Tugas Individu
“Arsitektur Perbankan Indonesia”
Dosen Pengampu : Dr. H. Budiman, S.E., M.M
Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan
dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank
Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka
menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan.
Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank
Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku
putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu
program utama dalam buku putih tersebut.
Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat
dan dengan memperhatikan masukan‐masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan
API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan
program‐program kegiatan yang tercantum dalam API.
Kebijakan pengembangan industri perbankan pada masa depan, seperti yang diungkapkan
dalam API, dilandasi oleh visi :
2
B. Enam Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia
Guna mempermudah pencapaian visi API sebagaimana diuraikan di muka, maka ditetapkan
beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
Keenam sasaran yang ingin dicapai API tersebut dituangkan kedalam enam pilar yang
saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi API. Enam pilar API tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut.
3
C. Program Kegiatan API
Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu kepada tantangan‐
tantangan yang dihadapi perbankan, maka ke‐enam pilar API sebagaimana diuraikan di depan
akan dilaksanakan melalui beberapa program kegiatan sebagai berikut:
Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan
syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun
risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya
guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi
program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap.
a) Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru;
b) Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan
modal minimum baru;
c) Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
d) Penerbitan subordinated loan.
Dengan demikian dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan program
peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur
perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya:
a) 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan
kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas
Rp50 triliun;
b) 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan
beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan
Rp50 triliun;
c) 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu
sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank‐bank
tersebut memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun;
4
d) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang
memiliki modal di bawah Rp100 miliar.
Secara keseluruhan, struktur perbankan Indonesia dalam kurun waktu sepuluh sampai
limabelas tahun ke depan diharapkan akan terbentuk sebagaimana digambarkan sebagai
berikut:
5
Tahapan Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional
Periode
No Kegiatan (Pilar I)
Pelaksanaan
c. Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali 2006 - 2007
6
b. Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan kepada
UMKM khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah 2004 - 2009
dan di daerah perdesaan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas
manajemen risiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar
GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko)
yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam
7
waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional
menjadi semakin kuat.
8
D. Tantangan Perbankan di Masa Depan
Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan harus dilakukan di
berbagai bidang, terutama untuk menjawab tantangan‐tantangan yang dihadapi perbankan
dalam beberapa tahun belakangan ini. Tantangan‐tantangan tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam waktu lima tahun ke
depan, diperlukan pertumbuhan kredit perbankan yang cukup besar. Sementara itu,
kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan bahwa
pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika perbankan nasional
tidak memperbaiki kondisi permodalannya. Selain hambatan dalam hal permodalan
bank, penyaluran kredit dalam banyak hal juga terhambat oleh keengganan sebagian
bank untuk menyalurkan kredit karena kemampuan manajemen risiko dan core banking
skills yang relatif belum baik, dan biaya operasional yang relatif tinggi.
9
beralasan, karena walaupun kredit korporasi dan UKM sudah mulai tumbuh, tingkat
penetrasi kredit masih relative rendah. Selain itu, meningkatnya kompleksitas jasa dan
produk keuangan sebagai akibat dari globalisasi sektor keuangan juga memerlukan
respons yang memadai dari berbagai pihak yang terkait. Hal ini semakin penting
mengingat masyarakat pengguna jasa keuangan khususnya perbankan semakin
menuntut kualitas pelayanan dan akses perbankan yang semakin tinggi.
Tingkat profitabilitas dan efisiensi operasional yang dicapai oleh perbankan pada
umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal ini
disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bank‐bank. Margin yang diperoleh
10
bank‐bank semakin mengecil karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun.
Faktor lain dari tidak sustainable‐nya profitibilitas dan efisiensi adalah karena sebagian
pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang fluktuatif serta rendahnya
rasio asset per nasabah yang membuat biaya operasional perbankan Indonesia relatif
tinggi dibandingkan negara‐negara lain.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Perbankan_Indonesia
Dikases pada hari Minggu 29 September pukul 08.24
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/arsitektur-perbankan-indonesia/Pages/Struktur-
Perbankan.aspx
Dikases pada hari Minggu 29 September pukul 08.30
12