Anda di halaman 1dari 11

1.

1 PENGERTIAN KORUPSI

Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran,


dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif
hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU
No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di
kelompokan SBB :

1. Kerugian keuangan negara

2. Suap menyuap

3. Penggelapan dalam jabatan

4. Pemerasan

5. Perbuatan curang

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

7. Gratifikasi

1.2 FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

penyebab korupsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: faktor internal dan
faktor eksternal.

Faktor Internal, merupakan faktor pendorong korupsi yang berasal


dari dalam diri setiap individu. Faktor internal dapat diperinci
menjadi:

a) Sifat tamak/rakus manusia

Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu
terjadi ketika seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak
pernah merasa puas terhadap apa yang telah dimiliki

b) Gaya hidup konsumtif


Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar merupakan hal yang
sering mendorong terjadinya gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, apabila
Perilaku konsumtif tidak di imbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal
tersebut akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan
demi memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan
korupsi.

c) Moral yang kurang kuat

Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk


melakukan tindakan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.

Faktor Eksternal,merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan


korupsi yang berasal dari luar diri pelaku. Faktor eksternal dapat
dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Faktor Politik

Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat dilihat
ketika terjadi intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk
mempertahankan kekuasaannya.

2. Faktor Hukum

Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi dari
aspek perundang – undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal
lain yang menjadikan hukum sebagai sarana korupsi adalah tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan tidak adil, rumusan
yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya
kontradiksi dan overlapping dengan aturan lain.

3.Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dilihat ketika tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, maka seseorang akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi
demi terpenuhinya semua kebutuhan.

4. Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya
organisasi yang ada dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang
ada didalam lingkungan masyarakat. Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi
dari sudut pandang organisasi meliputi:

Kurang adanya teladan dari pemimpin

Tidak adanya kultur organisasi yang benar

Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai

Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi

Lemahnya pengawasan.

1.3 DAMPAK KORUPSI

Korupsi memiliki pengaruh yang negatif bagi suau negara. Akibat dari tindak
korupsi tersebut memiliki dampak yang sangat berpengaruh bagi negara. Berikut
dampak dari korupsi.

Dampak Terhadap Ekonomi

Ekonomi berfunsi sebagai faktor terpenting bagi masyarakat. apabila


korupsi sudah masuk pada perekonomian negara mana mungkin bisa makmur
masyaraktnya jikalau semua proses ekonomi dijalankan oleh oknum yang korup.
Hasil dari dampak korupsi terhadp ekonomi yakni,

 Lambatnya Pertumbuhan ekonomi dan Investasi


 Turunya Produktifitas
 Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa
 Menurunnya Pendapatan Negara dari Sektor Pajak
 Meningkatnya Hutang Negara

Dampak Sosial dan Kemiskinan Rakyat

Dari dampak sosial dan Kmiskinan Rakyat akan menybabkan

 Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik


 Lambatnya pengentasan kemiskinan rakyat
 Akses bagi masyarakat sangat terbatas
 bertambahnya anka kriminalitas

Runtuhnya Otoritas Pemerintahan

Penyebab dari runtuhnya otoritas pemerintahan yakni,

 Matinya Etika Sosial Politik

para wakil rakyat sudah tidak dapat dipercaya sebagai pelindung rakyat,
karna mereka hanya memikirkan anak buah mereka jika salah satu dari mereka
melakukan tindak korupsi dengan kekuatan politiknya mereka akan melakukan
berbagai cara untuk menyelamatkannya.

 Tidak Berlakunya Peraturan dan Perundng Undangan

peraturan perundang undangan tidak lagi berlaku karna, kebanyakan para


pejabat tinggi, pemegang kekuasaan atau hakim sering kali dijumpai bahwa
mereka mudah sekali terbawa oleh hawa nafsu mereka. dan juga sering kali semua
permasalahan selalu diselesaikan dengan korupsi.

Dampak Terhadap Polittik dan Demokrasi

Dari dampak terhadap politik dan demokrasi tersebut menghasilkan

 Munculnya kepemimpinan yang korup


 Hilangnya kepercayaam publik pada demokrasi
 Menguatnya system politik yang dikuasai oleh pemilik modal
 Hancurnya kedaulatan rakyat.

Dampak Terhadap Penegak Hukum

korupsii terhadap penegak hukum dapat melemahkan suatu pemerintahan.


bahwasanya setiap pejabat atau pemegang kekusaan memiliki peran penting
dalam membangun suatu negara, apabila pejabat sudah melalaikan kewajibannya
maka yang akan terjadi yakni,

 Fungsi pemerintahan tidak berjalan dengan baik


 Masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah

Dampak terhadap Pertahanan dan keamanan

Dampak terhadap pertahanan dan keamanan mengakibatkan

 Lemahnya alusistra (senjata) dan SDM


 Lemahnya garis batas negara
 Menguatnya kekerasan dalam masyarakat

Dampak Terhadap Lingkungan

Dampak korupsi terhadap lingkungan dapat menyebabkan

 Menurunya kualitas lingkungan


 Menurunnya kualitas hidup

1.4 MENCARI SOLUSI

Membicarakan masalah memang penting. Tetapi yang lebih penting lagi adalah
mencari solusinya. Berikut ini beberapa solusi untuk menyembuhkan penyakit
korupsi, suap, kolusi, dan praktek mafia di negeri ini.
Pertama, memperkuat keimanan dan budaya malu.

Bagaimanapun juga, keimanan adalah benteng terbaik untuk mencegah perbuatan


menipu. Karena orang yang imannya kuat takut terhadap adzab Allah dan merasa
senantiasa diawasi oleh Allah meski tidak ada manusia yang melihatnya. Adapun
rasa malu adalah bagian dari iman, yang tidak boleh hilang dari diri seorang
mukmin. Jika orang-orang Jepang yang notabene nonmuslim saja memiliki budaya
malu yang kuat, bagaimana mungkin kita di negeri ini yanbg mayoritas muslim
justru ’rai gedheg’, ’muka badak’, dan tidak punya rasa malu?

Kedua, sistem penggajian yang layak.

Sebagai manusia biasa, para pejabat/birokrat tentu memerlukan uang untuk


mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Untuk itu, agar bisa bekerja dengan
tenang dan tak tergoda untuk berbuat curang, mereka harus diberi gaji dan fasilitas
yang layak. Rasulullah saw. Bersabda, ”Siapa yang bekerja untukku dalam keadaan
tidak beristri, hendaklah menikah; atau tidak memiliki pelayan, hendaklah
mengambil pelayan; atau tidak mempunyai rumah, hendaklah mengambil rumah;
atau tidak mempunyai tunggangan (kendaraan), hendaknya mengambil kendaraan.
Siapa saja yang mengambil selain itu, dia curang atau pencuri!” (HR Abu Dawud).
Namun ini juga bukan satu-satunya solusi, karena manusia itu cenderung untuk
tidak pernah puas hingga tanah menyumpal mulutnya (yakni mati). Kita lihat
sendiri, betapa banyak para pejabat yang gajinya sudah banyak tapi tetap saja
melakukan korupsi.

Ketiga, pembuatan sistem, birokrasi, dan hukum yang antikorupsi dan


antikolusi, misalnya hukum yang melarang segala bentuk pemberian suap ataupun
hadiah (gratifikasi) kepada pejabat atau hakim. Rasulullah saw bersabda, “Hadiah
yang diberikan kepada para pejabat adalah suht (haram) dan suap yang diterima
hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad).

Keempat, penghitungan kekayaan pejabat dan pembuktian terbalik. Orang


yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat.
Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi.
Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis
atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik
sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang
bagus untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi khalifah, Umar menghitung
kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang
tidak wajar, yang bersangkutan, diminta membuktikan bahwa kekayaan yang
dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. (Lihat: Thabaqât Ibn Sa’ad, Târîkh
al-Khulafâ’ as-Suyuthi).

Kelima, hukuman yang berat. Tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok
tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis, bentuk dan
jumlahnya diserahkan kepada pemerintah, dalam hal ini lembaga hukum dan
peradilan. Penentuan hukuman terhadap koruptor harus mengacu kepada tujuan
syarak (maqashid asy-syari’ah), kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi
lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga koruptor akan jera
melakukan korupsi, dan hukuman itu juga bisa menjadi tindakan preventif bagi
orang lain. Menurut Abdul Qodir Audah, Abdul Aziz Amir, dan Ahmad Fathi
Bahnasi, ketiganya pakar Hukum Pidana Islam, hukuman takzir bisa berbentuk
hukuman paling ringan, seperti menegur pelaku pidana, mencela atau
mempermalukan pelaku, dan bisa juga hukuman yang terberat, seperti hukuman
mati. Nah, kalau kita melihat praktek korupsi yang sudah begitu membudaya dan
mengakar di negeri kita ini, sudah selayaknya diberlakukan hukuman yang paling
berat agar bisa memberikan efek jera, dan bisa memutus budaya korupsi yang sudah
seperti lingkaran setan ini.

Keenam, penegakan hukum secara tegas dan tanpa pandang bulu. Percuma
saja hukum dibuat jika hanya untuk dilanggar. Bagaimana mungkin di negeri ini
pencuri seekor ayam dan bahkan satu buah semangka dihukum penjara berbulan-
bulan, sementara koruptor milyaran atau bahkan triliunan rupiah bisa bebas dari
jeratan hukum? Hukum baru bisa berfungsi sebagai hukum jika diterapkan secara
tegas dan tanpa pandang bulu. Rasulullah saw bersabda, “Wahai manusia,
ketahuilah bahwa kehancuran umat terdahulu adalah karena mereka tidak
menegakkan hukum dengan adil. Jika yang mencuri – berperkara – dari golongan
kuat dan terpandang, mereka membiarkannya. Namun jika yang mencuri itu orang
yang tidak punya, mereka secara tegas menegakkan hukumnya. Demi Allah, jika
Fatimah putri Muhammad – anak beliau sendiri – mencuri, pasti saya potong
tangannya.” (HR Bukhari)

Ketujuh, teladan dari para pemimpin. Orangtua dulu pernah berpesan ,“Jangan
menyapu lantai, ketika masih membersihkan atap“. Bisa jadi pesan inilah yang
perlu diamalkan oleh pemerintah kita. Pesan ini yang mungkin pas dengan watak
masyarakat Indonesia yang masih cenderung paternalistik, menuntut
pemberantasan korupsi dimulai dari atas. Kalau pemimpinnya memiliki keberanian
dan kesungguhan untuk itu, saya yakin, korupsi dapat ditekan atau dikurangi,
bahkan dihilangkan. Ini juga sejalan dengan pepatah bijak yang artinya “manusia
itu mengikuti agama pemimpin mereka”. Jika pemimpinnya bersih, yang dipimpin
juga akan bersih atau setidaknya dapat diharapkan untuk menjadi bersih. Khalifah
Umar Bin Abdul Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali ketika
beliau pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima
anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan
urusan negara.

Kedelapan, kesadaran kolektif dan kontrol publik. Bagaimanapun juga, harus


ada kesadaran kolektif seluruh rakyat negeri ini mengenai pemberantasan korupsi,
karena penyakit ini sudah mewabah dengan hebat. Tidak cukup kesadaran ini hanya
dimiliki oleh segelintir orang saja. Demikian pula, masyarakat harus secara aktif
dan terus-menerus mengontrol para pejabat agar tidak melakukan korupsi. Dalam
hal ini, peran media sangat penting, tanpa harus terkotori oleh berbagai manipulasi
dan akrobat politik.
1.5 CONTOH KASUS KORUPSI

Malinda Dee Divonis 8 Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta


Selatan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Inong Malinda Dee binti
Siswo Wiratmo (49). Majelis hakim yang diketuai Gusrizal dalam sidang di ruang
sidang utama PN Jaksel menilai terdakwa Malinda terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang yang
didakwakan kepadanya.

"Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Inong Malinda Dee binti Siswo
Wiratmo hukuman penjara selama delapan tahun dan denda sebesar 10 miliar
rupiah," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal membacakan putusan di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/3/2012).

Hakim menilai seluruh dakwaan yang dikenakan kepada mantan Relationship


Manager Citibank itu terbukti secara sah dan meyakinkan. Empat dakwaan yang
dikenakan kepada Malinda terdiri atas dua dakwaan terkait tindak pidana
perbankan, yaitu dakwaan primer Pasal 49 Ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun
1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP serta dakwaan
subsider pertama, Pasal 49 Ayat (2) huruf b UU No 7/1992 sebagaimana telah
diubah dengan UU No 10/1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1
KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Malinda juga dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian


sebagaimana disebutkan dalam dakwaan subsider kedua Pasal 3 Ayat (1) Huruf b
UU No 15/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider ketiga
Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Putusan majelis hakim berselisih lima tahun dengan tuntutan jaksa. Hal yang
meringankan terdakwa dalam pertimbangan hakim adalah terdakwa masih
memiliki anak-anak yang membutuhkan asuhan orangtua. Sementara itu, hal yang
memberatkan, antara lain, adalah Malinda dianggap berbelit-belit dalam
menyampaikan keterangan di persidangan.
MAKALAH SOSIAL

“KORUPSI”

Disusun Oleh:

Angga Ardana

Dimas trilaksono

Calvin feri febriansyah

Anisa putri alfitriani

Helmalia shandika putri

SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG UDIK

LAMPUNG TIMUR

2019

Anda mungkin juga menyukai