Anda di halaman 1dari 42

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM ALIH JENIS B22


SEMESTER 1

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN PERILAKU


KEKERASAN DALAM KELUARGA

KELOMPOK 4 :
1. Arifani Adibah (131911123045)
2. Muhammad Firdaus (131911123046)
3. Intan Faizatun Nafisa (131911123047)
4. Farah Aulia Nughraini (131911123048)
5. Ariska Nur Hidayatul K. (131911123049)
6. Dian Fitriana (131911123080)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kondisi sehat baik secara fisik, mental, sosial maupun
spiritual yang mengharuskan setiap orang hidup secara produktif baik secara sosial
maupun ekonomis. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikutip dalam
Direja (2011:1). Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya. Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola
psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan
mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia.
Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen
kognitif atau persepsi yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak
atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Menurut data WHO
tahun 2016 (dikutip dalam Kemenkes RI, 2016), terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5
juta terkena dimensia.
Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang. Dalam UU RI No. 3 Tahun 1966 Bab III Pasal 4
Tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwa perawatan, pengobatan dan tempat
perawatan penderita penyakit jiwa diatur oleh Menteri Kesehatan. Data Riskesdas
2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang
atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Berdasarkan jumlah tersebut, 14,3% di
antaranya atau sekira 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka
pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%. Gangguan jiwa
berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Gangguan jiwa yang umumnya paling banyak diderita oleh seseorang adalah
gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia masih menjadi permasalahan kesehatan
yang cukup banyak dijumpai dalam bidang kesehatan jiwa. Skizofrenia merupakan
gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan gejala tersebut dapat
menyebabkan penderita mengalami penurunan kualitas hidup (Marchira, dkk, 2008
dikutip dalam Aedil, 2013). Sedangkan menurut PPDGJ III gangguan jiwa adalah
sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan
gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga
dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010 dalam Yusuf et al. 2015:8).
Penggolongan gangguan jiwa antara lain: Skizofrenia, depresi, kecemasan,
gangguan kepribadian, gangguan mental organik, gangguan psikosomatik, retardasi
mental, gangguan perilaku masa anak dan remaja. Sedangkan diagnosa
keperawatan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: Gangguan konsep diri: harga
diri rendah, isolasi sosial, gangguan persepsi sensori: halusinasi, perubahan proses
pikir: waham, resiko perilaku kekerasan, defisit perawatan diri (Prabowo, 2014).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan
pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan
diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan
agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar
kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Tanda dan gejala dari perilaku
kekerasan adalah mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengamuk, dan merasa diri benar
(Yosep, 2010). Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat
melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian
untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah dan
melakukan tindakan keperawatan dalam bentuk strategi pelaksanaan yaitu SP I
sampai SP V serta mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Yusuf
et al. 2015:128 ).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi perilaku kekerasan ?
1.2.2 Bagaimana rentang respon marah ?
1.2.3 Bagaimana tanda dan gejala perilaku kekerasan ?
1.2.4 Bagaimana faktor risiko perilaku kekerasan ?
1.2.5 Bagaimana etiologi perilaku kekerasan ?
1.2.6 Bagaimana penilaian terhadap stressor ?
1.2.7 Bagaimana proses terjadinya amuk ?
1.2.8 Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada kasus perilaku
kekerasan ?
1.2.9 Bagaimana penerapan asuhan keperawatan jiwa pada kasus perilaku
kekerasan dalam keluarga ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan jiwa pada perilaku kekerasan dalam
keluarga.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi perilaku kekerasan.
2. Mengidentifikasi rentang respon marah.
3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
4. Mengidentifikasi faktor risiko perilaku kekerasan.
5. Mengidentifikasi etiologi perilaku kekerasan.
6. Mengidentifikasi penilaian terhadap stressor.
7. Mengidentifikasi proses terjadinya amuk.
8. Mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan jiwa pada kasus perilaku
kekerasan.
9. Mengidentifikasi penerapan asuhan keperawatan jiwa pada kasus
perilaku kekerasan dalam keluarga.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku Kekerasan


2.1.1 Definisi Perilaku Kekerasan
Kemarahan (anger) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas
sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah
reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (Yosep,
2007:113). Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal
maupun eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda
berharga, tertipu, dan sebagainya. Stressor tersebut akan mengakibatkan gangguan
pada sistem individu. Hal terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat
sedang berlangsung atau riwayat perilaku kekerasan (Dermawan dan Rusdi,
2013:94).
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1991 dalam Yusuf et al. 2015:128). Amuk
merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991 dalam
Yusuf et al. 2015:131).
2.1.2 Rentang Respon Marah
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif) (Yosep, 2010 dalam
Damaiyanti dan Iskandar, 2012:95).

Respon
Respon Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan


mencapai mengekspresika
mengungkapkan tujuan tidak dapat n marah dan
marah tanpa kepuasan/saat mengungkapkan secara fisik, bermusuhan
menyalahkan marah dan tidak perasaannya, tetapi masih yang kuat
orang lain dan Dapat tidak berdaya terkontrol, dari hilang
memberikan Menemukan dan menyerah. mendorong kontrol,
kelegaan. alternatifnya. orang lain disertai
dengan
ancaman. amuk,
merusak
lingkungan.

Gambar 2.1 Rentang respon marah (Yosep, 2010 dalam Damaiyanti dan Iskandar,
2012:95)
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif meliputi :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, respon
maladaptif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku yang tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
3. Respon kemarahan menurut Yosep (2007:113)
a. Assertion adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
hambatan dalam proses pencapaian tujuan, dalam keadaan ini tidak
ditemukan alternatif lain, kemudian individu merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
c. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa
kurang mampu.
d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan mengungkapkan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
e. Amuk adalah individu kehilangan kontrol diri, dan dapat merusak diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.

2.1.3 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Menurut Prabowo (2014,143) tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu suka
marah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, sering
memaksakan kehendak, merampas makanan.
1. Motor agitation
Gelisah, mondar-mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang
mengencang, pernafasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.
2. Verbal
Memberi kata-kata ancaman melukai, disertai melukai pada tingkat ringan,
bicara keras, nada suara tinggi, berdebat.
3. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek labil, mudah tersinggung.
4. Tingkat kesadaran
Bingung, kacau, perubahan status mental, disorientasi dan daya ingat
menurun.

2.1.4 Faktor Risiko Perilaku Kekerasan


Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2012:97) faktor risiko perilaku kekerasan
terbagi dua, yaitu :
1. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa dirinya
dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan/atau seksual.
2. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa dirinya
dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional, dan/atau
seksual.
2.1.5 Etiologi Perilaku Kekerasan
Etiologi pada perilaku kekerasan yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada perilaku kekerasan menurut Prabowo (2014:142)
yaitu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive)
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputus asaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintainya, kehilangan pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014:143).
2.1.6 Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi
stress bagi individu, itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan
respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa
dalam kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan
makna, intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interprestasi yang
unik dan makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart dan Laraia,
2001 dalam Damaiyanti dan Iskandar, 2012:102).
1. Sumber koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Damaiyanti dan Iskandar,
(2012:102), sumber koping dapat berupa aset ekonomi kemampuan dan
keterampilan, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainnya termasuk kesehatan, energi, dukungan spiritual,
keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah, sumber daya sosial dan
material serta kesejahteraan fisik.
2. Mekanisme koping
Menurut Prabowo (2014:144) mekanisme koping yang digunakan pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan
dan menggunakannya sebagai rintangan.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu.

2.1.7 Proses Terjadinya Amuk


Amuk adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan. Respon marah dapat
diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal dapat berupa perilaku
yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa
perilaku destruktif agresif. Respon marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu
mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang
lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena
ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf et al, 2015:131)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) pengkajian keperawatan pada klien
resiko perilaku kekerasan meliputi :
1. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status merital, suku/bangsa, nomor rekam medik, tanggal masuk,
ruang rawat, dan alamat. Biasanya klien dengan perilaku kekerasan adalah
mereka yang memiliki status ekonomi menengah kebawah. Terjadi baik
pada laki-laki maupun perempuan.
2. Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, dan alamat.
3. Alasan masuk
Faktor pencetus resiko perilaku kekerasan meliputi: ancaman terhadap fisik,
ancaman terhadap konsep diri, ancaman internal, ancaman eksternal. Faktor
pendukung terjadinya resiko perilaku kekerasan adalah biologis yaitu dalam
sistem otak limbik berfungsi sebagai regulator/ pengatur perilaku. Adanya
lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi atau meningkatkan
perilaku agresif. Psikologis menjelaskan bahwa agresif adalah pembawaan
individu sejak lahir sebagai respon terhadap stimulus yang diterima. Respon
tersebut berupa pertengkaran atau permusuhan dan sosiokultural dimana
norma-norma kultural dapat digunakan untuk membantu memahami
ekspresi agresif individu.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integumen: terdapat gangguan kebersihan kulit, klien tampak
kotor, terdapat bau badan, hal ini disebabkan kurangnya minat terhadap
perawatan diri dari perilaku menarik diri.
b. Sistem saraf: kemungkinan terdapat gejala ekstra piramidal seperti
tremor, kaku dan lambat. Hal ini akibat dari efek samping obat
antipsikotik.
c. Sistem penginderaan: tidak adanya halusinasi dengar, penglihatan,
penciuman, raba, pengecapan. Karena klien mengalami gangguan
afektif dan kognitif sehingga tidak mampu untuk membedakan stimulus
internal dan eksternal akibat kecemasan yang meningkat.
d. Pemeriksaan tanda vital klien, meliputi tekanan darah, denyut nadi, dan
suhu klien.
e. Aspek psikologi, sosial dan spiritual
a. Aspek psikologis
Konsep diri :
1) Gambaran diri: meliputi bagian tubuh yang disukai dan tidak
disukai klien.
2) Identitas diri: meliputi status dan posisi klien di keluarga dan
kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan.
3) Peran diri: meliputi peran yang diemban oleh klien di keluarga
dan lingkungannya.
4) Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai standar pribadi.
5) Harga diri: penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
b. Aspek sosial
Klien dengan risiko perilaku kekerasan biasanya bersifat curiga dan
bermusuhan, menarik diri, menghindar dari orang lain, mudah
tersinggung sehingga klien mengalami kesukaran untuk berinteraksi
dengan orang lain.
c. Aspek spiritual
Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan dan keyakinan klien
terhadap gangguan jiwa, pandangan masyarakat tentang gangguan
jiwa, kegiatan ibadah individu dan keluarga di rumah dan pendapat
klien tentang kegiatan ibadah.
f. Status mental
a. Penampilan
Biasanya pakaian klien kusut atau eksentrik dengan sikap tubuh
lemah dan kontak mata kurang.
b. Pembicaraan
Klien biasanya berbicara dengan cepat dan keras. Reaksi klien
selama wawancara apatis dan mudah tersinggung.
c. Aktivitas motorik
Klien biasanya terlihat lesu, sering tiduran di tempat tidur, tegang,
gelisah, dan biasanya terdapat tremor.
d. Alam perasaan
Apakah klien terlihat sedih, gembira berlebihan, putus asa,
ketakutan, khawatir.
e. Afek
Apakah afek klien datar, tumpul labil atau tidak sesuai interaksi
selama wawancara.
f. Interaksi selama wawancara
Apakah klien kooperatif, bermusuhan, kontak mata kurang.
g. Persepsi
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran, penglihatan,
pengecapan, penghidung cenestik, maupun kinestik.
h. Isi pikir
Kadang-kadang ada ide yang tidak realistis seperti waham, fantasi,
obsesi, dan phobia.
i. Proses pikir
Apakah pembicaraan klien mengalami sirkumtantial, tangensial,
kehilangan asosiasi, flight of idea, dan blocking.
j. Tingkat kesadaran
Apakah klien mampu mengingat kejadian saat ini, kejadian yang
baru saja terjadi, dan kejadian masa lalu.
k. Memori
Apakah klien mengalami gangguan memori jangka panjang dan
jangka pendek atau tidak.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Menilai tingkat konsentrasi klien apakah mudah beralih, atau tidak
mampu berkonsentrasi dan kemampuan berhitung klien.
m. Kemampuan penilaian
Klien mengalami kesulitan atau tidak dalam menyelesaikan
masalah, klien masih mampu untuk mengambil keputusan dengan
tepat atau tidak.
n. Daya tilik diri
Biasanya klien tidak mengetahui alasan masuk klien ke rumah sakit
dan tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Meliputi dengan siapa klien tinggal sepulang di rumah sakit, rencana
klien berkaitan dengan minum obat dan kontrol, pekerjaan yang
dilakukan, aktivitas untuk mengisi waktu luang serta sumber biaya,
adanya orang-orang yang menjadi support system bagi klien dan tempat
rujukan perawatan atau pengobatan.
h. Mekanisme koping
Pada pasien dengan perilaku kekerasan perlu dikaji mekanisme koping
yang digunakan klien sebelum pasien masuk rumah sakit maupun
mekanisme koping selama menghadapi masalah di rumah sakit jiwa.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Perlu dikaji seperti apa masalah psikososial dan masalah klien di
lingkungannya, apakah klien sering bermasalah dengan orang di
sekitarnya.
j. Pengetahuan klien
Pengetahuan klien perlu dikaji untuk mengetahui seberapa jauh klien
mengenal penyakitnya. Hal ini juga digunakan untuk merencanakan
kegiatan atau tindakan selanjutnya.
k. Aspek medik
Pada klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya mendapatkan
obat-obat anti psikosis seperti Haloperidol, Clorpromazine, serta Electro
Convulsive Therapy (ECT).
2.2.2 Diagnosis Keperawatan

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Gambar 2.2 pohon masalah (Yusuf et al, 2015:133)


Diagnosis Keperawatan :
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2012:107) rencana keperawatan untuk
pasien gangguan perilaku kekerasan dalam keluarga, yaitu :
1. Tujuan : klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
a. Klien bersedia membalas salam.
b. Klien bersedia berjabat tangan.
c. Klien bersedia menyebutkan nama.
d. Klien bersedia tersenyum.
e. Klien bersedia kontak mata.
f. Klien mengetahui nama perawat
g. Menyediakan waktu untuk kontrak
Intervensi :
a. Beri salam/ panggil nama klien.
b. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan.
c. Jelaskan maksud hubungan interaksi.
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e. Beri rasa aman dan sikap empati.
f. Lakukan kontak singkat tapi sering.
Rasional: hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk
hubungan selanjutnya.
2. Tujuan: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
a. Klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel/rasa kesal.
b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/rasa kesal
Intervensi :
a. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel/kesal.
Rasional: beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dapat
membantu mengurangi stress dan penyebab perasaan jengkel/kesal dapat
diketahui.
3. Tujuan: klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
a. Klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel/marah.
b. Klien dapat menyimpulan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda kesal yang dialami klien.
Rasional :
a. Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel.
b. Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/kesal.
c. Menarik kesimpulan bersama klien supaya klien mengetahui secara
garis besar tanda-tanda marah.
4. Tujuan: klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Kriteria evaluasi :
a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan.
b. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Klien dapat mengetahui cara yang biasa menyelesaikan masalah
atau tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah cara yang klien lakukan dapat
menyelesaikan masalah.
Rasional :
a. Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
b. Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan
destruktif.
c. Dapat membantu klien menemukan cara yang dapat menyelesaikan
masalah.
5. Tujuan: klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi : Klien dapat menjelaskan akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukan klien.
Intervensi :
a. Bicarakan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan
klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan klien.
Rasional :
a. Membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
b. Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien
dapat merubah perilaku destruktif yang dilakukannya menjadi
perilaku yang konstruktif.
6. Tujuan: klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.
Kriteria evaluasi: klien dapat melakukan cara berespon terhadap
kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien apakah klien ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara yang sehat antara lain:
1) Secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur.
2) Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah.
3) Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang
sehat.
4) Secara spiritual: anjurkan klien untuk ibadah.
Rasional :
a. Agar klien dapat mempelajari cara konstruktif.
b. Dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk
mengurangi kejengkelannya
c. Pujian dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga dirinya.
d. Berdiskusi dengan klien untuk memilih caya yang lain sesuai
dengan kemampuan klien.
7. Tujuan: klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
Kriteria evaluasi : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
a. Fisik: tarik nafas dalam, olahraga.
b. Verbal: mengatakan secara langsung tanpa menyakiti perasaan.
c. Spiritual: ibadah, berdoa.
Intervensi :
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c. Latih klien cara yang dipilih.
d. Beri pujian.
e. Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari.
Rasional :
a. Memberikan simulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku
kekeraan secara tepat.
b. Membantu klien dalam membuat keputusan terhadap cara yang
telah dipilihnya dengan melihat manfaatnya.
c. Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif.
d. Pujian dapat meningkatkan motivasi.
e. Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya.
8. Tujuan: klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
Kriteria evaluasi :
a. Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang
berperilaku kekerasan.
b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
Intervensi :
a. Identifiksi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap
yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
c. Jelaskan cara merawat klien.
d. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif,
sikap tenang, bicara tenang dan jelas, membantu klien mengenal
penyebab ia marah.
e. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
f. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
Rasional :
a. Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan
keluarga untuk melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan.
b. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien
sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien.
c. Agar keluarga dapat merawat klien dengan perilaku kekerasan.
d. Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi
yang dilihat keluarga secara langsung.
e. Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi
9. Tujuan: klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek).
Kriteria evaluasi :
a. Klien dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya.
b. Klien dapat minum obat sesuai program pengobatan.
Intervensi :
a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien dan keluarga.
b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat
tanpa seizin dokter.
c. Jelaskan prinsip benar minum obat.
d. Ajarkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e. Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
f. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Rasional :
a. Klien dan keluarga dapat mengetahui nama-nama obat yang
diminum oleh klien.
b. Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang
dikonsumsi klien
c. Klien dan keluarga mengetahui prinsip benar agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengkonsumsi obat.
d. Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan
bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri.
e. Mengetahui efek samping sedini mungkin sehingga tindakan dapat
dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
f. Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan keluarga serta
dapat meningkatkan harga diri.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


1. Tindakan keperawatan pada klien, yaitu :
a. Melakukan SP1P perilaku kekerasan.
1) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
4) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
5) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
6) Membantu klien mempraktikkan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan cara fisik 1: latihan nafas dalam.
7) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian.
b. Melakukan SP2P perilaku kekerasan.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih klien mempraktikkan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan cara fisik 2: pukul kasur dan bantal.
3) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian.
c. Melakukan SP3P perilaku kekerasan.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih klien mempraktikkan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan cara social / verbal.
3) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian.
d. Melakukan SP4P perilaku kekerasan.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih klien mempraktikkan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan cara spiritual.
3) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian.
e. Melakukan SP5P perilaku kekerasan.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih klien mempraktikkan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan minum obat.
3) Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian.

2. Tindakan keperawatan pada keluarga.


a. Melakukan SP1K perilaku kekerasan.
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
2) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala
perilaku kekerasan, serta proses terjadinya perilaku kekerasan.
b. Melakukan SP2K perilaku kekerasan.
1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan
perilaku kekerasan.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
perilaku kekerasan.
c. Melakukan SP3K perilaku kekerasan.
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat (discharge planning).
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
2.2.5 Evaluasi
1. Evaluasi pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara
teratur sesuai jadwal, meliputi secara fisik, secara sosial/verbal, secara
spiritual, terapi psikofarmaka.
2. Evaluasi pada keluarga
a. Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai
pasien.
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan
pada perawat.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Inisial : Tn. R
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 0199xx
Ruang Rawat : Gatotkaca
Tanggal Dirawat : 15 Oktober 2019
Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2019
3.1.2 Alasan Masuk
Keluarga klien mengatakan alasan klien dibawa ke rumah sakit jiwa karena
klien marah-marah tanpa sebab, suka membanting barang, suka mengancam
orang lain, sering mondar-mandir dan bingung. Klien mengalami perubahan
perilaku sejak di PHK dari tempat kerjanya.
3.1.3 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Klien sudah 2 kali ini dirawat di rumah sakit jiwa, disebabkan karena klien
frustasi sebab dirinya sudah terlalu lama menjadi pengangguran kurang
lebih 1 tahun. Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil karena klien
tidak rutin minum obat dan kontrol. Kondisi ekonomi keluarga yang kurang
mampu untuk mencukupi biaya perawatan dan pengobatan klien. Sekarang
gangguan jiwa klien kambuh disebabkan karena putus obat. Tidak ada
anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien di PHK dari tempat
kerjanya.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran TTV
Nadi : 80x/ menit
Tekanan darah : 130/80 mmHg
RR : 18x/ menit
Suhu : 36,7 ºC
2. Pengukuran antopometri
Tinggi badan : 175 cm
Berat badan : 65 kg
3. Keluhan Fisik : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.5 Psikososial
Psikososial Hasil Pengkajian

1. Genogram

Penjelasan Klien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara, klien


tinggal serumah dengan kedua orang tuanya.
Masalah keperawatan Tidak ada

2. Konsep diri Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya.


a. Gambaran diri Klien bernama R, usia 40 tahun, beragama Islam,
jenis kelamin laki-laki, asal dari Kartosuro.
b. Identitas Klien mengatakan di dalam rumah klien sebagai anak
dan sebagai tulang punggung keluarga, di masyarakat
c. Peran klien sebagai anggota masyarakat.
Klien berharap agar cepat sembuh dan cepat pulang
d. Ideal diri karena klien ingin segera mencari pekerjaan dan dapat
memenuhi kebutuhan keluarganya.
e. Harga diri Selama dirumah klien merasa malu dan minder
karena dianggap orang stress, klien lebih senang
Psikososial Hasil Pengkajian
menyendiri dirumah, dan klien selalu merasa bahwa
dirinya selalu merepotkan kedua orang tuanya.
Masalah keperawatan Harga diri rendah

3. Hubungan sosial Klien mengatakan orang terdekat dengannya yaitu


kakak kandungnya. Klien tidak mau bergaul dengan
kelompok masyarakat karena klien malu jika dirinya
dianggap orang stress dan klien merasa orang lain
tidak suka dengannya.
Masalah keperawatan Menarik diri, perubahan interaksi sosial.

4. Spiritual
a. Nilai dan Klien beragama islam.
keyakinan.
b. Kegiatan ibadah. Klien tidak pernah beribadah.

Masalah keperawatan Hambatan religi.

3.1.6 Status Mental


Status Mental Hasil Pengkajian

1. Penampilan Klien terlihat tidak pernah mengganti baju dan


celananya, klien menggunakan baju dobel-dobel.
Masalah keperawatan Tidak ada

2. Pembicaraan Cara bicara klien keras dan nada suara tinggi.


Masalah keperawatan Tanda gejala resiko perilaku kekerasan.

3. Aktivitas motorik Klien terlihat tegang, gelisah, mondar-mandir, tidak


dapat duduk tenang, sering berpindah tempat duduk.
Masalah keperawatan Tanda gejala resiko perilaku kekerasan.

4. Alam perasaan Klien mengatakan perasaannya sedih karena tidak


bisa bekerja.
Masalah keperawatan Tidak ada

5. Afek Afek klien labil, emosi klien berubah dengan cepat.


Masalah keperawatan Tanda gejala resiko perilaku kekerasan.
Status Mental Hasil Pengkajian
6. Interaksi selama Saat berinteraksi dengan klien, klien mudah
wawancara tersinggung, curiga, wajah memerah, pandangan mata
klien tajam, memberi kata-kata ancaman.
Masalah keperawatan Tanda gejala resiko perilaku kekerasan.

7. Persepsi Klien mengatakan tidak pernah mendengar suara-


suara atau bisikan, dan tidak pernah melihat
bayangan. Klien tidak mengalami gangguan persepsi.
Masalah keperawatan Tidak ada

8. Proses pikir Klien mengalami sirkumtansial. Saat wawancara,


pembicaraan klien terbelit tetapi sampai pada tujuan
pembicaraan.
Masalah keperawatan Tidak ada

9. Isi pikir dan waham Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang aneh-
aneh.
Masalah keperawatan Tidak ada.

10. Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran klien yaitu sadar penuh, klien
dan disorientasi mengalami disorientasi tempat dan waktu, saat
ditanya nama ruangan dan hari, tanggal klien tidak
bisa menjawab.
Masalah keperawatan Tidak ada.

11. Memori Klien mengalami gangguan daya ingat jangka


panjang, saat di tanya tanggal masuk rumah sakit,
siapa yang membawa ke RSJ, klien tidak bisa
menjawab.
Masalah keperawatan Tidak ada.

12. Tingkat Klien mampu berhitung tetapi tidak mampu


konsentrasi dan berkonsentrasi lama.
berhitung
Masalah keperawatan Tidak ada.

13. Kemampuan Klien mampu mengambil keputusan yang sederhana


penilaian setelah diberi penjelasan dari perawat, misalnya cuci
tangan dahulu sebelum makan.
Masalah keperawatan Tidak ada.

14. Daya tilik diri Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena
sudah melakukan perilaku kekerasan.
Masalah keperawatan Tidak ada
3.1.7 Kebutuhan Persiapan Pulang
Kebutuhan
Hasil Pengkajian
Persiapan Pulang

1. Makan Klien makan 3x sehari dengan menu yang disediakan


dari rumah sakit, klien mampu makan secara mandiri
dan klien selalu mencuci piringnya setelah selesai
makan.

2. BAB/ BAK Klien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri.

3. Mandi Klien membutuhkan bantuan minimal untuk di


motivasi, selesai mandi terkadang klien lupa dan
malas untuk mengeringkan badannya dengan handuk.

4. Berpakaian/ Klien membutuhkan bantuan minimal dalam


berhias berpakaian karena klien harus di motivasi untuk ganti
baju, dan memotivasi klien agar tidak menggunakan
baju dobel-dobel, cukup menggunakan 1 baju yang
bersih.

5. Istirahat dan tidur Klien tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam selama
7-8 jam, tidak ada aktivitas khusus sebelum atau
sesudah tidur.

6. Penggunaan obat Klien membutuhkan bantuan minimal yaitu klien


harus diingatkan untuk meminum obatnya, klien
diberi obat 2x sehari.

7. Pemeliharaan Setelah pulang nanti klien berusaha untuk rutin


kesehatan dan sistem minum obat dan kontrol, klien mendapat dukungan
dukungan penuh dari keluarga.

8. Aktivitas di dalam Saat di rumah sakit, klien selalu mencuci piring


rumah setelah selesai makan.

9. Aktivitas di luar Saat di rumah sakit, klien tidak mengikuti rehabilitasi


rumah karena belum di ijinkan dokter, klien mengatakan jika
sudah pulang ke rumah nanti klien akan mencari
pekerjaan.

Masalah keperawatan Tidak ada.


3.1.7 Mekanisme Koping
Mekanisme Koping Hasil Pengkajian
Adaptif -
Maladaptif Klien mengatakan, jika ada masalah, klien lebih
senang marah-marah dan merusak barang.

Masalah keperawatan Koping individu tidak efektif, resiko perilaku


kekerasan.

3.1.8 Masalah Psikososial dan Lingkungan


1. Masalah dengan lingkungan, klien mengatakan setelah klien di PHK, klien
jarang bergaul dengan tetangganya.
2. Masalah dengan pekerjaan.
3. Masalah ekonomi.

3.1.9 Pengetahuan Kurang Tentang


Klien tidak mengetahui tentang penyakit jiwa, koping dan obat-obatan.
Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan.

3.1.10 Aspek Medis


Diagnosa medis : F20.3 Skizofrenia tak terinci
Terapi medis : Trihexyphenidyl (THP) 2x2 mg
Chlorpromazine (CPZ) 1x100 mg

3.1.11 Daftar Masalah Keperawatan


Daftar masalah 1. Resiko mencederai diri sendiri, orang
keperawatan lain, lingkungan.
2. Harga diri rendah.
3. Menarik diri.
4. Perubahan interaksi sosial.
5. Koping individu tidak efektif.
6. Resiko perilaku kekerasan.
7. Hambatan religi.
8. Kurang pengetahuan.
3.2 Analisa Data

Data Masalah Keperawatan


Ds : Risiko perilaku kekerasan.
1. Klien marah-marah tanpa sebab.
2. Klien suka membanting barang.
3. Klien mengancam orang lain.

Do :
1. Pandangan mata tajam
2. Wajah memerah
3. Memberi kata-kata ancaman
(akan memukul )

Ds : Gangguan konsep diri : Harga diri


1. Klien merasa malu dan minder rendah
karena dianggap orang stress.
2. Klien lebih senang menyendiri
dirumah.
3. Klien selalu merasa bahwa
dirinya selalu merepotkan kedua
orang tuanya.

Do :
1. Malu
2. Minder
3. Senang menyendiri.
4. Kontak mata kurang.

3.3 Diagnosis Keperawatan


1. Risiko perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3.4 Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
Tujuan Intervensi
Risiko perilaku Tujuan Umum : SP 1 :
kekerasan Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling
tindakan keperatawan percaya.
selama 5 x pertemuan 2. Identifikasi penyebab
di harapkan klien marah.
dapat mengontrol 3. Identifikasi tanda dan
perilaku kekerasan. gejala perilaku kekerasan.
4. Identifikasi perilaku
Tujuan Khusus : kekerasan yang biasa
1. Klien dapat dilakukan.
membina hubunagn 5. Identifikasi akibat
saling percaya. perilaku kekerasan yang
2. Klien dapat biasa dilakukan.
mengidentifikasi 6. Identifikasi cara
penyebab perilaku mengontrol perilaku
kekerasan. kekerasan.
3. Klien dapat 7. Latih cara kontrol
menyebutkan tanda perilaku kekerasan dengan
dan gejala perilaku cara fisik 1 (nafas dalam).
kekerasan. 8. Bimbing klien
4. Klien dapat memasukkan dalam jadwal
mengidentifikasi kegiatan harian.
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan. SP 2 :
5. Klien dapat 1. Evaluasi kemampuan
mengidentifikasi klien mengontrol perilaku
akibat perilaku kekerasan dengan cara fisik
kekerasan yang biasa 1 (nafas dalam).
dilakukan. 2. Latih cara kontrol
6. Klien dapat perilaku kekerasan dengan
menyebutkan cara cara fisik 2 (pukul bantal/
mengontrol perilaku kasur).
kekerasan. 3. Bimbing klien
7. Klien mampu memasukkan dalam jadwal
mempraktekkan cara kegiatan harian.
mengontrol perilaku
kekerasan dengan SP 3 :
nafas dalam, pukul 1. Evaluasi kemampuan
bantal/ kasur, secara klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik
verbal, secara 1 (nafas dalam) dan fisik 2
spiritual. (pukul bantal /kasur).
8. Klien mendapat 2. Latih cara kontrol
dukungan keluarga perilaku kekerasan dengan
dalam mengontrol cara verbal.
perilaku kekerasan. 3. Bimbing klien
9. Klien dapat memasukkan dalam jadwal
menggunakan obat- kegiatan harian.
obatan yang diminum
dan kegunaannya SP 4 :
(jenis, waktu, dosis 1. Evaluasi kemampuan
dan efek). klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik
1 (nafas dalam), fisik 2
(pukul bantal /kasur), cara
verbal.
2. Latih cara kontrol
perilaku kekerasan dengan
cara spiritual.
3. Bimbing klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP 5 :
1. Evaluasi kemampuan
klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik
1 (nafas dalam), fisik 2
(pukul bantal /kasur), cara
verbal, cara spiritual.
2. Latih cara kontrol
perilaku kekerasan dengan
minum obat teratur.
3. Bimbing klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
Resiko SP 1 : SP 2 : SP 3 : SP 4 : SP 5 :
perilaku 1. Membina 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
kekerasan hubungan saling kemampuan klien kemampuan klien kemampuan klien kemampuan klien
percaya. mengontrol mengontrol perilaku mengontrol perilaku mengontrol perilaku
2. Mengidentifikasi perilaku kekerasan kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara kekerasan dengan
penyebab marah. dengan cara fisik 1 fisik 1 (nafas dalam) fisik 1 (nafas dalam), cara fisik 1 (nafas
3. Identifikasi (nafas dalam). dan fisik 2 (pukul fisik 2 (pukul bantal dalam), fisik 2
tanda dan gejala 2. Melatih cara bantal /kasur). /kasur), cara verbal. (pukul bantal
perilaku kekerasan. kontrol perilaku 2. Melatih cara 2. Melatih cara /kasur), cara verbal,
4. Mengidentifikasi kekerasan dengan kontrol perilaku kontrol perilaku cara spiritual.
perilaku kekerasan cara fisik 2 (pukul kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara 2. Melatihcara
yang biasa bantal/ kasur). verbal. spiritual. kontrol perilaku
dilakukan. 3. Membimbing 3. Membimbing klien 3. Membimbing klien kekerasan dengan
5. Mengidentifikasi klien memasukkan memasukkan dalam memasukkan dalam minum obat teratur.
akibat perilaku dalam jadwal jadwal kegiatan jadwal kegiatan 3. Membimbing
kekerasan yang kegiatan harian. harian. harian. klien memasukkan
biasa dilakukan. dalam jadwal
6. Mengidentifikasi kegiatan harian.
cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Implementasi
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
7. Melatih cara
kontrol perilaku
kekerasan dengan
cara fisik 1 (nafas
dalam).
8. Membimbing
klien memasukkan
dalam jadwal
kegiatan harian.
3.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
Resiko S: S: S: S: S:
perilaku “saya mau “baiklah, kita “kita berbincang 10 “kita berbincang 15 “kita berbincang 10
kekerasan berbincang 10 berbincang 10 menit.” menit.” menit saja.”
menit” menit saja ya.” “saya sudah latihan “saya tadi sudah “saya sudah latihan
“saya marah jika “tadi pagi saya tarik nafas dalam dan latihan tarik nafas tarik nafas dalam,
ada orang yang sudah latihan tarik pukul bantal tadi pagi dalam, pukul bantal pukul bantal, latihan
meminta uang nafas dalam jam dan sekarang sekarang dan latihan mengungkapkan rasa
kepada saya, 06.00.” saya mau dilatih cara mengungkapkan rasa kesal dengan baik-
padahal saya tidak “saya mau dilatih ke-3, mengontrol kesal dengan baik- baik dan ibadah.”
bekerja dan tidak cara yang ke-2 dengan cara verbal.” baik.” “saya mendapat 2
punya uang.” dengan pukul “saya akan bicara “saya ingin macam obat.”
“saat saya marah bantal/ kasur.” baik-baik jika ada mengetahui dan “menurut saya
tubuh saya tegang, “jika saya marah, orang yang berlatih cara manfaat minum obat
tangan saya saya akan langsung membuat saya mengontrol marah teratur yaitu agar
mengepal ingin pergi ke kamar marah.” yang ke-4.” tidak kambuh dan
memukul orang untuk memukul “saya akan latihan “saya lupa cara agar saya dapat tidur
itu.” bantal.” cara verbal jam 08.00 berwudhu dan solat nyenyak.”
“saya langsung “saya akan pagi.” karena saya tidak “saya minum obat
marah dan latihan pukul bantal pernah sehari 2 kali setelah
memukul orang setiap hari jam melakukannya.” makan siang
itu.” 06.30.” dan makan malam.”
Evaluasi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
“akibatnya tangan O: O: “saya mau diajarkan “oh, yang warna
saya sakit dan dia Klien mengikuti Klien tenang, cara berwudhu dan orange namanya
juga sakit.” instruksi dan kooperatif, klien solat.” CPZ, supaya pikiran
“saya mau latihan kooperatif, klien menulis di buku “jadi manfaat wudhu saya tenang dan
cara kontrol marah menulis di buku kegiatan harian, untuk membersihkan tidak marah-marah
dengan tarik nafas kegiatan harian, latihan cara verbal jam diri dari kotoran lagi.”
dalam.” latihan pukul 08.00. sebelum melakukan “yang warna putih
“saya akan latihan bantal/ kasur jam solat .” namanya THP,
setiap pagi jam 06.30. A: “saya ingin di buatkan supaya saya rileks
06.00.” SP3P tercapai. catatan bacaan solat dan tidak tegang.”
A: agar saya bisa belajar “saya akan
O: SP2P tercapai. P: solat.” meminum obat
Klien tegang, Perawat: lanjutkan “saya mau dilatih sesuai jadwal dan
tatapan mata tajam, P: SP4P tatacara solat yang teratur.”
klien menulis di Perawat: lanjutkan Klien: motivasi klien benar.” “saya akan
buku kegiatan SP3P untuk latihan “sekarang saya sudah meminum obat
harian latihan tarik Klien: motivasi mengontrol marah bisa berwudhu dan setelah makan siang
nafas dalam jam klien untuk latihan cara verbal sesuai solat, tetapi saya dan makan malam.”
06.00 pagi. pukul bantal/ kasur jadwal. belum hafal
sesuai jadwal. bacaannya.” O:
A: “saya akan belajar Klien tenang,
SP1P tercapai. menghafal bacaan kooperatif.
solat dan saya akan
solat setiap hari.”
Evaluasi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
P: O: A:
Perawat: lanjutkan Klien tenang, SP5P tercapai
SP2P kooperatif.
Klien: motivasi P:
klien untuk latihan A: Perawat: evaluasi
tarik nafas dalam SP4P tercapai. semua SP
sesuai jadwal. Klien: motivasi klien
P: untuk minum obat
Perawat: lanjutkan secara teratur dan
SP5P tepat waktu.
Klien: motivasi klien
untuk solat 5 waktu,
tepat waktu.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn.SR dengan resiko
perilaku kekerasan yang telah penulis lakukan. Maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian yang didapatkan pada Tn.SR adalah data subjektif klien marah-
marah tanpa sebab, klien suka membanting barang, klien mengancam orang
lain. Data objektif pandangan mata tajam, wajah memerah, memberi kata-
kata ancaman akan memukul.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan utama yang muncul pada Tn.SR yaitu risiko
perilaku kekerasan.
3. Intervensi
Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Tn.SR meliputi tujuan
umum klien dapat mengontrol perilaku kekerasan, serta untuk tujuan khusus
pertama klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus
kedua klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, tujuan
khusus ketiga klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
tujuan khusus keempat klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan, tujuan khusus kelima yaitu klien dapat
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus keenam yaitu
klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan, tujuan
khusus ketujuh klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan, tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga
dalam mengontrol perilaku kekerasan, tujuan khusus kesembilan yaitu klien
dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu, dosis dan efek).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah
disusun pada Tn.SR. Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, penulis dapat menyelesaikan lima strategi pelaksanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi pada Tn.SR berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan, klien
mampu mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam (SP1),
kedua klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara pukul
bantal/ kasur (SP2), kedua klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara verbal (SP3), kedua klien mampu mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara spiritual (SP4), kedua klien mampu mengendalikan
perilaku kekerasan dengan minum obat teratur (SP5).

4.2 Saran
Penulis memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai bahan
pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien
dengan resiko perilaku kekerasan berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang
dibutuhkan oleh klien untuk penyembuhan dan rumah sakit menyediakan
tenaga kesehatan yang profesional guna membantu penyembuhan klien.
2. Bagi Institusi
Memberikan motivasi dan menyediakan perpustakaan yang berguna dan
lengkap kepada mahasiswa untuk penyelesaian tugas karya ilmiah jiwa.
3. Profesi Perawat
Perawat diharapkan untuk lebih profesional dalam merawat klien dan lebih
sabar dalam memberikan pelayanan guna meningkatkan kesembuhan klien,
khususnya pada klien resiko perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika


Aditama.
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Gosyen Publishing.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta:
Nuha Medika.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai