STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. TF
Usia : 1 tahun 6 bulan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Februari 2013
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Bukit tunggal Bekasi–Jawa Barat
Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Tanggal masuk : 1 September 2014
No. Rekam Medis : 441820
III. ANAMNESIS
Didapatkan keterangan dari orang tua pasien (alloanamnesis) pada
hari Senin, tanggal 1 September 2014.
Keluhan Utama :
Kejang
1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan datang ke IGD RSPAD
Gatot Soebroto pada tanggal 1 September 2014 pukul 04.00 dengan keluhan
kejang yang terjadi 1 jam sebelum masuk rumah sakit, kejang terjadi
sebanyak 1 kali dan berlangsung selama 3 menit. Kejang tersebut terjadi di
seluruh tubuh dan di sertai ke 2 mata mendelik ke atas. Setelah kejang
pasien sadar kembali dan menangis kuat. Tidak ada riwayat kejang
sebelumnya baik disertai demam ataupun tidak. Kejang terjadi diawali
dengan keluhan demam yang cukup tinggi jarak, sebelum kejang pasien
sudah diberikan obat penurun panas sirup oleh ibunya pada pagi dan sore
hari tetapi demam tidak menurun, demam terus menerus tidak naik turun
tanpa disertai menggigil.
Selain itu sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien juga
mengeluh batuk (+), pilek (+). Batuk pada pasien berdahak dan pilek
berwarna bening encer. Semenjak batuk dan pilek pasien menjadi kurang
nafsu makan, BAK dalam batas normal. BAB dalam batas normal, tidak ada
mencret (-) dan konstipasi (-), sakit tenggorokan (-), sakit menelan (-). Tidak
ada pingsan (-), sakit kepala (-), penurunan kesadaran (-), dan muntah
nyemprot (-). Nyeri telinga (-) dan keluar cairan dari telinga (-)
Riwayat Pengobatan :
Paracetamol syr, 2 x 1cth
2
Kehamilan
Status obstetri ibu pasien P1A0, pasien merupakan anak pertama.
Selama kehamilan ibu tidak pernah sakit berat, tidak mengkonsumsi obat-
obatan, tidak pernah merokok dan tidak minum-minuman beralkohol. Ibu
juga rutin melakukan pemeriksaan Antenatal secara teratur ke Rumah Sakit.
Kelahiran
Tempat bersalin : Rumah Sakit
Penolong persalinan : Dokter
Cara Persalinan : Sectio Cesarea a.i KPD
Trauma : Tidak Ada
Masa Gestasi : 37 - 38 minggu
Keadaan saat lahir : Langsung menangis, pucat (-), biru (-),
kuning (-), kejang (-)
Apgar score : Tidak Tahu
Kelainan bawaan : Tidak Ada
Keadaan bayi : Berat badan lahir = 2700 gram
Panjang badan = 50 cm
Lingkar kepala = Tidak Ingat
Kesan :Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan,lahir spontan,
langsung menangis.
Riwayat Makanan
Usia ASI/ PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan
3
)
biskuit
Susu formula
diencerkan, 1 Bubur susu
8-10 (SGM) -
keping 2-3x sehari
4-5x sehari
2x sehari
biskuit
Susu formula
diencerkan, 1 Bubur susu
10-12 (SGM) -
keping 2x sehari
4-5x sehari
2x sehari
Kesimpulan : ASI Eksklusif 6 bulan
Pemberian makanan sampai usia 1 tahun baik
Batas 1 tahun
Jenis
Porsi Frekuensi
Makanan
Per Hari Per Minggu
Nasi ½ centong nasi 2x 7 hari
Sayur 1 sendok sayur 3x 7 hari
Daging 1 potong 1x 2-3 hari
Telur 1 butir 2x 7 hari
Ikan ½ potong 1x 3-4 hari
Tahu 1 potong 1x 7 hari
Tempe 1 potong 2x 7 hari
Susu Susu UHT 2x 7 hari
Kesimpulan : Secara kualitas dan kuantitas kebutuhan makanan pasien baik
Riwayat Imunisasi
4
Jenis I II III IV
BCG I bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 1 bulan 5 bulan 6 bulan 7 bulan
Campak 9 bulan -
Hepatitis B 0 bulan 5 bulan 6 bulan 7 bulan
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur anak
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi Ibu: Status obstetri P1A0
Abortus
Jenis Lahir
No Tgl lahir Hidup /Mati Keterangan
Kelamin mati
Sebab
1 27-02-2013 Laki-Laki √ - - Pasien
Data Perumahan
• Kepemilikan rumah : Milik Sendiri
5
• Perumahan milik : Pribadi
• Keadaan rumah : Teratur, rapi, bersih, dan ventilasi cukup
baik.
• Daerah lingkungan : Terdapat saluran air (got) yang cukup besar
di dekat rumah, lingkungan di sekitar rumah tidak banjir. Sumber air
adalah air tanah, air yang keluar jernih, tidak berwarna, tidak lengket
dan tidak berbau. Sumber air minum menggunakan air galon.
Data Antopometri
Lingkar kepala : 47 cm
Lingkar lengan atas : 20 cm
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 79 cm
BMI : BB/(TB)2 = 10/(0.79)2 = 16.0
BB/U =
TB/U =
BB/TB =
BMI terhadap umur =
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut
6
Ubun-ubun besar : Menutup
Wajah
Raut muka : Normal
Kulit : Tidak terdapat ruam, tidak pucat
Nyeri tekan sinus : Tidak ada
Mata
Kelopak : Edema (-/-), Benjolan (-/-), Cekung (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-), hiperemis (-), flikten (-), sekret (-)
Sklera : Sklera ikterik (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Warna hitam, bulat, isokor, diameter 3mm/3mm,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+)
Lensa : Jernih, dalam batas normal
Bola mata : Pergerakan bola mata normal
Penglihatan : Dalam batas normal
Telinga
Daun telinga : Bentuk daun telinga normal
Lubang : Sekret (-/-)
Gendang : Sulit dinilai
Perdarahan : Tidak ada
Hidung
Bentuk : Normal
Kulit : Tidak ada ruam
Septum : Deviasi (-), dalam batas normal
Konka : Hiperemis (+)
Selaput lendir : Hiperemis (+), sekret (+)
Mulut
Bibir : Mukosa bibir lembab, Tidak sianosis
Lidah : Tidak hiperemis, Tidak kotor
Celah mulut : Tidak ada kelainan
Selaput lendir : Hiperemis (-)
Gigi : Dalam batas normal
7
Gusi : Hiperemis (-), dalam batas normal
Langit-langit : Dalam batas normal
Tenggorokan : Tonsil T1/TI, tenang, uvula ditengah
Leher
Bentuk : Normal
Kulit : Normal
Pergerakan : Bebas ke segala arah
Trakea : Di tengah
Retraksi : Tidak tampak retraksi
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dan dinamis,
tidak ada retraksi intercosta
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, tidak
terdengar ronkhi, tidak terdengar wheezing
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 4 linea
midklavikularis kiri, tidak kuat angkat, dan tidak
ada thrill
Perkusi :
o Batas kanan jantung pada interkostal IV kanan di linea
parasternalis kanan
o Batas kiri jantung pada interkostal V kiri di linea
midklavikularis kiri
o Batas pinggang jantung pada interkostal II kiri di linea
parastrenalis kiri
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
8
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada sikatrik, tidak ada massa,tidak ada
distensi abdomen, venektasi tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran perut
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
Ginjal (ballotement tidak ada, nyeri ketok CVA
tidak ada), turgor baik
Genitalia Eksterna
Lubang uretra : Normal
Penis : Normal, Fimosis (-)
Testis : Teraba kiri dan kanan
Skrotum : Tidak membesar, tidak hiperemis
Rambut pubis : Tidak ada
Anus : Lubang intak, tidak tampak hiperemis,
tidak tampak massa yang keluar dari anus
Ekstremitas
Keterangan Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Pergerakan bebas +/+ +/+
Akral hangat +/+ +/+
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing Finger -/- -/-
Panjang Simetris Simetris
Tonus otot Baik/baik Baik/baik
CRT < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
o
Refleks Biseps : +/+ normal
o
Refleks Triseps : +/+ normal
o
Refleks Patella : +/+ normal
o
Refleks Achilles : +/+ normal
Refleks Patologis
o
Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
o
Refleks Babinski : -/-
o
Refleks Oppenheim : -/-
o
Refleks Chaddock : -/-
Tanda Rangsang Meningeal
o
Kaku Kuduk :-
9
o
Brudzinski I : -/-
o
Brudzinski II : -/-
o
Kernig sign : ≥ 135O / ≥ 135O
o
Laseque sign : ≥ 70 O/ ≥ 70 O
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
Jenis Pemeriksaan 1 September 2014 Nilai Normal
Hematologi
Darah Lengkap
13,3 gr/dl 13 – 18gr/dl
Hb
39 % 40 – 52%
Ht 4.8 juta/ul 4.3-6.0 juta/ul
12300 /mm3 4.800-10.800
Eritrosit
173.000 /mm3 150.000-400.000
Leukosit
80 fl 80-96 fl
Trombosit
28 pg 27-32 pg
MCV
35 g/dl 32-36 g/dl
MCH
MCHC
Kimia Klinik
Natrium 137 mmol/L 132-145
Kalium 4.3 mmol/L 3.1-5.1
Klorida 105 mmol/L 96-111
VI. RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan datang dengan
keluhan kejang yang terjadi 1 jam sebelum masuk rumah sakit, kejang
terjadi sebanyak 1 kali dan berlangsung selama 3 menit. Kejang tersebut
terjadi di seluruh tubuh dan di sertai ke 2 mata mendelik ke atas. Tidak ada
riwayat kejang sebelumnya. Kejang terjadi diawali dengan keluhan demam
yang cukup tinggi. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluhkan batuk dan pilek, dan sudah diberikan obat penurun panas
2x1cth, Semenjak batuk dan pilek pasien menjadi kurang nafsu makan,
BAK dan BAB normal.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nadi : 120x/menit, laju
pernafasan : 28x/menit, dan suhu tubuh 38,1°C. Pada pemeriksaan hidung
ditemukan konka yang hiperemis, selaput lendir hiperemis serta terdapat
sekret. Pemeriksaan Thorax dan abdomen dalam batas normal
10
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dalam batas normal
kecuali peningkatan leukosit 12.300/mm³
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Sederhana 1. ISPA
2. Tonsilo Faringitis akut
3. Otitis Media
4. Meningitis
5. Ensefalitis
6. ISK
X. PENATALAKSANAAN
IVFD D5 ¼ Saline 1000cc/24 jam
Diazepam 1.25mg (p.o) 4 x 1pulv
Parasetamol 125mg (p.o)
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
XII. FOLLOW UP
Tanggal 2 September 2014 Tanggal 3 September 2014
Hari perawatan ke 1
Hari perawatan ke 2
S Demam (+), Batuk dan pilek masih Demam (+), batuk dan pilek masih
dirasakan, nafsu makan menurun, sakit saat ddirasakan, nafsu makan membaik, sakit
menelan tidak ada, sesak nafas (-), mual dan saat menelan tidak ada, sesak nafas (-), mual
muntah tidak dirasakan, BAB dan BAK dan muntah tidak dirasakan BAB dan BAK
normal. normal.
11
O KU/Kes : Tampak sakit sedang KU/Kes : Tampak sakit sedang
/Composmentis /Composmentis
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
HR: 110 x/menit HR: 110 x/menit
Suhu : 37,10C Suhu : 36.60C
RR : 26 x/menit RR : 28 x/menit
Kepala : normocephal Kepala : normocephal
Mata : Tidak ada edema palpebra, Mata : Tidak ada edema palpebra,
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/- Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Telinga : liang telinga lapang, sekret -/- Telinga : liang telinga lapang, sekret -/-.
Hidung : sekret (-), NCH (-) Hidung : sekret (-), NCH (-)
Tenggorok : Faring hiperemis, tonsil TI-TI Tenggorok : Faring hiperemis, tonsil TI-TI
Mulut: mukosa bibir lembab, tidak ada Mulut: mukosa bibir lembab, tidak ada
sianosis sianosis
Leher : Pembesaran KGB (-) Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :Simetris, retraksi (-) Thorax : Simetris, retraksi (-)
BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-). BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).
SN Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing(-). SN Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing(-).
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba
membesar, lien tidak teraba pembesaran membesar, lien tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”,
tidak ada sianosis, tidak ada edema, tidak tidak ada sianosis, tidak ada edema, tidak
ada clubbing finger ada clubbing finger
A Kejang demam sederhana Kejang demam sederhana
ISPA ISPA
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang Demam
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini
secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan
gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan prognosis yang
sangat baik secara serangan. Namun kejang demam dapat menandakan
penyakit infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis
bakteria sehingga setiap anak harus diperiksa secara cermat dan secara tepat
diamati mengenai penyebab demam yang menyertai.1
Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering dijumpai dan
terjadi pada 25% anak. Dalam 25 tahun terakhir diketahui bahwa kejang
demam sebenarnya tidaklah menakutkan, kejang demam tidak berhubungan
dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian kecil saja yang akan
berkembang menjadi epilepsi.2
I. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38 C) tanpa adanyainfeksi susunan saraf pusat, gangguan
13
elektrolit ataupun metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.3
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League
Againts epilepsy (Commission On Epidemiology and Prognosis, 1993)
adalah kejang yang disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 C
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusatatau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
II. Epidemiologi
Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9
bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-
18 bulan, dan insiden mendekati 3-4% anak kecil. Ada riwayat kejang
demam yang kuat pada saudara kandung dan orangtua, menunjukkan
kecenderungan genetik.1
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.3
Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang
dari 12 bulan, maka resiko kejang demam kedua 50%, dan bila kejang
demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, resiko kejang
demam kedua turun menjadi 30%.4
Di Asia sekitar 70%-90% dari seluruh kejang demam merupakan
kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karimzadeh, P., dkk
(2008) di Mofid Children’s Hospital, Iran pada 302 penderita kejang demam
diperoleh 73,2% penderita merupakan penderita kejang demam sederhana
dan 26,8% merupakan penderita kejang demam kompleks.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi
Medan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada balita penderita kejang
demam proporsi tertinggi adalah pada kelompok umur 1-3 tahun 57,3%;
laki-laki 57,3% dengan seks rasio 1,3:1 ; berat badan lahir normal 94,6%;
status gizi baik 85,5%; status riwayat kejang demam sebelumnya tidak ada
62,0%; riwayat kejang demam sebelumnya 1 kali 56,7%; tinggi demam
14
>380C - 390C 40,9%.5
III. Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum
diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat
mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran
yaitu 8%-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua
dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya.1
V. Patofisiologi
15
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
- Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
- Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
- Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
16
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
VI. Klasifikasi3
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi:4
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure)
17
menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika
demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab
dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan
mengesampungkan meningitis. Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan
kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan
serebrospinalis (CSS) terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas,
roseola, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling
sering.1
VIII. Diagnosis1,3,4
Pengamatan kejang bergantung pada banyak faktor, termasuk umur
penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan
neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk
kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnyasehat meliputi glukosa
puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum, dan EEG. Peragaan discharge
(rabas) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalahdiagnostik
epilepsi, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal
tidak mengesampingkan diagnostik epilepsi, karena perekaman antar kejang
normal padasekitar 40% penderita. Prosedur aktivasi yang meliputi
hiperventilasi, penutupan mata, stimulsi cahaya, dan bila terindikasi,
penghentian tidur dan penempatan elektrode khusus (misal hantaran
zigomatik), sangat meningkatkan hasil positif. Discharge kejang lebih
mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja dan dewasa.1
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya:
infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan
homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi struktural pada sistem saraf,
misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk
menegakkan diagnosis ini.3
1. Anamnesis
18
- Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
- Sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
- Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,
menetap atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (gejala
infeksi saluran napas akut/ISPA, Otitis media akut/OMA, Infeksi
saluran kemih/ISK, GE)
- Singkirkan penyebab kejang yang lain(misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipooksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital terutama suhu tubuh apakah terdapat demam
- Kesadaran: apakah ada terdapat penurunan kesadaran. Kesadaran
yang tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi
pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I dan II,
kernique, Laseque(menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Pemeriksaan nervus kranialis
- Pemeriksaan neurologi: tonus otot, motorik, reflex fisiologis, reflex
patologis
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial
19
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang
tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan
intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid
atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun,
perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel
enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi
pada ibu.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh
penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali
atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (ISPA, OMA, ISK, GE)
3. Pemeriksaan Penunjang4
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari
penyebab demam,
Darah tepi lengkap
Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt
mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.
Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi
gangguan metabolisme
Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat
dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.
- Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara
klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin
20
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
- Elektroensefalografi (EEG)
EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik
maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat
dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG
tidak sensitif pada anak < 3 tahun
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
- Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed
Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi, seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Parese nervus VI
3. Papilledema
21
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
X. Penatalaksanaan4,7
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk7
1. Mencegah kejang demam berulang
2. Mencegah status epilepsi
3. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
4. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
22
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.4
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan faktor risikonya,
apakah kejang demam sederhana atau kompleks.4
23
1) Kejang lama > 15 menit
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya: hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi
3) Kejang fokal
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa
anak mempunyai fokus organik
4) Perngobatan rumat dipertimbangkan bila:
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam .
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
c. kejang demam > 4 kali per tahun
24
lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang
dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada
kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus
diperhatikan pula kontra indikasinya.Pemeriksaan laboratorium lain
dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah
rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada
anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam dan pertama kali
terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal menunjukkan
abnormalitas fokal.
25
Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkkmenggunakan
klonazepam sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kgBB per
dosis tiap 8 jam) selama suhu diatas 38oC dan dilanjutkan jika masih
demam. Ternyata kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100
anak yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu mengantuk, mudah
tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi, dan salivasi ber- lebihan.
Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkkmeneliti khasiat
kloralhidrat supositoria untuk mencegah kejang demam berulang. Dosis
yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500
mg untuk berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38oC.
Hasil yang didapat adalah terjadinya kejang demam berulang pada 6,9%
pasien yang menggunakan supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32%
pasien yang tidak menggunakannya. Kloralhidrat dikontraindikasikan pada
pasien dengan kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis.
26
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.Efek samping
fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada
30–50% kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan
menurunkan dosis.Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat
yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane
meneliti kejadian kejang berulang sebesar 5,5% pada kelompok yang
diobati dengan asam valproat dan 33% pada kelompok tanpa pengobatan
dengan asam valproat.Dosis asam valproat adalah 15–40 mg/kgBB
perhari.Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan
alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus
menerus.
Millichap,merekomendasikan beberapa hal dalam upaya mencegah
dan menghadapi kejang demam.
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukupinformasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan denganmemberikan diazepam
dosis 0,5 mg/kgBB perhari, per oral pada saat anak menderita
demam. Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus
dengan fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi,
pemberian sebaiknya dibatasi sampai 6–12 bulan kejang tidak
berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6
minggu – 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis
anak.
XI. Prognosis4
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya
terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal.
27
Kemungkinan mengalami kematiankarena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.
Edukasi
Pemberian edukasi kepada orang tua dapat berupa konseling :
I. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis baik
II. Memberitahukan bagaimana cara penanganan kejang.
III. Memberikan infornasi mengenai kemungkinan kejang yang berulang
IV. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif namun
perludipertimbangkan adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
I. Tetap tenang dan tidak panik
II. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di daerah leher
III. Bila anak tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring,
bersihkan muntahan atau lendir pada hidung atau mulut. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
IV. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
V. Tetap bersama pasien selama kejang
VI. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
VII. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.
BAB III
ANALISA KASUS
28
kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar kembali tanpa ada
defisit neurologis. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam
sederhana. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam,
untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien 38,1ºC yang
menunjukkan adanya infeksi. Diketahui sebelum timbulnya demam, pasien
mengalami batuk dan pilek sejak 2 hari yang lalu. Ini menandakan bahwa pasien
mengalami infeksi saluran pernapasan akut yang memicu terjadinya demam
sebagai tanda dari tubuh bahwa sedang mengalammi infeksi.
Demam yang dialami oleh pasien bisa disebabkan infeksi dari saluran
pernapasan. Bakteri/ virus masuk ke dalam tubuh host leukosit, makrofag, dan
limfosit memfagositosis MO merangsang pengeluaran pirogen endogen (IL1)
berfungsi anti infeksi merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat dengan adanya bantuan
enzim fosfolipase A2 memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2) dibantu oleh
enzim siklooksigenase (COX) mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus
Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu
tubuh (di atas suhu normal).
29
Selain itu dari hasil pemeriksaan nadi dan pernafasan didapatkan terjadi
peningkatan. Hal ini terjadi dikarenakan kompensasi dari peningkatan
metabolisme basal tubuh dimana apabila terjadi peningkatan setiap 1ºC
menyebabkan peningkatan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan akan O 2
menjadi 20% sehingga nadi dan pernapasan meningkatan untuk memenuhi kadar
O2 ke seluruh tubuh. Tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks
patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan
oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan
pemeriksaan pungsi lumbal, EEG atau CT-SCAN.
Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk
menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan EEG
untuk memastikan tidak adanya diagnosa epilepsi. Pemeriksaan CT Scan kepala
juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab
intrakranial untuk terjadinya kejang.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D5% ¼ NS 1000 cc/24
jam. Berdasarkan berat badan pasien yaitu 10 kg, berarti kebutuhan cairan dalam
24 jam adalah 1000 cc, karena pasien kesulitan dalam makan dan minum dengan
baik. Diberikan untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada
pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan
bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, maka diberikan obat anti kejang
profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,5mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal, pada pasien
diberikan diazepam per oral tablet 1.25mg setiap 6 jam. Untuk mengatasi
demamnya diberikan obat penurun panas berupa Paracetamol dengan dosis 10-
15mg/KgBB/Kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali, maka sesuai
dengan berat badan diberikan per oral tablet 125mg setiap 6 jam. Parasetamol dan
diazepam dibuat dalam bentuk puyer dan diminum 4x sehari, bentuk puyer dibuat
supaya memudahkan anak untuk meminum obat.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15,
EGC, 2000. Hal 2059-2067.
2. Gunardi, Hartono dkk, Kumpulan Tips Pediatri. Edisi 2, Badan Penerbit
IDAI, 2011. Hal 191-203.
3. Pudjiadi, Antonius dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, badan penerbit IDAI, 2009. Hal 150-153.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Rani, Syafni dkk. Karakteristik Penderita Kejang Demam Pada Balita
Rawat Inap Di RSUD Dr. Piringadi Medan Tahun 2010-2011.
Departemenn epidemiologi FK USU.
31
6. Menkes JH, Sarnat HB, dan Maria BL eds, Child Neurology edisi 7.
Philadelphia. 2000.
7. Deliana, Melda. Sari Pediatri. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak
Volume 4. 2002.
32