Anda di halaman 1dari 39

BAB II

CARA MENGELAS DAN MEMOTONG

2.1. Pendahuluan

Disamping untuk mengelas logam, mesin las dapat juga untuk memotong
logam. Dengan perkembangan teknologi las sampai saat ini hampir tidak ada
logam yang tidak dapat dilas maupun dipotong dengan mesin las, meskipun
untuk logam - logam tertentu harus menggunakan peralatan atau alat bantu
khusus.

2.2. Klasifikasi Teknik Pengelasan dan Pemotongan

Teknik pengelasan dapat diklasifikasikan menjadi :


a. Klasifikasi las berdasarkan cara kerjanya :
1. Pengelasan Cair
Bagian benda kerja yang akan dilas serta logam pengisi dicairkan
dengan energi listrik atau dengan semburan api hasil pembakaran
gas.
2. Pengelasan Tekan
Bagian benda kerja yang akan disambung dipanaskan hingga menjadi
lumer, dan selanjutnya ditekan satu sama lain hingga menjadi satu.
3. Pematrian
Logam benda kerja tidak dicairkan tetapi logam satu dan logam lain
akan disambung ditempelkan saja, dan ruangan diantara kedua logam
benda kerja tersebut diberi logam cair jenis lain dengan titik cair
rendah, lebih rendah dari pada titik cair kedua logam induk. Setelah
logam pengisi dingin dan membeku, kedua logam menjadi
tersambung
b. Klasifikasi las berdasarkan enegri yang digunakan, yaitu :
1. Las listrik
2. Las kimia
3. Las mekanik

Pemotongan, dilaksanakan dengan cara mencairkan bagian logam benda


kerja yang akan dipotong. Selanjutnya bagian logam yang cair tersebut
disemprot oksigen murni atau udara hingga terjadi oksidasi terhadap logam cair,
dan akhirnya terpisah dengan logam induk.

Klasifikasi cara-cara pengelasan dan pemotongan dapat dilihat pada Tabel


2.1 dan 2.2.

2.3. Las Busur Listrik

Terdapat beberapa jenis las busur listrik :


 Las busur dengan elektroda terbungkus
 Las busur dengan pelindung gas
 Las busur dengan pelindung bukan gas.

Ditinjau dari logam pengisinya :


 Las busur listrik dengan elektroda terumpan
 Las busur listrik dengan elektroda tak terumpan.

2.3.1. Las Elektroda Terbungkus

 Elektroda dibuat dari kawat logam dan dibungkus dengan fluks.


 Elektroda terbungkus ini banyak digunakan di bengkel - bengkel
disekeliling kita.
Tabel 2.1. Klasifikasi cara pengelasan

Tabel 2.2. Klasifikasi cara pemotongan

Proses terjadinya pengelasan, yaitu panas dihasilkan oleh busur listrik


yang keluar dari ujung kawat elektroda. Busur listrik ini mencairkan ujung kawat
elektroda serta logam benda kerja yang akan disambung. Logam cair dari
elektroda dan logam cair dari benda kerja bercampur menjadi satu, dan
selanjutnya suhu akan turun akhirnya logam cair membeku bersama dan
terjadilah penyambungan/pengelasan.
Terjadinya pengelasan dengan menggunakan elektroda terbungkus fluks
ditunjukkan pada sketsa Gambar 2.1. Bila arus listrik (Ampere) besar
menghasilkan butiran elektroda cair kecil - kecil, sebaliknya bila arus listrik
(Ampere) kecil butiran elektroda cair besar-besar seperti dilihat pada Gambar
2.2. Daya kemampuan pengelasan tinggi bila butiran elektroda cair halus, hal ini
disebabkan karena arusnya cukup besar. Komponen bahan fluks juga dapat
mempengaruhi daya mampu las.
Dalam proses mengelas, fluks ikut mencair dan menutupi logam cair serta
menghalangi terjadinya proses oksidasi (reaksi antara logam cair dan oksidasi
yang ada dalam udara) dan menghambat pendinginan yang terlalu cepat.
Pendinginan yang terlalu cepat akan merugikan terhadap sifat hasil pengelasan
yaitu terjadi kerapuhan/getas pada las. Ada juga sebagian bahan fluks yang
terbakar, berubah menjadi gas dengan fungsi yang sama yaitu melindungi logam
las cair terhadap proses oksidasi.
A. Fungsi Fluks
Fluks mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Memantapkan Busur Listrik

Adalah bila batang elektroda mengeluarkan busur listrik maka yang


mencair lebih dahulu adalah kawat logamnya sedang fluksnya masih
berbentuk corong dan bentuk corong inilah yang mengarahkan busur
listrik kebenda kerja hingga busur listrik menjadi mantap.

2. Sumber Terak dan Sumber Gas Pelindung

Adalah bahwa bahan fluks terdiri dari beberapa unsur. Sebagian unsur
bila terbakar menjadi terak yang melindungi lasan dan sebagian bila
terbakar menjadi gas yang melindungi lasan dari proses oksidasi.

3. Pengaturan Suhu

Adalah bahwa terak cair yang dihasilkan akan menutupi hasil lasan dan
hal ini akan menghambat pengaruh suhu sekitar, hingga pendinginannya
tidak terlalu cepat. Begitu juga gas panas yang dihasilkan dapat juga
melindungi hasil lasan serta sebagai pengatur suhu juga.

4. Sumber Unsur-Unsur Paduan

Adalah bahwa bahan fluks terdiri dari beberapa unsur, dan sebagian
adalah unsur logam paduan. Unsur logam paduan ini akan ikut mencair
pada saat pengelasan dan bersatu dengan cairan logam lasan.

B. Bahan Fluks
Fluks terdiri dari beberapa unsur antara lain :
 Oksida logam
 Karbonat
 Silikat
 Fluorida
 Zat organic
 Logam paduan dan serbuk besi.
Beberapa fluks yang sering dugunakan serta sifat-sifat umumnya dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Macam dan fungsi bahan fluks

C. Jenis Fluks
Terdapat beberapa jenis fluks yang telah diproduksi dengan kegunaan
yang berbeda-beda, antara lain :
1. Jenis Oksida Titan :
 Banyak mengandung TiO2 (oksida Titan).
 Busur listrik yang dihasilkan tidak terlalu kuat dan penetrasi
cairan logamnya dangkal
 Manik las halus
 Baik untuk pengelasan plat tipis.

2. Jenis Titania Kapur :


 Mengandung Titania (rutil) dan kapur.
 Mempunyai sifat seperti no 1.
 Sifat mekanik lebih baik.
 Baik untuk las posisi tegak dan posisi di atas kepala.

3. Jenis Ilmenit :
 Mengandung ilmenit atau FeTiO3.
 Busur listriknya kuat penetrasi cukup dalam
 Sifat meakanik cukup tinggi.
 Dapat digunakan untuk pengelasan plat tipis maupun tebal.

4. Jenis Hydrogen Rendah :


 Bahan utama kapur dan fluorat.
 Cukup kuat dan tak mudah retak.
 Butiran logam cair agak kasar.
 Baik untuk konstruksi dengan plat-plat tebal dan bejana tekan.

5. Jenis Selulosa :
 Mengandung zat organic kurang lebih 30%.
 Menghasilkan gas sebagai pelindung logam cair.
 Busur listriknya kuat dengan daya tembus dalam.
 Baik untuk las tegak.

6. Jenis Oksida Besi :


 Bahan utama oksida besi.
 Busur listriknya terpusat hingga penetrasinya dalam.
 Baik untuk pengelasan posisi sudut horizontal.

7. Jenis Serbuk Besi Oksida :


 Bahannya mengandung silikat dan serbuk besi 15% s/d 50%.
 Butiran logam cair berbentuk halus, baik untuk las posisi sudut
horizontal.

D. Busur Listrik dan Mesin Las


Tenaga listrik yang digunakan adalah listrik arus searah (DC) atau listrik
arus bolak-balik (AC). Tenaga listrik AC banyak digunakan, karena
harga mesin lasnya relatif murah, mudah digunakan, dan
perawatannya sederhana. Tenaga listrik DC mempunyai keunggulan
busurnya mantap, cocok untuk pengelasan pelat tipis.
Berdasarkan sistem pengatur arus yang digunakan, mesin las busur
listrik arus bolak-balik (AC) dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :
1. Jenis inti bergerak
2. Jenis kumparan bergerak
3. Jenis reactor jenuh
4. Jenis saklar

Gambar 2.3. Mesin las listrik AC.

5. Standarisasi & Lingkup Penggunaan Elektroda Terbungkus

Elektroda las terbungkus fluks, telah standarisasi sesuai dengan tujuan


penggunaanya :
 Di Jepang dengan menggunakan standar JIS (Japanese
Industrial Standard).
 Di Amerika menggunakan standar AWS (American Welding
Society) sebagai salah satu cabang standar ASTM (American
Standard for Testing Material).

Standarisasi ini didasarkan pada :


a. Jenis fluks
b. Posisi pengelasan
c. Besarnya arus las.

Standar ASTM maupun JIS mempunyai sumber ketentuan yang sama.


Lihat Tabel 2.4.
Elektroda terbungkus digunakan untuk mengelas antara lain : baja
lunak, baja kuat, baja tahan panas, baja tahan karat, besi cor, paduan
tembaga, paduan nikel dan untuk membuat lapisan keras.
Untuk lapisan keras digunakan elektroda terbungkus oksida titan atau
titania kapur, untuk membuat lapisan tahan terhadap
keausan/gesekan. Titania kapur juga mempunyai sifat tidak mudah
retak.
Elektroda las terbungkus pada umumnya untuk pengelasan dengan
menggunakan tangan (secara manual), tetapi dapat juga dengan cara
otomatis dengan tambahan alat peluncur.

Tabel 2.4. Spesifikasi elektroda terbungkus dari baja lunak (JIS Z 3211-1978).

2.3.2. Las Busur Dengan Pelindung Gas

Pengelasan las busur ini menggunakan gas sebagai pelindung busur listrik
dan pelindung logam cair. Pada saat pengelasan gas dihembuskan kedaerah
logam las yang sedang mencair, maksudnya untuk melindungi busur listrik dan
logam las cair dari pengaruh udara luar antara lain agar tidak terjadi oksidasi dan
tidak terjadi pendinginan yang terlalu cepat.
Jenis gas pelindung yang digunakan antara lain :
 Helium (He)
 Argon (Ar)
 Karbon dioksida (CO2)

Secara sendiri-sendiri atau campuran antara gas-gas tersebut.

A. Klasifikasi
Las busur gas dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Elektroda Tak
Terumpan dan Elektroda Terumpan.
1. Elektoda Terumpan :
Adalah pengelasan yang menggunakan kawat las yang ikut mencair
sebagai pengisi lasan, yang berarti bahwa pada saat pengelasan
kawat elektroda akan terumpan (termakan) ikut mencair dan
akhirnya akan habis. Kelompok pengelasan elektroda terumpan
dengan pelindung gas mulia dikenal dengan istilah las busur logam
gas mulia atau METAL INERT GAS arc Welding dan disingkat MIG-
WELDING.

2. Elektroda Tak Terumpan :


Adalah pengelasan yang menggunakan elektroda kawat wolfram
sebagai penghasil busur listrik tetapi kawat wolfram ini tidak ikut
mencair. Sedang kawat pengisinya disediakan tersendiri, atau tanpa
ada kawat pengisi. Prinsip pengelasan ini juga dikenal dengan istilah
las wolfram gas mulia atau TUNGSTEN INERT GAS arc Welding dan
disingkat TIG-WELDING.

Pada umumnya yang digunakan sebagai gas pelindung pengelasan adalah


campuran gas Argon (Ar) dan Karbn dioksida (CO2). Lihat Tabel.2.5.

B. Las Wolfram Gas Mulia (Las TIG/ TIG Welding)


Sistem pengelasan ini di Amerika dikenal sebagai Gas Tungsten Arc
Welding (GTAW). Gas pelindung yang digunakan adalah gas Argon. Untuk
mengelas pelat tipis tidak perlu menggunakan logam pengisi, berarti sisi-
sisi benda kerja yang akan dilas dicairkan bersama dan selanjutnya logam
cair menjadi satu, membeku dan akhirnya tersambung. Pengelasan dapat
dilaksanakan baik secara manual, maupun secara otomatis.
Pengumpanan logam pengisi dapat dilaksanakan secara bebas tergantung
tebal tipisnya plat atau benda kerja yang dilas.
Kualitas daerah lasan lebih baik, biaya operasi tinggi dan efesiensi rendah.
Biasanya sistem las ini digunakan untuk mengelas baja-baja kualitas
tinggi, baja tahan karat, dan baja tahan panas. Sumber tenaga listrik yang
digunakan adalah AC maupun DC, bila menggunakan sumber tenaga
listrik DC sambungan rangkaian listriknya ada dua cara, yaitu :
1. Sambungan dengan polaritas lurus (Straight Polarity) :
 Kutub positif dihubungkan dengan logam benda kerja.
 Kutub negatif dihubungkan dengan batang elekrtroda.
 Elektron bergerak dari elektroda las menumbuk logam benda kerja
dengan kecepatan tinggi.
 Penetrasinya dalam, suhu elektroda relatif tidak tinggi.

2. Sambungan dengan polaritas balik (Reverse Polarity) :


 Kutub positif disambungkan dengan batang elektroda.
 Kutub negatif dihubungkan dengan logam benda kerja.
 Pada saat pengelasan suhu elektroda las cukup tinggi. Dengan
penampang elektroda yang sama hanya dapat mengalirkan arus
sebesar 10% dari arus untuk hubungan polaritas lurus.
 Penetrasi terhadap logam benda kerja dangkal dan melebar.
 Pada saat pelaksanaan pengelasan terjadi ionisasi gas Argon (Ar+)
dan menumbuk logam benda kerja dan melepaskan lapisan oksida
yang ada dan ini merupakan aksi pembersih. Lihat Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Diagram rangkaian listrik dari mesin Las Listrik DC.

Gbr.2.5. Mesin Las TIG dengan tangan (manual).

Bila pengelasan menggunakan arus listrik AC hasil pengelasannya


merupakan gabungan antara hasil pengelasan dengan listrik DC
rangkaian polaritas lurus dan rangkaian polaritas balik.
Logam pengisi untuk pengelasan tak terumpan menggunakan logam
dengan komposisi yang sama dengan logam benda kerja.

Gambar 2.6. Mesin Las TIG semi-otomatis.


C. Las Busur Logam Gas Mulia (Las MIG)

Pengelasan ini di Amerika dikenal sebagai Gas Metal Arc Welding


(GMAW). Pada saat pengelasan batang elektroda disamping sebagai
penghasil busur listrik atau sebagai sumber panas juga bertindak sebagai
logam pengisi. Gas pelindung yang digunakan adalah gas Argon atau
Helium atau campurannya. Kadang-kadang ditambah O2 = 2% sampai
dengan 5% atau CO2 = 5% sampai dengan 20%.

Las MIG menguntungkan karena sifat-sifatnya yang baik antara lain :

a. Busur listrik sangat mantap, percikannya sedikit sehingga


memudahkan pengelasan.
b. Arus listrik dapat dinaikkan hingga pelaksanaan pengelasan dapat
dipercepat, dan menjadi efesien.
c. Terak yang terbentuk pada pengelasan ini cukup banyak.
d. Hasil pengelasan mempunyai sifat-sifat yang baik, tentang :
elastisitas, kekedapan udara dan tidak mudah retak.

Las MIG banyak digunakan untuk pengelasan baja kualitas tinggi, baja
tahan karat dan logam bukan baja.
Ujung elektroda las-MIG selalu runcing, hingga titik-titik logam cair
berbentuk halus dan pemindahannya berlangsung dengan cepat
seakan akan seperti disembur.
Bila menggunakan arus listrik searah (DC), rangkaiannya
menggunakan polaritas balik.
D. Las Busur Pelindung Gas CO2

Las ini merupakan las-MIG dengan menggunakan gas pelindung CO 2


dan campurannya. Gas CO 2 mempunyai sifat sebagai oksidator. Las ini
banyak digunakan untuk mengelas konstruksi baja.
Las ini banyak digunakan karena gas CO 2 lebih murah bila dibanding
dengan gas Argon.
Untuk menghindari terjadinya rongga atau kropos di dalam las-lasan
karena tebentuk gas CO yang terperangkap dalam logam cair lasan,
maka kawat elektroda las ditambah campuran Si dan Mn.
Logam cair pengelasan berbentuk bola-bola yang relatif besar dan
menghasilkan percikan-percikan.
Untuk dapat memantapkan busur listrik, gas pelindungnya perlu
ditambah gas Argon.
Bila gas pelindungnya ditambah O2 kecepatan pencairan logam lasan
meningkat dan kedalaman penetrasi bertambah. Sistem pengelasan
ini banyak digunakan karena operasinya cukup sederhana dan
efesiensinya tinggi. Pengelasan ini menggunakan hubungan polaritas
balik dengan arus rendah.

E. Las Busur Hubung Singkat

Las busur hubungan singkat merupakan las busur dengan pelindung


gas CO2 dengan arus yang sangat rendah sehingga pemindahan
butiran logam cair dari elektroda ke logam benda kerja terjadi dengan
hubungan singkat. Lihat Gambar 2.7

Gambar 2.7.Hubungan antara fenomena pemindahan dengan Gelombang arus


dan tegangan.
Oleh karena terjadi hubungan singkat yang berulang-ulang secara
teratur selama proses pengelasan, maka tegangan dan besarnya arus
terjadi sesuatu gelombang fluktuasi.
Diameter elektroda yang digunakan pada umumnya 0,8 mm sampai
dengan 1,2 mm. Gas pelindung yang digunakan adalah campuran CO 2 -
Argon atau CO2 saja. Makin tinggi frekwensi hubungan singkat yang
terjadi makin mudah penggunaanya.
Faktor yang dapat mempengaruhi frekwensi hubungan singkat
adalah :
 Bahan kawat las
 Diameter kawat elektroda
 Arus pengelasan dan
 Jenis gas pelindung

F. Las Busur Pelindung Gas CO2 Dengan Kawat Las Berisi Fluks

Prinsip sistem pengelasan ini seperti las busur CO 2 tetapi bedanya


menggunakan kawat elektroda yang berisi fluks. Lihat Gbr.2.8.
Fungsi fluks disini adalah :
 Pembentuk terak
 Pemantap busur listrik dan
 Untuk deoksidator.

Berat fluks kurang lebih 10% sampai dengan 30% dari berat kawat las.
Pengelasan ini berdasarkan diameter kawat las yang terbagi menjadi
dua kelompok :
1. Diameter besar (2,4 mm sampai dengan 3,2 mm)
2. Diameter kecil (1,2 mm sampai dengan 2,4 mm)
Kawat las dengan diameter besar berisi zat pemantap busur listrik,
sehingga dapat menggunakan arus AC.
Kawat las dengan diameter kecil hanya dapat menggunakan arus DC
dengan tegangan tetap.

Gambar 2.8. Penampang kawat elektroda berisi fluks.

G. Las Busur Tanpa Gas Pelindung

Las ini cara penggunaanya sama seperti las busur gas tetapi tanpa
menggunakan pelindung gas. Las ini dapat dioperasikan secara
otomatis atau semi otomatis.
Las ini menggunakan elektroda yang berisi fluks. Gbr.2.8.

Hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian :


1. Las ini tanpa gas pelindung.
2. Pengelasan dengan sistem ini mempunyai efesiensi yang tinggi.
3. Pengelasan ini dapat menggunakan arus AC.
4. Dengan pengelasan sistem ini dapat menghasilkan gas yang cukup
banyak.
5. Kualitas hasil lasannya lebih rendah bila dibanding dengan hasil
lasan sistem lain.

Pengelasan ini mempunyai fluks yang mempunyai sifat :


1. Menghasilkan gas dan terak.
2. Bersifat deoksidator dan denitrator.
3. Memantapkan busur listrik.
Setelah selesai pengelasan dan diadakan analisa terhadap hasil lasan
maka diperoleh hasil dalam % sebagai berikut :
C = 0,08%
Mn = 1,03%
S = 0,004%
Si = 0,10%
P = 0,009%
Al = 1,02%.

Kualitas las ditentukan oleh kualitas pelindung kawat las, deoksidator


atau denitrator. Bila menggunakan sumber tenaga listrik DC maka
busur listriknya dalam keadaan konstan.
Dengan menggunakan sumber tenaga listrik AC, dengan langkah-
langkah penyempurnaan dapat menghasilkan mutu las-lasan yang
makin meningkat dan akhirnya saat ini banyak digunakan.

2.3.3. Las Busur Rendam


Sistem pengelasan dengan prinsip ini di Amerika disebut Submerged Arc
Welding (SAW).
A. Prinsip Kerja :
Pengelasan ini menggunakan fluks yang berbentuk butiran seperti pasir
dengan cara dialirkan secara terus menerus pada daerah pengelasan.
Kawat elektroda digunakan sebagai bahan pengisi las-lasan.
Busur listrik maupun logam cair las-lasan terendam di dalam
butiran/pasir fluks.
Hal-hal penting tentang las busur rendam yang perlu mendapat perhatian
adalah :
1. Hasil lasan sangat baik disebabkan antara lain, logam las-lasan
yang sedang mencair hampir secara penuh tidak terpengaruh oleh
atmosfer, yang berarti tidak terjadi oksidasi. Pendinginan logam lasan
dapat terlaksana dengan cara lambat hingga tidak terjadi tegangan
sisa maupun kerapuhan dan akhirnya mutu lasan sangat baik.
2. Dapat digunakan kawat las diameter besar, selanjutnya dapat
menggunakan arus yang besar, akibatnya penetrasi pengelasan
menjadi dalam dan efesiensi pengelasan menjadi tinggi.
3. Kampuh las dapat dibuat kecil dan ini dapat menghemat bahan las,
menghemat tenaga listrik, menghemat waktu dan lain-lain yang
akhirnya menghemat biaya.
4. Proses pengelasannya dilaksanakan dengan cara otomatis.
5. Busur listrik tidak kelihatan, jadi penyetelan pengelasan awal harus
tepat.
6. Sistem pengelasan ini hanya dapat melaksanakan pengelasan las
horizontal, karena pada tempat yang tidak horizontal atau rata
butiran fluks akan mengalir kebawah.
7. Kelemahan sistem pengelasan ini adalah, hanya dapat digunakan
untuk pengelasan pekerjaan tertentu saja.

Pengelasan ini dapat juga menggunakan arus DC dan dilaksanakan


dengan hubungan polaritas balik.

Sketsa pengelasan busur rendam ditunjukkan pada Gambar 2.9 dan


Gambar 2.10. sebagai berikut.

Gamabr 2.9. Sketsa Pengelasan Busur Rendam.

Gambar 2.10. Skema Pengelasan busur rendam (tiga dimensi).


B. Jenis Kawat Las Untuk Las Busur Rendam

Pada prinsipnya yang diperhatikan untuk kawat las adalah kandungan : C,


Si dan Mn.
Jenis kawat las dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi menurut kandungan
Mn : Tabel 2.5.
1. Kelompok Mn rendah :
Mn = 0,2% sampai dengan 0,8% dan biasanya digabung dengan fluks
jenis ikatan.
2. Kelompok Mn sedang :
Mn = 0,8% sampai dengan 1,8% dan biasanya digabung dengan fluks
jenis leburan.
3. Kelompok Mn tinggi :
Mn = 1,8% sampai dengan 2,2% dan biasanya digabung dengan fluks
jenis leburan, Kelompok kawat las ini adapat untuk pengelasan
tumpul, pengelasam sudut dan pengelasan untuk melapis
benda kerja.
Pada umumnya yang banyak digunakan adalah kawat dengan
diameter 4,0 sampai dengan 6,4 mm.

C. Jenis Fluks Untuk Las Busur Rendam

Ada dua jenis fluks, yaitu :


1. Fluks Jenis Leburan
2. Fluks Jenis Ikatan

Fluks Jenis Leburan :

Adalah fluks yang tidak mengandung unsur paduan logam yang dapat
masuk bersatu dengan logam lasan cair.
Fluks Jenis Ikatan

Adalah fluks yang mengandung unsur paduan logam yang dapat masuk
bersatu dengan logam lasan cair.

Jenis fluks serta simbolnya :


1. G - 50, Y - 40 :
Merupakan fluks jenis leburan, banyak mengandung MnO,
mempunyai sifat mampu las yang tinggi dan tidak mudah karatan.
2. MF - 38 :
Merupakan fluks jenis leburan, hasil pengelasannya baik.
3. YF - 15 :
Merupakan fluks jenis leburan, sangat baik untuk pengelasan
konstruksi berat.
4. PFH - 45 :
Merupakan fluks jenis ikatan, memiliki sifat mekanik yang baik dan
biasanya untuk pengelasan konstruksi kapal.

2.4. Pengelasan Dengan Gas

Prinsip kerja sistem pengelasan ini adalah, logam benda kerja maupun
logam pengisi dicairkan dengan nyala api yang berasal dari gas yang dibakar. Gas
yang biasa digunakan adalah, asetilan, propan atau hydrogen. Bengkel-bengkel
kecil biasanya menggunakan gas asetilen dan biasa dikenal dengan pengelasan
oksi asetilen atau las karbit.
Sistem pengelasan ini tidak memerlukan tenaga listrik, dan biasanya
digunakan dilapangan yang tidak tersedia sumber tenaga listrik.
2.4.1. Nyala Api Oksi-asetilaen

Mesin las oksi-asetilen, mempunyai arti bahwa mesin las ini


menggunakan nyala api hasil pembakaran gabungan antara oksigen murni
dengan gas asetilen. Nyala api yang terjadi dipergunakan untuk mencairkan
logam benda kerja maupun logam pengisi.

Oksigen (O2) murni diperoleh dari proses elektrolisa atau proses


pencairan udara, sedang gas asetilen (C2H2) diperoleh dari reaksi antara kalsium
karbida (CaC2) dengan air. Kalsium karbida secara umum disebut karbit, reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :

CaC2 + H2O  Ca(OH)2 + C2H2

Nyala api las oksi-asetilen dapat dibedakan menjadi tiga kondisi


tergantung pada perbandingan antara jumlah oksigen dan jumlah asetilen yang
dibakar.
a. Nyala Karburasi (Reduksi) :

Bila dalam pembakaran ini jumlah asetilen yang dikeluarkan lebih banyak.

b. Nyala Netral :

Bila dalam pembakaran ini jumlah asetilen dan jumlah oksigen


berimbang.

c. Nyala Oksidasi :

Bila dalam pembakaran ini jumlah oksigen lebih banyak.

Kondisi nyala (a) dan (c) dapat mempengaruhi dan mengubah komposisi
logam cair benda kerja maupun logam pengisi. Dianjurkan pada
pengelasan menggunakan kondisi (b). Lihat Gambar 2.11. dan Gambar
2.12 di bawah.
Gambar 2.12. Nyala netral dan suhu yang dapat dicapai pada ujung pembakar.

2.4.2. Komponen Mesin Las Oksi-Asetilen

Komponen utama mesin las oksi-asetilen adalah :

a. Dua botol/bejana gas yang digunakan untuk menyimpan


gas, satu botol untuk oksigen dan satu botol untuk gas asetilen. Biasanya
pada botol-botol gas tersebut dilengkapi dengan manometer untuk
mengetahui tekanan gas dalam botol. Gas asetilen maupun oksigen
disimpan di dalam botol baja dengan tekanan sampai 15 kg/cm 3.

b. Alat pencampur oksigen dengan gas asetilen menjadi satu


kesatuan dengan alat pembakar (brander). Dan di dalam alat pencampur
ini terdapat dua katup pengatur, yaitu untuk mengatur komposisi volume
antara oksigen dan gas asetilen untuk memperoleh kondisi nyala yang
dikehendaki. Lihat Gambar 2.13, Gambar 2.14, dan Gambar 2.15.

Gambar 2.13. Sistem pencampur injector.

Gambar 2.14. Bermacam-macam bentuk ukuran badan pembakar.

Gambar 2.15. Skema pembakar las oksi-asetilen.

c. Dua slang penghubung antara botol dan alat pembakar


untuk menyalurkan oksigen dan gas asetilen dari botol penyimpanannya

Di bawah ini ditunjukkan skema mesin las oksi-asetilen dan komponen


utamanya, Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Skema mesin las oksi-asetilen beserta komponen utamanya


2.4.3. Penggunaan Fluks Dalam Pengelasan Oksi-Asetilen

Pengelasan oksi-asetilen pada umumnya tidak menggunakan fluks bila


yang dilas adalah baja lunak atau baja karbon rendah. Dengan tujuan agar di
dalam pengelasan ini tidak terjadi oksidasi serta untuk memperbaiki sifat logam
las maka digunakan fluks. Sebagai contoh bila untuk mengelas : besi cor abu-
abu, perunggu maupun kuningan. Lihat Tabel 2.5. di bawah.

