Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Air sangat dibutuhkan oleh

makhluk hidup khususnya sebagai air minum, namun air juga menimbulkan

berbagai gangguan kesehatan terhadap si pemakai khususnya diare. Oleh karena

itu, air harus bebas dari pencemaran dan memenuhi tingkat kualitas tertentu

sesuai dengan kebutuhan kadar di dalam tubuh manusia (Wahjuningsih, 2001).

Air yang harus diminum adalah air yang sehat yang harus memenuhi

persyaratan Bakteriologi, kimia radioaktif dan fisik berdasarkan KepMenKes RI

No : 907/MenKes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air

minum, dimana untuk nilai Most probable Number (MPN) yaitu 0/100 ml contoh

air yang dianalisis (Depkes, 2002).

Bakteri Coliform merupakan suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai

indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, susu

dan produk susu. Adanya bakteri Coliform di dalam makanan dan minuman.

Menunjukan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik atau toksigenik yang

berbahaya bagi kesehatan (Suriawiria, 1996).

Pengujian air secara mikrobiologi sangat diperlukan untuk mengukur

kualitas proses sanitasi dan derajat kontaminasi cemaran mikroba dalam air

terutama untuk air yang digunakan sehari-hari. Deteksi dan kuantifikasi tidak

dilakukan dengan mengukur langsung jumlah cemaran mikroba patogen

(penyebab penyakit) tetapi menggunakan mikroba indikator yaitu bakteri

golongan seperti E. coli. Selain bakteri ternyata mikroba yang mencemari air
adalah adanya kontaminasi fungi yang selama ini sangat jarang diidentifikasi,

padahal resiko yang ditimbulkan juga sangat besar, karena keberadaan fungsi

sulit untuk dikendalikan (Wahjuningsih, 2001).

Pemeriksaan MPN dilakukan untuk pemeriksaan kualitas air minum, air

bersih, air badan, air permadian umum, air kolam renang dan pemeriksaan angka

kuman pada air PDAM.

1.2 RumusanMasalah

Bagaimana cara mengetahui aktifitas bakteri Coliform dan bakteri E- coli

pada sampel air dengan metode Most Probable Number (MPN) ?

1.3 TujuanPraktikum

1. Untuk mengetahui aktifitas bakteri Coliform pada air dengan metode Most

Probable Number (MPN).

2. Untuk mengetahui aktifitas bakteri E-Coli pada sampel air menggunakan

uji penguat dengan metode Most Probable Number (MPN).

1.4 ManfaatPraktikum

1. Mahasiswa dapat mengetahui adanya bakteri Coliform pada sampel air

dengan metode Most Probable Number (MPN).

2. Mahasiswa dapat mengetahui adanya bakteri E-Coli pada sampel air

menggunakan uji penguat dengan metode Most Probable Number (MPN).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan kebutuhan paling vital bagi kehidupan manusia dan

mahluk hidup lainnya. Tubuh manusia terdiri dari sekitar 65% air mahluk

hidup yang kekurangan air cukup banyak dapat berakibat fatal atau bahkan

mengakibatkan kematian. Manusia memerlukan 2,5-3 liter air untuk minum

dan makan kebutuhan air minum setiap orang bervariasi tergantung pada

berat badan dan aktivitasnya dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari. Air minum

harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, maupun bakteriologis (Suriawiria,

2008).

Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan jumlah sekitar 1.368

juta km3. Dari jumlah tersebut 97.23% adalah air laut. 2.15% es dan salju dan

sisanya 0.625 adalah air tawar yang berada di daratan (danau, sungai dan air

tanah). Prosentase bentuk air tawar terhadap air di bumi adalah air tanah

0.695%, air permukaan 0.027%, air atmusfer 0.001% dan salju 2.063%. di

dalam perairan, terdapat ion utama (major ion), ion renik (trac) dan minor ion

atau ion yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam perairan. Ion utama terdiri

dari Kalsium (Ca2+), Magnesium, (Mg2+), Natrium (Na2+), Kalium (K2+),

Klorida (Cl),Bikarbonat (HCO), dan Sulfat (SO42-). Di perairan kandungan

ion -ion tersebut dinyatakan dalam satuan mg/liter (Suriawiria, 2008).

Air permukaan yang mengandung bahan organik mudah terurai dalam

konsentrasi tinggi secara normal akan mengandung bakteri dalam jumlah


yang tinggi pula yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kualitas air

permukaan. Faktor biotik air yang terdapat di dalam air terdiri dari bakteria,

Fungi, Mikroalgae, Protozoa dan virus, Serta tumbuhan-tumbhan air lainnya

yang kehadirannya dapat menguntungkan tetapi juga dapat merugikan. Ada

keterkaitan yang sangat kuat antara lapisan air dimana air berada dengan

lapisan tanah, dimana keduanya dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Air juga

merupakan pelarut universal karena dapat melarutkan berbagai macam zat

kimia, seperti garamgaram, gula, asam, dan beberapa jenis gas dan banyak

macam molekul organik, (Suriawiria, 2008).

Warna air dapat berubah menjadi warna hijau, biru atau warna lain yang

sesuai dengan warna yang dimiliki oleh mikroalgae. Suatu proses yang sering

terjadi pada danau atau kolam besar yang seluruh permukaannya ditumbuhi

oleh algae yang sangat banyak dinamakan blooming. Keadaan blooming

sering terjadi kasus-kasus ikan mati, terutama yang masih kecil yang

disebabkan karena jenisjenis mikroalgae tersebut dapat menghasilkan toksin

yang dapat meracuni ikan. Air jernih belum tentu bersih. Ini dihubungkan

dengan keadaan bahwa air, sejak keluar dari mata air, sumur, ternyata sudah

mengandung mikroba, khususnya bakteri atau mikroalgae. Air yang kotor

atau sudah tercemar, misal air sungai, air kolam, air danau dan sumber-

sumber lainnya, disamping akan didapati mikroba seperti pada air jernih, juga

kelompok mikroba lainnya yang tergolong penyebab penyakit, penghasil

toksin, dan penyebab blooming (Suriawiria, 2008).


2.2 Pengolahan Air Minum

Pengolahan air adalah usahaa-usaha teknis yang dilakukan untuk

mengubah suatu zat karena itu pengelolaan sumber daya air sangat penting.

Pengolahan air minum dilakukan tergantung dari kualitas air baku yang

digunakan baik pengolahan sederhana sampai dengan pengolahan yang

kompleks. Pengolahan air baku ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas

air sehingga aman dan tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang

menggunakannya. Prinsip pengolahan air minum terdiri dari beberapa jenis:

1. Pengolahan Fisik, pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan kotoran-kotoran kasar, penyisiran lumpur serta

mengurangi zat-zat organik.

2. Pengolahan Kimia, pengolahan kimia yaitu suatu tingkat pengolahan

dengan menggunakan zat kimia untuk membantu proses selanjutnya,

misalnya dengan pembubuhan kapur.

3. Pengolahan Bakteriologis, suatu pengolahan untuk membunuh atau

memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yakni

dengan cara pembubuhan bahan desinfektan (Suriawiria, 2008).

Sanitasi air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Sanitasi air yang paling sederhana dengan memanaskan air hingga titik

didih.

2. Klorinasi atau pencampuran kaporit kedalam air.

3. Penggunaan senyawa perak dan ini jarang digunakan, perak nitrat biasanya

digunakan dengan mencampurkan ke dalam air.


4. Pengolahan Ultraviolet dimana air dialirkan melalui tabung dengan lampu

ultraviolet. Sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000

MW sec/cm2 (micro watt detik per sentimeter persegi). Radiasi sinar

ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan

waktunya cukup.

5. Ozonisasi yaitu merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri

patogen, termasuk virus. Penggunaan ozon menguntungkan karena pipa,

peralatan dan kemasan akan ikut di sanitasi sehingga produk yang

dihasilkan akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan,

ozon merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman,

(Suriawiria, 2008).

Proses pengolahan air minum pada prinsipnya harus mampu

menghilangkan semua jenis polutan, baik pencemaran fisik kimia maupun

mikrobiologis. Air minum yang baik tidak tercemar secara berlebihan oleh

zat-zat kimia yang dan mineral yang berbahaya bagi kesehatan dan

diharapkan bahan kimia yang terdapat didalam air minum tidak sampai

menimbulkan kerusakan pada tempat penyimpanan air, sedangkan bahan

kimia dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh harus terdapat dalam kadar

yang sewajarnya (Suriawiria, 2008).

2.3 Kandungan Klorida (Cl) dalam Air

Klorida adalah salah satu ion yang penting bagi tubuh karna merupakan

anion yang paling berperan dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit.

Kehilangan klorida berlebihan dapat disertai dengan natrium. Klorida beredar


bersama sodium dan air untuk menjaga tekanan osmosis dalam cairan tubuh.

Klorida juga bagian penting dalam asam lambung yang berupa asam

hidroklorida (HCl) dimana asam lambung ini merupakan salah satu bagian

utama dalam sistem pencernaan manusia (Suriawiria, 2008).

Klorida merupakan ion yang terbentuk dari unsur klor yang mendapatkan

satu elektron untuk membentuk suatu anion atau ion yang bermuatan

negative. Klorida dapat pula diartikan sebagai senyawa kimia dimana satu

atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul, tingkat

toksisitas klorida tergantung pada gugus senyawanya, misalnya Natrium

Klorida (NaCl) sangat tidak beracun, tetapi karbonil khlorida sangat beracun.

Di Indonesia,Klor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air

minum. Dalam jumlah banyak,klorida akan menimbulkan rasa asin. Sebagai

desinfektan, residu klor di dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi

khlor ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-

hidrokarbon (CL-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa

karsinogenik (Suriawiria, 2008).

Efek kekurangan klorida pada keadaan hipokloremik dapat menyebabkan

alkalosis metabolik yang ditandai dengan kebingungan, pernapasan lambat,

paralisis, dan kejang otot. Alkalosis metabolik hipokloremik dapat terjadi

setelah muntah yang lama atau penggunaan diuretik berlebihan.

Hiperkloremik dapat menyebabkan asidosis metabolik dengan gejala badan

lemah, sakit kepala, mual, dan serangan jantung. Klorida banyak ditemukan

sehari-hari dalam berbagai bahan, seperti pada garam dapur, roti, mentega,
keju, susu, telur, daging sapi, ikan, tembakau, anggur,kacang-kacangan,

sayuran, pakan ternak, pupuk, larutan pemutih, tanah, dan air. Konsentrasi ion

klorida dalam plasma adalah 100 -107 mmol/L. Klorida juga banyak terdapat

pada sediaan farmasi, misalkan infus NaCl 0,9%, minuman isotonis pengganti

ion, tablet effervescent, bedak pemutih, deodoran, larutan pencuci mulut, dan

desinfektan. Proses pertukaran ion melibatkan reaksi kimia antara ion dalam

fasa cair dengan ion dalam fasa padat. Ion-ion tertentu dalam larutan lebih

mudah terserap oleh solid penukar ion, dan karena elektronetralitas harus

dijaga, solid penukar melepas ion dan dipertukarkan ion dalam larutan.

Dalam proses demineralisasi, kation Na+ dan anion Cl- disisihkan dari air dan

solid resin melepas ion H+ untuk ditukar dengan ion Na2+, serta OH- ditukar

dengan Cl- dari air sehingga kandungan Na+ dan Cl- dalam air menjadi

berkurang atau hilang (Suriawiria, 2008).

2.4 Kandungan Kalsium (Ca) dalam Air

Kalsium merupakan mineral yang diperlukan di dalam tubuh manusia,

pada manusia normal kandungan kalsium adalah 1,5%-2,2% dari berat tubuh

(totalnya sekitar 700-1400 gr). Peraturan WHO kandungan Ca2+ yang

dianjurkan pada air minum adalah 75 mg/l, dan standart maksimum yang

diperbolehkan adalah 250 mg/l. Kalsium banyak terdapat di dalam tulang dan

gigi (99%),dan sisanya tersebar dalam darah dan jaringan lunak. Sayuran juga

banyak mengandung kalsium, khususnya bok choy (kubis cina), lobak cina,

kangkung, bayam, dan brokoli. Sementara sayuran dan buah yang

mengandung sedikit kalsium ada banyak, termasuk buncis, jeruk, minyak


wijen, minyak zaitun, lemon, dan bawang putih. Mineral terdapat di dalam

tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik

tingkat sel,jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.

Keseimbangan mineral di dalam tubuh sangat di perlukan untuk pengaturan

kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan asam basa, pemeliharaan kepekaan

otot dan saraf terhadap rangsangan. Kalsium berperan dalam pembentukan

tulang dan gigi (Suriawiria, 2008).

Tingkat kecukupan kalsium pada umumnya yang dibutuhkan tubuh setiap

hari berkisar antara 800 mg hingga 1200 mg, tetapi kebutuhn tersebut berbeda

pada setiap jenis kelamin dan golongan umur. Pada orang dewasa (sampai

awal empat puluhan), asupan kalsium yang cukup dapat membantu

mempertahankan kepadatan tulang, khususnya di bagian pinggul, tempat

sebagian pengeroposan terjadi. Dikalangan wanita pramenopause, pasca-

menopause dan tua, asupan kalsium yang cukup dapat mengurangi laju

pengeroposan tulang meskipun tidak benar-benar mencegah keropos tulang.

Tingkat kecukupan kalsium dapat pula dikategorikan berdasarkan tingkat

konsumsi zat gizi makro dan mikro.Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat,

protein, lemak dan air.Sedangkan kelompok zat gizi mikro terdiri atas vitamin

dan mineral. Kalsium merupakan salah satu nutrient esensial yang dibutuhkan

untuk berbagai fungsi tubuh (Suriawiria, 2008).

Jumlah kalsium harian yang dianjurkan kelompok populasi jumlah

kalsium (mg/hari) wanita:


1. 25 – 50 tahun : 1000

2. Menopause : 1500

3. Wanita hamil/menyusui : 1200 – 1500

Adapun fungsi kalsium yakni:

1. Pembentukan tulang dan gigi.

2. Mempertahankan struktur normal sel

3. Penyampaian pesan syaraf

4. Kontraksi otot jantung

Adapun akibat kekurangan kalsium:

1. Pada wanita hamil : gigi linu, sakit punggung pinggang ngilu, mual,

insomnia dan keram.

2. Masa menyusui : gigi sakit, linu, sakit pinggang.

3. Pengeroposan tulang (osteoporosis), tulang mudah patah.

4. Masa pertumbuhan : pertumbuhan terlambat.

5. Menurunnya kekebalan tubuh (imunitas), pertumbuhan tulang tidak baik,

kebusukan gigi.

6. Orang dewasa : keram otot, tegang, dan sulit tidur, jantung berdebar tidak

normal, badan pegal.

7. Menopouse : sakit pinggang, insomnia, tegang, suasana hati tidak baik.

8. Manula : Insomnia, osteoporosis, tulang mudah patah, tinggi badan

menyusut (Suriawiria, 2008).


2.5 Pengertian Bakteri Coliform

Coliform adalah bakteri yang terdapat di saluran pencernaan dari

hewan, termasuk manusia dan juga ditemukan pada limbah yang mereka

hasilkan. Coliform juga ditemukan di dalam tanaman dan material tanah

(James, 2013).

Bakteri coliform adalah jenis bakteri yang umum digunakan sebagai

indikator penentuan kualitas sanitasi makanan dan air. Coliform sendiri

sebenarnya bukan penyebab dari penyakit-penyakit bawaan air, namun

bakteri jenis ini mudah untuk dikultur dan keberadaannya dapat digunakan

sebagai indikator keberadaan organisme patogen seperti bakteri, virus atau

protozoa yang merupakan parasit yang banyak hidup dalam sistem

pencernaan manusia serta terkandung dalam feses. Organisme indikator

digunakan karena ketika seseorang terinfeksi oleh bakteri patogen, orang

tersebut akan mengekskresi organisme indikator jutaan kali lebih banyak

dari pada organisme patogen. Hal inilah yang menjadi alasan untuk

menyimpulkan bila tingkat keberadaan organisme indikator rendah maka

organisme patogen akan jauh lebih rendah atau bahkan tidak ada sama

sekal (James, 2013).

Bakteri coliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak

patogen, mudah serta cepat dikenal dalam tes laboratorium serta dapat

dikuantifikasikan, tidak berkembang biak saat bakteri patogen tidak

berkembang biak, jumlahnya dapat dikorelasikan dengan probabilitas


adanya bakteri patogen, serta dapat bertahan lebih lama daripada bakteri

patogen dalam lingkungan yang tidak menguntungkan (James, 2013).

2.6 Karakteristik Bakteri Colliform

Golongan bakteri coliform merupakan indikator alami baik di dalam air

yang tampak jernih maupun air kotor, yang memiliki karakteristik

sebagai berikut: berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora,

pada temperatur 37°C dapat memfermentasikan laktosa dengan

membentuk asam dan dalam 48 jam dapat membentuk gas (James,

2013).

2.7 Klasifikasi Bakteri Colliform

Bakteri Colliform dalam air minum diklasifikasikan menjadi tiga

golongan, yaitu coliformtotal, fecal Colliform, dan E. coli. Coliform total

yaitu termasuk bakteri yang ditemukan dalam tanah, air yang telah

dipengaruhi oleh permukaan air, dan limbah manusia atau hewan (James,

2013).

Fecal Colliform adalah kelompok dari Colliform total tetapi lebih spesifik

hanya untuk bakteri yang juga dapat hidup dalam saluran cerna atau tinja

manusia ataupun hewan berdarah panas. Karena asal usul dari fecal Colliform

lebih spesifik maka fecal Colliform dianggap sebagai indikasi yang lebih

akurat untuk menentukan kontaminasi air oleh tinja manusia atau hewan

berdarah panas daripada total coliform (James, 2013).

Sedangkan Escherichia coli (E.coli) adalah spesies yang utama

dalam kelompok fecal Colliform, dari lima kelompok umum bakteri


Colliform, hanya E.coli yang umumnya tidak bereproduksi dan tumbuh

di lingkungan. Akibatnya, E.coli dianggap sebagai spesies bakteri

Colliform untuk indikator terbaik dari pencemaran tinja dan

kemungkinan disertai adanya bakteri yang patogen, (James, 2013).

2.8 Escherichia Coli

Escherichia coli adalah batang Gram negatif dengan ukuran 0,4 – 0,7

x 1 –3 mm. Escherichia coli adalah fakultatif anaerob dan dapat tumbuh di

media sederhana dengan sebagian koloni dapat bergerak, sebagian tidak.

Biasanya meragi laktosa dan memproduksi gas dari glukosa seperti indol

dan asetat tetapi tidak memproduksi sitrat. Beberapa strain memproduksi

beta hemolisin (Rahaja, 2015).

Escherichia coli hidup secara normal pada usus besar manusia dan

binatang tertentu tetapi tidak menyebabkan binatang atau manusia tersebut

menjadi sakit apabila dalam batas normal. Jumlah normal konsentrasi

Escherichia coli pada feses 1.000.000 – 100.000.000/gr feses. Untuk

mendeteksi kadar feses manusia pada air, Escherichia coli dipilih sebagai

indikator dari level polusi air, pengukurannya menggunakan indeks

Colliform. Penentuan Colliform fekal menjadi indikator pencemaran

dikarenakan jumlah koloninya pasti berkolerasi positif dengan keberadaan

bakteri patogen. Oleh karena itu, Colliform adalah indikator kualitas air.

Makin sedikit kandungan Colliform artinya kualitas air semakin baik

(Rahaja, 2015).
Escherichia coli yang disekresikan dalam jumlah besar melalui feses akan

mengkontaminasi lingkungan dan bakteri ini akan bertahan hidup (tidak

tumbuh) dalam beberapa hari sampai beberapa minggu di luar tubuh. Apabila

Escherichia coli ditemukan dalam persedian air, harus diperhitungkan

indikasi bahwa persediaan air tersebut telah terkontaminasi oleh feses

manusia dan hewan. Air yang terkontaminasi ini dapat menimbulkan gejala

jika jumlah mikroorganismenya berkisar antara 108 –109 bakteri/ml air

(Rahaja, 2015).

Escherichia coli biasanya tidak merugikan manusia bahkan Escherichia

coli membentuk vitamin K tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan

Escherichia coli dapat berbahaya:

1. Apabila bakteri keluar dari saluran pencernaan dan masuk ke traktus

urinarius ini dapat menyebabkan infeksi biasanya disebut honey moon

cystitis karena intercourse dapat menyebabkan bakteri masuk kandung

kemih.

2. Ketika bakteri keluar dari saluran pencernaan melalui perforasi lalu masuk

ke abdomen menyebabkan peritonitis.

3. Beberapa strain Escherichia coli bersifat toksik (beberapa

menghasilkan toksin yang mirip disentri) dan dapat menyebabkan

keracunan makanan (terkontaminasi saat penyimpanan, pemakaian)

dapat fatal apabila di makan anak kecil, orang dewasa dengan

imunodefisiensi (Rahaja, 2015).


Escherichia coli adalah penyebab yang paling sering dari infeksi saluran

kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada

kira-kira 90% wanita muda, gejala dan tanda-tandanya antara lain sering

kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan

dengan infeksi saluran kemih bagian atas. Infeksi saluran kemih dapat

mengakibatkan bakteremia dengan tanda-tanda klinik sepsis. Escherichia

coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh dunia.

Escherichia coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat virulensinya,

dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda

(Rahaja, 2015).

a) Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting

diare pada bayi, khususnya dinegara berkembang. EPEC melekat

pada sel mukosa usus kecil. Terjadi kehilangan mikrovili

(penumpulan), membentuk tumpuan filamen aktin atau struktur mirip

mangkuk, dan kadang-kadang, EPEC masuk ke dalam sel mukosa.

Dapat terlihat lesi yang khas pada mikrograf elektron dari biopsi lesi

usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya

sembuh sendiri tetapi dapat juga menjadi kronik.

b) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang

sering dari diare wisatawan dan sangat penting menyebabkan diare

pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang

spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel

usus kecil.
c) Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC) menghasilkan verotoksin,

dinamai sesuai efek sitotoksiknya pada sel Vero, suatu sel ginjal dari

monyet hijau Afrika. EHEC berhubungan dengan kolitis

hemoragik, bentuk diare yang berat, dan dengan sindroma uremia

hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik

mikroangiopatik, dan trombositopenia.

d) Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang

sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit terjadi paling sering pada

anak-anak dinegara berkembang dan pada para wisatawan yang

menuju kenegara tersebut. EIEC menimbulkan penyakit melalui

invasinya ke sel epitel mukosa usus.

e) Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan

kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan

pola khas pelekatannya pada sel manusia. Sangat sedikit yang

diketahui mengenai faktor virulensi EAEC dan epidemiologi

penyakit yang disebabkannya, (Rahaja, 2015).

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, Escherichia coli

dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru

lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak

memiliki antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran

kemih. Escherichia coli dan streptokokus golongan B adalah

penyebab utama meningitis pada bayi. Escherichia coli merupakan

penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal, dan kira-kira 75%
Escherichia coli dari kasus meningitis ini mempunyai antigen K1.

Antigen ini bereaksi silang dengan polisakarida sampai golongan B dari

N.meningitidis (Rahaja, 2015).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Pelaksanaan praktikum bakteriologi III dilaksanakan pada hari jumat dan

sabtu, tanggal 12 dan 14 april 2019. Bertempat dilaboratorium Mikrobiologi

STIKES Bina Mandiri Gorontalo.

3.2 Metode

Adapun praktikum kali ini yaitu melakukan uji penguat bakteri E.coli pada

air dengan metode most probable number dan uji kuanlitatif bakteri colliform

pada sampel minuman kemasan dengan metode Most Probable Number.

3.3 Pra Analitik

Adapun alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum kali ini yaitu

autoklaf, inkubator, mikroskop, tabung reaksi, pipet tetes, cawan petri, tabung

durham, vortex, sampel bahan makanan, NaCl fisiologis, dan EMBA.

3.4 Analitik

3.4.1 Uji penguat bakteri E.coli

1. Sterilkan jarum ose dengan pembakaran.

2. Ambil sedikit koloni di tabung uji penduga positif dengan jarum

ose.

3. Lakukan teknik pemindahan biakan dengan metode goresan pada

media EMBA.

4. Inkubasi selama 1 x 24 jam dengan suhu 37°C.

5. Pengamatan perubahan warna koloni di media EMBA.


3.4.2 Uji kualitatif bakteri colliform

1. Menyediakan 12 tabung reaksi, 3 tabung berisi 9 ml aquadest steril,

9 tabung berisi 9 ml Laktosa Broth (LB).

2. Mengisi 1 ml sampel air kedalam tabung 1 yang berisi NaCl

fisiologis kemudian dihomogenkan dengan vortex.

3. Mengambil 1 ml dari tabung pertama setelah itu memasukkannya

kedalam tabung kedua, mengocok sampai homogen dengan vortex,

hingga konsentrasi larutan dalam tabung kedua menjadi 10-2 dan

membuat pengenceran 10-2. Begitu juga untuk tabung ketiga

menjadi pengenceran 10-2.

4. Mengambil larutan dari tabung 10-1 sebanyak masing-masing 1 ml

untuk 3 tabung (isi LB 9 ml) 10-1 kemudian mengambil larutan dari

tabung 10-2, sebanyak masing-masing 1 ml untuk 3 tabung 10-2 juga

untuk pengenceran 10-3.

5. Mengingkubasi dengan suhu 22-37°C selama 2 x 24 jam.

3.5 Pasca Analitik

a) Perhitungan:

Dik : Seri tabung 3-3-3 = 1898

Dit : Jumlah mikroba pada sampe minuman…?

Penye : = Seri tabung yang berada pada table X Pengenceran terkecil

= 1898 X 10-2

= 189.800/100 ml
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasilnya

yakni sebagai berikut:

a. Uji Penduga (Presumptive test)

No. Sampel Keterangan

Positif adanya bakteri koliform,

karena terjadi kekeruhan dan


1. Tabung I Pengenceran 10-1
terdapat gelembung di tabung

durham pada tabung

Positif adanya bakteri koliform,

2. Pengenceran 10-2 karena terjadi kekeruhan serta

terjadi perubahan warna kuning,

Positif adanya bakteri koliform,

3. Pengenceran 10-3 karena terjadi kekeruhan serta

terjadi perubahan warna kuning


b. Uji Penguat (Confirmed Test)

No. Gambar Hasil Keterangan

1. Uji penguat 10-1 Positif mengandung bakteri

colliform Escherichia coli ,

karena bakteri Escherichia coli

yang tumbuh berwarna merah

kehijauan dengan kilat metalik.

Dan dilihat dibawah mikroskop

setelah dilakukan pewarnaan

gram, didapatkan bakteri gram

negatif berbentuk basil.

2. Uji penguat 10-3 Positif mengandung bakteri

colliform Escherichia coli,

karena bakteri Escherichia coli

yang tumbuh berwarna merah

kehijauan dengan kilat metalik.

Dan dilihat dibawah mikroskop

setelah dilakukan pewarnaan

gram, didapatkan bakteri gram

negatif berbentuk basil.


4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini melakukan analisis mikroorganisme air dengan metode

MPN (Most Probable Number). Pada metode MPN ini menggunakan sampel

air Galon dan ditanam di media cair LB pada uji penduga dan media EMB

pada uji penguat, sedangkan lartan pengencernya menggunakan pepton NaCl

fisiologis. Sebelum penanaman mikroorganisme pada media cair, dilakukan

pengenceran sampel dengan pepton water hingga 10-3 . Pada praktikum ini

dilakukan uji penduga dan penguat, uji penduga merupakan tes pendahuluan

tentang ada tidaknya kehadiran bakteri colliform, sedangkan uji penguat

dilakukan untuk menegaskan bahwa gas yang terbentuk disebabkan oleh

bakteri colliform dan bukan dari bakteri lainnya.

Untuk membuat pengenceran sampel 10-1 yaitu memipet 1 ml sampel dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml pepton water 1%, hal

yang dilakukan pada pengenceran 10-2 dan 10-3. Uji penduga dilakukan

dengan hasil pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 dipipet masing-masing 1 ml lalu

masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label yang berisi media

cair LB dan tabung durham, dan di lakukan pada setiap pengenceran masing-

masing 3 tabung reaksi. Lalu diinkubasi pada suhu 30°– 32°C selama 48

jam. Hasil yang positif ditandai dengan terjadinya kekeruhan dan gelembung

gas, apabila terdapat gelembung maka dilanjutkan dengan uji penguat.

Uji penguat dilakukan dengan cara penanaman dengan metode pour plate

dalam media EMB, dari hasil uji penduga yang terbentuk gelembung gas

dipipet 1 ml dan dimasukkak ke dalam cawan petri kemudian masukkan


media EMB dan homogenkan. Lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24

jam. Hasil yang positif yaitu koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna

merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda

dengan lendir untuk kelompok colliform lainnya.

Uji penguat pada hasil uji penduga pengenceran 10-1 positif mengandung

bakteri koliform Escherichia coli, yang ditunjukkan dengan terjadinya warna

merah kehijauan dengan kilat metalik pada permukaan media dan pada saat

dilakukan pewarnaan gram didapatkan bakteri gram negatif dan bentuknya

basil sesuai dengan ciri-ciri dari bakteri E.Coli. Sedangkan pada hasil uji

penduga pengenceran 10-3 positif mengandung bakteri colliform lainnya,

karena terdapat koloni kecil-kecil dengan warna kehitaman yang merupakan

ciri koloni bakteri colliform.

Pada praktikum ini dapat diamati bahwa uji penduga pada sampel air

kamar mandi sekolah yang dilakukan pengenceran 10-1 sampai 10-3 positif

adanya bakteri colliform, karena pada pengenceran 10-1 ketiga tabung terjadi

kekeruhan dan terdapat gelembung didalam tabung durham, pada

pengenceran 10-2 ketiga tabung terjadi kekeruhan di bagian atas larutan tetapi

tidak terbentuk gelembung gas, sedangkan pada pengenceran 10-3 terjadi

kekeruhan dan terbentuk gelembung gas pada ketiga tabung. Setelah dihitung

menggunakan tabel MPN dari seri 3 tabung dengan kombinasi 3-3-3

diperoleh hasil dari penjumlahan 1898 x 102 yakni 189.800/100 ml.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

pada sampel air galon yang terjadi perubahan warna hijau menjadi warna

kuning kemerahan degan adanya gelembung pada tabung durham bahwa air

galon yang dijadikan sampel tersebut positif terdapat bakteri colliform. Yakni

sampel air telah tercemar dengan bakteri colliform. Diduga terdapat bakteri

colliform karena terjadinya perubahan warna pada medium Lactose Broth

menjadi kuning kemerahan. Dimana bakteri colliform dapat

mengfermantasikan laktosa sehingga menhasilkan asam dan gas. Dan

dilakukan uji penguat dengan dengan menggunakan medium

selektif/diferensial yaitu media EMBA dan setelah diinkubasi selama 1 X 24

jam terdapat koloni dngan hijau metalik yang menandakan adanya bakteri

Escherichia coli.

5.2 Saran

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan

yaitu tetap mempertahankan kualitas alat dan bahan yang akan digunakan

untuk praktikum-praktikum berikutnya agar hasil dari praktikum akan lebih

akurat.
DAFTAR PUSTAKA

James. G, 2013. Microbiology A Laboratory Manual. Jakarta: KDT.


Kep Menkes. 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta.
Rahaja. Z.T, 2015. Identifikasi Escerichia Coli Pada Air Minum. Universitas
Islam Negeri Jakarta.
Suriawira. U. 1995. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara
Mokrobiologi. Bandung: Penerbit Alumni.
Wahjuningsih, E. 2001. Substrat Khromogenik-Fluorogenik pada Uji Cemaran
Coli Dalam Air. Unitas. Vol. 9, No. 2: 44-56.
LAMPIRAN

Hasil pengamatan bakteri colliform pada minuman kemasan dengan metode MPN

Anda mungkin juga menyukai