Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung
kepada bagaimana proses belajar dialami oleh siswa sebagai anak didik. Sekarang timbul
pertanyaan apakah belajar itu sebenarnya? Untuk memperoleh pengertian yang objektif
mengenai belajar terutama belajar disekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertianya.
Menurut Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan
baik latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkungan ilmiah. Belajar bukan hanya
sekedar mengumpulkan pengetahuan.

Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang , sehingga menyebabkan
munculnya perubahan perilaku. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi
tindakan-tindakanya yang berhubungan dengan belajar dan tentu setiap orang memiliki
pengertian yang berbeda mengenai belajar.Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan
mental yang tak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang
belajar yang tidak dapat disaksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-
gejala perubahan perilaku yang tampak. Agar proses belajar dapat berjalan secara
efektif,efisien dan menjadikan peserta didik merasa menyenangkan ketika didalam kelas
menyebabkan adanya teori – teori pembelajaran menjadikan bekal sebagai arahan pada
pendidik dalam menjalani proses belajar mengajar dengan karater siswa yang beraneka ragam,
unik dan berbagai ciri.

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,


sehingga membantu kita semua memahami proses intern yang kompleks dari belajar. Ada tiga
perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme.
Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian,
gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana,
atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih
penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu,
dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada makalah ini penulis akan mencoba membahas
beberapa teori belajar yaitu teori belajar behavioristik, kognitif, discovery learning,meaningful
learning, gagne,piaget dan taba.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah :

1. Apa itu teori belajar ?

2. Macam -macam teori pembelajaran?

3. Bagaimana konsep pembelajaran menurut tokoh-tokoh dan aliran pembelajaran tersebut?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :

1. Mengetahui apa itu teori belajar

2. Mengetahui macam-macam teori belajar

3. Mengetahui pembelajaran menurut tokoh-tokoh dan aliran pembelajaran yang

dikemukakan oleh tokoh-tokoh diatas.


BAB II

PEMBAHASAN
A. Teori Belajar

Sebelum mengetahui tokoh-tokoh dan macam-macam teori belajar kita harus tahu terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan teori belajar. Teori merupakan analisis hubungan antara
fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Sedangkan belajar
menurut Hilgard adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan
didalam laboratorium maupun dalam lingkungan ilmiah. Teori belajar adalah upaya untuk
menggambarkan bagaimana orang belajar, sehingga membantu kita memahami proses
kompleks inheren pembelajaran. Adapun fungsi teori belajar yaitu:

1. Sebagai pemandu dalam mengantarkan peserta didik dalam belajar


2. Mengetahui posisi guru dalam pembelajaran
3. Menyesuaikan situasi dan kondisi peserta didik dalam pembelajaran
4. Menyesuaikan perencanaan materi, pengunaan media, strategi, metode dan evaluasi
dalam pembelajaran.

B. Macam- macam teori belajar

1. Teori Belajar Behavioristik


2. Teori Belajar Kognitif
3. Teori Belajar Discovery Learning
4. Teori Belajar Meaningful Learning
5. Teori Belajar Gagne
6. Teori Belajar Piaget
7. Teori Belajar Taba
C. Konsep teori belajar

1. Teori Belajar Behavioristik

Menurut aliran ini, pembelajaran adalah upaya membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan dengan lingkungan dengan
tingkah laku pembelajar. Oleh karena itu disebut juga pembelajaran perilaku. Belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur.

Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan
peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi
proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Ciri-ciri teori belajar behavioristik :


a.Mementingkan pengaruh lingkungan
b.Mementingkan bagian-bagian ( elementalistik )
c. Mementingkan peranan reaksi.
d.Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar.
e.Mementingkan sebab-sebab di waktu yang lalu,
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan, dan
g. dalam pemecahan problem, ciri khasnya “trial and error”.

Adapun prinsip – prinsip teori pembelajaran perilaku antara lain :

1. Perlu diberikan penguatan untuk meningkatkan motivasi belajar.


2. Pemberian penguatan bisa berupa penguat sosial (pujian), aktivitas (mainan) dan
simbolik (uang, nilai).
3. Hukuman dapat digunakan sebagai alat pembelajaran tapi perlu hati-hati.
4. Perilaku belajar yang segera diikuti konsekuensi akan lebih berpengaruh.
5. Pendidik dikatakan telah melakukan pembentukan bila memberikan penguatan dalam
pengajarannya.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut suatu jawaban
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

2. Teori Belajar Kognitif

Pengertian Teori Belajar kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan proses berfikir
secara komplek dan mementingkan proses belajar. Menurut Drs. H. Baharuddin dan Esa Nur
wahyuni (2007: 89) yang menyatakan” aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukan
sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar
juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam individu yang sedang belajar”. Kutipan
tersebut di atas berarti bahwa belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai,
mengingat dan menggunakan perilaku, sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak
dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan,
keyakinan dan lain sebagainya.
Teori belajar kognitif menurut Drs. Bambang Warsita yang beranggapan bahwa” Belajar
adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman”.
Maksudnya bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
dilihat sebagai tingkah laku. Dimana teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian
suatu situasi saling berhubungan dalam kontek situasi secara keseluruhan. Tokoh-tokoh aliran
kognitif di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark L. Hull, Edwin Guthrie, Skinner dan Jean
Piaget.
Dalam penerapan teori belajar kognitif, kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar mengajar amat diperhitungkan agar aktivitas belajar menjadi lebih
bermakna bagi siswa. Prinsip-prinsip belajar yang dianut adalah berikut ini.

1. Siswa mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu sampai


mencapai kematangan kognitif seperti orang dewasa.
2. Pembelajaran perlu dirancang agar sesuai dengan perkembangan kognitif siswa.
3. Agar proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi, siswa
perlu dilibatkan secara aktif dalam belajar.
4. Pengalaman atau informasi baru perlu dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa untuk menarik minat dan meningkatkan retensi.
5. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal.
6. Perbedaan individual antarsiswa perlu diperhatikan dalam rangka mencapai
keberhasilan belajar.

Karakteristik Teori Kognitif


Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu
belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan
tingkah laku yang bisa diamati.
Adapun Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif yaitu:

1. Kelebihan Teori Belajar Kognitif

a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.


Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya
merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan
berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan
membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa
mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk
mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain dengan.

b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah


Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa
sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat
pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam
ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada
lebih mudah dipahami.

2. Kelemahan Teori Belajar kognitif


a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
b. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
c. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.

3. Teori Belajar Discovery Learning

Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau discovery learning. Belajar penemuan
dari Jerome Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
Siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan
masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru mendorong dan memotivasi siswa
untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatian yang memungkinkan mereka
untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri.
Pembelajaran ini dapat membangkitkan rasa keingintahuan siswa.Di dalam proses belajar
Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dam mengenal dengan baik adalanya
perbedaan kemampuan (Slameto, 2003). Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan
yang dinamakan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian
yang mirip dengan yang sudah diketahui.

Menurut Jerome Bruner (dalam Ratumanan, 2002: 47), belajar melibatkan tiga proses
yang berlangsung hampir bersamaan, yakni:

1. Memperoleh informasi baru. Informasi baru merupakan perluasan dari informasi


sebelumnya yang dimiliki seseorang. Atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian
rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.

2. Transformasi informasi. Transformasi informasi/pengetahuan menyangkut cara kita


memperlakukan pengetahuan. Informasi yang diperoleh, kemudian dianalisis, diubah atau
ditransformasikan ke dalam yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan
untuk hal-hal yang lebih luas.

3. Evaluasi. Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Proses
ini dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut
cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada. Juga sejauh manakah pengetahuan tersebut
dapat digunakan untuk memahami gejala-gejala lainnya.

Kelebihan teori discovery learning yaitu dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah (problem solving), dapat meningkatkan motivasi dan dapat mendorong
keterlibatan keaktifan siswa. Meskipun menciptakan suasana pembelajaran yang aktif,
discovery learning memiliki kelemahan di sisi lainnya karena pembelajaran akan memakan
waktu yang lama dan kalau kurang terbimbing atau kurang terarah dapat menjerumus kepada
kekacauan dan kekaburan atas konsep yang dipelajari sehingga bukannya mempermudah siswa
dalam memahami suatu konsep melainkan semakin mempersulit siswa dalam memahami
konsep, menghilangkan ketertarikan siswa terhadap konsep tersebut, mengurangi rasa senang
siswa akan belajar dan menambah miskonsepsi dalam pemikiran siswa.

4. Teori Belajar Meaningful Learning

Pembelajaran bermakna adalah proses kognitif dimana pembelajar mengaitkan


informasi baru dengan konsep yang relevan dan dalil yang sudah mereka ketahui. Ausubel
membahas perbedaan antara pembelajaran hafalan dengan pembelajaran yang bermakna. Dia
menyatakan bahwa pembelajaran hafalan (rote learning) merujuk pada fakta atau asosiasi yang
pada dasarnya sewenang-wenang, seperti menghafalkan tabel periodik dalam pelajaran kimia.
Berbeda halnya dengan pembelajaran bermakna, dimana hal yang dipelajari terkait dengan
informasi yang telah dimiliki oleh siswa.Pembelajaran bermakna efektif terutama bila
pembelajar mengaitkan ide-ide baru tidak hanya dengan apa yang mereka ketahui atau yakini
tentang diri mereka sendiri-misalnya, dengan deskripsi diri atau pengalaman hidup pribadi.

Pembelajaran bermakna jelas lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran hafalan


(rote learning). Beberapa siswa yang mengerjakan tugas-tugas dengan pembelajaran bermakna;
mereka menggunakan apa yang sudah mereka ketahui untuk memahami informasi baru. Para
siswa cenderung berprestasi tinggi di kelas. Siswa lain, menggunakan strategi pembelajaran
hafalan, mengulang-ulang terus pada diri sendiri tanpa benar-benar memikirkan apa yang
mereka katakan, dan para siswa ini kurang berhasil.Belajar bermakna timbul apabila: Materi
yang akan dipelajari bermakna secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan
belajar bermakna.

Ausubel mengajukan empat prinsip pembelajaran, yaitu:

a. Kerangka cantolan=> pendidik menggunakan bahan pengait untuk mengkaitkan konsep


lama dengan konsep baru.
b. Diferensiasi progresif=> proses pembelajaran dimulai dari hal umum ke hal khusus.

c. Belajar superordinat=> proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah


deferensiasi.

d. Penyesuaian integratif=> Materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga pendidik


dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna adalah sebagai berikut:

1.Advance Organizer(Handout)

Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara
mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang
akandisampaikanguru.

2.Progressive Differensial

Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau
konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-
contoh.

3.Integrative Reconciliation

Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang
telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.

4.Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga
siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.
5. Teori Belajar Gagne

Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan
manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh
pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatannya
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia
mengalami situasi dengan setelah mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam
diri dan faktor dari luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi.

Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai


S - R. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di
antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang
yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi
transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang
berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai
hasil belajar yang dapat diamati.

Gagne mengkajji masalah belajar yang kompleks dan menyimpulkan bahwa informasi
dasar atau keterampilan sederhana yang dipelajari mempengaruhi terjadinya belajar yang lebih
rumit. Menurut Gagne ada lima kategori kemampuan belajar, yaitu :

a. keterampilan intelektual atau kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan


lingkungannya masing-masing dengan penggunaan lambang. Kemampuan ini meliputi:

(1) asosiasi dan mata rantai (menghubungkan suatu lambang dengan suatu fakta)

(2) diskriminasi (membedakan suatu lambang dengan lambang lain)

(3) konsep (mendefinisikan suatu pengertian atau prosedur)

(4) kaidah (mengkombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara)


(5) kaidah lebih tinggi (menggunakan beberapa kaidah dalam memecahkan suatu
masalah)

b. strategi/siasat kognitif yaitu keterampilan peserta didik untuk mengatur proses internal
perhatian, belajar, ingatan dan pikiran

c. informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah,
fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan

d. keterampilan motorik, yaitu keterampilan mengorganisasikan gerakan sehingga terbentuk


keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat waktu

e. sikap, yaitu keadaan dalam diri peserta didik yang mempengaruhi (bertindak sebagai
moderator atas pilihan untuk bertindak). Sikap ini meliputi komponen afektif, kognitif dan
psikomotorik.

Untuk mempermudah pembahasan kelima kemampuan belajar ini disajikan dalam tabel
sebagai berikut :

No Jenis hasil belajar Deskripsi kemampuan Contoh


Mentakhrij hadits untuk mengetahui
Menerapkan konsep
dan validitas hadits untuk selanjutnya
Kemampuan peraturan untuk mengatasi digunakan sebagai dasar penentuan
1
intelektual masalah dan ide-ide untuk sebuah fatwa agama
menghasilkan produk

Secara selektif menggunakan


pendekatan ushul fiqih, ilmu hadits
Mengelola pikiran dan proses
2 Strategi kognitif dan ilmu tafsir dalam beristinbath
belajar seseorang
hukum mengenai suatu permasalahan
kontemporer yang belum pernah
dibahas sebelumnya
Menyebut, menceritakan, atau
Menyebutkan kaidah-kaidah ushul
3 Informasi verbal menggambarkan informasi yang
fiqih
telah tersimpan sebelumnya
Kemampuan Seorang yang hafal al-Quran segera
Melaksanakan suatu tindakan
4 keterampilan dapat membenarkan bacaan ketika
dengan tepat dan cepat
motorik (skill) terjadi kesalahan yang tidak disengaja
Dalam sebuah majelas taklim, seorang
ulama mendengarkan pertanyaan
5 Sikap Menentukan tidakan pribadi umat mengenai berbagai masalah
agama yang mereka hadapi dan dapat
merespons dalam majelis tersebut

