Anda di halaman 1dari 23

Mata Kuliah : Sistem Perkemihan

Dosen Pengajar : Consolatrix da Silva, S.Kep., Ns, MSN

Tugas Makalah
Hipospadia

Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Cicilia Lasut 15061143
2. Gabriella Tompunu 15061048
3. Monica Winokan 15061181
4. Sheren Tuuk 15061177
5. Bernadeth Pangemanan 15061219
6. Monica Rambi 15061165
7. Feronica Imbing 15061118
8. Ireine Tombey 15061126
9. Ririn Au Joeng 15061153
10. Kendy Rorong 15061202

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2018
Penyakit-Penyakit Perkemihan Pada Umur 0-12 Tahun
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di mana terjadi peradangan pada
glomerulus. Glomerulus merupakan bagian ginjal yang berfungsi sebagai penyaring dan
membuang cairan serta elektrolit berlebih, juga zat sisa (sampah) dari aliran darah.
Kerusakan pada glomelurus akan menyebabkan terbuangnya darah serta protein melalui
urine.
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.
Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering
infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.

Tumor Wilms
Tumor wilms adalah tumor padat intraabdomen yang paling sering dijumpai pada anak.
Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari ginjal, biasanya muncul sebagai massa
asimtomatik di abdomen atas atau pinggang.
Tumor wilms adalah tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan cepat, terbentuk
dari unsur embrional, biasanya mengenai anak-anak sebelum usia lima tahun (kamus
kedokteran dorland).
Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional
primitive diginjal.Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang
dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa.
Tumor Wilms merupakan tumor ganas intraabdomen yang tersering pada anak-anak.

ISK (Infeksi Saluran Kemih)


Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya
infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Marlene. 2016).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih (Depkes RI, 2014).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada ginjal dan saluran kemih,
salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran napas atas
dan diare. ISK perlu mendapat perhatian para tenaga kesehatan dan orangtua karena ISK
merupakan penyakit yang sering menyebabkan gagal ginjal pada anak yang
mengakibatkan anak memerlukan tindakan cuci darah (dialisis) dan cangkok ginjal
(transplantasi ginjal).
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPOSPADIA

A. Definisi
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa
terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang
uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Hipospadia adalah kelainan ​congenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah
ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada
glandular hingga perineal. ( Purnomo, B, Basuki,2003).

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian
bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa
undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa
propenil skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa
fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen
yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan
autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan secara
sporadis pada pasien dengan hipospadia.
4. Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu dengan terapi
estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

C. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini,
dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis,
hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi
yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee,
pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab
pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (Sugar,
1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih.
Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial
outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992).
Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada
pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997, p. 1)

D. Manifestasi Klinis
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,
mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan
mengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
13. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.

E. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%)
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%)
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan
bedah selanjutnya.

3. Tipe Posterior (20%)


Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus
uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita
dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal, dimana
meatus terletak di ujung batang penis atau pada glans penis. Sisanya yang 10%
terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum, atau perineum.
Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag, divertikulum, stenosis meatal
atau aliran kencing yang menyebar. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah
melalui prosedur minor.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan
berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi
maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP

G. Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1
jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu )
2. Infertility
3. Resiko hernia inguinalis
4. Gangguan psikologis dan psikososial
5. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa.
Komplikasi pasca operasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang
atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini
angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

H. Tindakan Pembedahan
Tujuan pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton
dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang
berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi
meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan
preputium bagian dorsal dan kulit penis
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak.
Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa
dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah
matang.

2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan
penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya
lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung
penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya
preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan
ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : tergantung pada pasien,
b. Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir,
c. Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki,
d. Pendidikan: orang tua yang biasanya rendah,
e. Pekerjaan: pada orang tua yang tergolong berpenghasilan rendah,
f. Diagnosa medis: Hipospadia.
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih
anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui
dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang
melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya
sejak lahir.
4. Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c. Lingkungan polutan teratogenik.
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nyeri/kenyamanan
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan kenyamanan dan
tidak mengalami nyeri.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola aktivitas
Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.
d. Pola eliminasi
Pada saat BAK ibu mengatakan anak harus jongkok karena
pancaran kencing pada saat BAK tidak lurus dan biasanya kearah
bawah, menyebar dan mengalir melalui batang penis.
e. Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami
gangguan atau tiaak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan
pada pasien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan
tidak ditemukan adanya gangguan.
g. Pola persepsi diri
Adanya rasa malu pada orang tua kalau anaknya mempunyai
kelainan. Pada pasien sendiri apabila sudah dewasa juga akan
merasa malu dan kurang percaya diri atas kondisi kelainan yang
dialaminya.
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peraen serta megnalami tmbahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
i. Pola seksual
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis pasien akan
membuat pasien mengalami gangguan pada saat berhubungan
seksual karena penis yang tidak bisa ereksi.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua pasien akan mengalami stress pada kondisi
anaknya yang mengalami kelainan.
k. Pola higiene.
Pada umumnya pola hygiene pasien tidak ada masalah.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
- Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
- Kaji fungsi perkemihan
- Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
- Adanya lekukan pada ujung penis
- Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
- Terbukanya uretra pada ventral
- Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, drinage.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eleminasi urine b/d obstrucsi anatomic
2. Ansietas b/d tindakan operasi yang akan dilakukan
3. Resiko infeksi b/d prosedur invesif (pemasangan kateter)
4. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan
5. Gangguan mobilitas fisik b/d post op
6. Gangguan citra tubuh b/d malformasi conginetal