2.5. Pengelasan Dengan Sistem Lain

2.5.1. Las Listrik Terak (Electrosing Welding – ESW)

Pada sistem pengelasan ini, untuk mencairkan logam lasan menggunakan


panas yang dihasilkan oleh tahanan listrik pada terak cair. Kawat elektroda
diumpankan secara terus menerus kedalam terak yang mencair. Jumlah kawat
elektroda yang digunakan bisa satu kawat atau lebih. Sistem las ini terutama
digunakan untuk pengelasan plat tebal dengan ketebalan sampai dengan 300
mm atau lebih.
Untuk menjaga agar terak dan logam cair tidak mengalir keluar, ditambah
peralatan sepatu tembaga yang dipasang kiri kanan dan didinginkan dengan air.
Sepatu tersebut dipasang secara tetap atau dapat digeser-geser. Elektroda dapat
berupa pipa dengan dilapisi fluks, sehingga dapat menambah jumlah terak.
Skema las listrik terak dapat dilihat pada Gambar 2.17. dan Gambar 2.18.

Gambar 2.17 Skema las listrik Terak

Gambar 2.18 Las listrik terak pipa terumpan.

2.5.2. Las Listrik Gas


Prinsip kerja sistem las ini sama seperti sistem 2.5.1. tetapi fungsi terak
diganti dengan gas CO2 yang dihembuskan lewat sepatu-sepatu tembaga. Plat
yang dapat dilas dengan sistem ini sampai dengan ketebalan 30 mm. Jarak
kampuh dapat dipersempit hingga pengelasan dapat dipercepat.
Dapat mengelas dua plat yang ketebalannya berbeda dan dapat untuk
mengelas plat-plat yang lebih tipis.

2.5.3. Las Tahanan Listrik (Resistans Welding)

Sistem pengelasan ini menggunakan panas yang ditimbulkan dari tahanan


listrik dari dua plat yang akan disambung. Pemanasan ini tidak sampai
menyebabkan dua benda kerja mencair tetapi hanya menjadi lumer saja.
Sistem pengelasan ini ada dua macam yaitu :
a. Las tumpang
b. Las tumpul.

Tegangan listrik untuk pengelasan ini rendah yaitu antara 4 s/d 12 volt,
sedang daya yang diperlukan antara 50 sampai dengan 60 MVA/m 2. Waktu yang
diperlukan untuk penekanan kurang lebih 10 detik dan gaya yang diperlukan
untuk penekanan antara 30 sampai dengan 55 Mpa. Hampir semua jenis logam
dapat dilas dengan cara ini, kecuali :
 Timah putih
 Seng dan
 Timah hitam

A. Las Titik (Resistance Spot Welding - RSW)


Las titik adalah cara pengelasan dengan tahanan listrik untuk
menyambung dua lembaran plat logam dengan dijepit antara dua
elektroda logam. Panas yang timbul disebabkan oleh tahanan listrik untuk
melumerkan permukaan dua benda kerja pada sisi yang bersinggungan,
dan akhirnya dapat tersambung dengan cara ditekan dengan gaya
tertentu.

Pada proses pengelasan ini terjadi siklus pengelasan sebagai berikut :

1. Waktu Tekan
Adalah tenggang waktu sejak benda kerja ditekan oleh elektroda
sampai arus listrik dialirkan.
2. Waktu Pengelasan
Adalah waktu sejak dialirkan arus listrik sampai dengan dihentikan
arus listrik. Pada saat ini suhu naik dan melumerkan benda kerja dan
selanjutnya akan terjadi pengelasan.
3. Waktu Tenggang
Adalah waktu sejak penghentian arus listrik hingga tekanan
ditiadakan, dimaksudkan agar mutu sambungannya menjadi lebih
baik.

Untuk memperoleh hasil pengelasan yang baik, permukaan bagian benda


kerja yang akan dilas harus bersih dan bebas karat.
Dalam pelaksanaan pengelasan ini terdapat lima tempat yang timbul
panas yaitu :
a. Diantara dua lembaran logam benda kerja
b. Diantara elektroda dan benda kerja (dua tempat) dan
c. Pada logam benda kerja masing-masing.

Diantara elektroda dan benda kerja harus tidak terjadi pengelasan, oleh
karena itu elektroda harus didinginkan dengan air.
Bila tebal plat benda kerja berbeda maka untuk memperoleh manik las
yang baik maka diameter elektroda yang menempel pada plat yang tipis
harus lebih kecil dibandingkan dengan diameter elektroda yang
menempel pada plat yang tebal.
Daya untuk penekanan yang diperlukan dapat diperoleh dengan tangan,
secara pneumatic maupun hidrolik. Skema mesin las titik dapat dilihat
pada Gambar 2.19 dan Gambar 2.20 di bawah ini.

Gambar 2.19. Skema mesin las titik


Gambar 2.20. Distribusi suhu pada las titik

B. Las Proyeksi (Projection Welding)

Dalam sistem pengelasan ini benda kerja yang akan dilas dipons lebih
dahulu hingga timbul sembulan-sembulan atau tonjolan-tonjolan yang
juga disebut proyeksi.
Diameter tonjolan dimaksud mempunyai ukuran sama dengan tebal plat
benda kerja.
Tinggi tonjolan kurang lebih sebesar 60% dari tebal plat.
Pelaksanaan pengelasan mirip dengan pelaksanaan las titik.
Pengelasan dengan sistem ini hasilnya akan lebih baik. Lihat Gambar 2.21.

Gambar 2.21. Pengelasan proyeksi

C. Las Resistensi Kampuh / Tumpang (Seam Welding)

Sistem las kampuh ini prinsipnya seperti las titik, hanya perbedaannya
pada elektroda yang berbentuk roda.
Hasil lasannya, antara manik las yang satu dengan manik las yang lain
mempunyai jarak. Tetapi dapat juga anatara manik las yang satu dengan
manik las yang lain saling bertindihan (over laping).
Dalam pelaksanaan pengelasan, arus listriknya secara berselang, tidak
secara terus-menerus. Lihat Gamabr 2.22 di bawah.

Gambar 2.22. Las resistensi tumpang


D. Las tumpul (Flash Welding)

Sistem pengelasan dengan las tumpul ini pada prinsipnya adalah untuk
menyambung dua batang logam benda kerja atau pipa yang mempunyai
penampang sama. Arus listrik dialirkan dari kedua batang logam
dimaksud dengan tegangan rendah dan arus tinggi.
Pada permukaan dua batang logam benda kerja yang bertemu tadi terjadi
panas karena tahanan listrik. Panas yang timbul tersebut tidak sampai
mencairkan logam tetapi hanya melumerkan saja.

Gambar 2.23. Skema pengelasan tumpul

Gambar 2.34. Pengelasan resistensi tumpul untuk tabung

Setelah logam tersebut lumer selanjutnya diberi tekanan yang cukup


besar hingga terjadi pengelasan. Segera setelah itu arus listrik diputuskan.
Tekanan pengelasan ini berkisar antara 15 s/d 55 Mpa, sedang
penampang yang dapat dilas sampai penampang 450 cm2.
Sistem pengelasan ini juga dapat untuk membuat pipa dengan bahan
baku plat seperti pada gambar contoh. Lihat Gamabr 2.24.

2.5.4. Pematrian (Soldering)

Pematrian adalah sistem penyambungan dua bagian logam benda kerja,


tetapi benda kerja tersebut tidak mencair ataupun melumer. Penyambungan
terlaksana dengan cara mengisi celah antara dua bagian logam benda kerja
tersebut dengan logam pengisi yang cair.
Titik cair logam pengisi lebih rendah dari titik cair logam induk, logam
pengisi ini kita namakan logam patri.
Ada dua kelompok patri, yaitu :
a. Patri lunak atau solder bila titik cair logam pengisi  450 C.
b. Patri keras atau brazing bila titik cair logam pengisi > 450 C.

Agar sambungan dua bagian yang dipatri tersebut kuat maka celah antara
dua benda kerja diusahakan sekecil/sesempit mungkin 0,06 sampai dengan 0,6
mm. Suhu logam pengisi dibuat setinggi mungkin agar mencair dengan
sempurna dan dapat mengisi celah antara secara sempurna pula.

Contoh logam patri lunak (solder) :


 Paduan Pb-Sn (timbal - timah)
 Bi-Sn-Pb (bismut - timah - timbal)

Contoh logam patri keras (brazing) :


 Paduan Ag-Cu (perak - tembaga)
 Kuningan, tembaga (CuZn - Cu)

Berdasarkan energi pemanasan yang digunakan pematrian dapat dibagi


menjadi :
a. Patri Busur, bila pemanasan logam pengisi menggunakan busur
listrik elektroda karbon atau wolfram.
b. Patri Gas, bila pemanasan logam pengisi menggunakan nyala api
gas.
c. Patri Solder, bila pemanasan logam pengisi menggunakan solder
besi atau tembaga yang dipanaskan.
d. Patri Tanur, bila pemanasan logam pengisi menggunakan tanur
(tungku pencair logam).
e. Patri Induksi, bila pemanasan logam pengisi menggunakan induksi
listrik frekuensi tinggi.
f. Patri Resistensi, bila pemanasan logam pengisi menggunakan
panas yang dihasilkan dengan tahanan listrik.
g. Patri Celup, bila bagian-bagian logam yang akan disambung
dicelupkan kedalam logam patri cair.

Beberapa keuntungan sambungan solder dan brazing bila dibanding


dengah metode penyambungan yang lain :
a. Suhu rendah : karena benda kerja tidak perlu mencair, jadi hanya
memerlukan pemanasan dengan suhu rendah saja.
b. Sambungan bersifat permanen atau sementara :
Karena benda kerja tidak rusak, bagian-bagian benda kerja dapat dilepas
dengan pemanasan sederhana, dan dapat digunakan lagi. Sebagai contoh
adalah sambungan instalasi listrik untuk sepatu kabel (kabel schoon).
c. Dapat menyambung dua benda kerja dengan material yang tidak
sama.
Sangat mudah untuk menyambung dua benda kerja yang berbeda,
misalnya : tembaga-baja, aluminium-kuningan, besi cor-stainless steel.
Atau juga antara logam dengan non logam atau non logam dengan non
logam. Contohnya keramik dengan baja.
d. Proses penyambungan dapat dilaksanakan dengan cepat.
e. Bagian-bagian material dengan ukuran tebal yang berbeda dapat
disambung dengan mudah.
f. Mudah untuk meluruskan sambungan yang bengkok dengan
memanasi sambungan.
2.5.5. Las Sinar Electron (Elektron Beam Welding - EBW)

Las sinar electron merupakan teknik pengelasan yang baru, disamping


juga ada las busur plasma dan las laser. Las sinar electron digunakan untuk
pengelasan logam aktif, logam dengan titik cair tinggi dan pengelasan dua logam
yang berlainan.
Prinsip pengelasan ini menggunakan electron kecepatan tinggi yang
ditumbukkan kepada logam benda kerja di dalam ruang hampa. Elektron
kecepatan tinggi diperoleh dari electron termal yang dipancarkan oleh filamen
wolfram dan dipanaskan dalam ruang hampa udara dengan tekanan sekitar 10 -5
mm Hg dan selanjutnya dipercepat dengan tegangan listrik yang tinggi. Lihat
Gamabr 2.25. Disamping itu sinar electron ini difokuskan dengan lensa
elektromagnetis hingga dapat menumbuk suatu titik pada benda kerja dengan
diameter sangat kecil, hanya beberapa micron.
Sistem pengelasan ini menghasilkan las dengan penetrasi yang dalam,
hingga dapat untuk mengelas plat-plat yang tebal dan dapat juga untuk
mengelas logam dengan titik cair dan logam aktif, karena dilakukan dalam
ruangan hampa udara. Logam aktif adalah logam bila mancair mudah teroksidasi
di dalam udara.

2.5.6. Las Gesek (Las Lantak)

Las gesek ini digunakan untuk penyambungan antara dua batang logam
dengan bentuk penampang yang sama. Baik berbentuk segi empat, lingkaran
atau pipa. Panas yang timbul dihasilkan oleh gesekan karena perputaran logam
benda kerja yang satu terhadap lainnya dengan pengaruh tekanan axial. Kedua
permukaan yang bergesek menjadi panas dengan suhu mendekati titik cair
hingga ujung batang logam yang bergesek menjadi lumer atau plastis. Pada saat
ini gesekan dihentikan, segera setelah gesekan dihentikan logam benda kerja
ditekan kearah axial, dan terjadilah sambungan lantak.
Sebagai contoh dalam praktek batang baja karbon dengan diameter 25
mm, perlu putaran 1500 rpm dengan tekanan axial 10 Mpa. Batang baja tahan
katrat diameter 25 mm, perlu putaran 3000 rpm dan tekanan axial 85 Mpa.
Gambar 2.25. Skema Las Sinar Elektron

Gamabr 2.26. Proses pengelasan gesek

2.5.7. Las Thermit (Thermit Welding)

Sistem pengelasan ini sumber panasnya menggunakan panas yang


dihasilkan oleh reaksi kimia eksotermis. Thermit adalah campuran serbuk
aluminium dengan oksida besi dengan perbandingan berat 1 : 3. Aluminium
mempunyai afinitas yang besar terhadap oksigen. Perlu serbuk khusus untuk
menyalakan api, dan thermit baru menyala pada suhu 1500 oC. Reaksi kimia
terjadi dalam waktu 30 detik dan menghasilkan suhu 2500 oC.

8 Al + 3 Fe3O4  9 Fe + 4 Al2O3 + kalor

Hasil reaksi adalah besi murni dan oksida aluminium yang mengambang.
Reaksi ini terjadi didalam tempat yang namanya krusibel (crucible). Disekitar
logam benda kerja yang akan disambung terdapat cetakan dari lilin dan saluran
masuk dan diluar cetakan ini ada cetakan dari pasir silica dan lempung (seperti
cetakan pengecoran).
Hasil reaksi kimia yang menghasilkan suhu sampai 2500 C berfungsi
untuk mencairkan lilin, mengeringkan cetakan dan memijarkan dan mencairkan
ujung sambungan. Karena suhu besi cair hasil reaksi kimia dua kali suhu cair baja
benda kerja, maka begitu besi cair ini dialirkan ke ujung sambungan segera
mencair dan membentuk sambungan.

Gambar 2.27. Skema proses pengelasan thermit.

Sambungan seperti ini sangat baik hasilnya, sebab pembekuannya mulai


dari dalam keluar dan udara tidak masuk kecetakan. Las ini dapat digunakan
untuk benda kerja berbagai bentuk dengan ukuran besar dan sulit dikerjakan
dengan cara pengelasan lain.

2.5.8. Las Tuang

Sistem pengelasan ini menggunakan logam pengisi cair yang dituangkan


kepermukaan logam yang akan disambung. Biasanya untuk menyambung logam
bukan besi dengan ukuran yang tebal. Logam pengisi mempunyai komposisi
yang sama dengan logam induk. Mula-mula daerah pengelasan dibersihkan dan
dipanaskan. Logam pengisi cair dituangkan diantara ujung benda kerja perlahan-
lahan. Permukaan logam pengisi lebih tinggi dari permukaan benda kerja agar
hasilnya baik.

2.5.9. Las Dingin


Pengelasan system ini terjadi pada suhu kamar dibawah pengaruh
tekanan. Biasanya untuk penyambungan : aluminium, timah, nikel, seng dan
monel. Sambungan terjadi dengan cara logam ditekan pada permukaan yang
sempit hingga terjadi bersatunya serat-serat logam kedua benda kerja yang
disambung. Beban tekanan dapat dilaksanakan dengan perlahan-lahan atau
dengan tumbukan.
Sebagai contoh tekanan untuk aluminium sebesar 240 Mpa. Lihat
Gbr.2.28.

Gbr.2.28. Fotomakro sambungan las aluminium, kelihatan garis-garis alir.

2.5.10. Las Ultrasonic (Ultrasonic Welding - USW).


Pengelasan ini adalah proses penyambungan untuk logam sejenis
maupun berlainan. Bentuk sambungan adalah bentuk sambungan tindih. Lihat
Gbr.2.29.
Benda kerja yang ditempelkan sejajar digesekkan dengan energi getaran
frekwensi tinggi. Getaran/gesekan yang terjadi akan melepaskan lapisan oksida
yang ada pada kedua permukaan benda kerja. Dan selanjutnya terjadi kontak
antara kedua logam benda kerja dan terbentuklah manik las. Pengelasan ini
tidak memerlukan pemanasan dari luar. Dan pada saat pengelasan, hanya terjadi
kenaikan suhu yang sangat kecil. Sebelum melaksanakan pengelasan, perlu
diatur gaya jepit dan durasi waktu pengelasan. Sistem ini digunakan untuk
penyambungan plat tipis atau kawat halus, dan hanya memerlukan energi
beberapa watt. Sedang benda kerja yang tebal memerlukan energi ratusan watt
dan tekanan ratusan Newton.
Durasi waktu yang diperlukan untuk pengelasan  1 detik.
Ketebalan plat yang dapat dilas dengan system ini maksimal 3 mm.
Banyak digunakan dalam industri listrik dan elektronik. Induatri pengemasan,
industri penerbangan, komponen pesawat ruang angkasa dan komponen
reactor nuklir.

Gbr. 2.29. Skema Las Ultrasonik.

2.6. Pelapisan Keras Pada Permukaan (Hard Facing).


Pelapisan keras adalah proses untuk memperoleh sifat dan dimensi yang
diinginkan pada permukaan benda kerja yang telah aus dan bersifat
lunak.
Pelapisan keras ini menggunakan gas atau busur las untuk membentuk
suatu lapisan logam keras yang menjadi satu kesatuan dengan
permukaan benda kerja.
Pelapisan keras membuat permukaan bersifat tahan keausan yang tinggi.
Ada beberapa teknik untuk pelapisan keras ini :
Pelapisan keras dengan cara pengelasan fusi (pengelasan lumer).
Tanpa bahan tambahan, tetapi permukaan logam benda kerja diubah
sifatnya dengan perlakuan panas (heat treatment).
Sifat-sifat logam benda kerja yang dihasilkan adalah kekerasan (hardness),
tahan terhadap abrasi, tahan terhadap beban kejut.
Pada umumnya material pelapisan keras menggunakan logam dasar besi,
nikel, tembaga atau kobalt. Biasanya ditambah dengan unsur karbon,
chromium, manggan, nitrogen, silica, titanium dan vanadium dan
selanjutnya akan membentuk karbida.
Material pelapisan keras tersedia dalam bentuk batang untuk pengelasan
oksi-asetilen, elektroda untuk las busur dan elektroda terbungkus fluks.

2.6.1. Proses Las Pelapisan Keras


A. Pengelasan Gas
Proses pelapisan keras ini menggunakan pengelasan gas. Dengan
pengelasan gas memungkinkan terjadi pelapisan pada permukaan benda
kerja dengan logam pengisi cair.
Metoda ini disebut sebagai penyepuhan atau sweating.

Lihat Gbr.2.30.

Dengan nyala oksi-asetilen dapat mengeraskan permukaan benda kerja


dengan lapisan logam keras.

Gbr.2.30. Salah satu contoh pelaksanaan pelapisan keras.

Bahan logam untuk mengeraskan permukaan antara lain :


 High speed steel.
 Baja mangan austenik.
 Besi chrom tinggi austenik.
 Logam dasar cobalt.
 Logam paduan dasar tembaga.
 Logam boron-chrom-nickel.
 Tungsten karbida.
Sebagai logam pelapis, logam paduan dengan mudah dapat menyebar ke
sudut maupun tepi benda kerja tanpa ada pemanasan lebih atau
membentuk lapisan yang terlalu tebal. Pelapisan logam ini dapat
dikendalikan dengan baik.
Gambar 2.31. menunjukkan salah satu cara untuk pelapisan keras. Bila
benda kerjanya besi cor, menggunakan nyala api oksi-asetilen yang
bersifat karburasi. Dalam pelaksanaan pelapisan perlu diadakan
pemanasan awal, pemanasan kemudian dan pendinginan perlahan-lahan.

Gbr.2.31. Cara pelapisan keras.

B. Pengelasan Busur Listrik


Pelapisan keras dengan busur listrik, dapat dilaksanakan dengan
menggunakan antara lain, elektroda terbungkus, las-MIG, las-TIG, las
busur rendam, las busur plasma atau proses pengelasan yang lain.
Teknik pengelasan yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan
untuk las penyambungan.
Pelapisan keras dengan busur listrik banyak keuntungannya, termasuk
pelaksanaan yang cepat, operasinya fleksibel dan caranya mudah.
Pelapisan keras dapat digunakan pada beberapa macam logam, termasuk
baja karbon rendah dan menengah, stainless steel, baja manggan, baja
kecepatan tinggi, paduan nikel, besi cor putih, besi tempa, besi cor abu-
abu, perunggu, bronz dan tembaga.
2.6.2. Elektroda Pelapisan Keras
Material elektroda pelapisan keras, dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok :
a. Tahan terhadap pengikisan (abrasi) yang kuat.
b. Tahan terhadap beban kejut dan pengikisan ringan.
c. Tahan terhadap beban kejut kuat dan pengikisan setengah kuat.
Untuk kelompok (a) menggunakan elektroda dengan komposisi :
Tungsten karbida dan chrom, elektroda dengan sedikit kristal tungsten
karbida yang ditanam pada baja paduan, serta chromium karbida (tahan
terhadap korosi). Lihat Gbr.2.32.

Gbr.2.32. Peralatan pertanian dengan lapisan keras untuk meningkatkan


umur pakai.

Untuk kelompok (b), menggunakan baja karbon tinggi, misalkan untuk


roda gigi, mata pisau penggaruk tanah (scraper blade) alat-alat berat.
Untuk kelompok (c), gunakan untuk pelapisan keras pada bagian mesin
pemecah batu, batang penghubung, pin jurnal poros engkol. Lihat
Gbr.2.33. dan Gbr.2.34.

Gbr.2.33. Bagian alat-alat berat tahan terhadap kejutan dan abrasi (kikisan).

Gbr.2.34. Pin jurnal poros engkol yang perlu dikeraskan.

2.6.3. Penyemprotan Termal (Thermal Spraying - THSP).


Penyemprotan termal adalah proses penyemprotan logam cair pada
permukaan benda kerja untuk membentik lapisan logam murni atau
logam paduan yang telah dicairkan.
Pencairan logam tersebut dilaksanakan dengan nyala api atau busur
listrik. Sedang penyemprotannya dikabutkan dengan hembusan udara
bertekanan.
Hasil semprotannya akan membentuk lapisan logam yang padu dengan
sempurna. Hal ini disebabkan cairan logam tersebut disemprotkan
bersama udara tekan, bararti juga bahwa logam benda kerja yang
disemprot tidak terlalu panas.
Penyemprotan termal ini juga dikenal sebagai pelapisan logam dingin
a. Peralatan penyemprotan termal..
Peralatan penyemprotan termal antara lain terdiri dari : kompresor
udara, alat pengendali udara, flow meter udara, peralatan untuk gas
oksi-asetilen atau busur listrik, peralatan sambungan. Lihat Gbr.2.35.
Untuk penyemprotannya mneggunakan pistol semprot (spraying gun)
dan terdapat tiga macam tipe yaitu, pistol tipe kawat (wire-type gun),
pistol tipe tepung (powder-type gun), dan pistol tipe crusibel
(crucible-type gun).

Gbr.2.35. Instalasi lengkap penyemprotan termal.

b. Pistol kawat (wire gun)


Pistol kawat menggunakan logam berbentuk kawat, dengan ukuran
kawat berdiameter 4,8 mm. Pistol ini dapat menyemprotkan logam
antara 2 kg s/d 6 kg tiap jam.
Pistol penyalaan terdiri dari :
1. Nozzle pembakar gas-oxy dengan lubang ditengah untuk
jalannya kawat.
2. Turbin putaran tinggi sebagai penggerak penghantar kawat
dengan kecepatan yang tepat.
3. Penutup udara untuk nozzle.
Biasanya menggunakan bahan bakar gas oksi-asetilen, tetapi dapat
juga menggunakan hydrogen, propane, atau gas alam yang lain.
c. Proses thermospray (untuk tipe powder)
Proses penyemprotan logam berbentuk tepung telah berkembang
pesat untuk bermacam-macam logam, keramik atau semen.
Bila tipe kawat hanya terbatas untuk material yang dapat untuk
semua macam material, asal dapat dibuat tepung.
d. Pistol thermospray. Lihat Gbr.2.36.
Peralatan ini tidak memerlukan udara, tetapi hanya memerlukan dua
slang untuk mengalirkan oksigen dan gas bahan bakar. Tepung
material dihantarkan dari tempat penyediaan kecil yang langsung
dipasang pada pistol.
Pendingin udara dipasang pada pistol untuk benda kerja kecil dan
mengalami kenaikan suhu berlebihan. Disamping itu dilengkapi
dengan penggetar untuk menghantarkan tepung logam atau yang lain.
Ukuran nozzle penyemprot dapat diganti-ganti untuk dapat mengatur
volume penyemprotan yang dikehendaki.

Gbr.2.36. Pistol thermospray yang digunakan untuk logam, keramik dan


semen.

2.6.4. Las Ledakan


Las ledakan atau yang disebut pembalutan (cladding) adalah proses las
antara dua permukaan dua benda kerja yang bersambung dengan pengaruh
tumbbukan dan tekanan.
Tekanan yang diperlukan tersebut berasal dari ledakan yang ditempatkan di
atas logam pelapis (pembalut). Lihat Gbr.2.37.
Untuk memperoleh ikatan metalurgi dengan sempurna, atom-atom
dari kedua permukaan benda kerja harus bersinggungan dan dalam
keadaan bersih.
Gbr. 2.38 memperlihatkan proses terjadinya tubrukan dengan
kecepatan tinggi antara kedua logam benda kerja yang sedang dilas
ledakan.
Ikatan logam yang terjadi dalam pengelasan ini ditunjukkan pada Gbr.
2.39.
Kegunaan dari pengelasan system adalah untuk menyatukan lembaran
benda kerja dengan permukaan luas. Luas permukaan yang dapat
dilas sampai dengan 2 m2
Sistem pengelasan ini dapat untuk menyambung dua logam yang
berbeda.

Gbr.2.37. Sketsa pengaturan las ledakan.

Gbr.2.38. Proses pengelasan ledakan

Gbr.2.39. Ikatan logam-logam hasil las ledakan.

2.7. Cara-Cara Pemotongan.


2.7.1. Pemotongan Dengan Gas
Pemotongan ini yang dimaksud adalah memotong logam dengan cara
dipanaskan. Sedang pemanasan logam benda kerja menggunakan nyala
api pembakaran gas oksi asetilen.
Mula-mula logam dipanaskan dengan api oksi asetilen dengan suhu 800
s/d 900C ; pada suhu ini logam belum mencair tetapi baru
melunak/melumer. Dan logam lunak seperti ini mempunyai sifat mudah
sekali teroksidasi oleh oksigen menjadi oksida logam. Sedang oksida
logam mempunyai sifat mengeras dan mudah terlepas dari logam
induknya.
Selanjutnya logam lunak tersebut dihembus dengan gas oksigen (O2) dan
terjadilah oksida logam yang memisahkan diri dri logam induk dan
akhirnya terhembus oleh gas pemotong., terjadilah pemotongan,
Gbr.2.35.

Gbr,2.40. Penampang garis potong pada pemotongan dengan nyala oksi-


asetilen.

Selama pemotongan timbul panas karena adanya reaksi pembakaran


yang terjadi, sehingga secara teoritis proses pemotongan dapat terus
berlangsung dangan menghembuskan oksigen saja tanpa ada gas
asetilen. Tetapi prakteknya tetap harus dihembuskan bahan bakar gas
asetilen meskipun volumenya kecil.
Hasil pemotongan dinyatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
 Alur pemotongan cukup kecil.
 Permukaan potong halus.
 Terak mudah terkelupas.
 Sisi atas pemotongan membulat.

2.7.2. Pemotongan Busur Udara


Sistem pemotongan ini, pemanas untuk melumerkan logam berasal dari
busur listrik yang dihasilkan dengan menggunakan busur listrik elektroda karbon
atau wolfram, dan setelah lumer selanjutnya disembur dengan udara tekan.
Pada udara tekan tersebtu terdapat oksigen dan dalam proses ini terjadi juga
reaksi oksidasi.
Hasil pemotongan dengan system ini mempunyai efesiensi yang tinggi  2
banding 3 kali bila dibandingkan dengan hasil pemotongan dengan gas oksi-
asetilen. Daerah panas yang terjadi pada bagian logam kerja lebig sempit, hingga
pengaruh panas terhadap logam benda kerja lebih kecil. Sistem pemotongan ini
banyak digunakan untuk pemotongan logam-logam. Lihat Gbr. 2.41.

Gbr.2.41. Pemotongan busur udara.

Anda mungkin juga menyukai