Disusun oleh :
Hessty Rochendah Onjiah 6120018021
Anydhia Afiana Afiuddin 6120018025
Fithrotun Nisak 6120018009
Bahtiar Nawabig Hidayatullah 6120018013
Pembimbing:
dr. Dian Setyorini, Sp.KJ
I. IDENTITAS
Nama : NY. Fa
Usia : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ tgl lahir : Kediri, 28 Juli 1971
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status Marital : Menikah
Pend. Terakhir : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat saat ini : Kediri
Waktu Periksa : 19 Juli 2019 pukul 18.00 WIB
No RM : 131154
Pemeriksa : Dokter Muda
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Marah- marah tanpa sebab dan membuat resah tetangga
B. Auto Anamnesa
Pasien wanita 48 tahun roman wajah sesuai usia, pakaian rapi, tidak bau
badan, komunikatif. datang ke IGD RSJ. Dr Radjiman Wedyodiningrat
dibawa anak, lurah, perawat puskesmas dan polisi dengan mobil. Pasien
ditanya sejak kapan suka marah- marah, pasien menjawab suka marah-
marah sejak tahun 2005, karena curiga bahwa tetangganya semua
(masih saudara) berniat mengambil sertifikat tanah dan merebut
pekarangan miliknya. Pasien merasa curiga karena nama tetangga yang
tidak disukainya namanya tercantum pada sertifikat tanahnya. Pasien
juga curiga tidak ada yang mengajaknya bekerja ke sawah lagi karena
tetangganya memanas- manasi tetangga lain bahwa pasien gila, padahal
pasien tidak merasa sakit dan biar bisa mengambil sertifikat tanahnya.
Pasien curiga bahwa dana bantuan berkurang juga karena ulah
tetangganya.
Pasien merasa ada yang membisiki di telinganya yakin bahwa itu Allah
bahwa tetangganya semuanya menipunya untuk mendapatkan sertifikat
tanahnya.
Pasien tidak suka mengikuti acara pengajian, PKK atau kegiatan di
kampungnya karena merasa kalo ikut pasti mereka membicarakn
dirinya.
Pasien masih bisa memasak, membersihkan rumah. Makan 2-3x sehari.
Mandi kadang 1x kalau merasa tidak berkeringat.
Tidak diketahui
a. Status interistik
- Tekanan darah : 179/92 mmHg
- Nadi : 98 x/menit
- Pernafasan : 21x/menit
- Suhu : 37,6◦C
- KU : Cukup
- Kepala/leher : A/I/C/D : -/-/-/- pembesaran KGB –
- Thorax :
Cor = S1 S2 tunggal reguler, tidak mur-mur tidak ada gallop
Pulmo = ves/ves +/+, rh -/- wh -/-
- Abdomen : Supel, flat, BU + normal, tidak ada meteorismus
- Ekstremitas : AHKM Edema :
b. Status neurologik
₋ GCS = E4 V5 M6
₋ Meningeal sign :
Kaku kuduk -, Kernig –
Burdzinki I - , Burdzinski II –
- Refleks fisiologis :
BPR +2/+2. TPR +2/+2
KPR +2/+2. APR +2/+2
- Reflek Patologis :
Babinski - , Chaddock - ,
Hoffman - , Trommer - .
c. Status psikiatri
- Kesan umum : Pasien perempuan roman wajah sesuai usia,
berpenampilan cukup rapi, tidak berbau, kooperatif, berbaju merah
muda dan berkerudung kuning.
- Kontak : Kontak mata +, Verbal +, Lancar +, Irrelevant +,
Non Verbal +
- Kesadaran : Berubah kualitatif
- Orientasi : W/T/O ; +/+/+
- Daya ingat : S/P/PJ ; +/+/+
- Persepsi : Halusinasi auditorik (+) , mendengar pada
telinganya ada bisikan (Allah) bahwa tetangganya semua
menipunya.
- Proses berpikir: B : non- realistik , A : Inkoheren , I : Waham
curiga
- Afek/mood : Dangkal
- Kemauan : ADL menurun , Sosial menurun , Pekerjaan
menurun
- Psikomotor : Meningkat ; Gaduh gelisah
E. Diagnosis multiaksial
- Axis I : F 20.03 Schizophrenia Paranoid, Episode berulang
G 91.1 Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
- Axis II : Ciri kepribadian tertutup
- Axis III : Observasi hipertensi
- Axis IV : Masalah dengan Primary Support Group karena
perebutan sertifikat tanah
- Axis V : GAF Scale saat ini 30-21
GAF scale 1 tahun sebelumnya 50-41
F. Rencana tindak lanjut
Restrain fisik/ Fiksasi
MRS
Cek lab (DL, SGOT, SGPT, BUN-SK, GDA)
Farmakologi
Inj. Haloperidol 5 mg IM
Inj. Diazepam 10 mg IM
Maintanance : Tab. Risperidon 2 mg 1-0-1
Tab. Lorazepam 2 mg 0-0-1
Psikoedukasi terhadap pasien: Memberikan penjelasan kepada pasien
tentang apa yang dialaminya saat ini termasuk penyakit yang dideritanya,
kemungkinan penyebab penyakitnya, meyakinkan pasien untuk teratur
minum obat dan menjelaskan dampak buruknya jika pasien tidak teratur
minum obat. Selanjutnya menyampaikan keadaan pasien apabila telah
mengalami perbaikan maka boleh untuk dijemput pulang dan
bersosialisasi lagi seperti dulu.
Psikoedukasi terhadap keluarga: Memberikan penjelasan kepada
keluarga tentang penyakit pasien saat ini dan meminta keluarga untuk ikut
berperan aktif dalam upaya untuk kesembuhan pasien, termasuk di
dalamnya yaitu berusaha agar pasien tidak putus pengobatan.
G.prognosis
Dubia ad Bonam
Hal – hal yang menunjukkan prognosis baik:
Faktor Resiko Baik Buruk
Usia 48 thn √
Onset Kronis √
Status. Menikah √
Pernikahan
Status. SD √
Pendidikan
Pekerjaan Tidak bekerja √
Kepribadian Tertutup √
Premorbid
Faktor Pencetus Jelas √
Faktor - √
Keturunan
Insight 1:Tidak merasa sakit √
Gejala +>- √
Jenis Paranoid √
A. PENDAHULUAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah”
atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi
pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.Skizofrenia
merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran
dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji
kognitif yang buruk (Chris Tanto,2014)
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikotik yang paling sering
terjadi. Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita (usia awitan 25 - 35
tahun) maupun pria (usia awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri adalah
istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang
timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham
dan halusinasi. Seorang pasien dapat dikatakan pasien skizofrenia bila
manifestasi klinis yang terjadi sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan
PPDJI-III).
Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup beberapa
fungsi, seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah
(waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik (katatonik atau hyperactive behavior), gangguan dari
pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan
(anhedonia sehingga menyebabkan afek datar). Akan tetapi, kesadaran dan
kemampuan intelektual pada pasien masih dapat dipertahankan, meskipun
terjadi defisit kognitif (Chris Tanto,2014).
B. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ III, skizofrenia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
F20 Skizofrenia
F20.0 Skizofrenia paranoid
F20.1 Skizofrenia hebefrenik
F20.2 Skizofrenia katatonik
F20.3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
F20.4 Depresi pasca-skizofrenia
F20.5 Skizofrenia residual
F20.6 Skizofrenia simpleks
F20.8 Skizofrenia lainnya
F20.9 Skizofrenia YTT
Karakteristik kelima dapat digunakan untuk mengklasifikasi perjalanan
penyakit:
.x0 Berkelanjutan
.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
.x3 Episodik berulang
.x4 Remisi tak sempurna
.x5 Remisi sempurna
.x8 Lainnya
.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia.
Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan
gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala,
diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor genetik
Dapat dipastikan bahwa ada factor genetic yang turut menentukan
timbulnya gejala skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofenia dan terutama anak-anak
kembar satu telur. Bagi anak dengan salha satu orangtua yang menderita
skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, bagi kembar
satu telur (monozigot) 61-86%.
Tetapi pengaruh gentik tidak sederhana seperti hokum mendel.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) memalui gen yang resesif.
2. Neurokimia: Hipotesis dopamine
Menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada jaras
dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa anfetamin, yang
kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang
mirip skizofrenia, dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi
pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor
dopamine, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti
serotonin, noradrenalin, GABA dan glutamate, serta neuropeptida lain masih
terus diteliti oleh para ahli.
3. Hipotesis perkembangan saraf (Neurodevelopmental hypothesis)
Studi autopsy dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur
dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara lain berupa berat otak yang
rata-rata lebih kecil 6% daripada otak normal dan ukuran anterior-posterior
yang 4% lebih pendek; pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan
metabolism di daerah frontal dan temporal; dan kelianan susunan seluler pada
struktur saraf di beberapa daerah koprtex dan subkortex tanpa adanya gliosis
yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Studi
neuropsikologis mengungkapkan deficit di bidang atens, pemilahan
konseptual, fungsi eksekutif dan memori pada penderita skizofrenia.
Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang
menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal
kehidupan, mungkin sekali akibat pengaruh genetic, dan kemudian
dimodifikasi oleh factor maturasi dan lingkungan. (maramis, 2009).
D. PATOFISIOLOGI
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi
sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada
dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi
juga penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-
aminobutyric acid (GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan
peningkatkan dopaminergik.Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada
otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.
E. DIAGNOSIS
Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik skizofrenia harus ada
sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau jelas):
1. - Thought echo”: isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
2. -“delusion of control”: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya”: secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
4. Waham-waham menetap jenis lalinnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, atau terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus
6. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation). Yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu,
atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, dan stupor
8. Grjala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari
subtipe yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas
manifestasi perilaku yang paling menonjol. Berdasarkan PPDGJI-III, maka
pedoman diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan
psikotik lain, dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan
skizoafektif. Pada gangguan skizofreniform, gejalanya sama dengan
skizofrenia, namun berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan, tetapi kurang
dari 6 bulan. Pada pasien dengan skizofreniform, akan kembali ke fungsi
normal ketika gangguan hilang. Bila suatu sindrom manik atau depresif
terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, maka hal itu adalah
gangguan skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif (gangguan mood) (Kaplan,2014).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis,
sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan
penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran
mental) (Rina Astikawati,2012). Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh
sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita
dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau
pun di luar rumah. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
skizofrenia paranoid dapat berupa penatalaksanaan non-farmakologis dan
farmakologis.
1. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Rawat Inap / Hospitalisasi
Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di
rumah sakit. Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan
di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya
fasilitas pengobatan rawat jalan (kaplan,2014). Rawat inap diindikasikan
terutama untuk :
1) Tujuan diagnostik
2) Stabilisasi pengobatan
3) Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan,
maupun mengancam lingkungan sekitar
4) Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya,
termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang dan papan
5) Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
6) Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa
Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg
Haldol Tab. 2 - 5 mg
Govotil Tab. 2 - 5 mg
Lodomer Tab 2 - 5 mg
Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg
Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg
H. PROGNOSIS
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa
sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa
kepribadiannya selalu akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi
mental) (Sylvia D,2013). Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila
penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama,
maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission
atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat
walaupun masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering
diperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery) (Sylvia D,2013).
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat
dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima
tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri.2Kira-kira 50 persen dari semua
pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama
hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena
bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun. Pasien skizofrenik laki-laki dan
wanita sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri (Sylvia D,2013).
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Riwayat penyerangan
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.Skizofrenia merupakan suatu
sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek
tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera
mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang
antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih
buruk (kemunduran mental).Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna,
tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong
untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar
rumah.Terapi yang diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan
terapi psikososial) melalui keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan
pemberian obat anti-psikosis tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II)
berdasarkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat).
DAFTAR PUSTAKA
1. Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4.
Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius: 910-3.
2. Kaplan & Sadock, Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. 2014. Buku Ajar
Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 147-68.
3. Maramis. W.F. 1992. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI,
Airlangga University Press, Surabaya.
4. Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri- Cornelius Katona, Claudia Cooper,
dan Mary Robertson. 2012. Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis Edisi 4. Jakarta : Erlangga: 18-21.
5. Rusdi Maslim. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma
Jaya (PT. Nuh Jaya): 14-22.
6. Stahl, Stephen M. 2008. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s
Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University
Press.:26-34.
7. Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 161-9.
8. Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Edisi
2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI :173-98.