Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Disusun Oleh:

Fatiha Izza Tuslamia (70300117010)

Miftah Nursani (7030011701)

Hesti Wulandari (70300117014)

Adriana Febriani (70300117016)

Nurhikmah (70300117018)

Mia Maulydia (70300117022)

Abd. Malik R H.I Tasakka (70300117027)

Indriyanti Arimurti Putri (70300117029)

Indah Lestari (70300117032)

Israwati (70300117036)

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat-Nya penyusundapat menyelesaikan tugas LP dan ASKEP yang

berjudul “Penyakit Jantung Koroner” yang disusun untuk memenuhi tugas mata

kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Penyusun mengucapkan terima kasih

kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikanLP dan ASKEP ini

dengan baik dan lancar.

Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,

membentuk sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk

watak dan jiwa sosial, berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan

pengetahuan yang luas dan menguasai teknologi. LP dan ASKEP ini dibuat oleh

penulis untuk membantu memahami materi tersebut.Mudah-mudahan makalah ini

memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat

memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah direncanakan.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam LP dan ASKEP ini.

Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang membangun akankami terima

dengan lapang dada sebagai wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih

belajar. Akhir kata, semoga LP dan ASKEP CA Paru ini bermanfaat bagi kita

semua.Aamiin.

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


B. Definisi
C. Etiologi
D. Patofisiologis
E. Manifestasi Klinis
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan
I. komplikasi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner merupakan kasus utama penyebab

kematian dan kesakitan pada manusia. Meskipun tindakan pencegahan

sudah dilakukan seperti pengaturan makanan (diet), menurunkan

kolesterol dan perawatan berat badan, diabetes dan hipertensi, penyakit

jantung koroner ini tetap menjadi masalah utama kesehatan. Masalah

utama pada penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis koroner.

Merupakan penyakit progresif yang terjadi secara bertahap yaitu

penebalan dinding arteri koroner. Aterosklerosis koroner dianggap sebagai

proses pasif karena sebagian besar dihasilkan oleh kolesterol yang berada

pada dinding arteri (Yuet Wai Kan, 2010).

Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di

negara-negara maju dan dapat juga terjadi di negara-negara berkembang.

Organisasi kesehatan duina (WHO) telah mengemukakan fakta bahwa

penyakit jantung koroner (PJK) merupakan epidemi modern dan tidak

dapat dihindari oleh faktor penuaan. Diperkirakan bahwa jika insiden PJK

mencapai nol maka dapat meningkatkan harapan hidup 3 sampai 9%

(Shivaramakrishna. 2000).

Gambaran kasus di atas menunjukkan pentingnya penyakit ini yang

belum mendapat perhatian mengenai besarnya resiko seseorang,

ketidakmampuan, hilangnya pekerjaan, dan pada saat masuk rumah sakit.

Pada dekade sekarang sejak konferensi klinis terakhir oleh New York

Heart Association atau asosiasi kesehatan New York menyatakan subjek


ini, dari sejumlah loka karya telah mengeluarkan informasi baru yang

penting mengenai penyakit ini, cara pencegahan dan kontrol. Hal ini

dinyatakan dalam besarnya perubahan yang jelas secara klinis dari PJK

dan banyaknya faktor yang mungkin relevan, besarnya jumlah pasien yang

ikut, kelompok yang akan termasuk dalam semua kasus PJK yang timbul

pada populasi umum dengan karakteristik jelas.

Penyakit jantung yang dipengaruhi oleh tingginya kadar kolesterol,

banyak terjadi pada individu dengan kelas ekonomi menengah ke atas. Hal

ini dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan makanan yang menjadi faktor

penting penentu kadar kolesterol individu. Gaya hidup masyarakat kerja,

dewasa ini lebih cenderung mengejar halhal yang bersifat praktis,

termasuk di dalamnya jenis makanan yang dikonsumsi. Makanan cepat

saji (fast food) atau yang juga dikenal sebagai makanan sampah (junk

food) menjadi pilihan bagi individu yang mengutamakan kecepatan

pelayanan karena waktu menjadi sangat berharga di dunia kerja. Namun di

sisi lain, makanan ini sebenarnya tidak memiliki kandungan gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan yang tinggi. Nystrom (2008) dalam

penelitiannya di Perancis mengatakan, responden yang makan dua kali

sehari di McDonalds, Burger King atau restoran cepat saji lain selama 4

minggu, 2 kali sehari, mengalami peningkatan berat badan hingga 15%

dan peningkatan kadar enzim alanine aminotrasnferase (ALT) hingga 10

kali.

Aktivitas fisik yang sedikit dan makanan cepat saji menjadi bagian

dari kehidupan pekerja kantor dewasa ini. Hal ini disebabkan oleh

beratnya tuntutan pekerjaan sehingga tidak ada kesempatan untuk berolah

raga dan merujuk kepada perilaku hidup yang instan, misalnya makanan.
Gaya hidup yang demikian akan menyebabkan terjadinya penumpukan

karbohidrat dan kolesterol di dalam tubuh, yang kemudian dapat

menyebabkan dislipidemia yang merupakan faktor risiko terjadinya PJK.

Di sisi lain, pekerja kasar umumnya memiliki aktivitas fisik yang

berat namun tidak diimbangi dengan makanan dengan kandungan gizi

yang cukup. Keterbatasan ekonomi pada pekerja kasar membuat mereka

jarang memakan makanan hewani seperti daging dan ikan, makanan cepat

saji, atau makananmakanan lain yang cenderung berkolesterol tinggi.

Walaupun demikian, dewasa ini PJK bukan hanya menjadi penyakit bagi

golongan ekonomi menengah ke atas, namun juga sering terjadi pada

masyarakat ekonomi bawah.

Diduga hal ini terjadi akibat mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung minyak tak jenuh dan trans yang bisa terdapat pada minyak

goreng kualitas rendah atau minyak goreng bekas (American Heart

Association, 2008).

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang, maka rumusan masalah dari LP dan

ASKEP ini adalah:

1. Apakah anatomi dan fisiologi penyakit jantung koroner?

2. Apakah definisi Penyakit jantung koroner?

3. Apakah etiologi prnyakit jantung koroner?

4. Bagaimana Patofisiologis penyakit jantung koroner?

5. Bagaimana Manifestasi Klinis penyakit jantung koroner?

6. Apakah Pemeriksaan Penunjang penyakit jantung koroner?

7. Apakah Pemeriksaan Diagnostik penyakit jantung koroner?

8. Apa Penatalaksanaan penyakit jantung koroner?


9. Apa saja komplikasi penyakit jantung koroner?

C. Tujuan Penulisan

Dari uraian rumusan masalah, maka tujuan penulisan dari LP dan

ASKEP ini adalah:

1. Dapat mengetahui anatomi dan fisilogi penyakit jantung koroner.

2. Dapat mengetahui definisi Penyakit jantung koroner.

3. Dapat mengetahui etiologi prnyakit jantung koroner.

4. Dapat mengetahui Patofisiologis penyakit jantung koroner.

5. Dapat mengetahui Manifestasi Klinis penyakit jantung koroner.

6. Dapat mengetahui Pemeriksaan Penunjang penyakit jantung koroner.

7. Dapat mengetahui Pemeriksaan Diagnostik penyakit jantung koroner.

8. Dapat mengetahui Penatalaksanaan penyakit jantung koroner.

9. Dapat mengetahui komplikasi penyakit jantung koroner.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi

Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang

termasuk dalam system sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral

yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme

yang diperlukan keseluruh jaringan tubuh dan menyangkut sisa-sisa

metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.