C. Intervensi

TUJUAN DAN
DIAGNOSA RENCANA
NO KRITERIA RASIONAL
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
HASIL
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pola buang 1. Banyak pasien
eleminasi urine b/d tindakan air kecil pasien yang tidak tidur
obstrucsi anatomic keperawatan dan terjadinya hanya di pagi hari
selama 3×24 jam inkontinensia saat kandung
diharapkan retensi kemih menyimpan
urin berkurang volume urin yang
dengan Kriteria besar saat tidur
Hasil: 2. Kaji haluran urine 2. Retensi urine
1. Klien dan system kateter dapat terjadi
mengatakan karena adanya
keinginan spasme kandung
untuk BAK 3. Observasi dan kemih
2. Klien catat warna urine 3. Urine dapat agak
mengatakan kemerahmudahan,
dapat BAK yang seharusnya
dengan teratur jernih sampai 2-3
3. Waktu yang 4. Perhatikan waktu, hari
adekuat antara jumlah berkemih, 4. Berkemih dapat
keinginan dan ukuran aliran berlanjut menjadi
BAK dan masalah untuk
mengeluarkan beberapa waktu
BAK ke toilet karena edema
4. Klien bebas urethra dan
dari 5. Dorong klien kehilangan tonus
kebocoran untuk berkemih 5. Berkemih dengan
urin sebelum bila terasa adanya dorongan
BAK dorongan mencegah retensi
5. Klien mampu 6. Dorong urine
memulai dan pemasukan cairan 6. Memepertahankan
mengakhiri sesuai toleransi hidrasi adekuat
aliran BAK dan perfusi ginjal
7. Instruksikan klien untuk aliran urine
untuk latihan 7. Membantu
perineal, contoh meningkatkan
mengencangkan control kandung
bokong, kemih/ sfinkter
menghentikan dan urine
memulai aliran
urine
8. Kolaborasi:
berikan cairan IV 8. Membantu
sesuai indikasi mempertahankan
hidrasi/ sirkulasi
volume adekuat
dan aliran urine
2 Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Memberikan
tindakan operasi tindakan pemahaman pasien fasilitas
yang akan keperawatan 2. Jelaskan pada perencanaan
dilakukan selama 1× 20 anak dan orang program
menit, diharapkan tua tentang pengajaran
anak dan orang prosedur bedah
tua mengalami dan perawatan 2. Menjelaskan
penurunan rasa pasca operasi yang rencana
cemas yang diharapkan. pembedahan dan
ditandai oleh Gunakan gambar pasca operasi
ungkapan dan boneka ketika membantu
pemahaman menjelaskan meredakan rasa
tentang prosedur prosedur kepada cemas dan takut,
bedah anak. dengan
dengan Kriteria membiarkan anak
Hasil : dan orang tua
1. Mengutarakan mengantisipasi
proses dan
penyakit/pros mempersiapkan
es preoperasi peristiwa yang
dan harapan akan terjadi.
pasca operasi Simulasi dengan
2. Melakukan mempergunakan
prosedur yang 3. Jelaskan tentang gambar dan
diperlukan pentingnya boneka untuk
untuk istirahat yang menjelaskan
menjelaskan cukup prosedur dapat
alasan dari 4. Beri anak membuat anak
suatu tindakan kesempatan memahami konsep
3. Memulai untuk yang rumit
perubahan mengekspresikan 3. Istirahat yang
gaya hidup rasa takut dan cukup dapat
yang fantasinya mengurangi
dperlukan dan dengan ketegangan
ikut serta menggunakan 4. Mengekspresikan
dalam boneka dan rasa takut
regimen wayang. memungkinkan
perawatan anak
menghilangkan
rasa takutnya,
dan memberi
anda kesempatan
untuk mengkaji
tingkat kognitif
5. Gunakan dan kemampuan
sumber-sumber untuk memahami
pengajaran, sesuai kondisi, serta
keadaan perlunya
pembedahan.
6. Lakukan program 5. Media khusus
pengajaran pra akan dapat
operasi individual memenuhi
kebutuhan pasian
untuk belajar
6. Meningkatkan
pemahaman atau
7. Informasikan
kontrol pasien dan
pasien/orang
memungkinkan
terdekat mengenai
partisipasi dalam
rencana
perawatan pasca
perjalanan,
operasi
komunikasi
7. Informasi logistik
dokter/orang
mengenai jadwal
terdekat
dan kamar operasi,
mencegah
keraguan dan
kebingungan akan
kesehatan pasian,
dan prosedur yang
akan dilakukan
3 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Kaji TTV klien 1. Indicator
prosedur invasive tindakan selama terjadinya infeksi
(pemasangan 1×24 jam 2. Kaji adanya 2. Dugaan adanya
kateter) diharapkan anak perubahan mental, infeksi/ terjadinya
tidak mengalami mengigil dan sepsis, abses,
infeksi dengan tingkat nyeri peritonitis
Kriteria Hasil: 3. Kaji luka post op 3. Mengetahui
1. Urinalisis meliputi kondisi luka post
normal kebersihan dan op
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi
tanda 4. Pantau urine anak
inflamasi untuk 4. Tanda ini dapat
3. Suhu tubuh pendeteksian mengindikasikan
kurang dari kekeruhan atau infeksi
37,8˚c sedimentasi. Juga
periksa balutan
bedah setiap 4
jam, untuk
mengkaji bila
tercium bau
busuk atau
drainase purulen;
laporkan
tanda-tanda
tersebut kepada
dokter dengan
segera
5. Lakukan 5. Perawatan luka
perawatan luka dengan secara
secara aseptic steril dapat
mencegah
terjadinya infeksi
6. Anjurkan anak 6. Peningkatan
untuk minum asupan cairan
sekurang-kurangya dapat
60 ml/jam mengencerkan
urine dan
mendorong untuk
berkemih
7. Anjurkan keluarga 7. Mengurangi
untuk menjaga tingkat pejanan
area post operasi pathogen
tetap bersih dan penyebab infeksi
kering
8. Kolaborasi dalam 8. Antibiotic bekerja
pemberian sebagai
antibiotik bakteriostatis
(menghambat
pertumbuhan
bakteri) secara
farmakologi