Gagne juga menyatakan bahwa untuk dapat memperoleh dan menguasai kelima
kategori kemampuan belajar tersebut di atas, ada sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan
oleh pendidik. Ada kondisi belajar internal yang timbul dari memori peserta didik sebagai hasil
belajar sebelumnya, dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari peserta didik. Kondisi
eksternal ini bila diatur dan dikelola dengan baik merupakan usaha untuk membelajarkan,
misalnya pemanfaatan atau penggunaan berbagai media dan sumber belajar.

Berdasarkan kondisi internal dan eksternal tersebut, Gagne menjelaskan bagaimana


proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan
pada teori pemrosesan informasi , yaitu sebagai berikut:

a. Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan dikenal sebagai
informasi.

b. Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibunag, ada yang disimpan dalam memori jangka
pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
c. Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat
diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.

Didasarkan atas teori pemrosesan infromasi tersebut, Gane mengemukakan bahwa


suati tindakan belajar meliputi delapan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan
oleh siswa dan guru, dan setiap fase ini dipasangkan dengan suatu proses internal yang terjadi
dalam pikiran siswa.

Tipe-tipe Belajar menurut Robert M. Gagne

Gagne menyusun tipe-tipe belajarberdasarkan hasil belajar yang diperoleh dan bukan
proses belajar yang dilalui peserta didik untuk mencapai hasil itu. Selain itu, Gagne mencoba
menempatkan delapan tipe belajar itu berada dalam suatu urutan hirakis, yaitu tipe belajar
yang satu menajdi dasar atau landasan tipe belajar berikutnya. Dengan demikian, peserta didik
yang tidak menguasai tipe belajar yang terdahulu, akan mengalami kesulitan dalam mengusai
tipe belajar selanjutnya. Selanjutnya Gagne menambahkan bahwa empat tipe belajar pertama
(nomor 1 s/d 4) kurang relevan untuk belajar di sekolah, sedangkan empat tipe kedua (nomor 5
s/d 8) lebih menonjolkan pada belajar kognitif yang memang ditonjolkan di sekolah. Untuk lebih
jelasnya, kedelapan tipe belajar ini disajikan dalam tabel berikut:

No Tipe Belajar Hasil Belajar Contoh Prestasi


Guru sejarah yang galak dikuti
Belajar sinyal(signal Memberikan reaksi pada
1 oleh siswa – Siswa tidak suka
learning) perangsang (S-R)
sejarah
Belajar stimulus
Memberikan reaksipada Gurumemuji tindakan siswa –
2 respon(stimulus response
perangsang (S-R) Siswa cenderung mengulang
learning)
Belajar merangkai tingkah Membuka pintu mobil –
Menghubungkan gerakan
3 laku (behaviour chaining duduk – kotrol persneling –
yang satu dengan yang lain
learning) menghidupkan mesin –
menekan kopling – pesang
persneling 1 – menginjak gas
Belajar asosiasi verbal( Memberikan reaksi verbal Nomor teleponmu? (021)
4
verbal chaining learning) pada stimulus/perangsang 617812
Memberikan reaksi yang Menyebutkan merek mobil-
Belajar
berbeda pada stimulus- mobil yang lewat di jalan
5 diskriminasi(discrimination
stimulus yang mempunyai
learning)
kesamaan
Manusia, ikan paus, kera,
Belajar konsep(concept Menempatkan obyek-obyek
6 anjing, adalah makhluk
learning) dalam kelompok tertentu
menyusui
Belajar kaidah(rule Menghubungkan beberapa Benda bulat berguling pada
7
learning) konsep alas yang miring
Menemukan cara
Mengembangkan beberapa memperoleh energi dari
Belajar memecahkan
8 kaidah menjadi prinsip tenaga atom, tanpa
masalah(problem solving)
pemecahan masalah mencemarkan lingkungan
hidup

Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain
berkaitan dengan:

a. perhatian dan motivasi belajar peserta didik,

b. keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar,

c. pengulangan belajar,

d. tantangan semangat belajar,

e. pemberian umpan balik dan penguatan belajar,


f. adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar.

Selain itu Gagne juga mementingkan akan adanya penciptaan kondisi belajar, termasuk
lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu meliputi jenis penyajianyang
disampaikan kepada peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.

Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahapan yang meliputi sembilan
fase

Tahapan Fase belajar Acara pembelajaran


Persiapan untuk 1. Mengarahkan perhatian Menarik perhatian siswa
belajar dengan kejadian yang tidak
seperti biasanya, pertanyaan
atau perubahan stimulus.
2. Ekspektasi Memberitahu siswa tujaun
belajar
3. Retrival (informasi dan Merangsang siswa untukm
keterampilan yang relevan mengingat kembali hasil
untuk memori kerja) belajar (apa yang telah
dipelajari) sebelumnya
Pemerolehan dan 4. Persepsi selektif atas Menyajikan stimulus yang jelas
unjuk perbuatan stimulasi sifatnya
5. Sandi semantic Memberikan bimbingan
belajar
6. Retrival dan respons Memunculkan perbuatan
siswa
7. Penguatan Memberikan balikan
informative
Retrival dan alih 8. Pengisyaratan Menilai perbuatan siswa
belajar 9. Pemberlakuan secara Meningkatkan retensi dan alih
umum belajar

Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran

1. Mengontrol perhatian siswa.


2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6. Memberikan umpan balik.
7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah
dicapainya.
8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang
baru diberikan.

Aplikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran

Karakteristik materi matematika yang berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar


yang berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep dan/atau rumus matematika yang lebih
tinggi, diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep dan/atau rumus yang ada di
bawahnya.

6. Teori Belajar Piaget

Menurut Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial.
Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai
bagian dari kelompok sosial. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan
mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku.
Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget
yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Aspek struktur
Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berfikir
logis anak-anak. Tindakan tindakan menuju pada perkembangan operasi-operasi, dan
selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur ynag juga di sebut skemata
atau juga biasa disebut dengan konsep, merupankan organisasi mental tingkat tinggi. Struktur
intelektual terbentuk pada individu waktu ia perlu interaksi dengan lingkungannya. Strktur yang
terbentuk lebih memudahkan individu menghadapi tuntutan yang makin meningkat dari
linkungannya. Dengan diperolehnya suatu sekemata berarti teklah terjadi suatu perubahan
dalam perkembangan intlektual anak.
b. Aspek isi
Yang dimaksud isi disini ialah pola prilaku anak khas yng tercermin pada respon yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang di hadapinya. Perhatian piaget
tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan anak dalam kemampuan penalaran semenjak
kecil hingga besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya yaitu pohon-pohon, Matahari, bulan
dan konsepsi anak tentang beberapa peristiwa alam seperti bergeraknya awan dan sungai.
Kemudian perhatian di tujukan lebih dalam lagi yaitu analisis proses-proses yang melandasi dan
menentukan isi pikiran anak itu.
c. Aspek fungsi
Fungsi adalah cara yang di gunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Perkembangan intelektual didasrkan pada 2 fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi
memberikan organisme kemampuan untuk mensistimatikkan atau mengorganisasikan proses-
proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem yag teratur dan berhubungan. Dengan
organisasi, struktur fisik dan struktur psikologis diintegrasikan menjadi struktur tingkat tinggi.
Fungsi ke dua yang melandasi perkembangan intelektual adalah adaptasi. Semua organisme
lahir dengan kecendrungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptsi pada lingkungan. Cara
adaptasi ini berbaeda antar organisme yang satu dengan organisme yang lainnya. Adaptasi
terhadap lingkungan di lakukan melalui dua peroses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam
proses asimilasi seseorang menggunakan stuktur atau kemampuan yang sudah ada untuk
menanggapi masalah yang di hadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi seseorang
memrlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap
tantangan lingkungan
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skema melainkan perkembangan skema.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang
baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan
demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu.
Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila
dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya
maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka
terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau
munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus
tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang(disequilibrium-
equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang
lebih tinggi daripada sebelumnya (equilibrasi).
Faktor-faktor yang menunjang perkembangan intelektual
a. Kedewasaan
Perkembangan sistem sraf sentral otak koordinasi motorik dan manifestsi fisik lainnya
mempengaruhi perkembangan kognitif.
b. Pengalaman fisik
Intraksi dengan linkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dar
benda-benda. Sebagai contoh bila anak menempatkan benda di air dan menemukan benda
tersebut terapung dalam air, maka ia sudah terlibat dalam peroses abstrak sederhana atau
empiris.
c. Pengalaman logika/matematik
Bila anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula pengelaman lain yang di
alami anak itu, yaitu waktu ia membangun mengkonstruksi hubungan-hubungan antar objek-
objek. Contoh; anak yang sederhana menghitung beberapa kelereng yang di milikinya dan ia
menemuka 10 konsep. Konsep 10 bukannya suatu sifat dari kelereng-kekerng itu malainkan
suatu konstruksi dai pikiran anak itu.
d. Transmisi sosial
Pengetahuan yang dipeoleh dari penglamam fisik di abstraksi dari benda-benda fisik. Dalam hal
ini, pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa intruksi formal dan membaca
begitu pula intralsi denga teman-teman dan orang dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan
memegang peranan dalam perkembangan intelektual anak.
e. Ekuilibrasi atau pengaturan sendiri
Kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selam periode ketidakseimbangan.
Piaget mengasumsikan bahwa perkembangan intelektual anak melewati empat urutan
perkembangan. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi urutan
perkembangan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda pada setiap anak. Keempat tahap
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Tahap sensorimotor : umur 0-2 tahun.Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih
didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba,
menjamak, mendengar, membau dan lain-lain.
b. Tahap Pra operasional : umur 2-7 tahun.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4
tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan
khayalan.
Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada
persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
c. Tahap operasi kongkret : umur 7-11/12 tahun.
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran
yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan
operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah,
yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi. Tahap opersi konkret dapat
ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
d. Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan
kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir
dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat
mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak
mulai dimengerti.
Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif saintifik, dan
abstrak reflektif.

No. Tahapan Karakteristik

1. Sensori motorik a) Melakukan gerak refleks; memegang,


(0-2 tahun) mengisap,menangis
b) Bermain, meniru (imitasi)
c) Sifat permanen objek
d) Non verbal

2. Pra-operasional a) Perkembangan bahasa sangat pesat


(2-7 tahun) b) Bersifat egosentris
c) Berpikir irreversibel (tdk dpt diubah)
d) Cenderung berpikir memusat
3. Operasional konkret a) Berpikir reversible
(7-11 tahun) b) Mampu mengklasifikasi
c) Mampu melakukan operasi: +, -, x, :
d) Memahami prinsip konservasi: jumlah,
volume, luas, berat, dan sebagainya

4. Operasional formal a) Mampu m’berikn alasan yg proporsional &


(11 tahun---→) m’kombinasikn beberapa alasan
b) Mampu m’identifikasi&m’kendalikn
variabel
c) Mampu m’berikn alasan yg bersifat
deduktif-hipotetik
d) Mampu berpikir reflektif

7.

Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994:145), perkembangan kognitif sebagian besar


bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya. Berikut ini adalah implikasi penting dalam pembelajaran fisika dari teori Piaget.

1. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada
hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan
anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. (Bandingkan dengan teori belajar perilaku yang
hanya memusatkan perhatian kepada hasilnya, kebenaran jawaban, atau perilaku siswa yang
dapat diamati). Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap
kognitif siswa yang mutakhir, dan jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan
siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam
posisi memberikan pengalaman sesuai dangan yang dimaksud.
2. Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Didalam kelas Piaget, penyajikan pengetahuan jadi (ready-made) tidak
mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui
interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan berbagai
kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.
Menerapkan teori Piaget berarti dalam pembelajaran fisika banyak menggunakan penyelidikan.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan per-


kembangan।Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan
perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang
berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam
bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.

Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi


yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk
menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal. Sedangkan penerapan
dalam Pembelajaran Fisika menurut Wospakrik, Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada
dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau
proses alam dan sifat zat serta penerapannya. Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan
bahwa fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam
dan interaksi yang ada di dalamnya.
Penerapan model belajar konstruktivis dari Piaget menyatakan bahwa siswa yang aktif
menciptakan struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur
kognitif ini, siswa menyusun pengertiannya mengenai realitasnya. Struktur kognitif senantiasa
harus disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungannya. Siswa tidak secara pasif menerima
realitas-obyektif yang diterimanya. Siswa berpikir aktif serta mengambil tanggung jawab atas
proses pembelajaran dirinya (Piaget, 1988 : 60).
8. Teori Belajar Taba

Model Pengajaran Taba menekankan penyusunan bahan bahan pengajaran dalam suatu
sistem yang sesuai yang dapat meningkatkan kemahiran berfikir pelajar. Penyusunan maklumat
dalam proses pengajaran dan pembelajaran adalah diutamakan dalam model ini. Model ini
menerangkan bahawa seseorang pelajar melakukan operasi kognitif ke atas bahan pengajaran
atau pemilihan sesuatu konsep haruslah dilakukan melalui empat peringkat seperti berikut;
menyusun data atau fakta dengan memerhati ciri-ciri persamaan dan perbedaan,menggolong
dan mengelas fakta-fakta menjadi kategori dan memberi label kepadanya, membuat
generalisasi atau kesimpulan atas hubungan-hubungan antara kategori-kategori itu, dan
mengaplikasi generalisasi yang diperolehi. Rumusannya, dengan merujuk kepada model ini,
guru dapat merancang pengajaran dengan membahagikan topik kepada generalisasi, konsep
dan fakta-fakta yang berguna.

Taba Mengemukakan beberapa pandangan tentang kurikulum tradisional, dan


menunjukkan kekurangan – kekurangan dalam urutan pengembangannya, yang menimbulkan
kesenjangan antara teori dan praktek. Taba menganjurkan pembalikan urutan – urutan
tradisional yang dimulai dengan desain umum, untuk menghindari kesenjangan antara teori
dan praktek, dan memberikan kemudahan apabila diperkenalkan kepada sekolah lain.

Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif
dengan uratan :

1) Penentuan prinsip – prinsip dan kebijaksanaan dasar

2) Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas


komitmen – komitmen tertentu

3) Menyusun unit – unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh

4) Melaksanakan kurikulum di dalam kelas

Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok sebab tidak merangsang timbulnya
inovasi – inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan
kreativitas guru – guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik
dari model tradisional.Taba yakin bahwa proses deduktif yang paling mendasar ini cenderung
mengurangi kemampuan inovasi kreatif, karena membatasi kemungkinan untuk bereksperimen
tentang ide maupun konsep pengembangan kurikulum yang mungkin timbul. Ia berpegang
bahwa perubahan dapat dimulai dengan mendesain kembali keseluruhan kerangka kerja.

Taba mencantumkan lima langkah untuk mencapai perubahan kurikulum, diantaranya yaitu :

1. Memproduksi unit percontohan wakil dari tingkat kelas atau mata pelajaran.

Taba melihat langkah ini sebagai menghubungkan teori dan praktek. ia mengusulkan delapan
berikut - urutan langkah untuk pengembang kurikulum yang memproduksi unit percontohan.

a. Diagnosis kebutuhan, pengembang kurikulum dimulai dengan menentukan kebutuhan


mahasiswa untuk siapa kurikulum yang sedang direncanakan. Taba diarahkan pekerja
kurikulum mendiagnosa "celah, kekurangan, dan variasi dalam [mahasiswa] latar belakang.

b. Perumusan tujuan Setelah kebutuhan siswa telah didiagnosa, perencana Kurikulum


sepecifies tujuan yang akan acomplished. Taba menggunakan istilah "hasil" dan "tujuan" saling
dipertukarkan, titik yang akan kita kembali lagi nanti.

c. Pemilihan konten. Subyek atau topik untuk dipelajari berasal langsung dari tujuan. Taba
menunjukkan bahwa tidak hanya harus tujuan diperhatikan dalam memilih konten tetapi juga
"Validitas dan signifikansi". dari konten yang dipilih.

d. Organisasi konten. Dengan pilihan konten berjalan satu Taba memutuskan pada tingkat
apa dan bagaimana urutan materi pelajaran akan ditempatkan. Kematangan peserta didik,
kesiapan mereka untuk menghadapi materi pelajaran. dan tingkat prestasi akademik mereka
adalah faktor yang harus dipertimbangkan dalam penempatan sesuai konten.

e. Pemilihan pengalaman belajar. Metodologi atau strategi dimana peserta didik menjadi
involed dengan konten harus dipilih oleh para perencana Kurikulum. Murid menginternalisasi
konten melalui aktivitas pembelajaran yang dipilih oleh guru-perencana.
f. Organisasi kegiatan belajar. Guru memutuskan bagaimana mengemas kegiatan belajar dan
berapa kombinasi dan urutan mereka akan dimanfaatkan. Pada tahap ini guru mengadaptasi
strategi kepada siswa tertentu untuk siapa ia memiliki tanggung jawab.

g. Determination apa yang harus mengevaluasi dan dari cara dan sarana untuk
melakukannya. Perencana harus memutuskan apakah tujuan telah instruktur acomplished.the
memilih dari berbagai cara teknik yang tepat untuk menilai prestasi siswa dan untuk
menentukan tujuan whetherthe kurikulum telah terpenuhi.

h. Memeriksa keseimbangan dan urutan. Taba menasihati pekerja kurikulum untuk mencari
konsistensi di antara berbagai bagian dari unit pembelajaran guru, Untuk aliran yang tepat dari
pengalaman belajar, dan untuk keseimbangan dalam jenis pembelajaran dan bentuk ekspresi.

2. Pengujian unit eksperimental. Karena tujuan dari proses ini adalah untuk menciptakan
sebuah kurikulum yang mencakup satu atau lebih tingkat kelas atau bidang studi dan karena
guru telah menulis unit percontohan mereka dengan kelas mereka sendiri dalam pikiran, unit
sekarang harus diuji "untu menetapkan validitas dan teachbility dan untuk set atas dan batas
bawah dari kemampuan yang diperlukan. "

3. Merevisi dan mengkonsolidasikan. Unit-unit yang dimodifikasi agar sesuai dengan variasi
kebutuhan siswa dan kemampuan, sumber daya yang tersedia, dan gaya pengajaran yang
berbeda sehingga kurikulum dapat sesuai dengan semua jenis kelas. Taba akan menagih
supervisor, koordinator kurikulum, dan Spesialis kurikulum dengan tugas "yang menyatakan
prinsip-prinsip dan pertimbangan theoritichal dimana struktur bangunan unit dan pilihan
konten dan kegiatan pembelajaran didasarkan dan menyarankan batas-batas di mana
modifikasi dalam kelas dapat berlangsung'' Taba direkomendasikan bahwa seperti
"pertimbangan dan saran mungkin dirakit di sebuah buku pegangan menjelaskan penggunaan
unit."

4. Mengembangkan kerangka kerja. setelah sejumlah unit telah dibangun, para perencana
kurikulum harus memeriksa mereka untuk kecukupan ruang lingkup dan kesesuaian urutan.
spesialis kurikulum akan menganggap tanggung jawab menyusun alasan untuk kurikulum yang
telah dikembangkan melalui proses ini.

5. Menginstal dan menyebarkan unit baru. Taba meminta administrator untuk mengatur
approprite di - pelatihan pelayanan sehingga guru secara efektif dapat menempatkan ajaran -
unit pembelajaran ke dalam operasi dalam kelas mereka.

Model induktif Taba mungkin tidak menarik bagi pengembang kurikulum yang lebih memilih
mempertimbangkan aspek-aspek yang lebih global dari kurikulum sebelum melanjutkan ke
spesifik. beberapa perencana mungkin ingin melihat model yang mencakup langkah-langkah
baik dalam mendiagnosis kebutuhan masyarakat dan budaya dan untuk menurunkan
kebutuhan dari materi pelajaran, filsafat, dan teori belajar. Taba, bagaimanapun, diuraikan
pada titik-titik dalam teks-nya.

Perencana lain mungkin lebih memilih untuk mengikuti pendekatan deduktif, dimulai dengan
umum - spesifikasi filsafat, tujuan dan sasaran - dan pindah ke spesifik - tujuan, teknik
pengajaran, dan evaluasi. model tersisa dijelaskan dalam bab ini adalah deduktif.

2.3. Ciri Khas Model Pengembangan Kurikulum Taba

Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal dengan model
terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangan kurikulumnya tidak didahului oleh
konsep-konsep yang datangnya secara deduktif. Dalam kurikulum Hilda Taba sebelum
melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut, terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan
cara mengadakan percobaan yang kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan
pelaksanaan.

Tujuan utama model ini adalah pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa di samping
penguasaan secara tuntas topik yang dibicarakan. Model Taba berorientasi pada pendekatan
proses.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang belajar, sehingga
membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
2. Menurut teori behavioristik pembelajaran adalah upaya membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan dengan lingkungan
dengan tingkah laku pembelajar disebut juga pembelajaran perilaku.
3. Teori Belajar kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan proses berfikir secara komplek
dan mementingkan proses belajar.
4. Teori belajar discovery learning atau yang disebut juga belajar penemuan dari Jerome
Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
konstruktivis yang siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
5. Teori belajar meaningful learning atau disebut juga pembelajaran bermakna adalah proses
kognitif dimana pembelajar mengaitkan informasi baru dengan konsep yang relevan dan
dalil yang sudah mereka ketahui.
6. Teori belajar Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya
disebabkan oleh pertumbuhan saja.
7. Belajar menurut teori belajar Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.
8. Model Pengajaran Taba menekankan penyusunan bahan bahan. pengajaran dalam suatu
sistem yang sesuai yang dapat meningkatkan kemahiran berfikir pelajar.

B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai