Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Disusun oleh :
Hessty Rochendah Onjiah 6120018021
Anydhia Afiana Afiuddin 6120018025
Fithrotun Nisak 6120018009
Bahtiar Nawabig Hidayatullah 6120018013

Pembimbing:
dr. Dian Setyorini, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURABAYA
2019
BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : NY. Fa
Usia : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ tgl lahir : Kediri, 28 Juli 1971
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status Marital : Menikah
Pend. Terakhir : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat saat ini : Kediri
Waktu Periksa : 19 Juli 2019 pukul 18.00 WIB
No RM : 131154
Pemeriksa : Dokter Muda

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Marah- marah tanpa sebab dan membuat resah tetangga

B. Auto Anamnesa
Pasien wanita 48 tahun roman wajah sesuai usia, pakaian rapi, tidak bau
badan, komunikatif. datang ke IGD RSJ. Dr Radjiman Wedyodiningrat
dibawa anak, lurah, perawat puskesmas dan polisi dengan mobil. Pasien
ditanya sejak kapan suka marah- marah, pasien menjawab suka marah-
marah sejak tahun 2005, karena curiga bahwa tetangganya semua
(masih saudara) berniat mengambil sertifikat tanah dan merebut
pekarangan miliknya. Pasien merasa curiga karena nama tetangga yang
tidak disukainya namanya tercantum pada sertifikat tanahnya. Pasien
juga curiga tidak ada yang mengajaknya bekerja ke sawah lagi karena
tetangganya memanas- manasi tetangga lain bahwa pasien gila, padahal
pasien tidak merasa sakit dan biar bisa mengambil sertifikat tanahnya.
Pasien curiga bahwa dana bantuan berkurang juga karena ulah
tetangganya.
Pasien merasa ada yang membisiki di telinganya yakin bahwa itu Allah
bahwa tetangganya semuanya menipunya untuk mendapatkan sertifikat
tanahnya.
Pasien tidak suka mengikuti acara pengajian, PKK atau kegiatan di
kampungnya karena merasa kalo ikut pasti mereka membicarakn
dirinya.
Pasien masih bisa memasak, membersihkan rumah. Makan 2-3x sehari.
Mandi kadang 1x kalau merasa tidak berkeringat.

C. Hetero Anamnesis (Didapat dari Anak kandung pasien dan Lurah)


1. Rincihan keluhan utama :
Anak pasien mengatakan bahwa ibunya sejak 2 minggu ini suka
marah- marah. Suka marah- marah seperti ini dan bicara sendiri
sebenarnya sudah sejak 2005 ( 14 tahun) sebelum masuk Rumah
sakit. Marah- marah seperti ini bermula saat 2 minggu lalu saat
pembagian bantuan dana, uang yang diharapkan tidak sesuai
harapan pasien. Pasien marah dan curiga bahwa uangnya telah di
ambil oleh pamong desa. Beberapa hari ini memberat sampai
pasien masih marah- marah dan menebangi 5 pohon pisang milik
tetangganya dan merusak 1 kandang tetangganya. Tetangga jadi
takut dan melaporkan ke lurah setempat. Kalau marah- marah
seperi ini biasanya ibunya sulit tidur, nafsu makan menurun dan
suka bicara sendiri. Senyum/ tertawa sendiri disangkal. Pasien
pernah bilang berniat bunuh diri namun tidak pernah sampai
menyakiti dirinya sendiri.
Lurah juga mengatakan bahwa pasien selalu negative tinking
dengan uang pembagian dana bantuan dan komplain saat tidak
mendapatkan uang bantuan sesuai harapannya dan mencurigai
pamongnya yang mengurangi jatah uang miliknya, padahal sudah
dijelaskan system pembagiannya.
Pasien sudah diobatkan di puskesmas sejak tahun 2005 sampai saat
ini dan diberi obat haloperidol dan Clorpromazin kadang rutin,
namun 2 minggu terakhir tidak rutin minum obat karena merasa
ada masalah jadi tidak mau minum obat lagi.
2. Gejala lain yang menyertai :
- Pasien bicara sendiri
- Pasien bicara melantur
- Pasien selalu curiga pada tetangganya yang berniat
memngambil sertifikat tanah miliknya dan mencurigai pamong
desanya mengambil uang dana bantuan iliknya
- Pasien merasa ada yang membisiki ditelinganya (Allah) bahwa
tetangganya semua menipunya
- Pasien tidak suka mengikuti acara atau kegiatan di
kampungnya dan lebih suka menyendiri dirumah
- Pasien saat marah tidak bisa tidur
- Pasien pernah berniatan bunuh diri
- Pasien 2 minggu tidak rutin minum obat dari puskesmas
3. Gejala prodormal :
- Pendiam
- Pasien cenderung pendiam dan menyendiri
4. Peristiwa terkait keluhan utama :
- Permasalahan keluarga karena rebutan tanah sertifikat
warisan keluarganya
- Pasien 2 minggu terakhir tidak minum obatnya
5. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah diobatkan di puskesmas sejak 2005 sampai
saat ini dan diberika Haloperidol dan Chlorpromazin namun
2 minggu terakhir tidak diminum obatnya
6. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan anak :

Tidak diketahui

7. Riwayat sosial dan pekerjaan :


- Sosial : Pasien tidak mau berinteraksi dengan tetangga sekitar
rumahnya
- Pekerjaan : Pasien tidak bekerja
8. Faktor kepribadian premorbid :
Pendiam
9. Faktor Keturunan :
Tidak ditemukan
10. Faktor organik :
Diabetes Melitus : -
Hipertensi :-
Alergi :-
Batuk Lama :-
11. Faktor pencetus :
Permasalahan keluarga karena rebutan tanah warisan
Tidak patuh pengobatan (tidak mau minum obatnya)
D. Pemeriksaan

a. Status interistik
- Tekanan darah : 179/92 mmHg
- Nadi : 98 x/menit
- Pernafasan : 21x/menit
- Suhu : 37,6◦C
- KU : Cukup
- Kepala/leher : A/I/C/D : -/-/-/- pembesaran KGB –
- Thorax :
 Cor = S1 S2 tunggal reguler, tidak mur-mur tidak ada gallop
 Pulmo = ves/ves +/+, rh -/- wh -/-
- Abdomen : Supel, flat, BU + normal, tidak ada meteorismus
- Ekstremitas : AHKM Edema :

CRT < 2 detik

b. Status neurologik
₋ GCS = E4 V5 M6
₋ Meningeal sign :
 Kaku kuduk -, Kernig –
 Burdzinki I - , Burdzinski II –
- Refleks fisiologis :
 BPR +2/+2. TPR +2/+2
 KPR +2/+2. APR +2/+2
- Reflek Patologis :
 Babinski - , Chaddock - ,
 Hoffman - , Trommer - .
c. Status psikiatri
- Kesan umum : Pasien perempuan roman wajah sesuai usia,
berpenampilan cukup rapi, tidak berbau, kooperatif, berbaju merah
muda dan berkerudung kuning.
- Kontak : Kontak mata +, Verbal +, Lancar +, Irrelevant +,
Non Verbal +
- Kesadaran : Berubah kualitatif
- Orientasi : W/T/O ; +/+/+
- Daya ingat : S/P/PJ ; +/+/+
- Persepsi : Halusinasi auditorik (+) , mendengar pada
telinganya ada bisikan (Allah) bahwa tetangganya semua
menipunya.
- Proses berpikir: B : non- realistik , A : Inkoheren , I : Waham
curiga
- Afek/mood : Dangkal
- Kemauan : ADL menurun , Sosial menurun , Pekerjaan
menurun
- Psikomotor : Meningkat ; Gaduh gelisah

E. Diagnosis multiaksial
- Axis I : F 20.03 Schizophrenia Paranoid, Episode berulang
G 91.1 Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
- Axis II : Ciri kepribadian tertutup
- Axis III : Observasi hipertensi
- Axis IV : Masalah dengan Primary Support Group karena
perebutan sertifikat tanah
- Axis V : GAF Scale saat ini 30-21
GAF scale 1 tahun sebelumnya 50-41
F. Rencana tindak lanjut
Restrain fisik/ Fiksasi
MRS
Cek lab (DL, SGOT, SGPT, BUN-SK, GDA)
Farmakologi
Inj. Haloperidol 5 mg IM
Inj. Diazepam 10 mg IM
Maintanance : Tab. Risperidon 2 mg 1-0-1
Tab. Lorazepam 2 mg 0-0-1
Psikoedukasi terhadap pasien: Memberikan penjelasan kepada pasien
tentang apa yang dialaminya saat ini termasuk penyakit yang dideritanya,
kemungkinan penyebab penyakitnya, meyakinkan pasien untuk teratur
minum obat dan menjelaskan dampak buruknya jika pasien tidak teratur
minum obat. Selanjutnya menyampaikan keadaan pasien apabila telah
mengalami perbaikan maka boleh untuk dijemput pulang dan
bersosialisasi lagi seperti dulu.
Psikoedukasi terhadap keluarga: Memberikan penjelasan kepada
keluarga tentang penyakit pasien saat ini dan meminta keluarga untuk ikut
berperan aktif dalam upaya untuk kesembuhan pasien, termasuk di
dalamnya yaitu berusaha agar pasien tidak putus pengobatan.

G.prognosis
Dubia ad Bonam
Hal – hal yang menunjukkan prognosis baik:
Faktor Resiko Baik Buruk

Usia 48 thn √

Onset Kronis √

Status. Menikah √
Pernikahan
Status. SD √
Pendidikan
Pekerjaan Tidak bekerja √

Kepribadian Tertutup √
Premorbid
Faktor Pencetus Jelas √

Faktor - √
Keturunan
Insight 1:Tidak merasa sakit √

Gejala +>- √

Jenis Paranoid √

Pengobatan Tidak teratur √

Kesimpulan : 6 Baik, 6 Buruk = Dubia ad Bonam


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah”
atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi
pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.Skizofrenia
merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran
dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji
kognitif yang buruk (Chris Tanto,2014)
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikotik yang paling sering
terjadi. Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita (usia awitan 25 - 35
tahun) maupun pria (usia awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri adalah
istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang
timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham
dan halusinasi. Seorang pasien dapat dikatakan pasien skizofrenia bila
manifestasi klinis yang terjadi sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan
PPDJI-III).
Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup beberapa
fungsi, seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah
(waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik (katatonik atau hyperactive behavior), gangguan dari
pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan
(anhedonia sehingga menyebabkan afek datar). Akan tetapi, kesadaran dan
kemampuan intelektual pada pasien masih dapat dipertahankan, meskipun
terjadi defisit kognitif (Chris Tanto,2014).
B. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ III, skizofrenia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
F20 Skizofrenia
F20.0 Skizofrenia paranoid
F20.1 Skizofrenia hebefrenik
F20.2 Skizofrenia katatonik
F20.3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
F20.4 Depresi pasca-skizofrenia
F20.5 Skizofrenia residual
F20.6 Skizofrenia simpleks
F20.8 Skizofrenia lainnya
F20.9 Skizofrenia YTT
Karakteristik kelima dapat digunakan untuk mengklasifikasi perjalanan
penyakit:
.x0 Berkelanjutan
.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
.x3 Episodik berulang
.x4 Remisi tak sempurna
.x5 Remisi sempurna
.x8 Lainnya
.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun

C. ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia.
Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan
gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala,
diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor genetik
Dapat dipastikan bahwa ada factor genetic yang turut menentukan
timbulnya gejala skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofenia dan terutama anak-anak
kembar satu telur. Bagi anak dengan salha satu orangtua yang menderita
skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, bagi kembar
satu telur (monozigot) 61-86%.
Tetapi pengaruh gentik tidak sederhana seperti hokum mendel.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) memalui gen yang resesif.
2. Neurokimia: Hipotesis dopamine
Menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada jaras
dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa anfetamin, yang
kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang
mirip skizofrenia, dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi
pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor
dopamine, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti
serotonin, noradrenalin, GABA dan glutamate, serta neuropeptida lain masih
terus diteliti oleh para ahli.
3. Hipotesis perkembangan saraf (Neurodevelopmental hypothesis)
Studi autopsy dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur
dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara lain berupa berat otak yang
rata-rata lebih kecil 6% daripada otak normal dan ukuran anterior-posterior
yang 4% lebih pendek; pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan
metabolism di daerah frontal dan temporal; dan kelianan susunan seluler pada
struktur saraf di beberapa daerah koprtex dan subkortex tanpa adanya gliosis
yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Studi
neuropsikologis mengungkapkan deficit di bidang atens, pemilahan
konseptual, fungsi eksekutif dan memori pada penderita skizofrenia.
Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang
menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal
kehidupan, mungkin sekali akibat pengaruh genetic, dan kemudian
dimodifikasi oleh factor maturasi dan lingkungan. (maramis, 2009).
D. PATOFISIOLOGI
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi
sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada
dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi
juga penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-
aminobutyric acid (GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan
peningkatkan dopaminergik.Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada
otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.

Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak (Stahl,2008).


Sumber :Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s
Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.Page 26.
Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu (Stahl,2008):
a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke
batang otak menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini
memiliki fungsi berhubungan dengan memori, indera pembau, efek
viseral automatis, dan perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur
mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala positif seperti
waham dan halusinasi;

Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan


gejala positif (Stahl,2008).
Sumber :Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s
Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.Page 27.

b. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke


korteks prefrontal. Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial,
menahan diri, dan aktifitas kognisi. Hipofungsi pada jalur mesokortikal
akan menyebabkan gangguan berupa gejala negatif dan kognitif pada
skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari mediasi gejala kognitif
(dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC ) dan gejala afektif
(ventromedial prefrontal cortex / VMPFC) skizofrenia (Stahl,2008).

Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak (Stahl,2008)


Sumber :Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s
Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.Page 29.

c. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari


dopamin otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal
ganglia atau striatum (kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi
menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal. Dopamin pada jalur
nigrostriatal berhubungan dengan efek neurologis (Ekstrapiramidal /
EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik tipikal / APG-I
(Dopamin D2 antagonis).

Gambar 6. Jalur nigrostriatal dopamin pada otak (Stahl,2008).


Sumber :Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s
Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.Page 32.

d. Jalur Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamusdan


memproyeksikan pada anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini
mengambil andil dalam fungsi endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus,
fungsi metabolisme, kontrol temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan
ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai efek samping pada
fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin.
Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak (Stahl,2008)

Sumber :Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s


Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.Page 32.

e. Jalur Thalamus :Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk


periaqueductal gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus,
nukleus parabrachial lateral, yang berproyeksi ke thalamus. Namun,
fungsinya masih belum diketahui (Stahl,2008).
Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan
patofisiologi dari skizofrenia adalah hipotesa dopamin.Hipotesa ini
secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena
terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.Hipotesis ini disokong dari
hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang digunakan untuk
mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya
menghambat dopamin (D2) reseptor.
Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia (Stahl,2008)

Sumber :Psychosis and Schizophrenia.Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s


Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.Page 34.

E. DIAGNOSIS
Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik skizofrenia harus ada
sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau jelas):
1. - Thought echo”: isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
2. -“delusion of control”: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya”: secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
4. Waham-waham menetap jenis lalinnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, atau terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus
6. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation). Yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu,
atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, dan stupor
8. Grjala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari
subtipe yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas
manifestasi perilaku yang paling menonjol. Berdasarkan PPDGJI-III, maka
pedoman diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan
psikotik lain, dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan
skizoafektif. Pada gangguan skizofreniform, gejalanya sama dengan
skizofrenia, namun berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan, tetapi kurang
dari 6 bulan. Pada pasien dengan skizofreniform, akan kembali ke fungsi
normal ketika gangguan hilang. Bila suatu sindrom manik atau depresif
terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, maka hal itu adalah
gangguan skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif (gangguan mood) (Kaplan,2014).

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis,
sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan
penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran
mental) (Rina Astikawati,2012). Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh
sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita
dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau
pun di luar rumah. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
skizofrenia paranoid dapat berupa penatalaksanaan non-farmakologis dan
farmakologis.
1. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Rawat Inap / Hospitalisasi
Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di
rumah sakit. Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan
di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya
fasilitas pengobatan rawat jalan (kaplan,2014). Rawat inap diindikasikan
terutama untuk :
1) Tujuan diagnostik
2) Stabilisasi pengobatan
3) Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan,
maupun mengancam lingkungan sekitar
4) Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya,
termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang dan papan
5) Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
6) Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa

Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem


pendukung komunitas merupakan tujuan utama rawat inap. Rawat inap
dan layanan rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan
kemandirian pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup sehari-
hari), karena pada pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala negatif dan
kognitif) mungkin tidak dapat hidup mandiri. Setelah keluar dari rumah
sakit, pasien tersebut perlu di follow-up teratur oleh ahli psikiatri (Kaplan,
2014).
2. Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)
Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah psikoterapi
suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan
maksud mengembalikan penderita ke masyarakat. Terapi perilaku kognitif
(cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam
membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi yang menetap.
Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan,
dan tidak secara langsung menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat
membantu mereka megurangi ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti
efektif mencegah kekambuhan (Rina Astikawati,2012).
Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Hal ini
dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat
penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya. Penting
sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga
(Chris Tanto, 2012).
2. Penatalaksanaan Farmakologis
a. Pemberian obat-obat anti-psikosis
Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom
psikosis fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan
anti-psikosis diperkenalkan awal tahun 1950-an (Kaplan,2014). Pemilihan
jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
(fase akut atau kronis) dan efek samping obat. Fase akut biasanya ditandai
oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu
segera diatasi (Rusdi Maslim, 2007).
Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat
pengobatan simtomatik. Obat anti-psikosis efektif mengobati “gejala
positif” pada episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena
passivity) dan mencegah kekambuhan. Obat-obat ini hanya mengatasi
gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia. Pengobatan dapat
diberikan secara oral, intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka
panjang (Sulistia,2007).
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek
samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan
mengurangi ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan
(adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau
antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah ((Sulistia,2007).

Sifat obat antipsikotik konvensional adalah kemampuan mereka untuk


memblokir reseptor dopamin D2 khususnya di jalur dopamin mesolimbik.
Sehingga akan mengurangi hiperaktivitas pada jalur dopamin mesolimbik
dan mengurangi gejala positif.
Sumber :Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4 th
Edition.http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem
dopaminergik sentral) (Rusdi maslim, 2007). Pada umumnya, pemberian
obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1
tahun, setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Efek obat anti-
psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Obat anti-psikosis dibagi
dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu
(Kaplan,2014):

1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I


(APG-I)
Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau
tipikal.Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi
dalam mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada reseptor
pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal inilah yang
diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat (Sulistia,
2007). Oleh karena kinerja obat APG-I, maka obat inilebih efektif untuk
gejala positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir
yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan
untuk terapi gejala negatif. Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua
kekurangan utama, yaitu :
a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup
tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup
normal
b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah
akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu
dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil
dan telah menyesuaikan dengan efek samping apa pun. Prototip
kelompok obat APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan
obat ini sampai sekarang masih tetap digunakan sebagai antipsikosis,
karena ketersediannya dan harganya murah (Sulistia,2007).

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan

Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari

Promactil Tab. 100 mg

Meprosetil Tab. 100 mg

Cepezet Tab. 100 mg

Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg

Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg

Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari

Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari

Dores Tab. 1,5 mg

Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg

Haldol Tab. 2 - 5 mg

Govotil Tab. 2 - 5 mg
Lodomer Tab 2 - 5 mg

Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari

Tabel 2.Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang


beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).(rusdi maslim, 2007)
Sumber : (rusdi maslim,2007) Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3.Hal 14.

Obat CPZ merupakan golongan derivate phenothiazine yang


mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme
(efek esktrapiramidal / EPS) (Sulistia,2007). Semua obat APG-I dapat
menimbulkan efek samping EPS (ekstrapiramidal), seperti distonia akut,
akathisia, sindrom Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas). EFek samping
ini dibagi menjadi efek akut, yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau
minggu-minggu awal pertama pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu
efek yang terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun menggunakan
obat. Oleh karena itu, setiap pemberian obat APG-I, maka harus disertakan
obat trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum.

2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II


(APG-II)
Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi
pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan
obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal
symptom) (Sulistia,2007) .Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru
atau atipikal. Standar emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi
pasien skizofrenia adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping
neurologis yang lebih sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor
dopamin dan efektif terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas
(Kaplan, 2014).
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors”(sama seperti APG-I) dan juga berafinitas
terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine antagonist),
sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi)
maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik
diri) (rusdi maslim, 2007).

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan

Sulpride Dogmatil Forte Tab. 200 mg 300 - 600 mg/hari

Clozapine Clorazil Tab. 25 - 100 mg 25 - 100 mg/hari

Sizoril Tab. 25 - 100 mg

Olanzapine Zyprexa Tab. 5 - 10 mg 10 - 20 mg/hari

Quetiapine Seroquel Tab. 25 - 100 mg 50 - 400 mg/hari

Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50 mg 75 - 100 mg/hari

Risperidone Risperidone Tab 1 - 2 - 3 mg 2 - 6 mg/hari

Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg

Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari


Tabel 3.Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang beredar
di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006) (rusdi maslim, 2007)
Sumber: rusdi maslim,2007) Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3. Hal 14-15.
Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan
diri, isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi,
bicara kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan (Rusdi
maslim,2007).

H. PROGNOSIS
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa
sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa
kepribadiannya selalu akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi
mental) (Sylvia D,2013). Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila
penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama,
maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission
atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat
walaupun masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering
diperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery) (Sylvia D,2013).
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat
dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima
tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri.2Kira-kira 50 persen dari semua
pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama
hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena
bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun. Pasien skizofrenik laki-laki dan
wanita sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri (Sylvia D,2013).
Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat sosial, seksual, dan Riwayat sosial, seksual, dan


pekerjaan pramorbid yang baik pekerjaan pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik


gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau
janda/duda

Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia


(tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
(terutama dari keluarga) untuk untuk kesembuhan pasien
kesembuhan pasien
Gejala positif Gejala negatif

Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma perinatal

Tidak ada remisi dalam tiga tahun

Sering timbul relaps

Riwayat penyerangan

Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.


Sumber :Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.Hal
156.
BAB 3
KESIMPULAN

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.Skizofrenia merupakan suatu
sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek
tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera
mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang
antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih
buruk (kemunduran mental).Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna,
tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong
untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar
rumah.Terapi yang diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan
terapi psikososial) melalui keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan
pemberian obat anti-psikosis tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II)
berdasarkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat).
DAFTAR PUSTAKA

1. Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4.
Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius: 910-3.
2. Kaplan & Sadock, Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. 2014. Buku Ajar
Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 147-68.
3. Maramis. W.F. 1992. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI,
Airlangga University Press, Surabaya.
4. Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri- Cornelius Katona, Claudia Cooper,
dan Mary Robertson. 2012. Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis Edisi 4. Jakarta : Erlangga: 18-21.
5. Rusdi Maslim. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma
Jaya (PT. Nuh Jaya): 14-22.
6. Stahl, Stephen M. 2008. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s
Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University
Press.:26-34.
7. Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 161-9.
8. Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Edisi
2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI :173-98.

Anda mungkin juga menyukai

  • Proposal Student Project
    Proposal Student Project
    Dokumen7 halaman
    Proposal Student Project
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • 27.4.3 Mastitis Tuberkulosa: 27.5.2 Fibroadenoma
    27.4.3 Mastitis Tuberkulosa: 27.5.2 Fibroadenoma
    Dokumen1 halaman
    27.4.3 Mastitis Tuberkulosa: 27.5.2 Fibroadenoma
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • METODE
    METODE
    Dokumen3 halaman
    METODE
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • ANS - CBD - TUMOR COLON - Dinda
    ANS - CBD - TUMOR COLON - Dinda
    Dokumen76 halaman
    ANS - CBD - TUMOR COLON - Dinda
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Cbd-Bab I
    Cbd-Bab I
    Dokumen1 halaman
    Cbd-Bab I
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Jur
    Jur
    Dokumen2 halaman
    Jur
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Maternal Complications With Vaginal Birt
    Maternal Complications With Vaginal Birt
    Dokumen8 halaman
    Maternal Complications With Vaginal Birt
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Metabolisme Kalsium
    Metabolisme Kalsium
    Dokumen8 halaman
    Metabolisme Kalsium
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Soft Tissue Tumor
    Laporan Pendahuluan Soft Tissue Tumor
    Dokumen7 halaman
    Laporan Pendahuluan Soft Tissue Tumor
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen1 halaman
    1
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • 10 13 1 SM
    10 13 1 SM
    Dokumen16 halaman
    10 13 1 SM
    Fikriatul Fadhilah Marala
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii PDF
    Bab Ii PDF
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii PDF
    Indah Nevhita L
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Penyuluhan Hemoroid Revisi
    Leaflet Penyuluhan Hemoroid Revisi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Penyuluhan Hemoroid Revisi
    Eka Lesmana
    100% (1)
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen13 halaman
    Refrat
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • CBD
    CBD
    Dokumen16 halaman
    CBD
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Herpes Zoster
    Herpes Zoster
    Dokumen14 halaman
    Herpes Zoster
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • PKRS
    PKRS
    Dokumen2 halaman
    PKRS
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Tulang Hidung
    Fraktur Tulang Hidung
    Dokumen23 halaman
    Fraktur Tulang Hidung
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • CR Rifai Tifoid
    CR Rifai Tifoid
    Dokumen26 halaman
    CR Rifai Tifoid
    Analis Kesehatan 3
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen33 halaman
    Asma
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • PKRS
    PKRS
    Dokumen2 halaman
    PKRS
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Web Pkrs Jiwa
    Web Pkrs Jiwa
    Dokumen1 halaman
    Web Pkrs Jiwa
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat
  • Psikiatri
    Psikiatri
    Dokumen2 halaman
    Psikiatri
    Bahtiar Nawabig H
    Belum ada peringkat