakan tidak ilmiah. Maka Cassini dinyatakan
sebagai penggagas metode yang biasa disebut sebagai Parallax.
Nama mereka digunakan untuk dijadikan satelit yang digunakan untuk mempelajari Saturnus.
Cassini-Huygens nama satelit buatannya, namun lebih dikenal dengan sebutan satelit Cassini.
Kasian deh Huygens, nggak saintifik sih lo. Satelit ini merupakan satelin pertama yang
berhasil memasuki orbit Saturnus.
Ilustrasi satelit Cassini-Huygens, yang berhasil memasuki orbit Saturnus.
Eksperimen untuk Mencari Sudut Parallax
Sekarang kita bakal ngomongin bagian serunya nih. Huehehhe. Ekseperimen ini dilakukan
Cassini dengan mengukur sudut yang terbentuk antara Mars dan Bumi dari dua sudut
pandang berbeda. Nah yang gue jelasin di sini itu versi sederhana dari eksperimennya
yah. Kalo aslinya, Cassini ngumpulin data segambreng dulu. Jadi dapat hasil rata-ratanya.
Cassini melakukan pengukuran dari 2 tempat, yaitu Perancis dan Guyana Perancis (French
Guyana).
Di Paris, Perancis, Cassini mendapatkan sudut alpha sebagai berikut:
Kemudian Cassini mengirim seorang kolega bernama John Richer untuk mengukur di
Guyana Perancis. Guyana Perancis ini lokasinya ada di Amerika Selatan, ya. Kemudian,
Richer mendapatkan sudut beta sebagai berikut:
Begitulah wajah Richer yang bete, soalnya harus keluar dari zona nyaman di Eropa dan
menjelajah Amerika Selatan duluuntuk memperoleh data. Anyway, kalau kedua gambar itu
kita zoom out, maka sudut alpha dan beta itu menjadi seperti ini:

Berhubung mereka bisa mengetahui posisi Paris dan Guyana Perancis dengan menghitung
sudut ke matahari, maka mereka bisa tahu sudut gamma di bawah ini:
Nah, sudut Parallax yang mau mereka cari itu adalah sudut theta di bawah ini:
Sekarang elo gue kasih puzzle, nih (biar kesannya bukan soal) biar lebih rame dan seru.
Kalau alpha, beta, gamma sudah diketahui, gimana cara mencari sudut thetanya? Nih biar
kebayang gue kasih angka (ini bukan nilai sebenarnya yah):
Misalkan besar sudut α = 75o. Terus sudut β besarnya 70o. Besar sudut γ itu 25o.
Berapa coba nilai sudut θ (Parallax-nya )? Silakan jawab di kolom komentar, ya.
Kalo elo bingung gimana nyelesaiin puzzle-nya, nih gue kasih clue.
Jarak Bumi-Mars
Nah, kalau sudut parallax sudah diketahui, gimana cara Cassini menghitung jarak dari Bumi
ke Mars? Kita gambar lagi yah.

Puzzle terakhir nih terakhir. Tapi elo bakal paham, nih gimana cara ngitung jarak ke Mars.
Misalkan D itu besarnya 7.000 km. Kemudian misalkan sudut parallaxnya adalah
10o. Berapakah nilai L? (tulis jawaban lu di comment lagi ya)
Sekali lagi kalo elo bingung, lo bisa cek artikel yang gue kasih tadi.
Seru kan? Iseng-iseng berhadiah ilmu pengetahuan *tsaaah. Sekali lagi gue ingatkan nilai
yang gue kasih di puzzle tadi, tuh, bukan nilai sebenarnya, yah. Sudut parallax itu aslinya
nilainya nol koma sekian derajat. Kecil banget nilainya. Jadi nanti nilai L yang didapet yah
gede banget juga, men.
Jarak Bumi-Matahari
Cassini sudah bisa menghitung jarak Bumi-Mars, tapi kan yang mau kita cari adalah jarak
Bumi-Matahari. Jeng jeng. Ternyata belum selesai yah. Kebetulan, Astronom sebelum
Cassini sudah bisa mengetahui jarak Mars ke Matahari (ini ga kita bahas di sini ya karena
kepanjangan). Kemudian, Cassini juga bisa mengukur sudut Mars-Bumi-Matahari, sebut aja
sudut θ. Hati-hati ketuker dengan θ yang sudut parallax tadi yah. Kalau kita gambarkan
ketika benda langit tersebut, gambarnya jadi begini:
Okay, kalau kita tahu besar L, x, dan theta, gimana cara menghitung p? Nih gue kasih
angkanya lagi:
Diketahui nilai dari x adalah 228 km dan nilai dari L adalah 55 km. Sudut θ
diketahui sebesar 60o Berapakah nilai p? (tulis jawaban di komentar di bawah ya)
Clue-nya juga ada di artikel tadi, ya.
Bagaimana dengan Perhitungan di Era Modern?
Meski nilai yang diperoleh oleh Cassini memang tidak seratus persen akurat, yaitu meleset
sekitar 6% dari nilai yang kita dapat dari hasil eksperimen di abad 21. Namun, untuk tepat
dugaan lo. Nilai yang kita punya masih merupakan hasil suatu perhitungan dan mungkin saja
dalam beberapa waktu ke depan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, akan
terjadi koreksi lagi terhadap nilai AU.

Di era modern ini, jika kita ingin melakukan perhitungan jarak antara Bumi dan benda langit
lainyya, kita bisa memanfaatkan teknologi seperti satelit. Pengukuran dilakukan dengan
mengirimkan satelit mendekati benda langit yang ingin kita ukur jaraknya. Setelah itu yang
perlu kita lakukan adalah mengirimkan sinyal pada satelit tersebut dan menunggu waktu
terpantulnya sinyal tersebut oleh satelit sampai kembali ke Bumi.

Keren, yah. Ternyata pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak pernah terbayangkan untuk
bisa dijawab oleh manusia dapat dicari jawabannya dengan metode yang simpel. Dengan
geometri yang cukup sederhana dan pengetahuan untuk mengukur sudut, kita dapat
mengukur berbagai hal seperti jarak dan diameter dari beragam benda langit yang ada di alam
semesta.

So, jangan pernah sekalipun menggantung mimpimu hanya setinggi pohon mangga, apalagi
pohon toge. Gantungkan mimpimu setinggi langit. Bahkan Matahari yang belum mencapai
ujung langit saja berjarak 149.597.870.700 meter dari Bumi yang kita pijak. Siapa tahu dalam
30 tahun kedepan elo akan menjadi orang Mars pertama? Berarti elomenggantungkan cita-
cita lo setinggi 229 juta kilometer.
Anyway, sekian dulu pembahasan dari kami. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi lo untuk
terus menggali ilmu tentang alam semesta. To quote Buzz Lightyear, to infinity and beyond!

Anda mungkin juga menyukai