4 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji TTV 1. Mengetahui


cidera fisik akibat tindakan kondisi pasien
pembedahan keperawatan secara dini
selama 1×24 jam 2. Kaji sakla nyeri 2. Berguna dalam
diharapkan nyeri pengawasan
berkurang dengan 3. Observasi keluhan 3. Mengatahui
Kriteria Hasil: nonverbal dari tindakan
1. Klien ketidaknyamanan keperawatan yang
mengatakan akan diberikan
nyeri selanjutnya
berkurang/
dapat 4. Jelaskan sebab dan 4. Membantu
terkontrol lamanya nyeri meningkatkan
2. Skala nyeri akibat dari pengetahuan
1-3 tindakan invasive individu dan dapat
3. Ekspresi mengurangi
wajah klien kecemasan
tampak 5. Pastikan kateter 5. Penempatan
tenang/ rileks anak dipasang kateter yang tidak
4. TTV dalam dengan benar,serta tepat dapat
batas normal bebas dari simpul menyebabkan
nyeri akibat
drainase yang
tidak adekuat,atau
gesekan akibat
tekanan pada
balon yang
digembungkan
6. Ajarkan teknik 6. Membantu
relaksasi menurunkan
intensitas nyeri
dan dapat
meningkatkan
kemampun koping
7. Memungkinkan
7. Lakukan reposisi mengurangi rsa
sesuai petunjuk sakit dan
meningkatka
serkulasi. Posisi
semi-fowler dapat
mengurangi
tegangan otot
abdominal dan
otot punggung
arthritis,
sedangkan miring
mengurangi
tekanan dorsal.
8. Kolaborasi dalam 8. Pemberian obat
pemberian analgesik untuk
analgesic sesuai meredahkan nyeri
indikasi
5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji terhadap 1. Memberikan
mobilitas fisik b/d tindakan factor yang informasi petunjuk
post op keperawatan menyebabkan pada klien tentang
selama 2×24 jam keterbatasan gerak penyebab dan
diharapkan dapat diatasi
hambatan 2. Buat rencana 2. Meningkatkan
mobilitas fisik program aktivitas energy klien dan
dapat teratasi dengan masukan perasaan sejahtera
dengan Kriteria dari klien terkontrol
Hasil: 3. Berikan tempat 3. Menurunkan
1. Klien dapat tidur busa/ kapuk tekanan jaringan
mempertahan dan dapat
kan meningkatkan
keseimbangan sirkulasi, sehingga
tubuh menurunkan
2. Klien dapat resiko iskemia
4. Mengubah posisi
menunjukan 4. Menurunkan
klien dengan
peningkatan ketidaknyamanan,
sering bila tirah
kekuatan dan mempertahankan
baring
bebas dari kekuatan otot dan
komplikasi sendi
(kontraktur, 5. Dorong 5. Dukungan dapat
decubitus) dalampenggunaan memberikan rasa
alat bantu gerak nyaman yang
diperlukan dalam
melakukan gerak
6. Ajarkan ROM 6. Membantu proses
pemulihan melatih
oto-otot yang kaku
7. Libatkan orang 7. Bantuan dari orang
terdekat dalam yang dekat dengan
membantu klien klien dapat
saat latihan mendorong klien
rentang gerak, untuk mengulangi
mengubah posisi aktivitas dan
dan berjalan mencapai tujuan
8. Puji klien saat ia 8. Dorongan
berhasil menstimulasi
menyelesaikan penampilan yang
hal-hal yang kecil lebih baik
6 Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Terima persepsi 1. Memvalidasi
tubuh b/d tindakan persepsi diri anak perasaannya
malformasi keperawatan dan berikan
congenital selama 1×24 jam jaminan bahwa ia
diharapkan dapat mengatasi
gangguan citra krisis ini
tubuh dapat 2. Ketika membantu 2. Mendapatkan nilai
teratasi secara anak yang sedang dasar pada
bertahap dengan melakukan pengukuran
Kriteria Hasil: perawatan diri, kaji kemajuan
1. Anak pola koping dan psikologinya
menerima
perubahan tingkat harga
citra tubuh dirinya
2. Orangtua 3. Bimbing dan 3. Mendukung
mengidentifik kuatak focus anak adaptasi dan
asi pada aspek-aspek kemajuan yang
keterbatasan positif dari berkelanjutan
3. Anak penampilannya dan
menyatakan upayanya
perasaan menyesuaikan diri
positif dengan perubahan
terhadap citra tubuhnya
dirinya sendiri

D. Evaluasi
S: Respon subjektif yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan.
O: Data objektif yang diperoleh perawat setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan
A: Hasil analisis perawat terhadap kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
P: Rencana tindakan keperawatan selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

1. Aspiani, Rely Yuli. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan ( Aplikasi NANDA, NIC dan NOC ). Jakarta : TIM.
2. Nuari, Nian Afrian, Dhina Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
3. Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. Jakarta : EGC.
4. Amin H & Hardi K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
5. Gloria B, Howard B, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed 6.
Indonesia : Elsevier.
6. Sue M, Marion J, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia :
Elsevier.
​ d.2. Penerbit Buku
7. De Jong Wim, Samsuhidajat R. ​Buku Ajar Ilmu Bedah. E
Kedokteran ECG. Jakarta.

8. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai