PENDAHULUAN
2
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi
Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan referensi dan
studi kepustakaan tentang penatalaksanaan kasus melalui
pendekatan kedokteran keluarga.
b. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai landasan atau
acuan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vertigo
2.1.1 Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah
istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung
gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo,
presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral),
light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika
berdiri (Sura 2010).
Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan (Lampert,
2009).
5
2.1.3 Etiologi (Labuguen, 2006)
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain
akibat kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan,
terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh
merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki
saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa
disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat
informasi tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah
dan mata. Penyebab umum dari vertigo:
2.1.4 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh
akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor
vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul
7
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat
di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
9
2.1.5 Diagnosis (Sura, 2010)
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar
20 sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek
gejala yang terdapat pada pasien (table . dan durasi gejala (table)
2.1.6 Tatalaksana
Prinsip umum terapi Vertigo
Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan :
Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.
- Betahistin
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering
digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan
antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam
mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine
11
(Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea
yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap
vertigo.
- Promethazine (Phenergan)
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan
akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) –
50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya
obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah
efedrin.
- Efedrin
12
Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
- Lorazepam
- Diazepam
- Skopolamin
13
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan :
Keterangan Gambar:
14
c. Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing
gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.
2.1.7 Pencegahan
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan adalah : (PHI, 2007)
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti
menghindari diabetes dan dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak
jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan
cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak
jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis
obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk
asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
c. Olah raga. Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas
rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan
pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol
lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,
dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
15
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. (Soedoyo, 2014).
Menurut WHO (World Health Organization) sebelumnya telah
merumuskan bahwa DM merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin.(Soedoyo, 2014)
2.2.2. Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar
16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis
600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika
Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat
retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2,5 kali
lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak
menderita diabetes.(Price&Wilson, 2014)
Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena
penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah
komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu
yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat. .(Price&Wilson, 2014)
Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat berakibat pada biaya
pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekuensi finansial karena
banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskular. .(Price&Wilson,
2014)
16
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan
penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
- Ras dan etnik
- Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
- Usia
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita Diabetes Gestasional
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :
- Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m²)
- Kurangnya aktivitas fisik
- Hipertensi (> 140/90mmHg)
- Dislipidemia (HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL)
- Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes dan diabetes tipe 2
2.2.4. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, klasifikasi DM
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1.Diabetes Melitus tipe 1
(akibat kerusakan sel beta pankreas, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
insulin).
2.Diabetes Melitus tipe 2
(akibat gangguan sekresi insulin yang dapat menyebabkan resistensi insulin).
3.Gestasional Diabetes Melitus (GDM).
17
(didiagnosa pada trimester kedua atau ketiga kehamilan)
4.Diabetes tipe spesifik
a.Sindrom diabetes monogenik, seperti neonatal diabetes dan maturity-onset
diabetes of the young (MODY).
b.Penyakit eksokrin pankreas, seperti fibrosis kistik.
c.Karena pengaruh obat atau zat kimia, seperti dalam pengobatan HIV/AIDS
atau pasca transplantasi organ.
(ADA, 2015)
18
volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat
menyebabkan kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan
gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat.
e. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat
perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.
Akibatnya timbul polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya nafsu
makan (appetite) meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan yang
berlebihan).
g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan
sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan
mobilisasi asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam
darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif karena
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.
h. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah
katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka
kisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan.
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
(PERKENI, 2015)
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
a.Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b.Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
19
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Puasa
adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan
keluhan klasik
Atau
Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode
yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization (NGSP).
21
sampai 20 %, kombinasi sulfonylurea dengan metformin saat ini merupakan
kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja yang sinergis sehingga
kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak dari pada
pengobatan tunggal masing-masing.
Efek samping dan kontraindikasi
Efek samping gastrointestinal dapat diberikan bersamaan dengan makanan.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien ginjal, gangguan hati, infeksi berat,
penggunaan alkohol yang berlebihan serta penyandang gagal jantung. Pemberian
metformin perlu pemantauan ketat pada usia lanjut >80 tahun dimana masa otot
lemak bebasnya sudah berkurang.
GLITAZONE5
Diabsorpsi cepat dan mencapai konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam.
Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam. Sama seperti metformin, glitazon tidak
menstimulasi produksi insulin oleh sel beta pankreas bahkan menurunkan
konsentrasi insulin lebih besar dari pada metformin. Glitazon dapat meningkatkan
berat badan dan edema. Glitazon dapat sedikit menurunkan tekanan darah dan
memperbaiki fungsi endotel.
Penggunaan dalam klinik dan efek hipoglikemia
Penggunaan bersama insulin tidak disarankan karena dapat mengakibatkan
peningkatan berat badan yang berlebih dan resistensi cairan.
Efek samping dan kontraindikasi
Glitazon dapat menyebabkan penambahan berat badan yang bermakna serta
edema. Pemakaian glitazon dihentikan bila terdapat kenaikan enzim hati (ALT
dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal. Pemakaian harus hati-hati pada
pasien dengan riwayat penyakit hati sebelumnya, gagal jantung kelas 3 dan 4 dan
edema.
22
GOLONGAN SEKRETAGOK INSULIN5
SULFONILUREA5
Mempunyai efek hipoglikemik dengan cara menstimulasi sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Obat ini digunakan sebagai terapi pada farmakologis awal
pengobatan diabetes dimulai terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah
terjadi gangguan pada sekresi insulin.
GLINID5
Glinid digunakan sebagai obat prandial. Diabsorpsi cepat dengan pemberian
secara oral. Diberikan 2-3 kali sehari.
23
Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan insulin,
metformin, glitazone, atau sulfonilurea. Obat ini diberikan segera pada saat
makanan utama. Dengan memberikan 15 menit sebelum atau sesudahnya.
Efek samping dan kontraindikasi
Gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatulence, dan diare. Acarbose
dikontraindikasikan pada kondisi irritable bowel syndrome, obstruksi saluran
cerna, sirosis hati, dan gangguan fungsi ginjal.
25
Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberkulosis paru pada
pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme
pertahanan pejamu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih
belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis
mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang penting dalam mekanisme
pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu, ditemukan juga aktivitas bakterisidal
leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki
kontrol gula darah yang buruk.(Jeon, 2008)
26
7. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan
sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota
masyarakat sekitarnya.
8. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang di
sampaikan.
9. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal
serta mengobati sedini mungkin.
10. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya. dan
11. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.
27
4. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-
baiknya.
5. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan
lanjutan.
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan
pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan.
Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang
membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia,
gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga
adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan
dalam lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan ras,
budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk
menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan
memerhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis
pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya (Prasetyawati, 2010).
Menurut WONCA (1991) dokter keluarga adalah dokter yang
mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang
yang mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh
provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang
menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa
adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula
bahwa dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai
bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut.
Tanpa membedakan ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis, dokter
ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat
mempertimbangkan dan memerhatikan latar belakang budaya,
sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas
28
berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi
pasiennya (Prasetyawati, 2010).
Menurut The American Academy of Family Physician (1969),
pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di
mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi
oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ
tubuh atau jenis penyakit tertentu saja (Prasetyawati, 2010).
Pelaksana pelayanan dokter keluarga dikenal dengan dokter
keluarga (family doctor, family physician). Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
mendefinisikan dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat
kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu
yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya
menanti secara pasif, tapi bila perlu aktif mengunjungi penderita dan
keluarganya (Prasetyawati, 2010).
Sedangkan Kolese Dokter Indonesia menterjemahkan secara
kimiawi sebagai berikut:
1. Dokter keluarga adalah dokter yang dididik secara khusus untuk
bertugas di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas
mengambil langkah awal penyelesaian semua masalah yang
mungkin dipunyai pasien.
2. Melayani individu dalam masyarakat tanpa memandang jenis
penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya dan
memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia dalam sistem
pelayanan kesehatan untuk semaksimal mungkin kepentingan
pasien.
3. Berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari
pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif,
menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi
medis dan sosiologi medis (Prasetyawati, 2010).
29
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi,
digunakan konsep Mandala of Health. Dipahami bahwa dokter tidak dapat
melihat pasien hanya fisiknya saja. Karena setiap manusia juga terdiri dari
fisik, jiwa dan spiritnya. Setiap manusia tinggal bersama manusia lain dan
juga berinteraksi dengan lingkungannya (fisik, tempat tinggal, pekerjaan,
lingkungan sosial, budaya dan sebagainya). Karena itu pada saat pasien
mengeluh gangguan kesehatan, perlu dikaji faktor-faktor disekitarnya yang
mungkin memicu atau menyebabkan gejala tersebut muncul selain
kemungkinan masalah pada biomediknya (Prasetyawati, 2010).
Pendekatan penegakan diagnosis berupa pendekatan multi aspek,
yaitu Diagnosis Holistik. Diagnosis holistik, terdiri dari:
1. Aspek 1 (aspek individu): keluhan utama, harapan, kekhawatiran
pasien ketika datang
2. Aspek 2 (aspek klinik): diagnosis klinis dan diagnosis bandingnya
3. Aspek 3 (aspek internal): faktor internal pasien yg memicu
penyakit/masalah kesehatannya, (misal: usia, perilaku kesehatan,
persepsi kesehatan, dan sebagainya).
4. Aspek 4 (aspek eksternal pasien): dokter menulis (keadaan
keluarga, lingkungan psikososial & ekonomi keluarga, keadaan
lingkungan rumah & pekerjaan yang memicu atau menjadi hazard
pada penyakit/masalah ini atau kemungkinan dapat menghambat
penatalaksanaan penyakit/masalah kesehatan yang ada.
5. Aspek 5 (aspek fungsional): dokter menilai derajat fungsional
pasien pada saat ini.
Begitu pula pada saat perencanaan penatalaksanaan masalah
kesehatan, dengan memperhitungkan faktor-faktor disekitar pasien, dokter
perlu memiliki perencanaan pencegahan mulai dari pencegahan primer,
sekunder, tersier untuk pasien dan keluarganya (Prasetyawati, 2010).
30
Gambar 1. The Mandala of Health: A Model of Human Ecosystem
31
2.3.4. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut
BKKBN (2011) sebagai berikut:
1. Keluarga pra sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keluarga berencana.
2. Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi
dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.
3. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
sosial-psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan
informasi.
4. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik,
sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan
sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya
dalam bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif
menjadi pengurus lembaga di masyarakat yang ada.
5. Keluarga sejahtera tahap III plus
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya
serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga disekitarnya.
32
2.3.5. Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)
Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR
keluarga. APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk mengukur sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh
Rosen, Geyman, dan Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam
tingkat kesehatan keluarga sebagai berikut. (Prasetyawati, 2010).
1. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.
2. Kemitraan (Partnership)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi,
turun rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan
suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
3. Pertumbuhan (Growth)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau
kedewasaan setiap anggota keluarga.
4. Kasih sayang (Affection)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5. Kebersamaan (Resolve)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.
2.3.6. Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga/Dokter Layanan Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat
kesehatan mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat
maupun di kala sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga
menyediakan program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat,
dan program pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh
sakit. Program ini harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
33
setiap mitranya. Hal ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya
mengacu pada pendekatan Medifa yang menata alur pelayanan dokter
keluarga dalam 4 kegiatan (assessment – targeting – intervention –
monitoring) yang membentuk satu siklus pelayanan terpadu (Prasetyawati,
2010).
1. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.
2. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)
Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter
keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya,
sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.
3. Intervensi proaktif (Intervention)
Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,
menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak
mengikuti program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan
kebutuhannya. Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang
sehat dapat tetap sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko dapat
dikurangi kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari, dan yang
saat ini menderita suatu penyakit dapat segera pulih, dicegah terjadinya
komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan seminimal mungkin. Bila
diperlukan si mitra akan dirujuk ke spesialis.
4. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)
Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan
dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga
untuk meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya
(monitoring).
34
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-sitri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu
dengan anak (Prasetyawati, 2010).
Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam yaitu sebagai berikut.
1. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.
2. Keluarga besar (extended family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis
vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun
menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari
pihak suami atau istri.
3. Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-
anak tiri.
4. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,
serta anak-anak mereka tinggal bersama.
6. Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
7. Keluarga serial (serial family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-
masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan
masing-masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
8. Keluarga gabungan (composite family)
35
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-
anaknya atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup
bersama.
9. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.
36
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan
fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga
dengan fungsi keluarga sakit.
37
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : Ny. Nurlela
Umur : 57 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 5 Agustus 1962
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Tidak tamat SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Alamat : Jl. KH. Bhalki lrg. Banten 2 No. 81 RT 02
RW 001 Kelurahan 16 Ulu, Seberang Ulu
II, Palembang
Agama : Islam
Tanggal kunjungan rumah I : 02 Juni 2019
Tanggal kunjungan rumah II : 08 Juni 2019
Tanggal kunjungan rumah III : 09 Juni 2019
3.2. Subjektif
1. Keluhan Utama
Kepala pusing dan badan lemas.
2. Keluhan Tambahan
Mudah lelah.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien mengonsumsi obat dan kencing manis.
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien biasa makan 2 – 3x sehari dengan nasi disertai lauk ikan, tempe,
telur dan ayam. Pasien mengaku sering makan sayur dan buah. Pasien
memiliki kebiasaan makan makanan yang asin. Pasien mengaku sering
berolahraga.
6. Riwayat Pekerjaan
Pasien adalah ibu rumah tangga.
39
7. Riwayat Higiene
Pasien mandi dua kali sehari dengan sumber air PAM dan menggunakan
sabun.
8. Riwayat Nutrisi
Pasien makan tiga kali sehari sebanyak 1 piring setiap kali makan
dengan nasi putih dan lauk seperti ikan, ayam, ,tahu, tempe, dan sayuran,
yang mana menu setiap hari berbeda beda. Pasien dahulu sering
mengkonsumsi makan makanan yang berlemak tinggi seperti makanan
yang mengandung minyak, santan, nasi bungkus, goreng gorengan.
40
10. Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Responden
: Perempuan
: Perempuan meninggal
41
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8C
Berat badan : 75 kg
Tinggi badan : 157 cm
IMT : (Obesitas 1)
Keadaan Spesifik
Kepala : normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut.
- Mata : edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-),
- Hidung : sekret (-/-), rhinore (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
- Telinga : nyeri tekan (-/-), otorea (-/-)
- Mulut : gusi berdarah (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
- Paru
- Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), sikatrik (-/-)
- Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
- Jantung
- Inspeksi : iktus cordis (-)
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba (+), thrill (-)
- Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinitra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS V linea Midsternalis sinistra
- Auskultasi : murmur (-), gallop (-)
42
Abdomen
- Inspeksi : datar, striae (-)
- Palpasi : lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri ketok CVA (-)
Genitalis : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Aspek Biopsikososial
Biologis : DM tipe 2 + Vertigo
Psikis : Baik
Ekonomi : Menengah atas
Sosial : Baik
Budaya : Baik
Agama : Baik
3.6. Penatalaksanaan
- Promotif
1. Memberikan informasi kepada pasien gambaran umum tentang
penyakit Vertigo dan DM tipe 2 mengenai penyebabnya, gejalanya,
tatalaksana, serta komplikasinya.
2. Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan. Cara hidup sehat:
diet yang sehat, aktivitas fisik teratur, hindari asap rokok, istirahat
cukup, hindari stres.
43
3. Pengobatan terhadap penyakitnya (terutama mengenai cara
penggunaan obat dengan cara yang benar dan lama
pengobatannya).
4. Pentingnya ketaatan menggunakan obat karena penyakit ini tidak
dapat sembuh namun dapat dikontrol.
5. Besarnya kemungkinan penyakit ini diturunkan kepada
keturunannya sehingga harus diberikan promosi kepada seluruh
keluarga.
- Preventif
Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat
dilakukan sehingga tidak mencetuskan dan tidak memperparah
kondisinya
1. Membatasi konsumsi makanan asin karena tinggi kadar garam.
2. Membatasi konsumsi makanan berlemak.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko timbulnya Vertigo dan
DM tipe 2.
4. Membatasi makanan berminyak dan disarankan minyak yang
dipakai hanya satu kali.
5. Makan makanan yang mengandung serat yang tinggi.
6. Kontrol tekanan darah dan gula darah serta HBA1c minimal 3
bulan sekali.
7. Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup.
- Kuratif
1. Farmakologis
Betahistine tab 6 mg 2x1
Metformin tab 500 mg 3x1
Pioglitazon tab 30 mg 1x1
Simvastatin tab 20 mg 1x1
44
2. Non Farmakologis
- Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan seperti jalan santai,
bersepeda, atau senam, serta melakukan beberapa aktivitas fisik,
minimal 30 menit sehari.
- Diet dengan mengurangi konsumsi lemak dan kolesterol serta
meningkatkan rasio asam lemak tak jenuh dengan asam lemak
jenuh.
- Diet dengan presentase karbohidrat berkisar antara 60-68% dari
total energi makanan dengan anjuran penggunaan karbohidrat
kompleks yang mengandung serat.
- Rehabilitatif
Istirahat yang cukup dan anjuran untuk kontrol rutin sebagai
monitoring untuk mencegah keadaan yang lebih buruk. Adanya
kesadaran pasien untuk minum obat rutin dan lebih baik lagi jika
terdapat pendamping minum obat.
3.7. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
45
Alamat : Jl. KH. Bhalki lrg. Banten 2 No. 81 RT 02 RW
001 Kelurahan 16 Ulu, Seberang Ulu II,
Palembang
Bentuk Keluarga : Keluarga Inti (Nuclear Family)
46
Tabel 3. APGAR Score Ny. Nurlela Terhadap Keluarga
Sering
APGAR Score Ny. Nurlela Terhadap Kadang Jarang/
/
Keluarga -kadang Tidak
Selalu
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
A
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi
P
terhadap permasalahan yang saya
hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
G
mengembangkan kemampuan yang saya
miliki.
Saya puas dengan kehangatan / kasih
A
sayang yang diberikan keluarga saya.
Saya puas dengan waktu yang
R disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total 9
47
2. Fungsi patologis
Tabel 4. SCREEM Keluarga Tn.Syahrun
Sumber Patologis
Tn. Syahrun sehari hari sering bertegur sapa
Social -
dengan tetangga sekitar rumah.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
Culture lingkungan. Tn. Syahrun dan istri sering -
mengikuti kegiatan di masyarakat seperti
kondangan, menghadiri hajatan, kegiatan
gotong royong, pengajian.
Dalam keluarga ini pemahaman agama baik.
Religious Tn. Syahrun biasa solat magrib berjamaah -
dengan istrinya dirumah.
Status ekonomi keluarga ini tergolong
menengah. Kebutuhan primer dapat tercukupi,
Economic -
walaupun kebutuhan sekunder tidak semua
nya tercukupi.
Latar belakang pendidikan tergolong tinggi.
Tn. Syahrun lulus Strata I tetapi istrinya
Educational -
tidak tamat SD. Keluarga biasanya melihat
berita/acara lain dari TV.
Bila ada anggota keluarga yang sakit, segera
Medical dibawa ke dokter. Keluarga menggunakan -
Jaminan Kesehatan Nasional
48
berukuran 2,5 m x 2,5 m dan ukuran 2,5 m x 2 m terdapat satu ruang dapur
yang berukuran 4 m x 6 m dan satu buah kamar mandi ukuran 1,5 m x 2 m.
Terdapat Jendela dan ventilasi, yang mana 4 terdapat di ruang tamu
dan dapur. Walaupun mempunyai jendela namun jendela jarang dibuka
sehingga pencahayaan yang masuk ke dalam rumah dapat dikatakan kurang
memadai. Kebersihan baik dan susunan perabotan rumah cukup rapi.
Sirkulasi udara didalam rumah kurang berjalan baik. Di rumah terdapat
tempat sampah diluar rumah dan sampah dikumpulkan dalam kantung
plastik besar sehingga sampah tidak berserakan.
Sedangkan pada lantai 2 terdapet 2 kamar tidur berukuran 2,5 m x
2,5 m dan terdapat 1 kamar mandi yang berukuran 1,5 m x 2 m. Dan
terdapat 2 jendela pada masing masing kamar, tetapi jarang di buka,
sehingga pencahayaan yang masuk tergolong kurang.
WC berada di dalam rumah dan berdekatan dengan dapur. WC
dipakai secara bersama dengan keluarga. Di dalam WC terdapat jamban
bentuk jongkok. Sumber air berasal dari PDAM dan didalam kamar mandi
memiliki bak penampung air.
2. Denah Rumah
› Garasi
kendaraan
Kamar
¢ tidur
Ruang
keluarga
Kamar tidur
Ruang tamu
49
3.9.4 Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga
1. Masalah Organobiologik
Tidak ditemukan masalah organobiologik pada penderita.
2. Masalah Psikologik
Tidak ditemukan masalah psikologik pada penderita.
3. Masalah Dalam Keluarga
Tidak ditemukan masalah keluarga pada penderita
50
2. Meminta keluarga untuk mendukung penderita, mengajak
penderita berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan
sosial penderita.
3. Meminta keluarga untuk mengingatkan pasien makanan dan
minuman apa saja yang harus dibatasi.
4. Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana
hubungan sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis.
51
Saluran Kemih, penyebab,
faktor risiko dan gejala.
9/6/2019 - Pemantauan keadaan Tn. Syahrun, dan Ny. Nurlela
pasien dan keluarga.
- Edukasi dan konseling
agar melakukan
pemeriksaan kesehatan
secara rutin, menghindari
faktor risiko penyebab, dan
mencegah terjadinya
kekambuhan
52
Diagnosis Holistik
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi,
digunakan konsep Mandala of Health. Diagnosis holistic yang ditegakan
pada pasien adalah sebagai berikut:
GAYA HIDUP
Sering makan
makanan yang asin
dan berlemak tinggi
namun sering olahraga
FAMILY
LINKUNGAN PSIKO-
SOSIAL-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN Pendapatan kurang,
Jika sakit pasien berobat ke Kehidupan sosial baik
puskesmas faskes pertama
BPJS pasien
PELAYANAN
KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA
Jarak rumah-KDK dekat, Pasien Perempuan, Pasien adalah seorang
57 tahun, diagnosis ibu rumah tangga
DM tipe 2 + Vertigo
LINGKUNGAN FISIK
Rumah cukup, tinggal
bersama istri dan anak
kandung, pemukiman
FAKTOR BIOLOGI
padat, ventilasi kurang
Hipertensi
dan jarang dibuka,
kerapian dan kebersihan
rumah baik.
Komunitas -- Pemukiman
padat
53
Pada poin I, alasan kedatangan pasien yaitu kepala pusing berputar dan
badan lemas. Pasien khawatir akan kesulitan aktivitas dan kemungkinan penyakit
yang diderita.
Pada poin II, diagnosis kerja yang ditegakkan adalah DM tipe 2 +
Vertigo.
Pada poin III, didapatkan masalah gaya hidup berupa pasien memiliki
kebiasaan sering mengonsumsi makanan asin dan yang berlemak tinggi.
Pada poin IV, tidak didapatkan masalah dari faktor pekerjaan
Pada poin V, ditetapkan skala fungsional pasien derajat 2 yaitu pasien
mandiri dalam perawatan diri, mampu mengerjakan pekerjaan sehari hari di dalam
dan diluar rumah, tetapi sudah mengurangi aktivitas bekerja diluar.
54
Resume
Skor Skor
No Masalah Upaya Akhir
Awal Akhir
perbaikan
4 Lingkungan 3 Edukasi untuk Kesan rumah 4
rumah selalu lebih bersih
Rumah kesan meningkatkan dan lebih
kurang bersih kebersihan tertata, jendela
dan kurang rapi, rumah dibuka
jendela rumah
jarang dibuka
SKOR TOTAL 12 16
55
BAB IV
ANALISA KASUS
56
masalah eksternal dan internal dan proses pengambilan keputusan
berlangsung secara musyawarah di antara semua anggota keluarga.
5. Fungsi Ekonomi
Tn. Syahrun bekerja sebagai wirausaha. Pemenuhan kebutuhan sehari
hari berasal dari uang hasil usaha suami.
6. Fungsi Religius
Semua anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik.
7. Fungsi Pendidikan
Pasien tidak tamat SD, suami pasien tamat S1 dan Anak-Anak nya
lulusan S1 sehingga dapat dinilai fungsi pendidikannya cukup baik.
57
Interpretasi Nilai APGAR dan SCREEM Keluarga
APGAR Score = 9,5
Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga dapat dinilai baik.
Fungsi fisiologis keluarga dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul dan
komunikasi dengan anggota keluarga lainnya cukup. Anggota keluarga
lain siap membantu apabila salah satu dari angota keluarga mengalami
masalah.
Fungsi Patologis (SCREEM) dalam Keluarga :
Keluarga Ny. Nurlela tidak memiliki fungsi patologis dalam keluarga.
Keluarga Ny. Nurlela dinilai sebagai keluarga yang baik.
58
4.3. Diagnosis Kedokteran Keluarga
a. Diagnosis Kerja
Hipertensi+DM tipe 2
b. Bentuk Keluarga
Nuclear family
c. Fungsi Keluarga yang Terganggu
Tidak ada
d. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor gaya hidup dan Keturunan
e. Faktor yang Dipengaruhi
gula darah tinggi
59
BAB V
5.1. Simpulan
Diagnosis pada pasien ini adalah DM tipe 2 + Vertigo faktor risiko
terjadinya adalah kebiasaan pola hidup yang tidak sehat seperti makan
makanan yang asin dan berlemak tinggi. Fungsi Keluarga pada pasien ini
tergolong baik dan semua anggota keluarga saling mendukung. Pada
pasien ini tidak terdapat fungsi patologis sehingga dapat disimpulkan
keluarga pasien ini tergolong sehat.
Untuk penanganan kasus ini bukan hanya dari terapi farmakologis
saja tetapi juga diperlukan edukasi pada pasien dengan menggunakan
metode pendekatan dokter keluarga. Salah satunya dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang holistik dan komprehensif, kontinu,
mengutamakan pencegahan, koordinatif dan kolaboratif, penanganan
personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral keluarga,
mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat
tinggal, menjunjung tinggi etika dan hukum, dapat diaudit dan
dipertanggungjawabkan, serta sadar biaya dan sadar mutu.
5.2. Saran
1) Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami dan aktif dalam
menganalisa permasalahan kesehatan baik pada keluarga maupun
lingkungannya, serta lebih sering berhubungan dengan masyarakat
khususnya dalam keluarga untuk menindak lanjuti suatu penyakit yang
dialami oleh keluarga tersebut dengan pendekatan metode dokter
keluarga
60
2) Klinik Dokter Keluarga
Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada
masyarakat melalui edukasi dalam upaya promotif dan preventif kesehatan
masyarakat
3) Pasien
Diharapkan pasien menjaga pola makan, rajin olahraga,
menggunakan alas kaki, rajin melakukan kontrol tekanan darah dan gula
darah minimal 1 minggu sekali agar dapat mencegah komplikasi dari
penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
61
DAFTAR PUSTAKA
International Diabetes Federation (IDF). 2015. IDF Diabetes Atlas (edisi 7).
Agustus 12, 2017. http://www.diabetesatlas.org.
Jeon CY, Murray MB. Diabetes mellitus increases the risk of active tuberculosis:
a systematic review of 13 observational studies. PloS Med. 2008; 5(8):e181.
Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
Physician January 15, 2006 ◆ Volume 73, Number 2
Lutiono C. Angka konversi sputum basil tahan asam pada pasien tuberkulosis
paru dengan diabetes melitus di unit pengobatan penyakit paru-paru provinsi
Kalimantan Barat tahun 2009–2013. Pontianak: Fakultas Kedokteran
Tanjungpura; 2014.
Masharani, U., German, M. S. 2007. dalam a lange greenspan’s basic and Clinical
Endocrinology (8th ed), McGraw Hill Companies, USA. 18:661- 747
Prakash UBS, King TE. Endocrine and metabolic disorders. Dalam: Crapo JD,
Glassroth J, Karlinsky JB, editors. Baum's textbook of pulmonary diseases.
Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilson; 2004.
62
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2015. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit (Edisi 6) volume 1. Jakarta: EGC.
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
BJMP 2010;3(4):a351
Soedoyo, Aru W, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam (Edisi 6) Jilid II.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
63
LAMPIRAN
Ruang Tamu
64
Kamar tidur
65
Kamar mandi/ WC
66