PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agar kebijakan, strategi dan program kesehatan reproduksi dan hak-hak
reproduksi dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dilakukan upaya terpadu
antara sektor pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan dan desa);
antara DPR dan DPRD provinsi dan kabupaten / kota; antara LSM dan lembaga non
pemerintah; antara sector usaha; antara tenaga professional dan organisasi provinisi,
Perguruan Tinggi dan masyarakat.
Di Indonesia, tingginya angka kematian ibu dan kematian balita yang pada
tahun 1997 berada pada 23-78 kematian per 1.000 kelahiran hidup (Indonesia Human
Development Report 2005) memperlihatkan rendahnya pelayanan kesehatan yang
diterima ibu dan anak serta rendahnya akses informasi yang dimiliki ibu dan anak.
Angka itu pun masih harus dilihat secara kritis karena terdapat perbedaan yang besar
antarwilayah di Indonesia. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2005
menyebutkan, pada tahun 1995, misalnya, AKI di Papua adalah 1.025, di Maluku 796,
dan di Jawa Barat 686, sementara angka nasional adalah 334. Pada tahun 1986
besaran AKI rata-rata nasional adalah 450.
Penggalang kemItraan dan kerjasama di antara begitu banyak komponen
pemerintah dan masyarakat memerlukan : rencana, koordinasi, upaya, dan sumber
daya yang memadai. Setiap sektor perlu memunyai peran dan tanggungjawab.
Paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan telah
mengalami perubahan. Semula menggunakan pendekatan pengendalian polulasi dan
penurunan ferilitas kemudian berubah menjadi pendekatan kesehatan reproduksi
dengan memperhatikan hak reproduksi dan kesetaraan gander. Perubahan ini telah
disepakati dalam Konferensi Wanita Sedunia ke-4 di Beijing tahun 1995 serta
Konferensi Internasional Kepandudukan dan Pembangunan (International Conference
on Population and Development-ICPD) yang diselenggarakan di Kairo pada tahun
1994.
Dalam kesepakatan itu pula kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai
keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari
penyakit atau kecatatan) dalam semua hal yang ebrkaitan dengan sistem reproduksi,
serta fungsi dan prosesnya. Dengan adanya hal itu maka pengertian kesehatan
reproduksi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Reproduksipun tertera pada Pasal 1 ayat (2) Kesehatan reproduksi
adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi. Pengertian kesehatan reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai
berikut:
a. Hak seseorang untuk memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan
serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi;
b. kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya;
c. Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh
aksesbilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural;
d. Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga
perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara
aman.
Hak reproduksi adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan
kepan mempunyai anak, berapa jumlah anak, dan jarak antara anak yang dikehendaki.
Dalam hal ini hak reproduksi terkait erat dengan sistem, fungsi, dan proses produksi.
Menurut dokumen International Conference on Population and Development (ICPD)
Kairo 1994, hak reproduksi mencakup hal-hal sebagai berikut.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui peran lintas sektor terkait Kesehatan Reproduksi
2. Tujuan Khusus
a. Peran Pemerintah pusat dalam kesehatan reproduksi
b. Peran Pemerintah provinsi Dalam Kesehatan Reproduksi
c. Peran Sektor tenaga Profesi, Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi Dalam
Kesehatan Reproduksi
d. Peran sektor DPR Propinsi dan Kabupaten Kota Dalam Kesehatan Reproduksi
e. Peran Sektor LSM Non Pemerintah Dalam Kesehatan Reproduksi
f. Peran Sektor tenaga Profesi, Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi Dalam
Kesehatan Reproduksi
2.1 Peran DPR Propinsi dan Kabupaten Kota Dalam Kesehatan Reproduksi
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan mengatur
mengenai kewajiban pemerintah terhadap kesehatan reproduksi perempuan dalam
beberapa pasal, yaitu : Pasal 73 Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana
informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan
terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pasal 74 ayat 1 Setiap
Pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau
rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat
dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Reproduksi : Pasal 4 Pemerintah dan pemerintah daerah bersama-
sama menjamin terwujudnya Kesehatan Reproduksi. Pasal 7 Pemerintah daerah
kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap :
a. Pengelenggaraan dan fasilitas pelayanan Kesehatan Reproduksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan lingkup kabupaten/kota;
b. Penyelenggaraan manajemen Kesehatan Reproduksi yang meliputi aspek
perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi sesuai standar
dalam lingkup kabupaten/kota;
c. Penyelenggaran sistem rujukan, sistem nformasi, dan sistem surveilans
Kesehatan Reproduksi dalam lingkup kabupaten/kota termasuk fasilitas
pelananan kesehatan dasar dan rujukan milik pemerintah dan swasta;
d. Pemetaan dan penyediaan tenaga kesehatan dirumah sakit lingkup
kabupaten/kota;
e. Pemetaan dan penyediaan tenaga dokter, bidan, dan perawat di seluruh
Puskesmas di kabupaten/kota;.Pemetaan dan penyediaan tenaga bidan di desa
bagi seluruh desa/kelurahan di kabupaten/kota, termasuk penyediaan rumah
dinas atau tempat tinggal yang layak bagi bidan di desa;
f. Penyediaan obat essensial dan alat kesehatan sesuai kebutuhan program
Kesehatan Reproduksi dalam lingkup kabupaten/kota;
g. Penyediaan sumber daya di bidang kesehatan serta pendanaan
penyelenggaraan upaya Kesehatan Reproduksi dalam lingkup kabupaten/kota;
dan
h. Penyelenggaraan audit manternal perintal lingkup kabupaten/kota.
(1) Menentukan kebijakan umum dan strategi program Kesehatan Reproduksi yang
cocok dan realistis untuk dilaksanakan di provinsi.
(2) Melaksanakan Monitoring dan evaluasi program Kesehatan Reproduksi .
(3) Melaksanakan koordinasi Program Kesehatan Reproduksi antara unsur
pemerintah, LSM, organisasi profesi dan pihak swasta melalui Forum Komisi
Kesehatan Reproduksi.
(4) Mengupayakan anggaran yang memadai dalam rencana strategis daerah untuk
mensukseskan Program Kesehatan Reproduksi khususnya untuk pelaksanaan
program, penyediaan sarana dan prasarana, pendidikan, pelatihan dan penelitian.
Hingga saat ini masih sedikit kabupaten atau kota yang telah mulai
merencanakan dan mengelola anggaran kesehatan mereka sendiri, terutama untuk
mengidentifikasi kebutuhan layanan kesehatan setempat atau untuk menetapkan
target dan pengawasan atas kemajuan yang hendak dicapai. Jumlah yang belum
banyak ini bisa dikatakan akibat kendala-kendala seperti berbagai sumber
pendanaan dengan persyaratan pelaporan yang berbeda-beda; minimnya pelatihan
dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan seksual bagi dinas-dinas
kesehatan; dan sentralisasi pengendalian atas penempatan dan pengaturan tenaga
kerja.
Program ini akan menjangkau kesehatan ibu dan reproduksi melalui lima
(5) pintu masuk yaitu:
1. Penelitian dan analisis tentang kebutuhan kesehatan ibu dan reproduksi dari
sudut pandang perempuan dan anak perempuan yang hidup dalam
kemiskinan;
2. mengembangkan agenda advokasi dan program tindak lanjut untuk
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan 2014;
3. penyediaan informasi bagi perempuan miskin tentang isu dan layanan
penting kesehatan ibu dan reproduksi
4. mendukung kemunculan pemimpin di tingkat masyarakat, pemerintah, dan
di dalam Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk merencanakan,
mengelola, dan mendokumentasikan prakarsa inovatif yang terkait dengan
upaya peningkatan kesehatan reproduksi; serta
5. mendukung advokasi di tingkat lokal dan nasional untuk mencapai
pembaruan di bidang hukum, anggaran, dan sistem.
3.2 Saran
1. Diharapkan pemerintah daerah lebih memperhatikan kesehatan reproduksi karena
masih banyak perlakuan yang tidak layak untuk perempuan seperti KDRT dan
Pemerkosaan serta pelecehan seksual.
2. diharapkan anggaran untuk kesehatan lebih diutamakan agar promosi kegiatan
pemberdayaan perempuan bisa diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA