Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS JURNAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT YANG BERTUGAS


DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Etika Hukum Kesehatan

Disusun oleh:
Dian Tika Fitasari 08180100258
Sihmulyaningtyas P. 08180100259

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, dokter dan perawat adalah


tenaga yang paling dekat hubungannya dengan pelayanan kepada pasien.
Hubungan yang terjalin dengan pasien dapat dikatakan sebagai perikatan
upaya perawatan dan penyembuhan penyakit atau transaksi terapeutik, dimana
hal tersebut didalamnya melahirkan hak dan kewajiban antara berbagai pihak
yaitu dokter, perawat, dan pasien itu sendiri (Veronika, 2002).

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit


menjalankan tiga fungsi, yaitu: pertama fungsi independen atau fungsi
mandiri berupa pemberian asuhan keperawatan kepada pasien; kedua fungsi
interdependen yang bersifat kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain berupa
pemberian pelayanan keperawatan yang diberikan bersama tenaga kesehatan
lain; ketiga fungsi dependen yang berdasarkan advis atau instruksi dokter
berupa tindakan perawat untuk membantu dokter dalam melaksanakan
tindakan medis tertentu (Nisya, 2013).

Dalam Jurnal Ayih tahun 2018 menyatakan bahwa keterbatasan tenaga


medis (dokter) menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan
tindakan pengobatan atau melakukan tindakan medis yang bukan
wewenangnya. Tindakan tersebut dilakukan dengan atau tanpa adanya
pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain termasuk dokter, sehingga
dapat menimbulkan permasalahan hukum terkait dengan tanggung jawab yang
dibebankan sepihak dan bisa merugikan perawat. Hal ini berarti bahwa
pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan mengenal adanya pelimpahan
wewenang, yang biasa dikenal dengan delegasi wewenang. Praktik
pelimpahan wewenang (delegasi wewenang) tersebut melibatkan komunitas
perawat, yang terjadi baik pada pelayanan keperawatan maupun praktik
pelayanan kesehatan. Delegasi wewenang tersebut dipahami sebagai
pelimpahan dari dokter kepada perawat untuk melaksanakan tugas medis
tertentu.

Hasil penelitian Reny Suryanti tahun 2011, tindakan medis yang


dilimpahkan dokter kepada perawat di ruang rawat inap meliputi injeksi
(41,7%), pemasangan infus (33,3%), pemasangan kateter (25%), serta
pemasangan NGT (nasogastric tubes), kumbah lambung, dan pemasangan
skin traksi (18,7%).

Pelimpahan wewenang akibat kurangnya tenaga dokter terjadi hampir


di seluruh pusat layanan kesehatan yang ada di Indonesia. Akan tetapi pada
situasi dan kondisi tertentu perawat diperbolehkan untuk melakukan
pelayanan kesehatan diluar batas kewenangannya, yaitu dalam keadaan
darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien. Hal ini diatur dalam
peraturan perundang-undangan yaitu pada Pasal 20 ayat (1) Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1239 Tahun 2001 Tentang Registrasi dan Praktik
Perawat yang menyebutkan bahwa: “Dalam keadaan darurat yang mengancam
jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15”
(Sukindar, 2017).

Untuk itu, maka pembahasan mengenai Perlindungan Hukum


Terhadap Perawat dalam Melakukan Tindakan Medis diperlukan. Sehingga
diharapkan perawat dapat memahami secara lebih baik sekaligus diperoleh
rumusan yang lebih memadai dalam pelaksanaan tugas perawat dalam
pelimpahan wewenang tindakan medis.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan


Perlindungan Hukum Terhadap Perawat dalam Melakukan Tindakan Medis
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perawat dalam melakukan tindakan


medis?
2. Bagaimana Mekanisme Pelimpahan Wewenang Dokter Kepada Perawat
dalam Tindakan Medis?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Latar Belakang Jurnal


Hal yang melatarbelakangi penelitian jurnal “Perlindungan Hukum
Terhadap Perawat dalam Melakukan Tindakan Medis” oleh Sukindar tahun
2017 adalah adanya ketidaksesuaian penerapan kewenangan diantara tenaga
kesehatan, baik dikalangan dokter, bidan dan perawat. Beberapa hal yang
sebenarnya adalah wewenang dokter, tetapi dilakukan oleh perawat. Menurut
aturan, pelimpahan tugas diperbolehkan, namun pada dasarnya dalam
pelaksanaannya tetap harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena hal
ini juga mengandung risiko berat bagi perawat, yang tidak menutup
kemungkinan suatu saat bisa terjadi kesalahan/kelalaian dalam
pelaksanaannya, sehingga petugas yang bersangkutan terpaksa harus
berurusan dengan hukum.
Dalam jurnal ini peneliti menggunakan 3 teori landasan untuk
membahas “Perlindungan Hukum Terhadap Perawat dalam Melakukan
Tindakan Medis” yaitu Teori Perlindungan hukum, Teori Kewenangan dan
Teori Pertanggungjawaban. Selain itu konsep-konsep terkait juga dijelaskan
dalam rangka mempermudah dan memperjelas dalam memberikan
pemahaman untuk tercapainya tujuan penulis dalam menganalis permasalahan
sebagaimana dimaksud. Adapun konsep-konsep tersebut antara lain:
Perlindungan hukum, tenaga kesehatan (dokter dan perawat), tindakan medis,
dan pelimpahan kewenangan.
Metode penelitian yang digunakan pada jurnal tersebut adalah
penelitian yuridis normative yaitu penelitian dengan menggunakan peraturan
perundangan-undangan. Penelitian yuridis normative ini sesuai dengan
kekhasan karakter keilmuan hukum yaitu terletak pada telaahan atau kajian
hukum terhadap hukum positif yang meliputi tiga lapisan keilmuan hukum
yang terdiri atas telaahan dogmatika hukum, teori hukum dan filsafat hukum.

B. Pembahasan Isi Jurnal


Hubungan hukum antara dokter dan perawat dapat terjadi karena
adanya rujukan atau pendelegasian yang diberikan oleh dokter pada perawat.
Sementara atas hubungan pendelegasian ini, perawat tidak dapat mengambil
kebijaksanaan sendiri tetapi melakukan tindakan sesuai dengan delegasi yang
diberikan oleh dokter. Hubungan antara dokter dan perawat ini seperti yang
terdapat dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
pada Bagian Ketiga Pelimpahan Tindakan Pasal 65, bahwa dalam
praktiknya tanpa instruksi dokter, perawat tidak berwenang untuk
bertindak secara mandiri, kecuali dalam bidang tertentu yang bersifat
umum dan merupakan tugas dari perawat. Kewenangan perawat
ditentukan dalam Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan. Dalam praktiknya terkadang terjadi kerancuan di bidang
kewenangan, yaitu kewenangan di bidang kedokteran ditangani oleh perawat.
Hal itu menyebabkan terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas,
khususnya apabila tenaga medis tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan
pada sarana pelayanan kesehatan.
Tanggung jawab hukum dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan, terdapat 3 bentuk hukum yaitu hukum perdata, pidana
dan administrasi dimana hukum tersebut memiliki ketentuan masing-masing
sesuai dengan jenis tindakan yang harus dipertanggungjawabkan oleh seorang
tenaga medis. pasal 1 angka 6 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya dalam bidang kesehatan. Dalam menjalankan praktik
keperawatan pemerintah mengeluarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/Menkes/Sk/Xi/2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Dalam
menjalankan tugas di pusat pelayanan kesehatan kemungkinan suatu saat kan
terjadi kelalaian/kesalahan dalam tugas, sehingga perawat harus bertanggung
jawab dan bersangkutan dengan hukum. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1239 Tahun 2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat Pasal 1 ayat
(2,3,4 dan 5) adalah sebagai berikut :
1. Ayat (2) Surat Ijin Perawat selanjutnya disebut SIP, suatu bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan
diseluruh wilayah Indonesia.
2. Ayat (3) Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti
tertulis yang diberikan perawat untuk melakukan praktik keperawatan
disarana pelayanan kesehatan.
3. Ayat (4) Surat Ijin Praktik Perawat selanjutnya disebut SIPP
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan
praktik perawat perorangan/bekelompok.
4. Ayat (5) Standar Profesi adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
Dan perawat juga dipayungi dengan hukum yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Komponan
utama pemberi pelayanan dalam bidang kesehatan adalah dokter, apabila
dokter memberikan wewenang atau delegasi kepada perawat, Dasar hukum
yang mengatur tentang pelimpahan wewenang dokter kepada perawat
sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran adalah sebagai berikut : Pasal 23 (1) Dokter atau dokter gigi dapat
memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis
dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. (2) Tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan dalam keadaan di mana terdapat kebutuhan pelayanan yang
melebihi ketersediaan dokter atau dokter gigi di fasilitas pelayanan tersebut.
(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan ketentuan: a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan
dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan, b.
pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan, c.pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan
yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan
yang diberikan d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil
keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan dan e. tindakan yang
dilimpahkan tidak bersifat terus menerus. Pelimpahan ini hanya dapat
dilaksanakan apabila perawat tersebut telah memiliki pendidikan dan
kompetensi yang cukup untuk menerima pelimpahan tersebut. Pelimpahan
wewenang ini mengandung makna, bahwa:
1. Dokter secara moral dan yuridis bertanggungjawab atas
tindakan-tindakan perawat yang dilakukan atas dasar sumpahnya.
2. Dokter harus mengawasi tindakan-tindakan yang dilakukan
perawat dan harus mengakui apa yang dilakukan perawat itu benar.
3. Dokter harus mampu memberikan petunjuk apabila perawat
melakukan kesalahan. d. Dokter hanya boleh mempercayakan hal-hal yang
menurut pendidikan keperawatan mampu dan cakap dilakukan oleh perawat.
4. Dokter mendidik perawat agar mampu memberikan informasi
yang benar kepada pasien.
Adapun dalam hal pemberian delegasi/pelimpahan wewenang yang
dilakukan dokter kepada perawat harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Penegakan diagnosa, penentuan terapi, serta penentuan indikasi
harus diputuskan oleh dokter sendiri. Pengambilan keputusan oleh dokter
tidak dapat didelegasikan.
2. Delegasi tindakan medis hanya diperbolehkan jika dokter tersebut
sudah yakin bahwa perawat yang menerima delegasi itu sudah mampu
melaksanakan tugas dengan baik.
3. Pendelegasian itu harus dilakukan secara tertulis termasuk instruksi
yang jelas mengenai pelaksanaannya, bagaimana bertindak jika timbul
komplikasi dan sebagainya.
4. Harus ada bimbingan dan pengawasan medis pada pelaksanaannya.
Pengawasan tersebut bergantung pada tindakan yang dilakukan.
5. Orang yang didelegasikan berhak menolak apabila ia merasa tidak
mampu melakukan tindakan medis tersebut. Berkaitan dengan pelimpahan
wewenang tindakan medis secara delegasi dan mandat telah diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Pasal 32 sebagai berikut : Ayat (2) Pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif atau mandat. Ayat (3)
Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan
medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai
pelimpahan tanggung jawab. Ayat (4) Pelimpahan wewenang secara delegatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada Perawat
profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang
diperlukan. Ayat (5) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh
tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di
bawah pengawasan. Ayat (6) Tanggung jawab atas tindakan medis pada
pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada
pada pemberi pelimpahan wewenang. Berkaitan dengan pelimpahan
wewenang tindakan medis secara delegasi dan mandat telah diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Pasal 32 sebagai berikut : Ayat (2) Pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif atau mandat. Ayat (3)
Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan
medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai
pelimpahan tanggung jawab. Ayat (4) Pelimpahan wewenang secara delegatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada Perawat
profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang
diperlukan. Ayat (5) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh
tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di
bawah pengawasan. Ayat (6) Tanggung jawab atas tindakan medis pada
pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada
pada pemberi pelimpahan wewenang. Tindakan delegasi yang di berikan oleh
dokter kepada perawat misalnya, dalam memberikan terapi atau melakukan
penjaitan luka, berbeda dengan mandat adalah tindakan medis yang dilakukan
oleh perawat dengan pengawasan dokter. Permenkes Nomor
HK.02/Menkes/148/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Pasal 8 ayat (3) menyebutkan bahwa praktik keperawatan meliputi
pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif, preventif, dan
rehabilitatif. Dari sini dapat diketahui bahwa tidak ada satupun perundang-
undangan yang memperbolehkan perawat melakukan tindakan medis kecuali
dalam keadaan darurat dan atas permintaan dokter secara tertulis. Jadi pada
dasarnya tidak semua perawat dapat diberikan pelimpahan wewenang untuk
melakukan tindakan medis dan tidak semua jenis tindakan medis dapat
dilimpahkan kepada perawat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan menurut jenis perawat itu
sendiri, yaitu yang memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan medis
tersebut. Adapun perawat yang dapat diberikan pelimpahan wewenang untuk
melakukan tindakan medis tertentu adalah perawat profesi dan perawat vokasi
yang sudah terlatih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah ditetapkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur
bidang kesehatan, maka hal itu telah memberikan perlindungan hukum
preventif baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan.
Berkaitan dengan mekanisme pemberian pelimpahan wewenang
tindakan medis oleh dokter kepada perawat menurut peraturan perundang-
undangan harus dilakukan secara tertulis baik secara delegasi ataupun mandat,
hal ini untuk lebih memperjelas penerapan peran dan fungsi dari tenaga
kesehatan yang bersangkutan serta memberikan perlindungan hukum bagi
masing-masing tenaga kesehatan apabila suatu saat terjadi kelalaian dalam
tugas. Akan tetapi kenyataan di lapangan hal tersebut sampai saat ini belum
dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya.
Pelimpahan wewenang tindakan medis juga banyak mengalami
hambatan antara lain dikarenakan:
a) Kurangnya pengetahuan dokter tentang isi Undang Undang
Kedokteran dan Undang–Undang Keperawatan.
b) Kurangnya pengetahuan perawat tentang isi Undang–Undang
Keperawatan dan UndangUndang Kedokteran.
c) Masih ada sebagian ruangan belum mempunyai standar kompetensi
d) Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat
secara umum masih jauh dari harapan hal ini dapat berdampak pada
interprestasi terhadap tindakan medis.
e) Perasaan tidak aman dari perawat, karena dokter enggan mengambil
resiko untuk melimpahkan wewenang atau mungkin takut kehilangan
kekuasaan bila perawatnya lebih mahir dalam melakukan tindakn
medis.
f) Perawat takut dikritik atau dihukum karena membuat kesalahan.
g) Perawat tidak mendapatkan cukup rangsangan untuk beban
tanggung jawab tambahan.
h) Ketidak percayaan kepada perawat apabila yang menerima delegasi
tidak memiliki kemampuan atau kapabilitas tugas yang didelegasikan
padanya.
i) Perawat kurang percaya diri dan merasa tertekan bila diberikan
pendelegasian wewenang yang lebih besar.

B. Saran
Perlu dilakukan sosialisasi hukum kesehatan melalui pendekatan
kurikululum pendidikan kesehatan dan seminar bersama Dokter dan Perawat
melalui organisasi profesi bagi pengenalan hukum kesehatan terutama
pelimpahan wewenang sebagai salah satu instrumen yang dapat
menyelesaikan problem sosial masyarakat bidang kesehatan terutama
pelayanan tindakan medis yang dilimpahkan kepada perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Nisya.R &Hartanti .S, 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan, Dunia Cerdas, Jakarta, hal
53.

Veronica Komalawati, 2002. Peran Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik


(Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm
74

Reni Suryanti, 2011. Pelimpahan Wewenang Di Ruang Rawat Inap RSUD Badung Sebagai
Upaya Pencegahan Kejadian Kelalaian
.etd.Repository.ugm.ac/index.php?mod:penelitian.

Wulandari, R. T., & Firdaus, A. D. (2018). PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA


PERAWAT. Journal Nursing Care and Biomolecular, 2(2), 68-76.

Sutarih, A. (2018). SINKRONISASI PENGATURAN PELIMPAHAN WEWENANG TINDAKAN


MEDIS KEPADA PERAWAT UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH
SAKIT. HERMENEUTIKA: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1).

Sukindar, S. (2017). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT DALAM


MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS. LEGALITAS, 2(1), 1-15.

Anda mungkin juga menyukai