Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Kesehatan : Klien dengan Human


Immunodeficiency Virus (HIV)

B. Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus)

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,


yaitu sejenis virus yang bertindak dengan melemahkan dan
memusnahkan sistem daya tahan tubuh manusia. Virus HIV telah
dikenal sebagai virus yang menyebabkan AIDS (The world bank,
editor by Yolanda Tayler, 2004)

AIDS merupakan penyakit dimana daya tahan tubuh atau


sistem imun seseorang lemah atau rusak karena terinfeksi oleh
virus HIV, sehingga orang yang terkena AIDS mudah terkena
penyakit lain yang ringan maupun berat, bahkan dapat
menyebabkan kematian (American College Of Physicians, 2004)

Berdasarkan kaidah bahasa, HIV adalah:

 Acquired

Diperoleh dengan melakukan sesuatu, tidak diperoleh begitu


saja.

 Immune

Merujuk kepada sistem daya tahan badan

 Deficiency

Kekurangan atau kelemahan. Immunodeficiency berarti bahwa


sistem daya tahan tubuh yang telah lemah dan kurang berupaya
untuk melawan suatu penyakit.

 Syndrome

Merujuk kepada suatu keadaan, gejala, atau tanda. Sistem daya


tahan tubuh seseorang yang telah dijangkiti oleh virus HIV boleh
menjadi begitu lemah, sehingga ia tidak dapat melawan partikel-

1
partikel yang mengganggu sistem tubuhnya, sekalipun penyakit-
penyakit tersebut biasanya ringan dan mudah sembuh.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005)

HIV merupakan Gangguan pertahanan tubuh yang


ditimbulkan akibat kerusakan sistem imun. HIV merusak sel T
helper limfosit. Sel T helper berfungsi untuk mengenali suatu
antigen dan memulai reaksi awal dari sistem imun tubuh
(Brunnner and Suddarth, 10th edition, 2006).

C. Karakteristik HIV

Pada dasarnya, HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah


jenis parasit obligat, yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Termasuk famili Retroviridae, karena virus ini
mampu mentransfer informasi genetik RNA ke DNA, memiliki
bentuk yang menyerupai bulu babi. Virus ini "senang" hidup dan
berkembang biak pada sel darah putih manusia sehingga HIV akan
ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti
darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan
sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu, dan cairan otak. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang
disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel CD-4". HIV adalah virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS, yaitu suatu penyakit dimana sistem kekebalan
tubuh tidak dapat bekerja lagi dengan semestinya untuk
melindungi tubuh dari berbagai infeksi dan bakteri yang
membahayakan bagi tubuh.

 Klasifikasi HIV:

• HIV termasuk dalam family retrovirus genus lentivirus

• Retrovirus mempunyai ciri ciri

– Dikelilingi oleh membran lipid

– Mengandung 2 copy RNA

– Mempunyai variable genetik yg banyak

2
– Menyerang semua vertebra

– Mempunyai kemampuan replikasi unik

• Lentivirus mempunyai ciri

– Menyebabkan kronik infeksi

– Kemampuan replikasi yg persistent

– Menyerang Susunan Syaraf Pusat

– Long period clinical latent

 Struktur HIV

Keterangan:
• Envelop
– gp 120
– gp41
• Enzym
– Reverse transcriptase
– Integrase
– Protease
• Inti
– P17 (matrix)
– P24 (kapsid)
– P7/P9 (nucleocapsid)

Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung


luarnya atau kapsul viral terdiri dari lemak lapis – ganda yang
mengandung banyak tonjolan protein. Duri – duri ini terdiri dari dua
glikoprotein yaitu, gp120 dan gp41. Gp mengacu kepada glikoprotein
dan angka mengacu pada massa protein dalam ribuan dalton. Gp120
adalah selubung permukaan eksternal duri dan gp41 adalah bagian
transmembran.

3
Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang
mengelilingi segmen bagian dalam membran virus. Sedangkan inti
dikelilingi oleh suatu protein kaspid yang disebut p24. Di dalam kaspid,
p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse
transcriptase, integrase dan protease yang sudah terbentuk. HIV
adalah suatu retrovirus, sehingga materi genetik berada dalam bentuk
RNA bukan DNA. Reverse tranciptase adalah enzim yang
mentrancripsikan RNA virus menjadi DNA setelah virus masuk sasaran.
Enzim – enzim lain yang menyertai RNA adalah integrasi dan protease.

Virus penyebab AIDS termasuk golongan retro-virus dengan


genetik RNA yakni HIV yang berkemampuan menghasilkan DNA pada
sel inang. Virus HIV ini memiliki nama lain, diantaranya:

 Lymphadenopathy Associated Virus (LAV)


 Human T cell Lymphotropic Virus tipe III (HTLV-III)
Sejak tahun 1986 menurut “The International Committee on
Taxonomi of Viruses WHO” dinamakan virus HIV. Ada 2 subtipe HIV
yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 sebagian virus yang diisolasi dari orang
yang terinfeksi di negara-negara bagian Barat, Eropa dan Asia. HIV-2
yang endemik di wilayah Afrika Barat. Meskipun keduanya memiliki
perbedaan molekul selubung luar virus, tapi kedua subtipe tersebut
dapat menyebabkan AIDS.

HIV adalah partikel ikosahedral bertutup (envelope) dengan


ukuran 100-140 nanometer, berisi sebuah inti padat elektron. Envelope
terdiri atas membrane luar yang berasal dari sel host yang terbentuk
ketika virus bersemi pada sel-sel yang terinfeksi. Penonjolan membran
adalah jonjot-jonjot glikoprotein transmembran. Protein menutupi
seluruh permukaan internal membran. Protein inti mengelilingi dua
turunan rantai tunggal genom RNA dan beberapa turunan enzim
reverse transcriptase.

Perbedaan retro-virus dari virus pada umumnya adalah


efisiensinya dalam menginfeksi sel. Pada Retrovirus, informasi genetik
ditransmisikan sebagai rantai tunggal RNA. Agar RNA dapat
mereplikasikan diri, informasi ini ditransfer ke dalam DNA rantai ganda

4
dalam nukleus sel hospes. Aliran informasi terbalik “retro” dari DNA ke
RNA dibuat oleh enzim reverse transcriptase. Komplek enzim ini dapat
meningkatkan efisiensi replikasi virus begitu virus masuk kedalam sel
manusia.

D. Insidensi

Infeksi oleh “Human Immunodefficiency Virus” (HIV)


mengakibatkan terjadinya Acquired Immunodefficiency Syndrome
(AIDS), yang merupakan penyakit yang sudah dikenal di Amerika
Serikat sejak 1981. Tidak ada data yang tepat mengenai jumlah
sebenarnya dari individu yang terinfeksi HIV pada saat ini, tetapi
penyebaran pasti telah mencapai proporsi epidemic. Diperkirakan
antara 5 sampai 10 juta orang sekarang ini terinfeksi HIV di dunia ini,
1,5 juta dari individu ini hidup di Amerika Serikat. Perkiraan untuk
tahun 1991 memperlihatkan bahwa 74.000 orang terkena AIDS di
Amerika Serikat, termasuk 7200 kasus pada wanita dengan usia
reproduksi dan 1000 kasus pada anak-anak dari wanita yang terinfeksi
ini.

HIV pertama kali tersebar di Amerika Serikat melalui kontak


homoseksual dan penularan dari darah yang terinfeksi, baik sebagai
akibat transfusi atau penyalahgunaan obat intravena. Tetapi, penularan
lewat kontak heteroseksual meningkat. Dua per tiga dari wanita yang
terkena HIV juga akibat penggunaan obat intravena pribadi atau
berkontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV, 70 persennya
mereka sendiri merupakan penyalahguna obat intravena.

Delapan persen kasus AIDS terjadi pada wanita, 80 persennya


berusia antara 13 dan 39 tahun. AIDS dapat menyerang setiap etnik
atau kelompok sosial. Prevalensi pembawa HIV pada wanita hamil di RS
kota adalah 8 per 1000 sementara disekitar pinggiran kota
prevalensinya adalah 0,9 per 1000.

Jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah,


khususnya pada usia reproduktif . Sekitar 80% penderita AIDS anak-
anak mengalami infeksi perinatal dari ibunya. Sejauh ini lebih dari 6,5

5
juta perempuan di Indonesia menjadi populasi rawan tertular HIV.
Lebih dari 24.000 perempuan usia subur telah terinfeksi HIV, dan
sedikitnya 9000 perempuan hamil terinfeksi HIV positif setiap tahun.
Sampai tahun 2006, diprediksi 4.360 anak terkena HIV dan separuh
diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2.320 anak
terinfeksi HIV.

E. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjangkit virus HIV


diantaranya adalah:
 Melalui hubungan seks dengan seorang yang terjangkit, yakni di
mana berlaku pemindahan cairan dalam tubuh, seperti cairan
sperma, cairan vagina, saliva dari seseorang yang terinfeksi HIV
ke orang lain.
 Melalui darah yang telah dijangkiti HIV, contohnya
menggunakan jarum suntikan yang tidak steril, pemindahan
darah atau organ-organ tubuh.
 Dari ibu yang telah dijangkiti HIV kepada anaknya semasa
kehamilan, kelahiran atau penyusuan.
 Penggunaan alkohol dan obat bius, karena dalam keadaan tidak
sadar, seseorang dapat melakukan seks bebas dengan orang
lain yang tidak diketahui kondisinya sudah tertular oleh virus
atau belum.
 Tingkat stres yang tinggi
 Kurang gizi
 Penyakit lain, terutama yang ditularkan lewat alat kelamin
 Kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS

6
Jangkitan HIV tidak seperti virus selesma. Ia tidak bisa
ditularkan melalui udara. Kuman HIV tidak akan menular melalui
pergaulan biasa dengan pengidap HIV, seperti berjabat tangan, makan
bersama, ataupun menggunakan peralatan makan yang sama. HIV
juga tidak menular akibat berenang di kolam renang, menggunakan
telepon atau memegang tombol pintu.
Virus HIV hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Virus ini
akan mati jika terpapar oleh udara. Walau demikian, HIV sebenarnya
tidak mengenal sasarannya, HIV tidak hanya menjangkiti golongan-
golongan tertentu, seperti pengguna jarum suntik, pekerja seks, dan
mereka yang manganut seks bebas. Seseorang juga dapat terjangkit
virus HIV jika tidak waspada. Yang pasti, siapapun yang kurang
pengetahuan akan penyakit ini akan beresiko tinggi terjangkit virus
HIV .
Cara penularan HIV dari ibu kepada bayinya pada umumnya
terjadi selama proses kehamilan, kelahiran dan menyusui. Risiko bayi
tertular HIV pada proses kelahiran secara normal terbilang cukup tinggi
karena saat terjadi gesekan antara tubuh bayi dan leher rahim maka
dimungkinkan terjadi kontak langsung antara darah ibu dengan darah
bayi.

F. Patogenesis Penyakit
 Ada 5 fase dalam replikasi virus HIV yaitu
 Binding and entry
 Reverse transcription
 Replication
 Budding
 Maturation

7
 Transmisi HIV

• HIV masuk ke dalam tubuh dengan 2 cara

–Penetrasi permukaan mukosa

–Inokulasi langsung melalui darah

• Masuk sebagai virus bebas atau sel yg terinfeksi HIV

• HIV dapat ditranmisikan dari virus ke sel atau sel ke sel

 Target Sel dan Jaringan

8
Sasaran Mayor, In Vivo :

 Limfosit T CD4+
 Monosit/makrofag

Sasaran Minor, In Vivo :

 Sel-sel Langerhan, prekursor monosit CD34+, timosit


triple negatif
 (CD3/CD4/CD8), sel-sel dendrit yang beredar

 Sel Reseptor HIV


 CD4 merupakan reseptor HIV
 Dikenali oleh HIV melalui gp120
 Berfungsi untuk mengikat tetapi tidak cukup untuk masuk
dalam sel
 Membutuhkan chemokine reseptor CXCR4 atau CCRs untuk
entry

 HIV masuk ke dalam tubuh


pada awal infeksi
• Infeksi menjalar ke
seluruh jaringan
dalam 3 hari
• Infeksi menyebar ke
macrofag jaringan
mengaktifkan CD4 sel dalam lymph node
• Masuk dalam peredaran darah lalu masuk kedalam organ

9
 Asimtomatik dan AIDS

 Replikasi virus tetap terjadi

 Virus plateau (103-105)

 HIV virus ada di lymph node & lymphod

 Jumlah CD4 stabil

 IL-16 tetap pada asymtomatik &menurun pada fase AIDS

 Level B chemokine tetap

 Perjalanan Alamiah Infeksi HIV dan Komplikasi Umum

• Primary

– Rapid HIV replikasi (107 infeksius partikel/mm3)

10
– Anti HIV imune respond muncul (Cell mediated +humoral)

– CD8 cell antiviral faktor meningkat

Stadium AIDS:

1. Stadium Awal Infeksi HIV ( Initial Stage )

 Demam

 Lemah, Lesu

 Nyeri sendi

 Batuk

 Nyeri tenggorokan

 Pembesaran kelenjar getah bening

2. Stadium Tanpa Gejala (Latent Stage)

3. Stadium AIDS Related Complex (ARC)

 Demam >380C, keringat malam

 Penurunan BB >10% dalam 3 bulan

 Lemah

 Pembesaran kelenjar getah bening meluas

 Diare

 Batuk, sesak

 Kulit gatal, bercak merah kebiruan

 Perdarahan

11
HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan
tubuh dengan mengadakan aksi perlawanan, kemudian
melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk kedalam tubuh seseorang
dalam keadaan bebas atau berada dalam limfosit, kemudian virus
dikenal oleh sel-sel limfosit T jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3
proses patologi:

1. Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi reseptor


T-helper (CD4) dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 dapat
mengenali HIV dengan baik, virus telah melumpuhkannya.
Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang memberi nama
penyakit menjadi AIDS atau “sindrom kegagalan kekebalan yang
didapat”.
2. Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang diintegrasikan
dengan DNA T-helper lalu ikut berkembang biak.
3. Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan sel T-
4 sehingga reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat
atau sel yang lain, sekaligus memindahkan HIV. Akibatnya, infeksi
virus berlangsung terus tanpa diketahui tubuh.

12
Pada suatu saat (5 tahun kemudian), HIV akan diaktifkan oleh
proses infeksi lain, membentuk RNA dan keluar dari T4, menyerang sel
lain, menimbulkan gejala AIDS. Populasi sel T4 sudah lumpuh, tidak
ada mekanisme pembentukan sel T-killer, sel B dan sel fagosit lain,
sehingga tubuh tidak sanggup mempertahankan diri. Virus AIDS yang
berada didalam T4, bermultiplikasi dengan cara menumpang proses
perkembangan T4. T-helper generasi baru tidak dapat mengenalnya
sehingga tidak ada yang memberi komando kepada sel lain untuk
mengadakan perlawanan (host defense mechanism) terhadap virus
AIDS.

Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di dalam


darah dan sekret genital, baik secara intrasel maupun ekstraseluler.

Penularan secara pasti diketahui melalui cara-cara:

1. Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan hetero-seksual)


yang tidak aman, yaitu berganti-ganti pasangan, seperti pada
promiskuitas. Penyebaran secara ini merupakan penyebab 90%
infeksi baru di seluruh dunia. Penderita penyakit menular seksual
terutama ulkus genital, menularkan HIV 30 kali lebih mudah
dibandingkan orang yang tidak menderitanya.
2. Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misalnya
pada pengguna narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang tidak
memperhatikan sterilitas, mempergunakan produk darah yang
tidak bebas HIV, serta petugas kesehatan yang merawat penderita
HIV/AIDS secara kurang hati-hati.

13
3. Perinatal, yaitu penularan dari ibu yang mengidap HIV kepada
janin yang dikandungnya. Transmisi HIV-1 dari ibu ke janin dapat
mencapai 30%, sedangkan HIV-2 hanya 10%. Penularan dengan
cara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau saat
persalinan. Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan atau
jumlah reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih
mudah terjadi. Ternyata HIV masih mungkin ditularkan melalui air
susu ibu.

G. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada
beberapa macam klasifikasi. Yang paling umum dipakai adalah
klasifikasi infeksi HIV (CDC, USA, 1987)

CDC (1993) menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai berikut:

1. Group I (infeksi akut/ initial stage) dengan kriteria:

Gejala seperti flu, seperti demam, nyeri otot, nyeri sendi,


lemah dan nyeri tenggorokan, pembesaran kelenjar getah
bening. Gejala tersebut biasanya sembuh dengan sempurna.
HIV antibody (-)
Dapat terjadi 1-8 minggu setelah infeksi
2. Group II (asimptomatik/latent stage) dengan kriteria:

Tidak ada tanda dan gejala sakit

14
Tanda laboratoris dan klinis tidak menunjukkan adanya depresi
imun
HIV antibody (+)
3. Group III ( limpadenopati menyeluruh DNA / menetap)
dengan kriteria:

HIV antibody (+)


Persistent generalized Lymphadenopathy (PGL) yaitu kelenjtr
getah bening membesar dan teraba 1 cm atau lebih pada 2
tempat atau lebih ekstraiguinal yang menetap selama 3 bulan
tanpa adanya penyakit lain yang menyebabkan.
4. Group IV, dibagi menjadi:

Group IVA (penyakit konstitusional) bila terdapat satu atau


lebih gejala berikut:
 Demam lebih 1 bulan tanpa ada penyebab
yang jelas
 Penurunan berat badan dari 10%
 Diare lebih dari 1 bulan
 lemah
Group IVB (penyakit neurologis)
 Dimensia
 Mielopathy (neuropathy perifer tanpa adanya
infeksi HIV yang menjelaskan penyakit tersebut)
Group IVC (penyakit sekunder)
 CD4 T Cell < 200/mm³
 Infeksi oportunistik
Group IVD (keganasan sekunder)
 Dengan satu atau lebih keganasan seperti
sarkoma kapopsi, lympoma non hodgkin, TBC pulmoner, Ca
cervix invasive dan keganasan lain.

Berdasarkan hasil workshop di Bangui, Afrika Tengah, bulan


Oktober 1985, telah disusun suatu ketentuan klinik (untuk negara-

15
negara yang masih belum memiliki fasilitas diagnostik yang cukup)
sebagai berikut:

a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit


dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-
sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat,
atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

Gejala Mayor:

1. penurunan berat badan lebih dari 10%

2. diare kronik lebih dari 1 bulan

3. demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)

Gejala Minor:

1. batuk lebih dari 1 bulan

2. dermatitis pruritik umum

3. herpes zoster recurrens

4. kandidiasis oro-faring

16
5. limfadenopati generalisata

6. herpes simpleks diseminata yang kronik progresif

• Vesikel berkelompok pada dasar erimates

• Lesi ulseratif/kronik/erosif

• Terapi

• Asiklovir

• 5 X 200 mg

• Acyclovir IV 5mg/kg/8 jam

• Bila resisten asiklovir

• Foscarnet

• Cidofovir

7. Onikomikosis

17
Pengobatan

– Itraconazol

– 400mg/hari X 7hari

– (3-4 pulses)

– Terbinafin 150mg/ hari selama 6-12 mg.

8. Dermatofitosis

• Batas tegas, bersisik, plak eritematus dengan tepi aktif dan


central healing

• Tinea corporis, T.cruris, T.pedis, T.manuum, T.capitis

• Pengobatan

– Krim antifungal topikal

– Shampoo antifungal

– Pengobatan sistemik antifungal

9. Anogenital Warts

18
• Resiko meningkat untuk terjadinya cervical displasia +/-
anal displasia

• Pengobatan

– Liquid nitrogen, Electrocautery,

– CO2 laser,

– Podofilin

– Imiquimod

10. Pruritik Papular eruption

• Lengan, tungkai, pinggang, bokong

• simetris

• Pengobatan

Steroid topical, Antihistamin, Prednison jangka pendek,


UVB, UVA

11. Dermatitis Seboroik

19
• Pengobatan

– Salep Hidrokortison

– Krim Clotrimazol, Ketoconazol

– Shampoo Ketoconazol

12. Kulit Kering

• Kulit pasien HIV lebih kering

• Keluhan gatal

• Karier Staphyllococcus aureus meningkat

• Hindari mandi air panas/hangat

• Hindari sabun antibakterial/detergen

• Gunakan emolien (skin lotion)

b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala
mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab
imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat,
pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.

Gejala Mayor:

20
1. penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat
dan abnormal

2. diare kronik lebih dari 1 bulan

3. demam lebih dari 1 bulan

Gejala Minor:

1. limfadenopati generalisata

2. kandidiasis oro-faring

3. infeksi umum yang berulang

4. batuk persisten

5. dermatitis generalisata

6. infeksi HIV pada ibunya

Kriteria WHO menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai


berikut:

 Stadium Klinis I

Asimtomatis

Limfadenopati Meluas Persistent

Skala Aktivitas I: asimtomatis, aktivitas normal

 Stadium Klinis II

Berat badan menurun <10% dari BB semula

Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti dermatitis seboroik,


infeksi jamur kuku, ulkus oral yang rekuren, Cheilitis angularis

Herpes zoster dalam 5 tahun terakir

Infeksi saluran napas bagian atas seperti sinusitis bakterial

Skala Aktivitas 2: simtomatis, aktivitas normal

 Stadium Klinis III

Berat badan menurun >10% dari BB semula

Diare kronis yang berulang

21
Demam tanpa sebab yang jelas yang (intermiten atau konstan)
> 1 bulan

Kandidiasis Oral (thrush)

Hairy leukoplakia oral

TB paru, dalam 1 tahun terakir

Infeksi bakteri berat (pnemonia, pyomiositis)

Skala Aktivitas 3: selama 1 bulan terakir tinggal di tempat tidur


<50%

 Stadium Klinis IV

 HIV wasting syndrome (BB turun 10% ditambah diare kronik > 1
bln atau demam >1 bln yg tidak disebabkan penyakit lain)

 Pneumocystis carinii pneumonia

 Toxoplasmosis pada otak

 Cryptosporidosis dgn diare >1 month

 Cryptococcosis, extrapulmonary

 Cytomegalovirus (CMV) pada organ selain liver, spleen, lymph


nodes

 Herpes simplex virus (HSV) mucocutaneous >1 month,

 Progressive multifocal leukonenphalopathy (PML)

 Mikosis dissemina (. histoplasmosis, coccidioidmycosis)

 Candidiasis esophagus, trachea, bronchi atau lungs

 Atypical mycobacteriosis dissemina

 Non-typhoid Salmonella septicemia

 Extrapulmonary tuberculosis

 Lymphoma

 Kaposi’s Sarcoma (KS)

 HIV encephalopathy (Gangguan kognitif dan atau disfungsi


motorik yg mengganggu aktivitas hidup sehari hari dan
bertambah buruk dalam beberapa minggu/bulan yg tidak
disertai penyakit lain selain

22
 and/or Performance scale 4: bed-ridden, >50% or the day during
the last month.

H. Pemeriksaan Penunjang

Alur tes dan terapi AIDS:

Diagnosis : infeksi HIV positif



Status infeksi HIV : Pemeriksaan jumlah CD4 dan viral load HIV

Pengobatan anti-retroviral

Cara mendeteksi infeksi HIV salah satu di bawah ini :


 antibodi terhadap HIV
 antigen p24
 asam nukleat HIV (PCR)

Bahan pemeriksaan terbaik → serum/plasma dengan persyaratan :


• tidak Hemolisis
• tidak keruh
• disimpan dan dikirimkan dengan baik
• ditempeli label yang sesuai
• penampungnya tidak bocor

Viral Load HIV adalah jumlah partikel virus HIV yang ditemukan
dalam setiap mililiter darah. Semakin banyak jumlah partikel virus HIV
di dalam darah, semakin cepat sel-sel CD4 dihancurkan dan semakin
cepat pasien kearah AIDS. Seperti tampak pada grafik di bawah ini :

23
Pemeriksaan Viral Load bila dikombinasi dengan pemeriksaan
jumlah CD4 dan dipantau dari waktu ke waktu memungkinkan hal-hal
sebagai berikut :
 Mengetahui bagaimana tubuh memerangi HIV
 Memperkirakan risiko kearah AIDS
 Mengetahui efektifitas dari terapi
Viral Load HIV diperiksa dengan produk Roche Amplicor HIV-1
Monitor Test yang menggunakan teknologi PCR (Polymerase Chain
Reaction = Reaksi Rantai Polimerase). PCR digunakan deteksi pada
keadaan antibodi tidak terdeteksi dan bayi < 18 bulan .

Diagnosis HIV berdasarkan LAB

CD 4 Kategori Klinis
Total % A (Asimtomatik) B (Simtomatik) C (AIDS)
>500 > 29 A1 B1 C1
200 -499 14 - 28 A2 B2 C2
< 200 < 14 A3 B3 C3

24
Berdasarkan CDC 1993) kategori immunologi, berdasarkan
umur, CD4 dan presentasi sebagai berikut:

Tes CD4 adalah tes baku untukmenilai prognosa berlanjut ke


AIDS atau ke ematian untuk membentuk diagnosis diferensial pada
pasien bergejaladan untuk mengambil keputusan teraputik mengenai
terapi anti retroviral dan profilaksis untuk patogen opportunistik.
Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis.
Jumlah CD8 tidak memprediksi perkembangan sel CD8 HIV spesifik (sel
CD38) adalah penting untuk mengendalikan tingkat HIV tetapi tidak
dapat diukur dengan mudah. Cara baku menentukan jumlah CD4
memakai flow cytometer dan alat analisis cytologi yang mahal,
membutuhkan darah segar (<18 jam). Dan sistem alternatif yang
memakai teknologi EIA adalah TRAX CD4 TEST KIT. Alat ini cocok untuk
daerah yang terbatas sumber daya. Pada beberapa daerah ada
yagtidak bisa menjangkau test CD4, pada beberapa dokter
menggunakan hitung limfosit total (TLC). Nilai normal CD4 untuk

25
kebanyakan laboratorium adalah rata-rata 800 – 1050 (sel/ mm³)
dengan kisaran mewakili dua standart deviasi kurang lebih 500 hingga
1400. Tes CD4 diulangi sampai tiga sampai enam bulan untuk pasien
yang belum dioati ARV dan jangkan waktu 2 – 4 bulan pada pasien
yang diobati ARV. Hasil tersebut sebaiknya diulangi bila hasil tidak
konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Frekuensi akan
berbeda-beda tergantung individu. Kalau tidak diobati rata-rata CD4
menurun 4 pertahun untuk setiap log viral load. Dengan terapi awal
atau perubahan terapi usulan adalah dilakukan tes CD4 (serta
viralload) pada 4, 8, sampai 12 dan 16 sampai 24 minggu.

Baik dokter maupun pasien harus sadar mengenai sifat berbeda


beda pada hasil tes CD4, terutama bila hasil akan dipakai untuk
mengambilkeputusan klinis misalnya memulai ART atau profilaksis
untuk infeksi opportunistik misalnya kisaran confidence 95% untuk
jumlah CD4 yang benar 200 adalah 118 – 337. Hasil yang tidak
konsisiten dengan kecenderungan sebelumnya sebaiknye diulang.

Faktor yang mempengaruhi jumlah CD4 adalah:

 Perbedaan analisis
 Perbedaan musim dan diurnal pagi hari sampai malam hari.
 Beberapa penyakit bersamaan dan penggunaan kortsticosteroid
 Perbedaaan analisis yang bermakna yang bertanggungjawab
untuk kisaran yang besar pada nilai normal (umumnya (500-
1400)mencerminkan kenyataan bahwa jumlah CD4 dihitung
berdasarka variabel (jumlah dihitung berdasarkan tiga variabel
(jumlah sel darah putih, persentase limfosit dan persentase sel
CD4/ sel yang membewa reseptor CD4)
 Perbedaan musim dan perbedaan diurnal dengan tingkat paling
rendah pada pukul 12.30dan tinkat puncak pada pukul 20.30,
perbedaan ini tidak secara jelas sesuai dengan ritme circadian
korticosteroid

Dengan penurunan pada jumlah CD4 dicatat dengan beberapa


infeksi akut dengan bedah besar. Penggunaan korticosteroid dapat
menyebabkan dampak yang besar dengan penurunan dari 900 menjadi

26
dibawah 300 dengan penggunaan akut. Penggunaan kronis
mengakibatkan perubahan yang tidak sebesar ini. Perubahan akut
diakibatkan redistribusi leukosit antara sirkulasi perifer dan sumsum
tulang, limfa dan kelenjar getah bening. Jumlah CD4 seakan akan tinggi
dapat terjadi dengan koinfeksi HTLV-1 (splenektoni). HTlv 1 sangat
terkait erat dengan HTLV 2 dan kebanyakan tes serologi tidak
membedakan antara kedua infeks tetapi hanya HTLV 1 menyebabkan
jumlah CD4 seakan akan tinggi. Penelitian serologi di AS menunjukkan
angka infeksi HTLV 1/ 2 pada 7-12% pada pengguna narkoba suntikan
dan 2-10 % pada pekerja seks, 80-90% infeksi tersebut adalah HTLV 2
pada kedua kelompok.

Faktor yang mempengaruhi atau berdampak kecil pada jumlah CD4


adalah:

 Gender
 Usia pada orang dewasa
 Srters psikologis
 Sters fisik
 Kehamilan

Jumlah CD4 biasanya meningkat ≥50 pada 4-8 minggu setelah


penekanan virus dengan ARV dan kemudian tambahan 50 -100/tahun.
Dan jumlah CD4 merosot sampai 100-150 dalam 3-4 bulan bila terapi
dihentikan.

1. ELISA (Enzyme-Linked Imunosor Bend Assay)

Bereaksi dengan antibodi yang ada di dalam serum dengan


memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus
dalam jumlah besar. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93%
sampai 98% dan spesifisitas 98% sampai 99%. Pemeriksaan ini
dilakukan dua kali untuk menghindari adanya positif palsu atau
negatif palsu yang akan berakibat sangat fatal. Jika pada kedua
pemeriksaan menunjukkan hasil positif, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot. Jika hasilnya
negatif maka dilakukan pemeriksaan ulang 3-6 bulan berikutnya.

27
Hasil pemeriksaan positif palsu terjadi karena keadaan-
keadaan berikut ini :

Wanita Multipara
Wanita hamil
Individu yang pernah mengalami malaria.
Individu yang menderita penyakit otoimun tertentu.
Individu yang menderita beberapa jenis limfoma.
Pemakai obat-obatan dan jarum intra vena yang digunakan
bersama-sama.
Individu yang bereaksi dengan antigen sel seperti HLA-DR4
Reaksi spesifk terhadap materi seluler H yang dipakai pada
piring kontrol.
Reaksi silang dengan dinding sel dimana HIV ditumbuhkan.
Kadang-kadang terjadi pada individu dengan titer antibodi HTLV-
1 tinggi.
Bayi baru lahir yang menunjukkan antibodi maternal sampai usia
18 bulan.

Hasil pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada keadaan-


keadaan berikut:

Infeksi HIV dini


Penyebab yang tidak diketahui.
Penyakit kanker yang mendasari.
Pasien yang mendapatkan regimen imunosupresif jangka
panjang dan intensif.

2. Western Blot

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kedua hasil pemeriksaan


ELISA dinyatakan positif, pemeriksaan ini juga dilakukan dua kali
dan hanya sedikti yang memberikan hasil positif palsu atau negatif
palsu.

28
Hasil postif palsu jarang, tapi dapat terjadi pada keadaan
berikut ini :

 Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus


manusia lainnya.
 Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin
ada reaksi silang terhadap protein virus, dinding sel atau
antibodi.
Negatif palsu :

 Penyebab-penyebab yang tidak diketahui.

Arti dari hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan postif menandakan hal berikut:

 Orang tersebut telah terinfeksi oleh HIV dan mungkin


terinfeksi seumur hidup.
 Orang tersebut dianggap infeksius terhadap orang lain
melalui tranmisi darah dan cairan tubuh.
 Tidak mungkin meramalkan orang yang sekarang
asimptomatik, kapan ia menderita AIDS; sebagian orang
dengan seropositif saat ini, suatu saat akan berkembang
menjadi AIDS dan pada masa itupun masih diperkirakan
belum ditemukan pengobatan yang efektif.
 Tidak mungkin mencegah perkembangan ke arah AIDS (akhir-
akhir ini ada kemajuan dalam penyelidikan antiviral dan
usaha pencegahan terjadinya infeksi oportunistik seperti
pneumonia pneumocystis carinii.
 Suatu hasil pemeriksaan negatif pun tidak menunjukkan
penderita terbebas dari infeksi yang menakutkan ini.

Hasil negatif berarti :

 Tidak terdeteksi antibodi HIV.


 Kemungkinan orang tersebut tidak terinfeksi

29
 Orang tersebut mungkin terinfeksi tapai antibodinya belum
meningkat.
 Penderita AIDS yang mungkin sudah sedemikian lemah
sehingga sistem kekebalan tidak lagi dapat memberikan
respon untuk membentuk antibodi.
Hasil yang meragukan juga dapat terjadi, misalnya jika ELISA
atau Western Blot bereaksi lemah dan dengan demikian
menimbulkan kecurigaan. Hal ini dapat terjadi pada infeksi HIV dini,
infeksi yang sedang berkembang (sampai semua pita pada
pemeriksaan western Blot terlihat lengkap, atau pada reaktifitas
silang terhadap titer retrovirus lain yang tinggi, misalnya HIV-2 atau
HTLV-1.

3. Pemeriksaan HIV lainnya

HIV-1 juga dapat dideteksi dengan hal-hal berikut ini :

 Kultur
 Pemeriksaan antigen
 Amplifikasi gen-gen HIV (yaitu reaksi rantai polimerase)
Cara-cara ini terutama dipakai dalam riset. Cara-cara ini
dapat mendeteksi adanya virus atau DNA virus sebelum bisa
dideteksi oleh ELISA atau Western Blot, dan dapat mengurangi
terjadinya hasil negatif palsu yang bisa terjadi pada infeksi HIV dini
dimana antibodi yang terbentuk belum banyak, arti klinis dari
pemeriksaan ini belum dapat ditentukan, tapi nampaknya
pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat berguna penanda penyakit,
detektor dini, dan tolak ukur dari perkembangan penyakit.

Pemeriksaan pada bayi

Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi oleh HIV memperlihatkan
antibodi terhadap virus hingga usia 10-18 bulan. Bayi menerima
antibodi dari ibunya, agar melindunginya sehingga sistem kekebalan
tubuhnya terbentuk penuh. Jadi hasil tes positif pada awal hidup
bukan berarti si bayi terinfeksi. Jika bayi ternyata terinfeksi, sistem
kekebalan tubuhnya akan membentuk antibodi terhadap HIV, dan tes

30
HIV akan terus-menerus menunjukkan hasil positif. Jika bayi tidak
terinfeksi, antibodi dari ibu akan hilang sehingga hasil tes menjadi
negatif setelah kurang-lebih 6-12 bulan.

Karena itu, status HIV anak tidak dapat didiagnosis untuk uji
ELISA atau Western Blot. Untuk ini digunakan uji untuk biakan virus,
antigen p24 atau RNA HIV, atau analisis PCR untuk RNA dan DNA
virus. PCR DNA HIV adalah uji virologik yang dianjurkan kerena
sensitif untuk mendiagnosis infeksi selama masa neonatus. Antibodi
HIV yang terdapat dalam bayi memang mengindikasikan bahwa ibu
positif HIV.

I. Prognosa Penyakit

Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500


anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV.

J. Komplikasi
Hiperpigmentasi

Penyebab
• Obat-2an
• Endokrin
(adrenalis, tiroid)
• Nutrisi
• Terpajan
lama dan intensif
oleh UV
• Penyakit-2 lain (TB, histoplasmosis, kriptokokus)

K. Dampak HIV/AIDS

 Psikologi
HIV adalah penyakit terminal dan kronis. Jika seseorang yang
hamil terdiagnosa dengan HIV, maka seseorang tersebut akan
merasa seperti terdakwa mati, dan merasakan kecemasan yang
sangat, dan ketakutan, ketakutan atau kecemasan tersebut tidak

31
hanya berasal dari stigma penyakit itu sendiri, tetapi juga karena
adanya penurunan sistem imun yang menyebabkan peningkatan
resiko infeksi, misalnya vaginitis, herpes, dan penyakit kelamin lain
yang dianggap buruk oleh masyarakat. Dengan kondisi fisik yang
seperti itu maka dapat menurunkan harga diri sang ibu, sehingga
sang ibu mengalami gangguan body image.

Dampak psikologi yang lain yaitu depresi. Depresi terjadi


karena dia terdiagnosa HIV dan merasa tanpa harapan. Karena sifat
dari virus itu sendiri yang menyerang sistem pertahanan primer
tubuh. Hal itu dapat diikuti dengan perasaan bersalah tentang
perilaku masa lalu, kesedihan yang mendalam mengenai dirinya.

 Isolasi
Tidak jarang penderita HIV mengalami kesedihan karena
diisolasi oleh keluarganya atau masyarakat. Karena terdapat
banyak pendapat untuk memasukkan ODHA ke tempat
penampungan khusus penderita HIV/AIDS. Hal itu berarti suatu
diskriminasi dan isolasi terhadap ODHA. Padahal tanpa melakukan
kontak seksual maupun kontak darah dengan ODHA, HIV/AIDS yang
ada pada tubuh ODHA tidak akan menular ke individu lain,
termasuk kepada OHIDA. Selain itu orang dengan status terinfeksi
HIV masih produktif seperti orang sehat pada umumnya.

Hal lain yang dapat membuat seseorang merasa depresi


adalah isolasi dari keluarga dan masyarakat. Keluarga mungkin
bertanya-tanya mengapa dia bisa terinfeksi HIV. Bisa saja karena
tertular oleh suami. Namun, keluarga tidak mau tahu hal itu
sehingga tetap mengisolasi.

Sebagian masyarakat melakukan diskriminasi karena kurang


memperoleh informasi yang benar bagaimana cara penularan
HIV/AIDS, hal-hal apa saja yang dapat menularkan dan apa saja
yang tidak dapat menularkan. Ketakutan terhadap HIV/AIDS sebagai
penyakit yang mematikan. Sehingga mereka belum percaya
sepenuhnya informasi yang diberikan.

32
 Stigma
HIV merupakan penyakit yang paling ditakuti di masyarakat.
Karena pada faktanya penyakit tersebut bisa ditularkan melalui
pertukaran cairan tubuh, paling banyak melalui kontak seksual dan
pemakaian obat-obatan IV. Hal itu menambah stigma tentang HIV
bahwa seseorang dengan HIV tersebut bukan merupakan orang
baik-baik. Anggapan itu akan muncul bila masyarakat belum
mengetahui informasi yang benar tentang HIV. Padahal bisa saja
seseorang yang terkena HIV adalah petugas kesehatan yang
terpapar dengan cairan penderita HIV.

Pada kenyataanya issu yang berkembang, orang dengan HIV


mendapatkan suatu diskriminasi di masyarakat, pekerjaan, dan
perawatan kesehatan. Dengan adanya stigma tersebut maka
seseorang yang berisiko tinggi terkena HIV akan merasa malu jika
ingin memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan.

 Fisik
Dampak HIV pada fisik juga tidak dapat dipungkiri. Jika
jumlah sel CD4 turun di bawah 200/mm 3 maka seseorang memiliki
resiko tinggi komplikasi infeksi.

L. Penatalaksanaan

 Konseling

Dengan adanya masalah-masalah baik fisik maupun psikologis


yang terdapat pada penderita HIV, maka untuk mengatasi masalah
tersebut dapat dilakukan dengan cara bicara dengan seorang
konselor tentang perasaan dan dengan dokter tentang:

 Dampak HIV
 Perkembangan HIV
 Penggunanan pengobatan antiretrovirus dan lainnya
 Konsepsi yang aman jika partner HIV-negatif.

 Nutrisi dan Latihan

33
 Beberapa wanita dengan HIV mungkin akan sulit untuk
meningkatkan berat badan. Karena efek samping dari
pengobatan HIV mungkin akan sulit untuk meningkatkan berat
badan atau bahkan dapat menyebabkan penurunan berat
badan. Pada kunjungan pertama pengkajian yang teliti pada
status nutrisi harus dilakukan.

 Melindungi Penderita dari Infeksi

Seseorang dengan HIV akan mengalami penurunan CD4 dimana


sel tersebut berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh. Dengan
adanya penurunan CD4 maka akan terjadi penurunan daya tahan
tubuh. Sehingga diperlukan penanganan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh tersebut yaitu melalui obat, nutrisi dan latihan.

M. Pengobatan Penderita

Upaya pengobatan meliputi beberapa cara pendekatan yang


mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignansi, penghentian replikasi, pemghentian replikasi virus HIV
melalui preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem
imun melalui penggunaan preparat imunomodulator.

a. Terapi antiretrovirus

Zidovudin (ZDV; dahulu disebut azidotimidin [AZT] atatu


Retrovir), dideoksinosin atau didanosin (ddl [Videx], dideoksisitidin
(ddC [Hivid]), dan Stavudin (d4T, Zerit). Semua obat ini bekerja
menghambat kerja enzim reverse transcriptase virus dan
mencegah reproduksi virus HIV dengan cara meniru salah satu
substansi molekuler yang digunakan virus tersebut untuk
membangun DNA bagi partikel-partikel virus yang baru. Sehingga
produksi virus baru akan terhambat.

Zidovudin. AZT  diterima dan direkomendasikan oleh FDA


untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi. Menurut
penelitian, ibu yang mengkonsumsi AZT sebelum dan selama
kehamilan dan bayi diberi cairan AZT tiap hari selama 6 minggu

34
setelah kelahiran, resiko penularan HIV menurun dari 25% menjadi
8%.

Saat ini terapi zidovudin sudah disetujui untuk semua orang


yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4+ dibawah 500mm 3.
Zidovudin memperlambat perjalanan penyakit AIDS atau penyakit
yang simptomatik pada pasien-pasien dengan HIV positif tanpa gejala
kecuali dengan jumlah CD4+ di bawah 500mm 3 atau pada pasien-
pasien dengan gejala yang ringan sementara jumlah sel CD4+ di
bawah 200mm3. Zidovudin menurunkan kadar antigen p24 dan
meningkatkan jumlah sel T4.

Efek samping : Anemia, granulositopenia, mual, gangguan rasa


nyaman pada perut, sakit kepala, konfusi, hepatitis, perubahan warna
kuku, kejang miositis, demam/panas, menggigil. Pemberian harus
dihentikan jika pasien memerlukan terapi untuk infeksi oportunis,
limfoma, malignansi.

Dideoksinosin merupakan preparat alternatif pengganti


zidovudin. Efek samping : pankreatitis, neuropati perifer, mual diare,
konfusi, kejang, sakit kepala, abnormalitas elektrolit, aritmia jantung.

Dideoksitidin tidak menembus cairan spinal sehingga tidak


seefektif zidovudin bila digunakan untuk mengobati ensefalopati
yang berhubungan dengan AIDS. Efek samping: Ulkus esofagus,
neuropati perifer, stomatitis, pankreatitis, demam/panas, ruam,
sariawan pada mulut (stomatitis aftosa), hiperglikemia.

Stavudin dapat diresepkan bagi pasien-pasien HIV stadium


lanjut yang tidak responsif terhadap preprat antivirus lain atau yang
tidak dapat mentolerir efek sampingnya. Efek samping : neuropati
perifer, hepatotoksisitas, anemia, mual.

b. Inhibitor Protease

merupakan obat yang menghambat kerja enzim protease,


yaitu enzim dibutuhkan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion
yang menular. Sebagian obat mengganggu afinitas HIV untuk

35
limfosit T4, sebagian lainnya mengubah membran virus dan
mencegah masuknya virus ke dalam sel-sel hospes. Jenis Obat : L-
Drug (L 524) dan RO31-8985. Efek samping : sakit kepala,
gangguan gastrointestinal.

c. Imunomodulator

Preparat untuk memulihkan atau menguatkan sistem imun


yang rusak. Jenisnya oral alfa-interferon dosisi rendah (IFN-alfa),
yang kini sedang diteliti untuk menguji sifat-sifat antivirusnya di
samping kemampuannnya dalam menurunkan sel-sel makrofag dan
limfosit sel T. Efek samping : reaksi mirip flu  demam menggigil,
atralgia, mialgia, dan sakit kepala.

N. Terapi alternatif

 Terapi spiritual / psikologis : terapi humor, hipnosis, kesembuhan


karena iman-kepercayaan dan afirmasi positif.
 Nasetilsistein (NAC), pentoksifilin (Trental) dan 1-kloro-2,4-
dinitrobenzena (DNCB), terapi oksigen, terapi ozon, terapi urin.

36
 Terapi dengan tenaga fisik dan alat : akupuntur dan akupresure,
terapi masase, refleksiologi, terapi sentuhan, yoga dan kristal.
 Terapi Nutrisi : diet vegetarian, protein tinggi, suplemen vitamin
C, obat tradisional cina seperti campuran herbal tradisonal serta
senyawa Q (ekstrak ketimun cina) dan monmordica charanma
(bitter melon) yang diberikan sebagi enema juga digunakan
dalam terapi alternatif, makanan yang mengandung Zn (Zinc =
seng) yaitu daging, kerang-kerangan, biji-bijian, serealia,
leguminosa, telur dan susu. Gizi buruk terbukti meningkatkan
angka penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Gizi yang baik membantu
tubuh menyerang infeksi, mengurangi masalah kelahiran (berat
badan bayi rendah, kematian bayi), membantu khasiat ARV, dan
dapat mengurangi efek samping obat. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa ada manfaat pada Odha perempuan bila
dipakai tambahan vitamin waktu hamil. Multi-vitamin (vitamin
B1, B2, B6, dan B12, niacin, vitamin C, vitamin E, dan asam
folat) diberi pada perempuan hamil dapat memperpanjang masa
tanpa gejala.

O. Asuhan Keperawatan pada klien dengan HIV

 Pengkajian

Aktifitas / Istirahat

 Malaise
 Perubahan Pola tidur
 Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya
 Perubahan TD, frekuensi jantung, pernapasan

Riwayat / adanya perilaku resiko tinggi (gaya hidup)

 Pasangan seksual multiple


 Laki-laki dengan homoseksual
 Penyalahgunaan obat terlarang
 Ibu yang menggunakan obat-obatan IV

37
 Pasangan yang menggunakan obat-obatan IV
 Merokok dan Alkohol
 Gizi buruk
 Stres dan keletihan meningkat

Makanan dan Cairan

 Mual, Muntah, Anoreksia, penurunan berat badan, turgor


kulit buruk, lidah terdapat lesi atau luka, kesehatan gigi atau
gusi yang buruk
 Penurunan berat badan
 Turgor kulit buruk
 Lesi pada rongga mulut

Keamanan

 Peningkatan suhu akibat infeksi


 Menggigil, berkeringat malam
 Kultur positif, peningkatan titer, lesi, skrining positif terhadap
penyakit infeksius

Seksualitas

 Mungkin baru-baru ini terpapar / pernah terpapar pada


pasangan, biseksual/ heteroseksual yang banyak
meningkatkan resiko terpapar terhadap HIV.
 Suami atau pasangan seksual mungkin hemofili memerlukan
tranfusi darah dan menempatkan dia pada resiko
memperoleh HIV.
 Riwayat PMS atau PSD sebelumnya
 Jumlah pasangan seksual saat ini.
 Frekuensi hubungan seksual dalam satu minggu
 Perkiran aktivitas seksual selama hamil.

38
Interaksi sosial

 Perubahan pada interaksi keluarga atau orang terdekat


 Aktifitas yang tidak terorganisasi.
 Isolasi, kesepian

Penyuluhan atau Pembelajaran

 Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku


resiko tinggi (misalnya: penyalahgunaan obat-obatan IV)

Pemeriksaan fisik dasar pada survei umum dan pemeriksaan


laboratorium

 Kelelahan terus-menerus
 Mudah memar dan berdarah
 Sakit tenggorokan
 Diare
 Infeksi opportunistik seperti TBC, Pneumocystis Carinii
Pneumonia (PCP) yang ditunjukkan oleh batuk terus–
menerus, demam, sesak napas
 Sarkoma kaposi’s (jenis kanker kulit yang ditunjukkan oleh
banyaknya bisul keunguan dan benjolan pada kulit.
 Jumlah sel CD4 200mm3 atau kurang

Tes diagnostik

 Skrining HIV dengan ELISA : hasil positif mungkin akan


mengindikasikan adanya HIV, tetapi bukan merupakan
diagnosa utama.
 Tes Blot Western : mengkonfirmasikan diagnosis HIV.
 Sel T limfosit : penurunan jumlah total.
 Kadar Ig : umumnya meningkat, terutama IgG dan IgA
(indikator kemampuan tubuh untuk menunjukkan bila proses

39
penularan telah lengkap tetapi umumny akarena faktor lain,
misalnya lingkungan.
 P24 (Protein Pembungkus HIV) : peningkatan nilai kuantitas
protein ini mengindikasikan progresif infeksi.
 Sel T4 Helper : jumlah kurang dari 200 mengindikasikan
defisien si respon imun berat.
 Kaji pengertian kondisi dan respon emosi terhadap diagnosa
dan rencana pengobatan.

 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan


penurunan respon imun, kerusakan kulit.

Batasan karakteristik :

Western Blot (+), terlihat gejala-gejala AIDS, ada riwayat dirawat


untuk pengobatan infeksi HIV.

Kriteria Evaluasi :

Suhu tubuh normal (37⁰C) dan SDP normal (3500 – 10.000 mEq),
keringat malam berkurang, tidak ada batuk, meningkatnya
asupan makanan, tercapai penyembuhan luka atau lesi pada
waktunya.

INTERVENSI

N TINDAKAN RASIONAL
o
Pantau : Data objektif adalah perlu untuk
1.
 Hasil CD4 mengevaluasi keefektifan terapi

 Temperatur setiap 4 jam


 Status umum setiap 8 jam

2. Berikan antibiotik dan evaluasi Antibiotik yang spesifik untuk


keefektifannya. Jamin kuman patogen diperlukan untuk
pemasukan cairan paling menangani infeksi. Cairan
sedikit 2-3 liter sehari membantu distribusi obat ke

40
seluruh tubuh.

3. Ikuti prinsip-prinsip Untuk menurunkan infeksi


kewaspadaan umum terhadap nosokomial dan menegah pasien
darah dan cairan tubuh. dari infeksi baru.
Gunakan pencegahan dasar
yang sesuai untuk mencegah
kontaminasi terhadap kulit dan
mukosa membran bila kontak
dengan darah dan cairan
tubuh.

 Pakai sarung tangan bila


kontak dengan darah atau
cairan tubuh.

 Cuci tangan sebelum dan


sesudah kontak dengan
pasien, termasuk sebelum
dan sesudah memakai
sarung tangan.

 Pasang label kategori


spesifik isolasi pada pintu
kamar pasien. Jika ada TB
paru, pakai masker dan
menasehatkan keluarga
pasien untuk skrining TB,
jelaskan TB adalah
penyakit menular.

Masker tidak diperlukan untuk


PCP sebab kemungkinan infeksi
disebabkan oleh jamur yang
ada pada tubuhnya sendiri.

 Pakai skort dan kacamata


untuk menghindarkan bila

41
ada percikan cairan tubuh
yang mungkin terjadi.

 Hindarkan penggunaan
jarum yang telah dipakai.
Tempatkan semua benda
tajam ke dalam kontainer
pembuangan.

 Bersihkan tumpahan darah


dengan 1:10 cairan
pemutih (natrium
hipoklorit).

 Tidak dianjurkan untuk


sembarang orang
memberikan perawatan
pada pasien yang
mempunyai luka atau lesi
bereksudat dan dermatitis
yang luas sampai luka atau
lesi sembuh.
Keringat malam mungkin sumber
 Peralatan dan linen yang dari ketidaknyamanan, terutama
kotor akibat tumpahan bila tidur pakaian basah dan
cairan tubuh pasien harus dingin karena keringat.
dibuang di kantong double
bagged dan diberi label
sebelum dikirim untuk
dekontaminasi.

 Instruksikan pasien untuk


mencuci tangan setelah
mengangani ekskresinya.

Pelihara kenyamanan suhu


kamar. Juga kebersihan dan
keringnya kulit.

42
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan nyeri lesi di mulut, penurunan nafsu makan, dan
efek medikasi, infeksi (anoreksia, nausea dan vomiting,
gangguan menelan)
Tujuan : Untuk mencegah penurunan status gizi.

Kriteria Hasil :

 Mempertahankan masa otot adekuat.


 Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal.
 Melaporkan perbaikan tingkat energi.
INTERVENSI

N TINDAKAN RASIONAL
o
1. Pantau : Untuk mengenal indikasi-indikasi
 Berat badan setiap hari kemajuan atau penyimpangan

 Masukan dan haluaran dari hasil yang digunakan.

setiap 8 jam.
 Persentase makanan
yang dimakan setiap hari.
2. Berikan makanan porsi sedikit Untuk menghindari muntah
tapi sering setiap 2 atau 3 jam.
Beri biskuit krekers setelah
bangun tidur pagi atau 1 jam
sebelum minum obat, makan
banyak karbohidrat seperti
pisang, kentang, sereal, teh
jahe dengan madu
3. Beri suplemen vitamin. Kekurangan vitamin terjadi akibat
penurunan masukan makanan
dan/atau kegagalan mengunyah
dan asorbsi dalam sistem GI.
4. Beri suplemen besi (Ferrous Untuk mengurangi anemia pada
Sulfat) ibu hamil.
5. Jika cairan diare berlebihan : Diare sering disebabkan oleh
 pertahankan puasa dan protozoa (Cryptospiridiium) yang

43
pengobatan, terutama menyerang lapisan epitel,
infuse NPT. menyebabkan meningkatnya
 berikan obat-obat anti produksi gas dan banyak cairan
diare dan evaluasi masuk dalam usus. Pasien bias
keefektifannya. kehilangan cairan 10 liter per hari
Berangsur-angsur mulai karena diare. Berhentinya defekasi
pemberian makanan peroral bila hanya karena pengobatan yang
diare terkontrol. efektif
Anjurkan untuk menggunakan
beta laktose, rendah lemak, ini
akan menurunkan volume diare.
Konsul ke dokter jika diare tetap
berlangsung atau tambah
memburuk
6. Berikan informasi tentang Ibu hamil mampu memaksimalkan
kebutuhan nutrisi. Tekankan kebutuhan nutrisi selama
pada peningkatan pemasukan kehamilan terutama untuk
protein. pertumbuhan dan perkembangan
janin.
7. Rujuk ke ahli diet untuk Ahli diet adalah spesialis nutrisi
membantu memilih dan yang dapat membantu pasien
merencanakan makanan untuk dalam perencanaan menu dan
kebutuhan nutrisi. kebutuhan nutrisi untuk kondisi
sekarang.

3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi HIV kronis, infeksi


oportunistik sekunder, malignanci, kerusakan autoimun,
diare, dehidrasi, respon alergi karena pengibatan, infeksi
karena intravena

Tujuan:

Suhu tubuh normal

Kriteria Hasil:

Suhu tubuh 36,5⁰C – 37⁰C

44
Intervensi:

 Menghindari pengobatan yang menyebabkan


vasokontriksi

 Meningkatkan kalori dan cairan dengan tinggi protein,


tinggi kalori (TKTP), suplemen makanan, cairan 2 – 2,5
liter cairan tiap hari

 Menjaga kenyamanan dan keamanan dengan memakai


pakaian yang kering bebas dari keringat, linen terbuat dari
bahan yang halus dan nyaman

 Monitor status mental

 Ajari klien tentang bagaimana mengatasi demam di


malam hari (night fever) dan berkeringat di malam hari
(night sweet)dengan cara:

- Meminum antipiretik sebelum tidur

- Sediakan selalu air disamping empat tidur

- Sediakan handuk di dekat bantal untuk menusap


dan mengeringkan keringat

 Pengobatan farmakologis biasanya: aspirin, NSAID atau


asetaminofen

Evaluasi

Klien dapat:

 Mengidentifikasi keadaan demam dan cara mengukur suhu

 Memenuhi kebutuhan cairan adekuat

 Klien dapat mendemontrasikan kepada perawat tentang


bagaimana cara mengukur suhu dan indikasi demam

45
4. Nyeri akut atau nyeri kronis berhubungan dengan
atralgia, mialgia dan neuropati karena penyakit HIV

Tujuan:

Menurunkan insiden dan nyeri yang berat, dapat menerima


pengalaman nyeri yang dialami, meningkatkan kenyamanan tubuh

Kriteri Hasil

Nyeri berkurang (menunjukkan skala nyeri 1-3)

Intervensi

 Memberikan kenyamanan pada tempat tidur

 Mengajari klien untuk massage

 Memberikan obat antinyeri

onon – opioid (aspirin, acetaminophen) for mild pain

oweak opioid (codeine, oxycodone) for moderate pain

ostrong opioid (morphine) for severe pain

 Ajari klien untuk terapi alternatif contohnya: distraksi musik,


imagery, relaxation exercises

Evaluasi

Klian dapat:

 Mengidentifikasi faktoryang menyebabkan nyeri

 Mengontrol nyeri dengan metode alternatif

 Menurunnya kuantitas dan kualitas nyeri selama 24 jam

5. Kelemahan berhubungan dengan HIV kronis, anemia,


infeksi oportunistik sekunder, malnutrisi, dehidrasi,

46
imobilisasi dalam jangka waktu lama, faktor psikologis
dan situasi

Tujuan:

Klien dapat mandiri, interaksi sosial, dapat melakukan aktivitas


sehari hari

Kriteria Hasil

 Klien dapat melakukan personal hygiene secara mandiri

 Klien dapat berinteraksi sosial dengan baik

Intervensi :

 Berikan penjelasan kepada klien tentang tidur yang adekuat

 Berikan penjelasan kepada klien tentang pentingnya istirahat


dn perlunya mensinergiskan kegiatan selama 24 jam

 Evaluasi kebutuhan klien dan kemampuan klien dalam


memenuhi kebutuhannya

 Rencanakan exercise untuk klien, contoh: aerobik

Evaluasi

Klien dapat:

 Mengidentifikasi faktor yan dapat meningkatkan kelemahan

 Merencanakan kegiatan selama 24 jam secara seimbang

 Mendemontrasikan kemampuan untuk berpartisipasi

 Penurunan kelemahan selama 24 jam

5. Ketakutan berhubungan dengan potensial untuk terjadinya


infeksi dan kondisi yang semakin memburuk.

47
Tujuan :

Membantu klien mampu mengekspresikan perasaanya, mampu


mengidentifikasi sumber rasa takutnya, mampu mengontrol dalam
membuat keputusan.

Kriteria Hasil :

Klien mampu mengekspresikan perasaannya, mampu


mengidentifikasi sumber rasa takutnya, mampu mengontrol dalam
membuat keputusan.

INTERVENSI

N TINDAKAN RASIONAL
o.
1. Kaji tingkat ketakutan klien. Menetapkan tingkat fungsional
pada waktu penerimaan dan
mewaspadakan perawat pada
perubahan status yang dapat
infeksi/kemungkinan penyakit
yang kemungkinan makin
memburuk.
2. Izinkan klien untuk Penerimaan perasaan pasien
mengekspresikan perasaan akan dapat membuat perasaan
marah dan bersalah. klien dapat menerima situasi.
3. Berikan informasi yang sesuai Dapat meningkatkan
untuk membantu klien dapat pemahaman klien terhadap
membuat keputusan. penyakit yang dideritanya.
4. Kaji mekanisme koping klien Pasien mungkin akan
terhadap tindakannya. menggunakan sistem bertahan
dengan penolakan dan terus
berharap bahwa diagnosanya
tidak akurat. Rasa bersalah dan
tekanan spiritual mungkin akan
menyebabkan klien menarik diri
dan percaya bahwa bunuh diri
adalah suatu alternative.
5. Dorong interaksi klien dengan Mengurangi perasaan terisolasi.

48
keluarga dan sistem
pendukung.
6. Kaji adanya dukungan baik dari Menjamin adanya sistem
keluarga maupun orang pendukung bagi pasien dan
terdekat. memberikan kesempatan orang
terdekat untuk berpartisipasi
dalam kehidupan klien.
7. Berikan informasi yang dapat Menurunkan interaksi personal
dipercaya dan konsisten. yang lebih baik dan menurunkan
kecemasan dan rasa takut.

6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan proses


penyakit

Tujuan : Mendorong kemampuan koping yang efektif dari pasien.

Kriteria Hasil :

Klien dapat mengatasi masalahnya dan dapat membuat keputusan.

INTERVENSI

No. TINDAKAN RASIONAL


1. Kaji pemahaman klien dalam Ansietas dan masalah lain yang
menerima proses penyakit. menimbulkan kecemasan dapat
mempengaruhi penyuluhan
kesehatan/ belajar klien.
2. Berikan informasi yang akurat Informasi yang akurat dapat
tentang prosedur atau menurunkan kecemasan klien.
tindakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan.
3. Bantu klien dalam Mekanisme adaptif perlu untuk
mengembangkan mekanisme menguibah pola hidup seseorang
koping. dan mengintegrasikan terapi
yang diharuskan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Bantu klien dalam Dapat menurunkan kebingungan,
mengidentifikasi perasaannya mengembangkan kepercayaan
seperti marah dan rasa dan memberi kesempatan untuk

49
bersalah. mengidentifikasi masalah
untukmembuat pemecahan
masalah.
5. Rujuk klien pada kelompok Dukungan tambahan dapat
pelayan kesehatan yang membantu klien dalam
khusus menangani penyakit menerima stress.
HIV.
6. Rujuk klien pada pekerja Dukungan tambahan dapat
kesehatan mental atau membantu klien dalam
kelompok pendukung. menerima stress.

7. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan


sifat kondisi HIV, gangguan peran dan masa depan tak
tentu.

Tujuan: menyokong proses koping klien dan pemulihan keluarga

Kriteria Hasil

Klien dan keluarga akan ;

1. Mengungkapkan perasaan tentang diagnosis dan prognosis.


2. mengidentifikasi tanda disfungsi keluarga
3. mengidentifikasi sumber yang tepat untuk dirujuk jika
diperlukan.
INTERVENSI

Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang Upaya untuk
suportif dan pribadi bagi mengkomunikasikan perasaan
keluarga sayang dan perhatian pada
anggota keluarga dapat
membantu mengurangi perasaan
mereka tentang isolasi dan rasa
malu.
2. Gali persepsi anggota keluarga Diskusi terbuka dapat membantu
tentang situasi. Berikan menurunkan perasaan bersalah
dorongan untuk karena menyebabkan atau

50
mengungkapkan perasaan marah pada masyarakat,
bersalah, marah, komunitas gay atau kekasih
menyalahkan, dll. Bila keluarga klien.
tidak menyadari praktek
seksual klien atau penggunaan
obat terlarang sebelum ada
diagnosis HIV, berikan mereka
dorongan untuk berbagi
perasaan mereka.
3. Sesuai kebutuhan, berikan Intervensi ini dapat membantu
informasi tentang menurunkan rasa bersalah dan
homoseksualitas dan tekankan menggerakkan anggota keluarga
bahwa klien adalah orang yang untuk mendukung klien (Govoni,
sama seperti sebelum keluarga 1988)
mengetahui orientasi
seksualnya.
4. Tekankan aspek hidup klien Ini dapat membantu menurunkan
pada orang lain selain tentang dan menghilangkan stigma AIDS
HIVatau perilaku resiko, misal : (Govoni, 1988)
hobi, hal-hal yang sudah
dicapai.
5. Sesuai kebutuhan, izinkan Bila kekasih dan teman adalah
kekasih klien dan teman untuk kelompok beresiko tinggi mereka
berbagi beban mereka dan dapat mengalami AIDS sebelum
pengalaman sebelumnya atau mungkin HIV positif. Saling
dengan AIDS berbagi pengelaman mereka
dapat membantu klien dan
keluarga mengerti lebih baik dan
mengatasi gangguan.
6. Bahas dengan klien Melakukan dialog mengenai
kemungkinan konflik yang kemungkinan konflik dengan
mungkin timbul antara pasangan yang berhubungan
keluarga dan kekasih serta dengan keputusanpengobatanm,
teman. keuangan, dan perawatan dapat
membantu mengklarifikasi
miskonsepsi tentang peran dan

51
tanggung jawab.
7. Bila memungkinkan, anjurkan Hal ini menunjukkan bahwa anda
klien untuk menghargai hak menentukan
mendokumentasikan keinginan sendiri klien dan dapat
mengenai penunjukan membantu mengurangi konflik
pembuat keputusan, perawatn antara bertahan hidup dengan
akhir hidup, keuangan dan pendapat yang kontradiksi
pengurusan pemakaman.
8. Tentukan apakah mekanisme Penyakit dari anggota keluarga
koping keluarga efektif. dapat menyebabkan perubahan
peran yang signifikan,
menempatkan anggota keluarga
pada resiko maladaptasi.
9. Identifikasi disfungsi Setiap keluarga yang
mekanisme koping : menunjukkan disfungsi koping
a. Penyalahgunaan zat mungkin memerlukan bantuan
b. Penyangkalan terus- dari luar dan sumber tambahan.
menerus.
c. Eksploitasi salah satu
anggota keluarga atau lebih.
d. Perpisahan atau
penghindaran.
10 Tingkatkan kekuatan keluarga : Intervensi ini dapat membantu
. a. Terima bantuan mereka. mempertahankan struktur dan
b. Libatkan mereka dalam fungsi keluarga sebagai unit
perawatan klien. pendukung. Keluarga dengan
c. Anjurkan untuk menjauh konflik tak terselesaikan sebelum
sejenak dari klien untuk diagnosis adalah paling beresiko
mencegah ketegangan terhadap disfungsi koping.
pemberian perawatan.
d. Perbanyak humor.
11 Bantu keluarga untuk Strategi diperlukan untuk
. mengenali peran di rumah, mempertahankan integritas
menyyusun prioritas dan keluarga dan untuk mengurangi
mendistribusikan tanggung stres, juga meulihkan rasa
jawab. Izinkan klien untuk kontrol dan kemandirian pasien.

52
melakukan sebanyak yang bisa
dilakukan.
12 Ingatkan keluarga untuk Pedoman antisipasi dapat
. bersiap terhadap depresi, mewaspadakan anggota
ansietas, marah, dan keluarga terhadap masalh yang
ketergantungan dari klien. mengancam.

8. Kurang pengetahuian tentang proses penyakit berhubungan


dengan kurang pemajanan terhadap informasi, tidak
mengenal sumber informasi.

Tujuan :

Memberikan informasi tentang proses penyakit dan program


pengobatan.

Kriteria Hasil :

Klien mampu mengekspresikan pemahaman tentang penyakitnya.

INTERVENSI

No. TINDAKAN RASIONAL


1. Berikan informasi tentang tes Deteksi awal dan perawatan
antibodi HIV dan keuntungan infeksi penting untuk
diagnosa awal. menghambat
ketidakseimbangan sistem imun
lebih lanjut dan perkembangan
penyakit.
2. Berikan informasi tentang HIV Pasien oerlu waspada terhadap
dan bagaimana transmisinya. resiko bagi dirinya sendiri sama
seperti resikonya terhadap orang
lain untuk membuat keputusan-
keputusan yang bersifat segera
dan jangka panjang juga
menetapkan dasar tujuan. Perlu
juga untuk membuna hubungan
dan menyediakan kesempatan

53
untuk mengidentifikasi perhatian
dan asimilasi informasi.
3. Diskusikan perilaku resiko Klien dapat mengetahui factor
tinggi yang meningkatkan yang dapat meningkatkan resiko
transmisi HIV. untuk terkena infeksi HIV seperti
penggunaan obat secara
intravena, keterlibatan
hubungan seks multiple
penderota AIDS, dsb.
4. Berikan informasi tentang Pasien mungkin mengalami
implikasi HIV pada penyakit penyakit akut 2-6 minggu
AIDS. setelah terinfeksi, meskipun
demikian adalah umum untuk
menjadi subklinis dengan
adanya rasa tidak nyaman bagi
penderita.
5. Informasikan kepada klien Mencegah pemajanan,
tentang resiko seks dengan membantu menurunkan resiko
pasangan dan kontak terinfeksi.
langsung dengan cairan tubuh
dan darah.
6. Beri informasi tertulis sampai Pasien mungkin akan merasa
dimana klien bisa mengerti. berlebihan dan materi tertulis
diberikan untuk tinjauan lebih
lanjut dan penguatan jika pasien
memiliki kesempatan untuk
menenangkan diri.
7. Tanyakan klien, apakah klien Banyak pasien yang merasa
ingin agar keluarga atau takut mengungkapkannya
orang terdekatnya tahu dengan orang terdekat,
tentang diagnosa keluarga, dan teman karena
penyakitnya. takut ditolak. Menarik diri
sebagai akibat perasaan yang
menggemparkan. Dengan
memberikan kesempatan pada
orang terdekat klien untuk

54
mempelajari diagnosa penyakit
klien akan berguna bagi
dukungan jangka panjang
terhadap klien/ pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. American College Of Physicians. 2004. HIV/ AIDS: Preventing, testing


and treating. AAHIM
2. Brunnner and Suddarth. 2006. 10th edition, 2006
3. Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year
Book, St. Louis.
4. Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ;
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC,
Jakarta
5. Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious
Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

55
6. Handayani, tina. 2008. Kuliah Medical Surgical Nursing III. Jurusan
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
7. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005
8. Kane,Brigid M. 2008. HIV/ AIDS Treatment Drug. New York: Chelsea
House
9. Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
10. Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A
Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.
11. Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts
and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
12. Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada
Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.
13. The United Nations Children’s Fund (UNICEF). 2003. What
Religious Leader Can do about HIV/ AIDS
14. The World Bank, editor by Yolanda Tayler. 2004. Battling HIV/
AIDS. Washington DC
15. http://www.acponline.org/patients_families/pdfs/health/hiv.pdf
16. http://www.wcrp.org/files/TK-ENGLISH-hiv.pdf
17. http://siteresources.worldbank.org/INTPROCUREMENT/Resources/
Technical-Guide-Procure-HIV-AIDS-Meds.pdf
18. http://www.ussc.gov/r_congress/HIV.PDF
19. http://menozac.1-online-drug-store.com/sitemap-22.html
20. http://cph.georgetown.edu/aging/extras/hiv.pdf

56
57

Anda mungkin juga menyukai