Sistem sirkulasi sendiri memiliki 3 komponen, yaitu:

1. Jantung

Pompa yang melakukan tekanan terhadap darah dari agar timbul

gradient dan darah dapat mengalir keseluruh tubuh.

2. Pembuluh darah

Saluran untuk mendistribusikan darah dari jantung ke semua


bagian tubuh dan mengembalikannya ke jantung. Terbagi atas tiga tipe

pembuluh darah, yaitu:

a) Pembuluh arteri, yang berfungsi untuk mengangkut oksigen

melalui darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh, mengecil

seiring perjalanannya menjauhi jantung.

b) Pembuluh kapiler, yang merupakan penghubung antara pembuluh

arteri dan vena. Lapisan dindingnya yang tipi memudahkan

oksigen, nutrisi, karbon dioksida, dan bahan sisa lainnya keluar

atau masuk ke organ sekitarnya.


c) Pembuluh vena, yang berfungsi untuk menyalurkan aliran darah

yang berisi bahan sisa kembali ke jantung untuk dipecahkan dan

dikeluarkan dari tubuh. Pe,buluh vena semakin membesar ketika

mendekat jantung.

3. Darah

Medium transportasi dimana darah akan membawa oksigen dan

nutrisi. Darah berjalan melalui sistem sirkulasi ked an dari jantung

melalui 2 lengkung vaskuler (pembuluh darah) yang terpisah. Sirkulasi

paru terdiri atas lengkung tertutup pembuluh darah yang mengangkut

darah antara jantung dan paru. Sirkulasi sistemik terdiri atas pembuluh

darah yang mengangkut darah antara jantung dan sistem organ. Walaupun

secara otomatis jantung adalah satu organ, sisi kanan dan kiri jantung

berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi atas separuh

kanan dan kiri serta memiliki empat ruang, bilik bagian atas dan bawah

dikedua belahannya. Bilik bagian atas disebut dengan atrium yang

menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke bilik

bawah, yaitu ventrikel yang berfungsi memompa darah dari jantung.

Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum atau sekat, yaitu

suatu pertisi otot kontinu yang mencegah percampuran darah dari kedua

sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan

menerima dan memompa darah beroksigen rendah sedangkan sisi jantung

sebelah kiri memompa darah beroksigen tinggi.

Jantung berfunsi sebagai pompa ganda. Darah yang kembali dari

sirkulasi sistematik ( dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan melalui

vena besar yang dikebal sebagai vena kava darah yang masuk ke atrium

berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan ditambahi dengan
CO2. Darah yang miskin akan oksigen tesebut mengalir dari atrium kanan

melalui kutup ke ventrikel kanan, yang memompanya, keluar melalui

arteri pulmonalis ke paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa

darah yang miskin oksigen ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan

menghilang CO2-nya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke

atrium kiri vena pulmonalis.

Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian

mengalir kedalam ventrikel kiri, bilik mompa yang memompa atau

mendorong darah ke semua sistim tubuh kecuali paru. Jadi, sisi kiri

jantung memompa darah yang kaya akan O2 ke dalam sirkulasi sistemik.

Arteri besar membawa darah menjauh ventrikel kiri adalah aorta. Aorta

bercabang menjadi arteri besar dan mendarahi berbagai jaringan tubuh.

Sirkulasi sistemik memompa darah ke berbagai organ, yaituginjal,

otot, otak, dan semuanya. Jadi darah yang keluar dari ventrikel kiri

terbesar sehingga masing-masing bagain tubuh menerima darah segar.

Darah arteri yang sama tidak mengalir dari jaringan ke jaringan. Jaringan

akan mengambil O2 dari darah dan menggunakannya untuk menghasilkan

energy. Dalam prosesnya, sel-sel jaringan akan membentuk CO2 sebagia

produk buanganatau produk sisa yang ditambahkan kedalam darah. Darah

yang sekarang kekurangan O2 dan mengandung CO2 berlebih akan

kembali ke sisi kanan jantung. Selesailah satu siklus dan terus menerus

berulang siklus yang sama setiap saat.

Kedua sisi jantung akan memompa darah dalam jumlah yang sama.

Volume draah yang beroksigen rendah yang dipompa ke paru oleh sisi

jantung kanan memiliki volume yang sama dengan darah beroksigen

tinggi yang dipompa ke jaringan oleh sisi kiri jantung.


Sirkulasi paru adalah sistim yang memiliki tekanan dan resistensi

rendah, sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistim yang memiliki tekanan

dan resistensi yang tinggi. Oleh karena itu, walaupun sisi kiri dan kanan

jantung memompa darah dalam jumlah yang sama, sisi kiri melakukan

kerja yang lebih besar karena ia memompa volume darah yang sama ke

dalam sistim dengan resistensi tinggi. Dengan demikian otot jantung di sisi

kiri jauh lebih tebal daripada otot di sisi kiri kanan sehingga sisi kiri

adalah pompa yang lebih kuat.

Darah mengalir melalui jantung dalam satu arah tetap yaitu dari

vena ke atrium ke ventrikel ke arteri. Adanya empat kutup jantung satu

arah memastikan darah mengalir satu arah. Kutup jantung terletak

sedemikian rupa sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif

karena perbedaan gradien tekanan. Gradien tekanan ke arah depan

mendorong kutup terbuka sedangkan gradient tekanan ke arah belakang

mendorong kutup menutup.

Dan kutup jantung yaitu kutup atrioventrikel (AV) terletak di

antara atrium dan ventrikel kanan dan kiri. Kutup AV kanan disebut

dengan kutup tricuspid karena memiliki tiga daun kutup sedangkan kutup

AV kiri sering disebut denagn kutup bikuspid atau kutup mitral karena

trdiri atas dua daun kutup. Kutup-kutup mengizinkan darah mengalir dari

atrium ke ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika tekanan atrium lebih

rendah dari tekanan ventrikel), namun secara alami mencegah aliran darah

kembali dari ventrikel ke atrium ketika pengosongan ventrikel atau

ventrikel sedang memompa.

Dua kutup jantung lainnya yaitu kutup aorta dan kutup pulmonalis

terletak pada sambungan dimana tempat arteri besar keluar dari ventriel.
Keduanya disebut dengan kutup semilunaris karena terdiri dari tiga daun

kutup yang asing-masing mirip dengan kantung mirip bulan-separuh.

Kutup ini akan terbuka setiap kali tekanan di ventrikel kanan dan kiri

melebihi tekanan aorta dan arteri pulmonalis selama ventrikel berkontraksi

dan mengosongkan isinya. Kutup ini akan tertutup apabila vntrikel

melemas dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta and arteri

pulmonalis. Katup yang tertutup mencegah aliran balik dari arteri ke

ventrikel

Walaupun tidak terdapat kutup antara atrium dan vena namun hal

ini tidak menjadi masalah. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu karena

tekanan atrium biasanya tidak jauh lebih besar dari tekanan vena serta

tempat vena kava memasuki atrium biasanya tertekan selama atrium

berkontraksi (Anonimus,2010).

Proses Mekanisme Sirkulasi Jantung

Jantung secara berselag-seling berkontraksi untuk mengosongkan

isi jantung dan berelaksasi untuk mengisi darah. Siklus jantung terdiri atas

periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan

pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan

diastole terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme

listrik jantung) ke seluruh jantung. Sedangkan relaksasi timbul setelah

repolarisasi atau tahapan relaksasi otot jantung.

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah ke seluruh

tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini dimulai

pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena

cava superior dan atrium kanan. Nodus SA mengawali gelombang

deplarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi


yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus

AV), bekas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Potensial aksi ini dicetuskan oleh nodus- nodus pacemaker yang terdapat

di jantung dan dipengaruhi oleh beberapa jenis elektrolit seperti K+, Na+,

dan Ca++. Gangguan terhadap kadar elektrolit tersebut di dalam tubuh

dapat mengganggu mekanisme aliran listrik jantung (Balai Informasi

Teknologi LIPI, 2009).

B. Definisi

Penyakit jantung koroner terjadi oleh sebab suplai darah ke otot

jantung berkurang sebagai akibat tersumbatnya (obstruksi) pembuluh

darah arteri koronaria. (Heller. T, 1987).

Penyakit jantung koroner adalah suatu manifestasi khusus dari

atherosclerosis pada arteri koronaria (Depkes. RI, 1993).

Penyakit jantung koroner adalah perubahan variabel intima arteri

yang merupakan pokok lemak (lipid), pokok komplek karbohidrat darah

dan hasil produk darah, jaringan fibrus dan defosit kalsium yang

kemudian diikuti dengan perubahan lapisan media (Lily Ismudiati, 1996).

C. Etiologi

Menurut Sylvia Price (2006) Aterosklerosis pembuluh darah

koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang paling

banyak ditemukan. Atheroklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan

jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif

mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka


resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran

darah miokardium. Bila penyakit ini semakin berlanjut, maka penyempitan

lumen akan diikuti perubahan veskuler yang mengurangi kemampuan

pembuluh untuk melebar. Dengan demikian, keseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan mikokardium.

Sedangkan menurut Sjaifoellah Noer (1996) penyakir jantung

koroner terutama disebabkan oleh proses aterosklerosis yang merupakan

suatu kelainan degeneratif, meskipun dipengaruhi oleh banyak faktor,

kelainan degeneratif ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara

kebutuhan oksigen miokardium dengan masukan (suplay) nya, sehingga

bias menyebabkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelainan

vaskuler dan kekurangan oksigen dalam darah.

Faktor-faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner :

Menurut Chandra Patel (1998) faktor-faktor risiko penyakit

jantung koroner terbagi dalam faktor-faktor besar (major risk factor) dan

faktor-faktor yang kecil (minor risk factor), yaitu :

1. Faktor-faktor risiko besar (major risk factor)

a) Usia

Usia adalah faktor risiko terpenting dan 80% dari kematian penyakit

jantung koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia 65 tahun atau

lebih (Michael Pecth, 1991). Meningkatnya usia seseorang akan

semakin tinggi kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner.


Peningkatan usia berkaitan dengan penambahan waktu yang

digunakan untuk proses pengendapan lemak pada dinding pembuluh

nadi. Yang digunakan untuk proses pengendapan lemak pada dinding

pembuluh nadi. Di samping itu, proses kerapuhan dinding pembuluh

tersebut semakin panjang. Sehingga semakin tua seseorang maka

semakin besar kemungkinan terserang penyakit jantung koroner

(Bambang Mursito, 2002).

b) Jenis Kelamin

Pria mempunyai resiko yang lebih untuk menderita penyakit jantung

koroner, kaum ibu biasanya tidak terserang oleh penyakit ini sampai

setelah menopause. Peningkatan setelah menopause terjadi akibat

penurunan kadar ekstrogen dan peningkatan lipid di dalam darah

(Gede Niluh, 1996). Pria usia< 65 tahun kira-kira mempunyai

kemungkinan meninggal akibat penyakit jantung 4 kali lebih besar

dibadning wanita (Michael Pecth, 1991).

c) Tekanan Darah Tinggi

Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner

atribut yang mempercepat proses untuk timbulnya atherosclerosis.

Tambahan lagi peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan

afterload (pasca pengisian) dan kebutuhan ventrikel. Akibatnya

adalah peningkatan kebutuhan oksigen untuk miokardial untuk

menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh hipertensi dapat


dimodifikasi melalui kepatuhan terhadap regimen medis untuk

pengendalian sistol dan diastole tekanan darah (Gede Niluh, 1996).

d) Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merajuk pada terjadinya peningkatan kadar kolesterol

dan trigliserida di dalam darah. Orang yang kadar kolesterolnya

melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali untuk menderita penyakit

jantung koroner dengan mereka yang kadarnya 200 mg/dl.

e) Merokok

Merokok merupakan faktor besar yang memberi kontribusi kepada

penyakit jantung koroner. Perokok mempunyai 2-3 kali resiko untuk

meninggal karena penyakit jantung koroner dari pada orang yang

bukan perokok. Resiko bergantung pula kepada banyaknya rokok

yang dihisap dalam sehari, lebih banyak/sering merokok maka lebih

tinggi resikonya. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan

mengganggu pengangkutan oksigen (Gede Niluh, 1996). Seseorang

yang merokok umumnya mengalami penurunan kadar HDL (High

Density Lipoprotein) dan meningkatkan kandungan LDL (Low

Density Lipoprotein) sehingga resiko terjadinya penebalan dinding

pembuluh darah meningkat, keadaan inipun bukan hanya dialami oleh

perokok itu sendiri, tetapi juga oleh perokok pasif/orang yang ada

disekeliling perokok (Bambang Mursito, 2002).

2. Faktor-faktor Resiko Kecil (Minor Risk Factor)

a) Obesitas
Obesitas atau berat badan berlebih yang berhubungan dengan beban

kerja jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk

jantung. Yang spesifik, obesitas berhubungan dengan peningkatan

intake kalori dan peningkatan kadarLow Density Lipoprotein (LDL)

(Gede Niluh, 1996). Orang yang gemuk akan cenderung menderita

penyakit jantung koroner disbanding seseorang yang berbobot tubuh

normal (Bambang Mursito, 2002)

b) Kurang Gerak

Telah dibuktikan bahwa kegiatan gerakan dapat memperbaiki efisiensi

jantung dengan mengurangi kecepatan jantung dan tekanan darah.

Dampak terhadap fisiologis yang lain dari kegiatan gerakan adalah

menurunkan kadar kepakatan rendah dari lipid protein, menurunkan

kadar glukosa darah dan memperbaiki cardiac outputdapat

mengurangi kemungkinan penyakit jantung koroner (Gede Niluh,

1996)

c) Diabetes Mellitus

Atherosklerosis koroner diketahui 2-3 kali lebih banyak pada orang

dengan diabetes, tanpa memandang kadar lipid dalam darah.

Presdisposisi degenerasi vaskuler diketahui terjadi pada diabetes

mellitus dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan

juga dalam pertumbuhan atheroma. Berpegang teguh pada regimen

medis yang dianjurkan untuk mengatur glukosa dapat mengurangi


pengaruh faktor risiko dan itu menjadi tanggung jawab individu untuk

realisasinya. (Gede Niluh, 1996)

D. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit jantung koroner menurut Gede Niluh (1996)

penyakit jantung koroner meliputi berbagai kondisi patologi yang

menghambat aliran darah dalam arteri dan mensuplai jantung.

Atherosklerosis, merupakan arteriosklerosis yang paling banyak terjadi

pada manusia, ditandai dengan akumulasi bahan lemak (lipid) dan jaringan

fibrosa pada dinding arteri, karena atherosklerosis bertambah, lumen dari

pembuluh menjadi sempit dan aliran darah terhambat ke daerah

miokardium yang disuplai oleh arteri itu. Karena bentuknya,

atherosklerosis dinding arteri juga kehilangan elastisitasnya dan menjadi

kurang responsive terhadap perubahan volume dan tekanan. Kondisi-

kondisi yang menghambat suplai darah koroner antara lain atherosklerosis,

arteriosklerosis, artheritis, spas,mus arteri coroner, thrombus coroner dan

emboli.

Walaupun berbagai teori telah ditelusuri untuk menjelaskan

pathogenesis dari atherosclerosis, etiologi kondisi ini tetap belum jelas.

Lesi atherosclerotic biasanya timbul pada permulaan dan bifurkasi dari

arteri coroner utama. Arteri coroner kiri lebih sering terkena dibandingkan

arteri koronen kanan. Proses penyakit pada awalnya setempat, kemudian

menjadi difus dan bertambah dengan aterosklerosis. Lesi pertama yang

timbul pada dinding arteri koroner disebut garis lemak. Lesi ini timbul
pada pembuluh-pembuluh coroner pada usia 15 tahun. Sel-sel yang

mengandung lipid atau “foam cells (sel-sel busa)” invasi kedalam dinding

intima dan menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit berlanjut

kemudian timbul sejenis benjolan dengan ukuran yang terus meningkat

sehingga kapasitas lumen pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut

merupakan jenis karakteristik khas atherosklerosis yang berkembang.

Tingkat atherosklorosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan

fibrosa berkapur atau disebut komplikasi lesi yang sangat timpang. Depost

kapur dapat repture dan meningkatkan resiko spasmus, membentuk

thrombus dan emboli. Ini adalah jenis lesi atherosclerosis yang

memunculkan gejala penyakit jantung koroner. Lumen arteri menjadi

begitu sempit sehingga timbul ketidakseimbangan suplai oksigen untuk

miokardium dibandingkan dengan kebutuhannya. Manifestasi miokardium

biasanya tidak akan terjadi sampai arteri 75% tersumbat bisa berakibat

pektoris, infark miokardial dan kematian mendadak (Gede Niluh. 1996).

Menurut Sylvia Price (2006) patofiologi dari penyakit jantung

koroner terbagi dalam 2 tahap :

1. Iskemia

Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat

sementara dan reversible. Iskemia yang bersifat sementaraakan

menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan

menekan fungsi miokardium. Kebutuhan akan oksigen yang melebihi

kapasitas supply oksigen oleh pembuluh yang terserang penyakit


menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia terjadi perubahan

hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segemen yang mengalami iskemia

dan derajat respon refleks kompensasi system saraf otonomi. Manifestasi

hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan

darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Jelas bahwa, pola ini

merupakan respon kompensasi simpatos terhadap berkurangnya fungsi

miokardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi perangsangan lebih

lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa

miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu

respon vagus.

Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit apabila

ketidakseimbangan antara supply dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.

Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografik

yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Angina pektoris adalah nyeri

dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme yang tepat

bagaimana iskemia dapat menyebabkan nyeri masih belum jelas. Agaknya

reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh

suatu zat stress mekanik lokal akibat kontraksi miokardium yang

abnormal. Umumnya, angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan

kebutuhan miokardium akan oksigen, seperti latihan fisik, dan hilang

dalam beberapa menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.

Angina yang lebih jarang yaitu angina prinzmetal lebih sering terjadi pada

waktu istirahat dari pada waktu bekerja, dan disebabkan oleh spasme
setempat dari arteri epikardium. Mekanisme penyebabnya masih belum

jelas diketahui (Sylvia Price, 2006).

2. Infark

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan

menyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan kematian otot atau

nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekroris akan

berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark

dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran

infark akhir tergantung dari masih nasib daerah iskemik tersebut, bila

pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan

bertambah besar. Sedangkan, perbaikan iskemia akan memperkecil daerah

nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark

trasmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan

infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.

Letak infark berkaitan dengan penyakit pada adaerah tertentu dalam

sirkulasi koroner. Misalnya infark dinding arterior disebabkan karena lesi

pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra. Infark dinding

inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteria koronaria sinistra, dan

dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Infark miokardium jelas akan

mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya

kontraksi. Sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami

gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan

menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : daya kontraksi


menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding

ventrikel, pengurangan curah sekucup, pengurangan fraksi ejeksi,

peningkatan volume akhir sistol dan akhir diastole ventrikel dan

peningkatan tekanan akhir diastole ventrikal kiri (Sylvia Price, 2006).

E. Manifestasi klinis

Lily Ismudiaty (1996) menjelaskan bahwa manifestasi klinis

penyakit jantung coroner (PJK) bervariasi tergantung pada derajat aliran

dalam arteri koroner. Bila aliran coroner masih mencukupi kebutuhan

jaringan tidak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan

normal, dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau spasme,

peningkatan kebutuhan jaringan otot miokardium dipenuhi oleh

peningkatan aliran darah, sebab aliran darah koroner dapat ditingkatkan

sampai 5 kali dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara meningkatkan

frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan

aktivitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran

koroner mengusahakan agar pasok maupun kebutuhan jaringan tetap

seimbang agar oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan

mampu melakukan fungsi secara optimal. Perlu diingat bahwa

metabolisme miokardium hampir 100% memerlukan oksigen, dan hal

tersebut telah berlangsung dalam keadaan istirahat, sehingga ekstraksi

oksigen dari aliran darah koroner akan habis dalam keadaan tersebut.

Peningkatan kebutuhan oksigen hanya dimungkinkan dengan menambah

aliran dan bukan dengan meningkatkan ekstraksi aliran darah. Meskipun


tampaknya sederhana, bahwa kebutuhan konsumsi oksigen jaringan

tergantung pada pasok arteri koroner,tetapi mekanisme yang mendasari

cukup komple. Berbagai keadaan akan mempengaruhi antara pasok dan

kebutuhan, yang pada dasarnya melalui mekanisme sederhana, yaitu : 1.

Pasok berkurang meskipun kebutuhan tak bertambah, dan 2. Kebutuhan

meningkat, sedangkan pasok tetap. Bila arteri koroner mangalami

gangguan penyempitan (stenosis) atau penciutan (spasme), pasok arteri

koroner tidak mencukupi kebutuhan, secara populer terjadi

ketidakseimbangan antara pasok (supply) dan kebutuhan (demand), akan

memebrikan gangguan. Manifestasi gangguan dapat bervariasi tergantung

kepada berat ringannya stenosis atau spasme, kebutuhan jaringan (saat

istirahat atau aktif), dan luasnya daerah yang terkena. Dalam keadaan

istirahat, meskipun arteri koroner mengalami stenosis lumen sampai 60%

belum menimbulkan gejala, sebab alirana darah koroner masih mencukupi

kebutuhan jaringan, antara lain dengan mekanisme pelebaran pembuluh

darah (vasodilatasi) pasca daerah stenosis. Stenosis koroner pada keadaan

ini tidak memberi keluhan, sering disebut penyakit jantung koroner laten

atau silent ischemia. Beberapa keluhan/manifestasi yang sering terjadi

pada penyakit jantung koroner:

1. Iskemia

Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang

bersifat sementara dan reversible. Iskemia yang lama akan

menyebabkan kematian otot. Atau nekrosis. Secara klinis maka


nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark miokardium (Sylvia

Price, 2006)

2. Palpitasi

Palpitasi merupakan manifestasi PJK meskipun tidak spesifik.

Ia bisa timbul spontan maupun atas faktor pencetus yang menambah

iskemia seperti aktifitas fisik, stress dll. Mungkin ia timbul primer atau

sebagai permulaan manifestasi gagal jantung (Sjaifoellah Noer, 1996).

3. Sesak Napas

Sesak napas mulai dengan nafas yang tersisa pendek sewaktu

melakukan aktifitas yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan

keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan

aktifitas ringan, seperti naik tangga 1-2 lantai ataupun berjalan terburu-

buru atau berjalan datar agak jauh. Pada keadaan yang lanjut dapat

terjadi gagal jantung kiri, yang jelas merupakan manifestasi disfungsi

ventrikel kiri (Sjaifoellah Noer, 1996).

4. Angina Pektoris

Angina pektoris yang spesifik merupakan gejala utama dan

khas bagi PJK. Memang angina pectoris merupakan gejala yang paling

belakangan timbul sehingga layak juga dipandang sebagai pembeda

antara PJK asimtomatik dan simtomatik (Gede Niluh, 1996).


Menurut Lily Ismudiaty (1996) angina pektoris adalah “jeritan”

otot jantung yang merupakan sakit dada kekurangan oksigen : suatu

gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang

sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara

kebutuhan oksigen miokardium dan kemampuan pembuluh darah

koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kontraksi miokard.

Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral yang dapat

menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher atau punggung. Sakit

sering timbul pada kegiatan fisik maupun emosi atau dapat timbul

spontan waktu istirahat. Penderita dengan angina pektoris dapat dibagi

delam beberapa subset klinik. Penderita dengan angina pectoris stabil,

pola sakit dadanya dapat dicetuskan kembali oleh suatu kegiatan dan

oleh faktor-faktor pencetus tertentu, dalam 30 hari terakhir tidak ada

perubahan dalam hal frekuensi, lama dan faktor-faktor pencetusnya

(sakit dada tidak lebih lama dari 15 menit). Pada angina pectoris tidak

stabil, umumnya terjadi perubahan-perubahan pola : meningkatnya

frekuensi parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor pencetusnya.

Sering termasuk disini sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi

crescendo kearah perburukan gejala-gejalanya. Subset ketiga adalah

angina prinzmetal (variant) yang terjadi karena spasme arteri

koronaria.
5. Infark Miokard

Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri

coroner. Terjadinya thrombus disebabkan oleh rupture plak yang

kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi

dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang kolusi dan

aliran darah kolateral. Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal,

seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindis barang

berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher,

rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih

lama dari angina pectoris biasa dan tak responsive terhadap

nitrogliserin (Sjaifoellah Noer, 1996).

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan EKG yang

dikerjakan waktu istirahat, waktu aktivitas sehari-hari 24 jam (Holter)

ataupun waktu stress (latihan/obat-obatan), pemeriksaan radiologist,

pemeriksaan laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko,

pemeriksaan ekokardiografi dan radio nuclid miokardial imaging (RNMI)

waktu istirahat dan stress fisis ataupun obat-obatan, sampai dengan

arteriografi koronoer dan angiografi ventrikel kiri (AK & LVG).

(Sjaifoellah Noer, 2001).

Pemeriksaan Penunjang pada Berbagai Fase Iskemia Miokardium


Iskemia Miokardium Pemeriksaan Penunjang Keterangan

Kelainan Biokimia Pemeriksaan asam.

Laktat dalam ruangan

jantung

Ekokardiografi RNMI
Kelainan Fungsi Diastolik -/+ stress atau obat-

obatan

Ekokardiografi RNMI
-/+ stress atau obat-
Kelainan Fungsi Sistolik
obatan

EKG istirahat, stress dan Dengan catatan


Kelainan EKG
obat-obatan keluhan OS

Holter

Holter

Angina Pektoris

Total Iskemia

Pemeriksaan EKG istirahat mungkin normal, menunjukkan

iskemia atau infark lama. Iskemia miokardium secara khas disertai oleh

dua perubahan elektrokardiogam akibat perubahan elektrokardiologi

selular, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Elevasi


segmen ST dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal dengan nama

angina prinzmetal (Sylvia Price, 2006).

Gambaran EKG pada penderita infark miokardium akut mula-mula

terlihat adanya peninggian gelombang T (hiperakut), tetapi gambaran ini

jarang terlihat, karena terjadi dalam waktu relative singkat yang kemudian

diikuti oleh elevasi segmen ST. Gelombang T mula-mula masih positif,

tetapi dengan berjalannya waktu, segmen ST menurun kembali dan

gelombang T menjadi terbalik (Lily Ismudiaty, 1996). Tetapi yang jelas

adalah, bahwa setiap EKG dengan elevasi ST memberikan kesan adanya

tahap kerusakan akut dari suatu infark, makin kuat elevasi ST (makin

tinggi kenaikan segmen ST), makin bersar kemungkinan terjadinya infark

(MEURS, 1995).

Bila diesusaikan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dengan

kelainan akibat iskemia maka dapat dilihat seperti Tabel 1. Pemeriksaan

yang dilakukan hendaknya disesuaikan dengan konsep cost effective, yaitu

tergantung pada tingkatan iskemia yang ingin ditemukan dan

penatalaksanaan yang akan dikerjakan (Sjaifoellah Noer, 2001).

G. Pemeriksaan dignostik

Pada anamnesis harus dicari adanya faktor-faktor risiko. Makin

banyak dan berat faktor risiko makin cepat timbulnya PJK. Menemukan

adanya kelainan biokimia sukar meskipun masih bisa dilakukan, misalnya

dengan pengukuran asam laktat dalam jantung pada waktu terjadi iskemia.
Akan tetapi adanya gejala dan tanda gangguan fungsi diastolic dan sistolik

mungkin sudah ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis atau

penunjang. Iskemia miokardium lebih jelas dengan adanya kelainan EKG

waktu istirahat atau aktivitas/stress, apalagi bila disertai angina pectoris

yang khas. Harus diingat bahwa kemungkinan adanya iskemia tak

bergejala (tanpa angina pectoris) ternyata besar sekali, bisa mencapai 75%,

sehingga harus diusahakan evaluasi teliti bertahap untuk menemukan PJK

pada fase dini. (Sjaifoellah Noer, 2001).

H. Penatalaksanaan

Pasien sebaiknya dilihat secara keseluruhan (holistic) dan

diperlakukan individual mengingat PJK adalah penyakit multifaktoral

dengan manifestasi yang bermacam-macam (Sjaifoellah Noer, 2001).

Menurut Sjaifoellah Noer (2001) penatalaksanaan dibagi menjadi 2

macam, yaitu :

1. Umum

Yang dimaksudkan disini adalah :

a) Penjelasan mengenai penyakitnya

Pasien biasanya meresa tertekan, khawatir terutama untuk melakukan

aktivitas. Karena itu perlu banyak sekali diberikan penjelasan

mengenai penyakitnya, dibesarkan hatinya, bahwa memang ia harus

menyesuaikan diri, akan tetapi bahwa penyakitnya sendiri masih dapat

dikendalikan.
b) Hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium

Pengaturan kembali keseimbangan oksigen miokardium dalam hal ini

adalah dari segi konsumsinya, karena masukan (supply) sudah pasti

terbatas dan hanya dapat diubah dengan cara khusus. Hal-hal dapat

meningkatkan kebutuhan oksigen sampai menimbulkan iskemia

dicegah atau disesuaikan, misalnya aktivitas, terburu-buru, emosi,

obat-obatan, dll. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisis dan psikis

dengan keadaannya sekarang, mengubah cara hidup (life style) nya.

c) Pengendalian faktor risiko

Penting sekali mengontrol faktor risiko, karena mereka mempercepat

proses aterosklerosis. Hipertensi, diabetes mellitus dan hiperlipidemia

harus diobati. Pengendalian hiperlipidemia sampai kolestrol dibawah

200 mg misalnya, bukam saja menekan laju penyakit, tapi terbukti juga

mengurangi stenosis (regressi)aa, koronaria. Rokok harus dihentikan

dan berat badan harus dikurangi sampai tidak ada kelebihan berat.

Dengan demikian, makanan ahrus diatur rendah lemak jenuh dan

jumlah kalori yang sesuai. Bila makanpun menimbulkan serangan

angina pectoris, porsinya disesuaikan, kalau perlu frekuensi

ditingkatkan dengan porsi yang dikurangi serta mudah dicerna.

d) Pencegahan

Pencegahan yang dimaksud adalah sekunder. Sudah terjadi

aterosklerosis pada beberapa pembuluh darah, yang akan berlangsung

terus. Obat-pbat pencegahan diberikan untuk menghambat proses


mengenai tempat-tempat lainnya dan memperberat yang ada. Yang

paling sering dipakai adalah aspirin (A) dengan dosisi 375mg, 160 mg

sampai 80 mg, bahkan ada yang mengatakan dosis lebih rendah dari itu

juga bisa efektif.

e) Penunjang

Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar

tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai IJA. Untuk menambah

masukan misalnya diberikan oksigen disamping pasien diistirahatkan

total di tempat tidur. Antikoagulan parental diberikan untuk mencegah

stenosis total karena timbulnya bekuan sebagai akibat pecahnya plak

aterosklerosis. Obat yang dipakai adalah heparin (H). Bila akan dipakai

lebih lama dapat diteruskan dengan OAK. Trombolik (T) dimaksudkan

untuk rekanalisasi aa, yang mengalami stenotik, seperti pasie IJA.

Hanya disini stenosis sudah berlangsung kronik sehingga efektiftasnya

diragukan.

2. Mengatasi Iskemia

a) Medikamentosa

Obat-obat untuk ini sama saja dengan yang dipakai untuk mengatasi

angina pectoris dan sudah dibicarakan pada topic itu. Seperti yang

diketahui obat-obat tersebut adalah :

 Nitrat (N), yang dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal,

oral transdermal da nada yang dibuat lepas lambat. Preparatnya

ada gliseril trinitrat (GTN), isosorbid nitrat (ISDN) dan


isosorbid 5 mononitrat (ISMN). Kerugiannya adalah efek

samping seperti flushing, hipotensi postural, dan toleransi.

Untuk mengatasi toleransi diberikan periode babas nitrat lebih

kurang 10 jam.

 Berbagai jenis penyekat beta (BB), mengurangi kebutuhan

oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan

propranolol, bekerja lambat seperti sotalol dan nadolol : ada

beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol: ada

ISA + seperti oksprenolol dan pindolol: ada yang larut dalam

lemak sehingga menembus blood brain barrier seperti

propranolol, metoprolol, pindolol. Yang harus diingat pada

pemakaiannya adalah bahwa ia dapat mengurangi kontraktilitas

(awasi pada disfungsi LV), menimbulkan spasme bronkus

(asma/PPOK) dan menurunkan HR, sehingga harus waspada

terhadap bradikardia dan blockade jantung. Efek metabolic

(gula darah dan lipid) dan withdrawal effect yang bisa

menimbulkan angina pektoris lebih berat pada waktu

menghentikan obat.

 Antagonis Calcium (Ca A), juga terdiri dari beberapa jenis,

cara pemakaian oral dan parenteral. Umumnya obat-obat ini

mengurangi kebutuhan oksigen dan menambah masukannya

(dilatasi koroner). Ada yang menurunkan HR seperti verapamil

dan diltiazem, tetapi ada yang menimbulkan takikardia seperti


nifedipin. Kebanyakan inotropic negative, kecuali beberapa

yang vasodilator kuat sehingga menurunkan afterload dan

dapat dipakai pada disfungsi LV, misalnya amlodipine. Efek

samping utama seperti sakit kepala, edema kaki, bradikardia

sampai blockade jantung, konstipasi, dll.

Obat-obat tersebut dapat diberikan sendiri-sendiri atau

kombinasi (K) (2 atau 3 macam) bila diperlukan. Hanya harus

diperhatikan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan

kombinasi tersebut (saling menguatkan atau menutupi

kekurangan/efek samping) dan kerugiannya (saling menambah

efek samping misalnya bradikardia, inotropic negatof,

metabolic dll), ataupun kemungkinan keuntungan

mengubah/mengganti obat-obatan dari yang satu kelainan

untuk mengindari toleransi.

b) Revaskularisasi

Menurut Sylvia Price (2006) revaskularisasi dapat dilaksanakan

dengan cara :

 Pemakaian trombolitik, biasanya pada PJK akut seperti IJA.

Rekanalisasi dengan tromboli paling sering dilakukan pada

PJK akut, terutama IJA.

 Prosedur invasive (PI), non operatif.

Prosedur invasive (PTCA: Percutaneus Transluminal

Coronary Angiosplasty) dipopulerkan Gruntzig pada tahun


1976, ketika ia melakukan pelebaran a, koroner dengan balon.

Sampai sekarang prosedur ini telah mengalami banyak

kemajuan baik teknik maupun perlatannya, sehingga

idnikasinya yang tadinya terbatas 1-2 pembuluh darah dengan

kelainan yang sederhana saja, sekarang telah mungkin pula

untuk dilakukan pada kelainan-kelainan yang kompleks dari

berbagai pembuluh darah sekaligus. Disamping PLTC

memakai balon, sekarang telah dikembangkan pula alat-alat

baru seperti rotablator, atherectomy dan pemasangan stent.

Dengan bantuan alat-alat ini PLTC lebih banyak dilakukan dan

lebih aman. Di sub bagian Kardiologi Penyakit Dalam oleh T.

Santoso dkk sampai prosedur invasive ini telah dikerjakan

pada 1000 kasus dengan hasil yang cukup baik. Komplikasi

dapat ditekan serendah-rendahnya. Beberapa kasus selalu

dapat dilakukan (persyaratan untuk melakukan PI). masalah

restenosis masih tetap menjadi kelemahan prosedur ini.

 Operasi (Coronary artery surgery (CAS)).

Operasi (CAS) juga mengalami banyak kemajuan terutama

dalam mengusahakan agar pembuluh darahnya tetap paten

cukup lama dan menemukan alternative untuk kasus-kasus

yang sukar untuk dilakukan prosedur invasive dan fungsi LV

yang amat rendah. Beberapa macam operasinya antara lain

sebagai berikut :
(1) Operasi Pintas Koroner (CABG)

 Vena Saphena (Saphenous Vein)

 Arteria Mammaria Interna

 A. Radialis

 A. Gastroepiploika

(2) Transmyocardial (laser) Recanalization (TMR)

(3) Transplantasi jantung untuk kardiomiopati iskemik.

I. Komplikasi

Menurut Sylvia Price (2006) komplikasi penyakit jantung koroner adalah :

1. Gagal Jantung Kongestif

2. Syok Kardiogenik

3. Disfungsi Otot Papilaris

4. Defek Septum Ventrikel

5. Reptura Jantung

6. Aneurisme Ventrikel

7. Tromboembolisme

8. Perikarditik

9. Sindrom Dressler

10. Aritma.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata

2. RiwayatKesehatan Dahulu

a) Penyakit pembuluh darah arteri

b) Riwayat serangan jantung sebelumnya

c) Terapi estrogen pada wanita pasca menopouse

d) Diet rutin dengan tinggi lemak

e) Riwayat merokok

f) Kebiasaan olahraga yang tidak teratur

g) Riwayat DM, hipertensi, gagal jantung kongestif

h) Riwayat penyakit pernafasan kronis

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat keluarga penyakit jantung/ infark miokard, DM

stroke,hipertensi, penyakit vaskuler periver.

4. Riwayat kesehatan Sekarang

a) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur

b) Faktor perangsang nyeri yang spontan

c) Kualitas nyeri : rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang

berat/mencekik

d) Lokasi nyeri : di bawah atau sekitar leher,dengan dagu belakang,

bahu atau lengan.

e) Beratnya nyeri : dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian

nitrat.
f) Waktu nyeri : berlangsung beberapa jam/hari, selama serangan

pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri.

g) Diaforeasi,muntah mual, kadang-kadang demam, dispnea.

h) Syndrom syok dalam berbagai tingkatan.

i) Pemeriksaan Fisik

5. Keadaan umum

a) TD dapat normal/naik/turun,perubahan postural dicatat dari tidur

sampai duduk atau berdiri.

b) Nadi dapat normal, penuh/tiddak kuat, lemah/kuat, teratur/tidak.

c) Respiratory rate meningkat

d) Suhu dapat normal, meningkat/ demam

6. Kepala :pusing, wajah meringis, mukosa bibiri sianosis, menangis,

merintih, kehilangan kontak mata.

7. Leher dan thorax

a) Distensi vena jugularis

b) Dada : bunyi jantung : bunyi jantung ekstra 53/54 menunjukan

gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain vertikel,

murmur menunjukan gagal katup jantung/disfungsi otot papilar,

friksi, perikarditis. Irama jantung : dapat teratur/ tidak, paru-paru :

bunyi nafas bersih/krekels/mengi, frekuensi nafas meningkat, nafas

sesak, sputum bersih, merah muda kental. Batul dengan/tanpa

produksi sputum. Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea noktural.

8. Abdomen

a) penurunan turgor kulit, nyeri ulu hati/ terbakar

b) Perubahan BB, bising usus normal/menurun

9. Esktresmitas
a) Kelemahan, kelelahan

b) Edema perifer/edema umum

c) Kulit kering/keringat dingin

d) Menggeliat

e) Pemeriksaan diagnostik

f) EKG menyatakan peninggian gelombang ST, iskemia, penurunan

atau datarnya gelombang T menunjukan cedera, gelombang Q

berarti nekrosis

g) Sel darah putih : leukosit (10000-20000) biasanya tampak pada

hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses inflamasi

h) Foto dada :mungkin normal/menunjukan pembesaran jantung

diduga gagal jantung kongestif atau aneuresma ventrikel

i) Elektrolit: ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan

dapat mempengaruhi kontraktilitas : hipo/hiperkalemia.

j) Analisa gas darah/oksimeter nadi : dapat menunjukan hipoksia atau

proses penyakit paru akut/kronis.

k) Kolestrol/ trigliserida serum meningkat, menunjukan

arteriosklerosis sebagai IMA.

l) Enzim jantung

(1) CKMB ( Creatinin kinase-isoenzim MB) mulai naik dalam 6

jam, memuncak dalam 18-24 jam dan kembali antara 3-4 hari,

tanpa terjadinyanekrosis baru. Enzim CK-MB sering dijadikan

sebagai indikator IMA, sebab diproduksi hanya saat terjadi

kerusakan jaringan miokard.

(2) Lactat dehdirogenase (LDH) mulai meningkat dalam 6-12 jam,

memuncak dalam 304 hari dan normal 6-12 hari.


(3) Aspartat aminotransaminase serum (ASI) mulai meningkat

dalam 8-12 jam dan bertambah pekat dalam 1-2 hari. Enzim ini

muncul dengan kerusakan hebat dari otot tubuh.

B. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia

jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner

2. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan

perubahan frekuensi, irama konduksi elektrika.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplay oksigen miokard dan kebutuhan

4. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan kesehatan

5. Resiko tinggi nperubahan perfusi jaringan berhubungan dengan/

penghentian aliran darah ( Vasokontriksi, hipovolemia/kebocoran, dan

pembentukan tromboemboli)

6. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan

peningkatan natrium/ retensi air.

C. Intervensi

DX I : gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia

jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner

Tujuan : setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan tak ada nyeri dada/nyeri dada terkontrol.

Intervensi :

1. Pantau/catat karakteristik nyeri verbal non verbal dan respin

hemodinamik.
Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi,

intensitas, lama dan penyebarannya

2. Kaji ulang riwayat angin sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau

nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.

3. Anjurkan pasien melaporkan nyeri dengan segera

4. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan

nyaman.

5. Bantu melakukan teknik relaksasi (nafas dalam, perilaku distrasi,

bimbingan imajinasi, visualisasi).

6. Periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.

Rasionalisasi :

7. Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai

temuan pengkajian.

8. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh

pasien. Bantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkan

dengan pengalaman yang lain.

9. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya dengan

identifikasi komlikasi seperti meluasnya infark, emboli paru atau

perikarditis.

10. Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri /memerlukan

peningkatan dosis obat

11. Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas bdan regangan

jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan

terhadap situasi saat ini

12. Membantu dalam penurunan perseosi/respon nyeri. Memberikan

kontrol situasi, peningkatan perilaku positif


13. Hipotensi/ depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian

narkotik.

DX 2 : intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara

suplay dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi

pada miokard

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan klienmenunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan

aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya

angina.

Rencana :

1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan

sesudah melakukan aktivitas.

Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu

2. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar

3. Jelaskan pada pasien tentang tahap-tahap aktivitas yang boleh

dilakukan oleh pasien.

4. Tunjukan kepada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas

melebihi batas.

DX 3 : Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan

perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunnya preload atau

peningkatan SVR, miocardial infark.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatam selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi penurunan cardiac output selama dilakukan

tindakan keperawatan.
Rencana:

1. Lakukan pengukuran tekanan daranh (bandingkan kedua lengan pada

posisiberdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).

2. Kaji kualitas nadi

3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4

4. Auskultasi suara nafas

5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas

6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi komsumsi kafeine

7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian

obat-obatan anti disritmia

DX 4 : Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan

penurunan tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.

Rencana :

1. kaji adanya perubahan kesadaran.

2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin atau penurunan

kualitas nadi perifer.

3. Kaji adanya tanda homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema,

edama.

4. Kaji respirasi ( irama, kedalam dan usaha pernafasan).

5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal

distensi,contipasi).

6. Monitor intake dan out put


7. Kolaborasi dalam : pemeriksaan ABG, BUN, serum ceratinin dan

elektrolit.

DX 5 : Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan

peningkatan natrium/ retensi air.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama

dalam keperawatan.

Rencana :

1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).

2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.

3. Ukur intake dan output (balance cairan).

4. Kaji berat badan setiap hari.

5. Anjurkan pada pasien untuk mengkomsumsi total cairan maksimal

2000 cc/24 jam.

6. Sajikan makan dengan diet rendah garam. Kolaborasi dalam

pemberian
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Adapun kesimpulan dari LP & ASKEP ini adalah:

1. Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk

dalam system sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral yang

memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang

diperlukan keseluruh jaringan tubuh dan menyangkut sisa-sisa

metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.

2. Penyakit jantung koroner adalah perubahan variabel intima arteri yang

merupakan pokok lemak (lipid), pokok komplek karbohidrat darah dan

hasil produk darah, jaringan fibrus dan defosit kalsium yang kemudian

diikuti dengan perubahan lapisan media.

3. penyakir jantung koroner terutama disebabkan oleh proses

aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan degeneratif, meskipun

dipengaruhi oleh banyak faktor, kelainan degeneratif ini akan

menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen

miokardium dengan masukan (suplay) nya, sehingga bias

menyebabkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelainan

vaskuler dan kekurangan oksigen dalam darah.

4. Patofisiologi penyakit jantung koroner menurut Gede Niluh (1996)

penyakit jantung koroner meliputi berbagai kondisi patologi yang

menghambat aliran darah dalam arteri dan mensuplai jantung.

Atherosklerosis, merupakan arteriosklerosis yang paling banyak terjadi


pada manusia, ditandai dengan akumulasi bahan lemak (lipid) dan

jaringan fibrosa pada dinding arteri, karena atherosklerosis bertambah,

lumen dari pembuluh menjadi sempit dan aliran darah terhambat ke

daerah miokardium yang disuplai oleh arteri itu. Karena bentuknya,

atherosklerosis dinding arteri juga kehilangan elastisitasnya dan

menjadi kurang responsive terhadap perubahan volume dan tekanan.

Kondisi-kondisi yang menghambat suplai darah koroner antara lain

atherosklerosis, arteriosklerosis, artheritis, spas,mus arteri coroner,

thrombus coroner dan emboli.

5. manifestasi klinis penyakit jantung coroner (PJK) bervariasi

tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran coroner

masih mencukupi kebutuhan jaringan tidak akan timbul keluhan atau

manifestasi klinis.

6. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan EKG yang dikerjakan

waktu istirahat, waktu aktivitas sehari-hari 24 jam (Holter) ataupun

waktu stress (latihan/obat-obatan), pemeriksaan radiologist,

pemeriksaan laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko,

pemeriksaan ekokardiografi dan radio nuclid miokardial imaging

(RNMI) waktu istirahat dan stress fisis ataupun obat-obatan, sampai

dengan arteriografi koronoer dan angiografi ventrikel kiri (AK &

LVG).

7. Pada anamnesis harus dicari adanya faktor-faktor risiko. Makin banyak

dan berat faktor risiko makin cepat timbulnya PJK. Menemukan

adanya kelainan biokimia sukar meskipun masih bisa dilakukan,

misalnya dengan pengukuran asam laktat dalam jantung pada waktu

terjadi iskemia.
8. Pasien sebaiknya dilihat secara keseluruhan (holistic) dan diperlakukan

individual mengingat PJK adalah penyakit multifaktoral dengan

manifestasi yang bermacam-macam.

9. komplikasi penyakit jantung koroner adalah :

a. Gagal Jantung Kongestif

b. Syok Kardiogenik

c. Disfungsi Otot Papilaris

d. Defek Septum Ventrikel

e. Reptura Jantung

f. Aneurisme Ventrikel

g. Tromboembolisme

h. Perikarditik

i. Sindrom Dressler

j. Aritma.

B. Saran

1. Perlunya Upaya Kesehatan bagi Penderita penyakit jantung koroner

yakni melaksanakan upaya Promotif, Perilaku Hidup Sehat, Upaya

Preventif, Upaya Kuratif, dan Upaya Rehabilitatif,

2. Perlunya Program alternatif yang lebih memperhatikan aspek

psikologis penderita penyakit jantung koroner dengan cara

mengintegrasikan dengan program pemerintah yang lainnya.

3. Perlunya sosialisasi terhadap seluruh kelompok umur masyarakat,

agar lebih memahami karakteristik penderita penyakit jantung koroner

serta faktor resiko dan juga karakterisitik penyakit pada penderita.


DAFTAR PUSTAKA

Andra,Yessie M.2013.Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha Medika.

Brenda,Suzanne.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

SuddartVolume 1.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai