Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

VARISELLA

oleh :
dr. Ni Made Dwi Susanthi A.U

Pembimbing :

dr. Siti Ningsih

Pendamping:

dr. Siti Ningsih

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA

DINAS KESEHATAN KOTA BANJARBARU

RSUD IDAMAN BANJARBARU

KALIMANTAN SELATAN

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan
kasus tentang “Varisella” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

Saya sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penegakkan diagnosa “Varisella”.
Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan laporan yang telah saya buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.


Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan laporan ini di waktu yang akan
datang.

Banjarbaru, 06 Januari 2019

Penyusun

2
3
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................1

Kata Pengantar..................................................................................................2

Daftar Isi...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5

BAB III LAPORAN KASUS...........................................................................19

BAB V KESIMPULAN....................................................................................26
Daftar Pustaka...................................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Varicella Zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi primer virus
Varicella Zoster yang polimorf serta menyerang kulit dan mukosa. Virus Varicella Zoster
merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks. Virus Varicella Zoster
dapat menyebabkan 2 jenis infeksi, yaitu infeksi primer dan sekunder. Varicella (chicken
pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada
individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder atau
rekuren disebut Herpes Zoster atau shingles.6
Virus Varicella Zoster masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi
primer, setelah infeksi primer sembuh, virus akan tinggal secara laten pada dasar akar
ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh
individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.6
Varicella umumnya terjadi pada umur 3-6 tahun. Di Amerika, kasus terbanyak terjadi
pada anak-anak di bawah umur 10 tahun yaitu 90% dan 5% terjadi pada usia lebih dari 15
tahun, di Jepang banyak terjadi pada anak-anak di bawah umur 6 tahun di mana
96% berada pada usia di bawah 1 tahun. Pada daerah dengan iklim tropis, Varicella sering
terjadi pada usia yang lebih tua. Tidak ada predileksi jenis kelamin, suku, ras terhadap
terjadinya.6
Pada serangan Varicella Zoster secara klinis terdapat gejala prodormal, kelainan kulit
polimorf yang timbul pertama pada tubuh dan muka, kemudian menyebar ke
hampir seluruh tubuh dan muka disertai erupsi kulit yang sangat gatal. Masa inkubasi
penyakit ini adalah selama 2 minggu. Gejala prodormal berupa demam, malaise, sakit
kepala, anoreksia dan batuk kering dan radang tenggorokan yang berlangsung 2-3 hari.6
Dilaporkan satu kasus varicella dengan lesi vesikel di seluruh tubuh pada seorang
perempuan berusia 26 tahun.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Varisela
1.1. Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh.2
1.2. Epidemiologi
Usia:
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada anak-anak
dibawah 10 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun. Sementara pada
pasien yang mendapat imunisasi, insiden terjadinya varicella secara nyata menurun.3
Insiden:
Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995, insiden terjadinya
varicella terbukti menurun. Dimana sebelum tahun 1995, terbukti di Amerika terdapat 3-4
juta kasus varicella setiap tahunnya.3
Transmisi:
Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Kontak tidak
langsung jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang dapat menularkan varicella
yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan sampai vesikula yang terakhir. Tetapi
bentuk erupsi kulit yang berupa krusta tidak menularkan virus. 3
Musim:
Di daerah metropolitan yang beriklim sedang, dimana epidemi varicella sering terjadi
pada musim musim dingin dan musim semi.3

1.3. Patogenesa
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas dan orofaring. Multiplikasi
virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah
dan limfe ( viremia primer ). Virus VZV dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial,
yang merupakan tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi
infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang
timbul.3,4
Pada sebagian besar individu replikasi virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang
belum berkembang sehingga dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam
jumlah yang lebih banyak. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah
memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3
hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit
mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi,
hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain
kulit.4
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi
pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap
varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu
menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga
berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi
terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.4
1.4. Gambaran Klinis
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai
21 hari. Masa inkubasi dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada
pasien yang telah menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung
antibody terhadap varicella.4
Gejala prodromal, pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada
anak yang lebih besar dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3
hari, kedinginan, malaise, anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat
disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.3,4
Ruam pada varicella, pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari
muka dan skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas.
Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam
cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan
bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak
jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering muncul
sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah yang
terkena sengatan matahari.4
Gambar 1 Infeksi VZV : Varicella3

Gambar 2 Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi3


Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel,
pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan
aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding
tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “ embun di atas
daun mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga
mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam
1-3 minggu, meninggalkan bekas-bekas cekung kemerahan yang akan berangsur
menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut.
Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat
menetap selama beberapa minggu bahkan bisa berbulan.4
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat
sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm. 4

Gambar 3 Lesi dengan spektrum luas 4


Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan ( terus-
menerus ), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective
study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500.
Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus
primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah
lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak. 4
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39 oc, tetapi pada keadaan yang berat
dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,50c . Demam yang berkepanjangan atau yang
kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya.
Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium
vesikuler.4
1.5. Diagnosa Varicella
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan penampilan dan perubahan pada
karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3
minggu sebelumnya. 4

Laboratorium
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi.
Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung
badan inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan
Tzanck, dimana bahan pemeriksaan dikerok dari dasar vesikel yang muncul lebih awal,
kemudian diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan
diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan
Paragon. 4
Gambar 4 Sel raksasa berinti banyak 4

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah
metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan,
meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya.
Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah
metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara
luas dan merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil
tersedia dalam beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode
(DFA) neon dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan
pengambilan spesimen yang lebih teliti.1

Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial
termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes
(ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu
mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang
memiliki kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk
melakukan, dan banyak tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara
sensitif, sederhana, dan cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA
komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan
kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas
terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan
terhadap varicella.1
1.6. Komplikasi
Pada anak-anak, varicella jarang disertai komplikasi. Komplikasi tersering umumnya
disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh
stafilokokus atau streptokokus, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau
erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan
parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin
eksfoliatif.4 Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan
responsive terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum
dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.4
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi.
Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada
beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai
sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea,
demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam
1-6 hari sesudah timbulnya ruam.4
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas
dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian
maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada
kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena
varicella pneumonia berat. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi,
viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat
menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella perinatal (varicella yang terjadi dalam
waktu 10 hari dari kelahiran ) lebih serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang
terinfeksi beberapa minggu kemudian.4
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam
yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan
penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi
dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis,
encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari
purpura yang ringan hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan
dan varicella malignansi. 4
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000
kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye ( ensepalopati akut disertai degenerasi
lemak di liver ) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-
40% pada semua kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada
penderita yang diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%.
Ataksia serebri akut lebih umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya.
Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan
penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap.
Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada banyak
kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA pada cairan
cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung pada sistem
saraf pusat. 4

Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis,
dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui
parenkim secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV
antigenantibodi kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.1,4
1.7. Terapi
Antivirus:
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan
brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi
VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin
kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular
kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis
DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat
kurang sensitive terhadap acyclovir dibandingkan HSV. 4
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi
dan frekuensi pemberian obat berkurang. 4
Topikal, pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Untuk
mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral.
Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif
sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan
salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye.
Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial. 4
Anti virus pada anak, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam
24 jam setelah timbul ruam ) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis
4x20 mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi
yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah
timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella
merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak
terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada
keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada
waktu yang menguntungkan menguntungkan pasien ( dalam 24 jam setelah timbul ruam ),
dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat
kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan. 4
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir
dengan dosis 5x800 mg selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya
lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. 4
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang
dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam
waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral ( 5x800 mg selama 7 hari )
secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang
terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari
varicella pada orang dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada
kemungkinan bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 500 mg per oral setiap 8
jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai
pengganti acyclovir pada remaja normal dan dewasa, Banyak dokter tidak meresepkan
acyclovir untuk varicella selama kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam
pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian
acyclovir secara oral untuk infeksi pada tri semester ketiga ketika organogenesis telah
sempurna, ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan
ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena
sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan penyakit
sistemik. 4
Komplikasi varicella pada orang normal, percobaan terkontrol yang dilakukan pada
orang dewasa imunokompeten dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa
pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena
(10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan
oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella di orang dengant imunokompeten,
seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati
dengan acyclovir intravena. 4
Pasien dengan defisiensi imun, percobaan terkontrol pada pasien
immunocompromised dengan varicela menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir
intravena menurunkan insiden komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika
pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena
menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan
imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau
valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan
tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. 4
1.8. Pencegahan
Vaksin varicella
1. Karakteristik
Vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan,
yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada awal tahun
1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella. Vaksin
varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988.
Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan
dan yang lebih tua. 1
2. Keefektifan vaksin
Setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen, 97% dari anak yang
berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer antibodi yang dapat terdeteksi.
Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin mempertahankan antibodi untuk
setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai
10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai
90% terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.1,5
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang lebih
tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu dosis, dan 99%
mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai 8
minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari pemberian
vaksin varicella setelah dosis kedua yang diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis
pertama.1
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar
vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan,
dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada
vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya tidak
terjadi demam. 1,5
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan sebaliknya,
penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi sebagai faktor risiko
untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah
mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari 15
bulan usia sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa
menjadi hasil dari beberapa faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi
antibodi, vaksin impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan
tidak akurat.1 Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella
meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak. 1
Jadwal vaksinasi dan penggunaan, vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak
tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada
semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella. 1 Dosis kedua vaksin varicella
harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian . Dosis kedua dapat diberikan lebih awal
dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu,
interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun
adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis
pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga dianjurkan
bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada orang-orang 13 tahun
atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian. 1
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin varicella
telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat yang
sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika
vaksin varicella dan MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian
harus dipisahkan setidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di
lokasi terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya. 1

Profilaksis pasca terpapar, data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai
penelitian menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100%
dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan dalam waktu
3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk
digunakan pada orang yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada
orang yang terpapar varicella. Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi,
vaksinasi pasca paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan
berikutnya. 1
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya, pada tempat
penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin varicella
diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan
pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah. Jadi selama wabah
varicella, orang-orang yang telah menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima
dosis kedua, yang diberikan sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis
pertama (3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4
minggu untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua). 1
Kontraindikasi dan tindakan pencegahan untuk vaksinasi Seseorang dengan reaksi
alergi yang parah (anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya,
seharusnya tidak menerima vaksin varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus
divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari
2mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan kontraindikasi
untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah dihentikan
selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi.1,5
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin varicella. Anak yang
terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak
yang lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi
dapat dipertimbangkan untuk vaksinasi. 1
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak menerima
vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan kehamilan atau janin
yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja menerima vaksin
varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan
kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin varicella. 1,5
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya ditunda
sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya komplikasi pada pasien, seperti demam. Pada penyakit yang cenderung ringan,
seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan
paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella.
Meskipun tidak ada bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk
tuberkulosis, vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.
1
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PENDERITA


Nama : Tn. A
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Asrama Denzipur 8 RT 12 RW 02, GT.Manggis, Landasan Ulin.
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : TNI
Tanggal Masuk : 03 Desember 2018
Diambil dari : IGD RSD IDAMAN BANJARBARU

3.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 03 Desember 2018 pukul
15.25 WITA.

Keluhan Utama:
Plenting-plenting di seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluh terdapat plenting-plenting ±4 hari yang lalu SMRS pasien
mengeluhkan adanya plenting sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar biji kacang
ijo diatas kulit kepala dan dahi, pasien merasa terganggu dan memencet plenting
tersebut dan keluar cairan. Plenting dirasakan bersamaan dengan demam, badan juga
dirasakan tidak enak. Pasien sudah berobat ke klinik dan mendapat obat untuk 3 hari
namun tidak ada perbaikan, pasien merasakan plenting semakin menyebar ke bagian
muka, dada, punggung dan perut pasien.
± 1 hari yang lalu SMRS, obat pasien habis dan merasa plenting-plenting
semakin menyebar ke tangan dan ada beberapa di tungkai bawah. Plenting dirasakan
sangat gatal sehingga pasien sering menggaruknya dan memencet plenting yang
dirasakan sangat mengganggunya itu. Pasien juga mengeluh merasakan panas, serta
merasakan nyeri kepala dan sulit untuk menelan semenjak sakit, BAB tidak terganggu,
BAK tidak terganggu. Pasien baru pertama kali ini mengalami sakit seperti ini, dari
keluarga atau tetangga tidak ada yang mengalami sakit serupa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa : Disangkal
Alergi : Disangkal
Diabetes Mellitus : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
a. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa : Disangkal
Alergi : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Hipertensi : Diakui (ibu pasien)
Jantung : Disangkal
b. Riwayat Pribadi
Perokok aktif : Disangkal
Olah raga : Diakui (jalan santai setiap pagi)
c. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan mempunyai 1 orang anak. Biaya pengobatan
ditanggung oleh pasien sendiri dengan menggunkan kartu BPJS.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


Pemerikaan fisik dilakukan tanggal 03 Desember 2018 Pukul 15.25 di IGD RSD
IDAMAN BANJARBARU
Keadaan Umum:
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4, V5, M 6
Vital sign :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, irama regular, kuat angkat
RR : 20x/menit
Suhu : 37,50C secara aksiler
BB : 71Kg
TB : 170cm
Status Gizi : Kesan Status gizi cukup
Status Generalisata :
Kulit : Warna sawo matang, tampak plenting-plenting menyebar di seluruh tubuh
Kepala: Normochepali
Mata : Corpus alienum(-/-); konjungtiva: anemis (-/-), hiperemis (-/-), ikterik (-/-);
Reflek cahaya (+/+); Pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-)
Telinga : Serumen (-/-), nyeri mastoid (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Lembab (+), sianosis (-), stomatitis (-), hiperemis (-)
Leher :Limfonodi(-), pembesaran tiroid (-), otot bantu pernafasan (-)
Thorak:
Paru-paru :
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris sisi kiri dan kanan paru-paru sama
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru-paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS VI linea axillaris anterior sin
Perkusis :
Batas kanan : linea parasternalis dextra ICS VI
Batas kiri : linea axillaris anterior sinistra ICS VI
Batas pinggang jantung : linea parastrenalis ICS III
Batas atas : linea parastrenalis sinitra ICS II
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Sikatrik (-), striae (-), datar(+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) asites (-)
Extremitas :Akral hangat (+), CRT <2’’, oedema (-).

Status Dermatologik :
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Vesikel, dasar eritema

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Darah Lengkap Hasil Nilai Normal
HB 13,8 12-18 gr/dl
Leukosit 10.700 4000-10.000/mm3
Trombosis 170.000 100.000-400.000
Hematokrit 36,4% 36-55%
Hitung Jenis/Diffcount
Basofil 0% 0-1%
Neutrofil 2% 1-4%
Batang 3% 2-6%
Segmen 62% 35-80%
Limfosit 23% 15-50%
Monosit 10% 2-8%

3.4. RESUME
Tanggal 03 Desember 2018 dilakukan anamnesis pada TN.AR dengan keluhan
plenting-plenting di kulit kepala dan dahi. ± 4 hari yang lalu terdapat plenting-plenting
menyerupai vesikel sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar biji kacang ijo disertai
demam. Dipecahkan oleh pasien keluar cairan. Sudah berobat namun belum ada perbaikan.
± 1 hari yang lalu plenting terasa sangat gatal, panas dan menyebar ke bagian seluruh
tubuh. Pasien mengeluh nyeri kepala dan sulit menelan sejak sakit. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, RR 20x/menit, suhu 37,50C. Status dermatologik pada seluruh tubuh terdapat
vesikel berukuran miliar sampai lentikular, dasar vesikel eritema dan berbatas tegas.

3.5. DIAGNOSIS BANDING:


 Herpes zooster
 Herpes zoster simplek

3.6. DIAGNOSIS Kerja:


Varicella

3.7. PENATALAKSANAAN
Farmakologis:
Acyclovir 5x400 mg 5 x 2 tab
Paracetamol 500 mg 3x1 tab (jika panas)
Imunos Caps 1x1
Gentamisin Cream (sue)

Acyclovir adalah obat yang memilik ester dari asiklovir itu sendiri yang secara tepat
dan hampir lengkap. Asiklovir dapat meningkatkan enzim hepar dan meningkatkan
biovabilitas asiklovir sampai 54%.
Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik atau
analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga
dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang.
Imunos adalah golongan suplemen gizi untuk merangsang sistem kekebalan tubuh
selama infeksi akut & kronis dengan komposisi per kaplet Echinacea (EFLA 894) 500 mg,
zinc picolinate 10 mg, selenium 15 mcg, ascorbic acid 50 mg. Untuk 5 mL Echinacea
(EFLA 894) 500 mg, zinc picolinate 5 mg, selenium 15 mcg.
Gentamisin merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida yang mekanisme
kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein. Indikasi penggunaan untuk Impetigo
kontagiosa, pioderma, superinfeksi bakterial pada infeksi jamur dan virus, dermatitis
ekzematoid menular, akne pustular, psoriasis pustular.
3.8. EDUKASI
Untuk edukasi diberikan pada pasien dan keluarganya:
1. Memberitahu kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta penangannya.
2. Motivasi pada pasien dan keluarga untuk rajin minum obat dan melakukan control bila
obat habis.
3. Menjaga dan dapat menahan diri untuk merawat lesi di kulit dengan tidak memencetnya
dan membiarkan pecah sendiri.

3.9. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam : ad bonam
2. Quo ad Sanam : dubia ad bonam.
3. Quo ad Cosmeticam : dubia ad bonam

BAB IV
KESIMPULAN
Tanggal 03 Desember 2018 dilakukan anamnesis pada Tn. AR dengan keluhan
plenting di kulit kepala dan dahi. ± 4 hari yang lalu terdapat plenting menyerupai vesikel
sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar biji kacang ijo. Dipecah oleh pasien keluar
cairan. Sudah berobat namun belum ada perbaikan. ± 1 hari yang lalu plenting terasa sangat
gatal, panas dan menyebar ke bagian seluruh tubuh. Pasien mengeluh nyeri kepala dan
sulit menelan sejak sakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,50C. Status
dermatologik pada seluruh tubuh terdapat vesikel berukuran miliar sampai lentikular, dasar
vesikel eritema dan berbatas tegas.
Pada kasus ini pasien didiagnosis suspek Varicella karena pada anamnesis ditemukan
lesi vesikel di selurh tubuh. Paien juga baru pertama mengalami sakit seperti ini di usia
dewasa dan diawali dengan gejala prodromal sebelum lesi nampak secara keseluruhan.
Pada pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena tidak terdapat alat serta penunjang
dilakukannya pemeriksaan Tzanck test atau tes temple. Namun dalam gambaran
histopatologi lesi vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk akibat “degenerasi balon”,
sangat sukar untuk membedakan kelainan histopatologis pada herpes zoster dan herpes
simplek.
Untuk pengobatan secara medika mentosa diberikan acyclovir 5x800 mg,
paracetamol 500mg 3x1 jika panas, imunos caps 1x1, dan gentamisin krim untuk lesi yg
sudah pecah.

DAFTAR PUSTAKA

1. www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/varicella.pdf
2. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Adhi, Edisi Enam Cetakan Kedua,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2010, hal 115
3. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas and Sypnosis of Clinical
Dermatology sixth edition, 2009, page 831-835
4.Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Fitzpatrick’s Dermatology
in general medicine seventh edition, vol 1 and 2, 2008, page 1885-1895
5.Anonim, Varicella ( chickenpox ), 2014. (http://www.ncirs.edu.au/immunisation/fact-
sheets/varicella-factsheet.pdf )
6.Anonym, 2014. ( http://www.scribd.com/doc/148484235/127923480-Referat-Varicella )

Anda mungkin juga menyukai