1 PENGERTIAN KORUPSI
2. Suap menyuap
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
7. Gratifikasi
penyebab korupsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: faktor internal dan
faktor eksternal.
Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu
terjadi ketika seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak
pernah merasa puas terhadap apa yang telah dimiliki
1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat dilihat
ketika terjadi intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk
mempertahankan kekuasaannya.
2. Faktor Hukum
Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi dari
aspek perundang – undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal
lain yang menjadikan hukum sebagai sarana korupsi adalah tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan tidak adil, rumusan
yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya
kontradiksi dan overlapping dengan aturan lain.
3.Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dilihat ketika tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, maka seseorang akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi
demi terpenuhinya semua kebutuhan.
4. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya
organisasi yang ada dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang
ada didalam lingkungan masyarakat. Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi
dari sudut pandang organisasi meliputi:
Lemahnya pengawasan.
Korupsi memiliki pengaruh yang negatif bagi suau negara. Akibat dari tindak
korupsi tersebut memiliki dampak yang sangat berpengaruh bagi negara. Berikut
dampak dari korupsi.
para wakil rakyat sudah tidak dapat dipercaya sebagai pelindung rakyat,
karna mereka hanya memikirkan anak buah mereka jika salah satu dari mereka
melakukan tindak korupsi dengan kekuatan politiknya mereka akan melakukan
berbagai cara untuk menyelamatkannya.
Membicarakan masalah memang penting. Tetapi yang lebih penting lagi adalah
mencari solusinya. Berikut ini beberapa solusi untuk menyembuhkan penyakit
korupsi, suap, kolusi, dan praktek mafia di negeri ini.
Pertama, memperkuat keimanan dan budaya malu.
Kelima, hukuman yang berat. Tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok
tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis, bentuk dan
jumlahnya diserahkan kepada pemerintah, dalam hal ini lembaga hukum dan
peradilan. Penentuan hukuman terhadap koruptor harus mengacu kepada tujuan
syarak (maqashid asy-syari’ah), kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi
lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga koruptor akan jera
melakukan korupsi, dan hukuman itu juga bisa menjadi tindakan preventif bagi
orang lain. Menurut Abdul Qodir Audah, Abdul Aziz Amir, dan Ahmad Fathi
Bahnasi, ketiganya pakar Hukum Pidana Islam, hukuman takzir bisa berbentuk
hukuman paling ringan, seperti menegur pelaku pidana, mencela atau
mempermalukan pelaku, dan bisa juga hukuman yang terberat, seperti hukuman
mati. Nah, kalau kita melihat praktek korupsi yang sudah begitu membudaya dan
mengakar di negeri kita ini, sudah selayaknya diberlakukan hukuman yang paling
berat agar bisa memberikan efek jera, dan bisa memutus budaya korupsi yang sudah
seperti lingkaran setan ini.
Keenam, penegakan hukum secara tegas dan tanpa pandang bulu. Percuma
saja hukum dibuat jika hanya untuk dilanggar. Bagaimana mungkin di negeri ini
pencuri seekor ayam dan bahkan satu buah semangka dihukum penjara berbulan-
bulan, sementara koruptor milyaran atau bahkan triliunan rupiah bisa bebas dari
jeratan hukum? Hukum baru bisa berfungsi sebagai hukum jika diterapkan secara
tegas dan tanpa pandang bulu. Rasulullah saw bersabda, “Wahai manusia,
ketahuilah bahwa kehancuran umat terdahulu adalah karena mereka tidak
menegakkan hukum dengan adil. Jika yang mencuri – berperkara – dari golongan
kuat dan terpandang, mereka membiarkannya. Namun jika yang mencuri itu orang
yang tidak punya, mereka secara tegas menegakkan hukumnya. Demi Allah, jika
Fatimah putri Muhammad – anak beliau sendiri – mencuri, pasti saya potong
tangannya.” (HR Bukhari)
Ketujuh, teladan dari para pemimpin. Orangtua dulu pernah berpesan ,“Jangan
menyapu lantai, ketika masih membersihkan atap“. Bisa jadi pesan inilah yang
perlu diamalkan oleh pemerintah kita. Pesan ini yang mungkin pas dengan watak
masyarakat Indonesia yang masih cenderung paternalistik, menuntut
pemberantasan korupsi dimulai dari atas. Kalau pemimpinnya memiliki keberanian
dan kesungguhan untuk itu, saya yakin, korupsi dapat ditekan atau dikurangi,
bahkan dihilangkan. Ini juga sejalan dengan pepatah bijak yang artinya “manusia
itu mengikuti agama pemimpin mereka”. Jika pemimpinnya bersih, yang dipimpin
juga akan bersih atau setidaknya dapat diharapkan untuk menjadi bersih. Khalifah
Umar Bin Abdul Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali ketika
beliau pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima
anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan
urusan negara.
"Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Inong Malinda Dee binti Siswo
Wiratmo hukuman penjara selama delapan tahun dan denda sebesar 10 miliar
rupiah," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal membacakan putusan di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/3/2012).
“KORUPSI”
Disusun Oleh:
Angga Ardana
Dimas trilaksono
LAMPUNG TIMUR
2019