ABSTRAK
Kata kunci: Otitis media, Patologi telinga tengah, Infeksi pediatrik, Mikrobiologi
otitis media, Manajemen infeksi pediatrik
1
PENDAHULUAN
Otitis media (OM) merupakan kelompok kondisi inflamasi dan infektif kompleks
yang mengenai telinga tengah. Ia dapat diklasifikasi menjadi banyak subtiper
berdasarkan perbedaan tampilan, pengobatan, dan komplikasi terkait. OM
merupakan penyebab mayor kunjungan ke pelayanan kesehatan di seluruh dunia,
dan komplikasinya merupakan penyebab signifikan terjadinya gangguan
pendengaran yang dapat dicegah, khususnya pada negara berkembang. Dalam
artikel ini kita akan mendiskusikan pembaruan perkembangan ilmiah terbaru
dalam bidang manajemen klinis dan penelitian OM.
Komplikasi otitis media akut (OMA) yang relatif sering terjadi adalah mastoiditis
akut yang merupakan inflamasi sel udara dan periosteum mastoid akut. Berbeda
dengan AOM dan mastoiditis akut, OM dengan efusi (OME) merupakan kondisi
inflamasi kronis yang biasanya mengenai anak berusia 3 hingga 7 tahun. OME
jarang terjadi pada orang dewasa, dan ketika itu terjadi, seringkali
mengindikasikan adanya diagnosis penyebab lainnya.
Prevalensi tahunan OM di Amerika Serikat berkurang hingga 28% dari 1997 dan
2007, dimana ia mengenai 247 per 1000 anak (dibandingkan dengan 345
dulunya). Penurunan ini diakui akibat pengenalan vaksin konjugasi pneumokokal,
2
yang memberikan kesan menurunkan jumlah individu yang menderita OM seperti
yang dilaporkan oleh beberapa penelitian.
METODE
Ekstraksi data
Dua peninjau telah meninjau penelitian, memisahkan data secara independen dan
perselisihan pendapat diselesaikan menggunakan konsensus. Penelitian-penelitian
dievaluasi kualitasnya dan mengikuti protokol peninjauan.
Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh dewan peninjau Universitas King
Abdulaziz.
DISKUSI
Penyebab
Mikrobiologi
3
mendukung kolonisasi bakteri, adhesi ke sel, dan akhirnya invasi ke telinga
tengah.
4
Predisposisi genetik
Penelitian pada genetik telah mengakui peran penting hipoksia pada patologi
OME, dan hal ini sebagian dapat menjelaskan efektivitas selang ventilasi, karena
dapat mengurangi hipoksia pada telinga tengah.
Diagnosis
Secara klinis, OMA merupakan proses telinga tengah purulen, karena alasan
tersebut tanda dan gejalanya sesuai dengan inflamasi akut yang sering ditemukan.
OMA biasanya memiliki riwayat yang singkat, dan umumnya berhubungan
dengan otalgia, demam, otorea, iritabilitas, letargi, muntah, dan anoreksia; namun,
gejala saja memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk menegakkan
diagnosis. Pedoman American Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa
OMA harus di diagnosis pada anak yang datang dengan bulging membran timpani
sedang hingga berat, atau datang dengan otorea onset baru yang bukan merupakan
hasil sekunder dari otitis eksterna. Diagnosis juga dapat dibuat jika terdapat
5
bulging ringan dari membran timpani diikuti dengan otalgia atau eritema
membran timpani berat. Tidak adanya efusi telinga tengah, yang dinilai dengan
otoskopi pneumatik atau timpanometri membuat diagnosis ini tidak mungkin.
Otoskopi pneumatik dan timpanometri mengevaluasi mobilitas gendang telinga
untuk menyimpulkan ada tidaknya efusi. Jika gendang telinga yang utuh tidak
mobile, mengindikasikan adanya efusi telinga tengah; kedua teknis tergantung
pada perubahan tekanan saluran telinga, dengan otoskopi pneumatik
menggambarkan gendang telinga secara langsung dan timpanometri mengukur
mobilitas menggunakan refleksi suara. Kondisi ini ditetapkan sebagai OMA
rekuren jika pasien mengalami tiga episode OMA dalam periode enam bulan, atau
4 episode jelas dari OMA dalam satu tahun (12 bulan).
OME (Otitis Media Efusi) dapat terjadi sebagai efek yang menetap dari OMA,
atau tanpa adanya riwayat yang mendahului. Pada anak, manifestasi klinik dapat
meliputi riwayat kesulitan pendengaran, defisit atensi, masalah perilaku, terlambat
bicara dan terlambatnya pengembangan bahasa, ceroboh, dan keseimbangan yang
tidak optimal. Otoskopi penting dalam membuat diagnosis yang pasti, dengan
sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90% dan 80%. Hal ini lebih lanjut dapat
ditingkatkan menggunakan otoskopi pneumatik. Temuan klinis dapat bervariasi,
dan meliputi rentang warna abnormal dari kuning ke oranye ke biru; membran
timpani yang rektraksi atau bulging ; dan adanya air-fluid level. Bukti tambahan
diambil menggunakan audiogram, meliputi uji pendengaran yang dapat
menunjukkan gangguan pendengaran konduktif dan timpanogram yang dapat
menunjukkan gendang telinga imobile dengan tekanan telinga tengah negatif.
Kekhawatiran orangtua mengenai gangguan pendengaran bisa jadi meragukan dan
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan audiologis formal.
6
Diagnosis ditetapkan dengan otoskopi yang akan menunjukkan perforasi
membran timpani yang berhubungan dengan discharge telinga tengah.
Pengobatan
Umumnya, OMA mengalami rangkaian yang baik jika ditangani dengan analgetik
dan antipiretik yang tepat, tanpa pengobatan antibiotik. Meta-analisis telah
mennjukkan bahwa sekitar 80% anak mengalami kesembuhan OMA spontan
dalam 2 hari hingga 2 minggu. Pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun, hasil
tersebut mungkin lebih bervariasi dan resolusi OM mungkin serendah 30% dalam
beberapa hari. Angka resolusi keseluruhan yang tinggi mengindikasikan bahwa
observasi sederhana mungkin diperlukan pada anak yang di diagnosis OMA pada
keadaan tidak dicurigai adanya komplikasi lain.
7
Peresepan antibiotik empiris untuk mengobati OMA berkisar dari 30% di Belanda
hingga 98% di Australia dan USA. Amoxicillin tetap menjadi antibiotik pilihan
kecuali jika anak sudah mengonsumsi antibiotik ini 30 hari sebelumnya atau
menderita purulen yang terjadi bersamaan. Antibiotik dengan tambahan beta-
laktamase harus digunakan pada kasus-kasus tersebut, atau ketika terdapat bukti
adanya OMA rekuren, atau riwayat OMA refrakter terhadap amoxicillin. Alergi
pasien juga harus dipertimbangkan dan harus digunakan agen alternatif pada
situasi adanya alergi penisilin.
Pada kasus OMA rekuren, selang ventilasi yang diinsersi secara bedah dapat
dianjurkan jika OMA rekuren disertai dengan efusi telinga tengah berkelanjutan
diantara serangan OMA. Antibiotik profilaksis biasanya tidak dianjurkan untuk
OMA rekuren, meskipun sebuah tinjauan sistematik telah mencatat bahwa
antibiotik mungkin memberikan efek yang bermanfaat. Namun, akibat
kekhawatiran memaparkan antibiotik dalam durasi yang lama dan potensi efek
sampingnya, selang ventilasi biasanya menjadi pilihan yang baik. Selang ventilasi
hanya efektif selama durasi waktu tinggalnya. Sebagian besar selang ventilasi
dapat bertahan hingga 6-9 bulan setelah ditempatkan.
Serupa dengan OMA, banyak anak dengan OME tidak memerlukan pengobatan
karena tingginya angka resolusi spontan. Namun, jika OME bilateral dan persisten
selama lebih dari tiga bulan, kemungkinan resolusi alamiah menjadi lebih rendah
dan lebih baik menganjurkan pengobatan. Pedoman USA dan UK terbaru
menganjurkan durasi 3 bulan untuk observasi dengan membuat penilaian derajat
gangguan pendengaran, dampaknya terhadap perkembangan anak, dan audiometri
serial sebelum menentukan kebutuhan pengobatan. Pedoman-pedoman
menganjurkan alat bantu dengar atau pembedahan untuk menempatkan ventilasi.
Insersi selang ventilasi terjadi bersamaan dengan sejumlah risiko, seperti otorea
purulen (10-26%), kantung retraksi (21%), miringosklerosis (39-65%) dan
perforasi membran timpani persisten (3%). Sebagai tambahan, ketika selang
dibuka, OME dapat terjadi kembali. Satu penelitian mengenai selang jangka
pendek menunjukkan bahwa sekitar 25% anak memerlukan penempatan selang
ventilasi ulang dalam 2 tahun. Dipercayai bahwa adenoidektomi memainkan
8
peran penting dalam pencegah OME rekuren, kecuali jika persisten atau infeksi
traktus respiratorius atas rekuren. Telah dianjurkan beberapa rencana manajemen
lainnya untuk OME, meliputi steroid, antibiotik dan antihistamin.
Tidak seperti OME dan OMA, manajemen utama untuk OMSK biasanya operatif,
dengan beberapa teknis berbeda yang di desain untuk memperbaiki gendang
telinga dan mengontrol infeksi. Manajemen konservatif digunakan pada kelompok
pasien tertentu dan discharge telinga biasanya berhubungan dengan gangguan
pendengaran. Pendekatan yang paling konservatif adalah rangkaian bilas aural
setelah itu menggunakan antibiotik, steroid topikal, dan antiseptik. Quinolon
topikal, seperti ciprofloxacin, tercatat menjadi pengobatan yang paling bermanfaat
dalam sebuah tinjauan terbaru, namun, meskipun terdaftar di USA, saat ini
quinolon tidak terdaftar sebagai tetes telinga di beberapa negara lainnya, termasuk
UK. Beberapa tetes telinga yang umum digunakan adalah formulasi berdasarkan
aminoglikosida, dan terdapat kekhawatiran akan kemungkinan efek samping
ototoksisitas ketika digunakan pada membran timpani yang perforasi, persetujuan
terbaru adalah penggunaannya aman dalam rangkaian jangka pendek, yang
dipantau secara ketat, dan akhirnya tidak bersifat lebih ototoksik dibandingkan
infeksinya sendiri. Manajemen konservatif biasanya dipilih berdasarkan keinginan
pasien sendiri, jika pasien memiliki kontraindikasi pembedahan, gangguan
pendengaran pada telinga yang tidak terkena, atau ketika risiko pembedahan lebih
besar dibandingkan manfaat yang diperoleh.
Tindakan preventif
9
Vaksin pneumokokal
10
Kemungkinan metode untuk menanggulangi resistensi terhadap vaksin adalah
memformulasikan vaksin menggunakan antigen protein yang dikonservasi secara
luas; hal ini dapat tergantung dengan serotipe dan konon tidak terkait dengan
penggantian serotipe. Bentuk vaksin ini dapat lebih terjangkau dan tepat untuk
negara berkembang, karena kebutuhannya lebih besar. Beberapa vaksin
pneumokokal terbaru yang dapat melindungi dari serotipe tambahan telah
dikembangkan, meliputi vaksin konjugat polisakarida pneumokokal 11-valent
dengan protein D sebagai karier dan vaksin pneumokokal 13-valent, yang dapat
memiliki manfaat lebih lanjut terhadap OM H. Influenzae tak tertipe.
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
2. Bluestone CD, Doyle WJ. Anatomy and physiology of eustachian tube and
middle ear related to otitis media. J Allergy Clin Immunol. 1988;81:997-1003.
5. Rovers MM, Schilder AG, Zielhuis GA, Rosenfeld RM. Otitis media. Lancet.
2004;363:465-73.
8. Stol K, Verhaegh SJ, Graamans K, Engel JA, Sturm PD, Melchers WJ, et al.
Microbial profiling does not differentiate between childhood recurrent acute otitis
media and chronic otitis media with effusion. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
2013;77:488-93.
12
10. Rye MS, Bhutta MF, Cheeseman MT, Burgner D, Blackwell JM, Brown SD,
et al. Unraveling the genetics of otitis media: from mouse to human and back
again. Mamm Genome. 2011;22:66-82.
11. Li JD, Hermansson A, Ryan AF, Bakaletz LO, Brown SD, Cheeseman MT, et
al. Panel 4: Recent advances in otitis media in molecular biology, biochemistry,
genetics, and animal models. Otolaryngol Head Neck Surg. 2013;148:52-63.
13. Whittemore KR, Jr. What is the role of tympanostomy tubes in the treatment
of recurrent acute otitis media? Laryngoscope. 2013;123:9-10.
14. Bluestone CD, Cantekin EI. Design factors in the characterization and
identification of otitis media and certain related conditions. Ann Otol Rhinol
Laryngol Suppl. 1979;88:13-28.
16. Glasziou PP, Del Mar CB, Sanders SL, Hayem M. Antibiotics for acute otitis
media in children. Cochrane Database Syst Rev. 2004;(1):CD000219.
19. Sakulchit T, Goldman RD. Antibiotic therapy for children with acute otitis
media. Can Fam Physician. 2017;63:685-7.
13
20. Rosenfeld RM, Schwartz SR, Pynnonen MA, Tunkel DE, Hussey HM,
Fichera JS, et al. Clinical practice guideline: Tympanostomy tubes in children.
Otolaryngol Head Neck Surg. 2013;149:1-35.
23. Macfadyen CA, Acuin JM, Gamble C. Systemic antibiotics versus topical
treatments for chronically discharging ears with underlying eardrum perforations.
Cochrane Database Syst Rev. 2006;(1):CD005608.
24. Phillips JS, Yung MW, Burton MJ, Swan IR. Evidence review and ENT-UK
consensus report for the use of aminoglycoside-containing ear drops in the
presence of an open middle ear. Clin Otolaryngol. 2007;32:330-6.
26. Pelton SI, Pettigrew MM, Barenkamp SJ, Godfroid F, Grijalva CG, Leach A,
et al. Panel 6: Vaccines. Otolaryngol Head Neck Surg. 2013;148:E90-101.
27. Zhou F, Shefer A, Kong Y, Nuorti JP. Trends in acute otitis media-related
health care utilization by privately insured young children in the United States,
1997-2004. Pediatrics. 2008;121:253-60.
14
29. Daniel M, Gautam S, Scrivener TA, Meller C, Levin B, Curotta J. What effect
has pneumococcal vaccination had on acute mastoiditis? J Laryngol Otol.
2013;127(1):30-4.
30. Levine OS, Cherian T, Hajjeh R, Knoll MD. Progress and future challenges in
coordinated surveillance and detection of pneumococcal and Hib disease in
developing countries. Clin Infect Dis. 2009;48(2):33-6.
15