KELOMPOK 4 :
1. Arifani Adibah (131911123045)
2. Muhammad Firdaus (131911123046)
3. Intan Faizatun Nafisa (131911123047)
4. Farah Aulia Nughraini (131911123048)
5. Ariska Nur Hidayatul K. (131911123049)
6. Dian Fitriana (131911123080)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kondisi sehat baik secara fisik, mental, sosial maupun
spiritual yang mengharuskan setiap orang hidup secara produktif baik secara sosial
maupun ekonomis. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikutip dalam
Direja (2011:1). Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya. Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola
psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan
mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia.
Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen
kognitif atau persepsi yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak
atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Menurut data WHO
tahun 2016 (dikutip dalam Kemenkes RI, 2016), terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5
juta terkena dimensia.
Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang. Dalam UU RI No. 3 Tahun 1966 Bab III Pasal 4
Tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwa perawatan, pengobatan dan tempat
perawatan penderita penyakit jiwa diatur oleh Menteri Kesehatan. Data Riskesdas
2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang
atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Berdasarkan jumlah tersebut, 14,3% di
antaranya atau sekira 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka
pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%. Gangguan jiwa
berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Gangguan jiwa yang umumnya paling banyak diderita oleh seseorang adalah
gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia masih menjadi permasalahan kesehatan
yang cukup banyak dijumpai dalam bidang kesehatan jiwa. Skizofrenia merupakan
gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan gejala tersebut dapat
menyebabkan penderita mengalami penurunan kualitas hidup (Marchira, dkk, 2008
dikutip dalam Aedil, 2013). Sedangkan menurut PPDGJ III gangguan jiwa adalah
sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan
gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga
dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010 dalam Yusuf et al. 2015:8).
Penggolongan gangguan jiwa antara lain: Skizofrenia, depresi, kecemasan,
gangguan kepribadian, gangguan mental organik, gangguan psikosomatik, retardasi
mental, gangguan perilaku masa anak dan remaja. Sedangkan diagnosa
keperawatan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: Gangguan konsep diri: harga
diri rendah, isolasi sosial, gangguan persepsi sensori: halusinasi, perubahan proses
pikir: waham, resiko perilaku kekerasan, defisit perawatan diri (Prabowo, 2014).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan
pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan
diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan
agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar
kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Tanda dan gejala dari perilaku
kekerasan adalah mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengamuk, dan merasa diri benar
(Yosep, 2010). Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat
melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian
untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah dan
melakukan tindakan keperawatan dalam bentuk strategi pelaksanaan yaitu SP I
sampai SP V serta mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Yusuf
et al. 2015:128 ).
Respon
Respon Adaptif Maladaptif
Gambar 2.1 Rentang respon marah (Yosep, 2010 dalam Damaiyanti dan Iskandar,
2012:95)
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif meliputi :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, respon
maladaptif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku yang tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
3. Respon kemarahan menurut Yosep (2007:113)
a. Assertion adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
hambatan dalam proses pencapaian tujuan, dalam keadaan ini tidak
ditemukan alternatif lain, kemudian individu merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
c. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa
kurang mampu.
d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan mengungkapkan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
e. Amuk adalah individu kehilangan kontrol diri, dan dapat merusak diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Inisial : Tn. R
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 0199xx
Ruang Rawat : Gatotkaca
Tanggal Dirawat : 15 Oktober 2019
Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2019
3.1.2 Alasan Masuk
Keluarga klien mengatakan alasan klien dibawa ke rumah sakit jiwa karena
klien marah-marah tanpa sebab, suka membanting barang, suka mengancam
orang lain, sering mondar-mandir dan bingung. Klien mengalami perubahan
perilaku sejak di PHK dari tempat kerjanya.
3.1.3 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Klien sudah 2 kali ini dirawat di rumah sakit jiwa, disebabkan karena klien
frustasi sebab dirinya sudah terlalu lama menjadi pengangguran kurang
lebih 1 tahun. Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil karena klien
tidak rutin minum obat dan kontrol. Kondisi ekonomi keluarga yang kurang
mampu untuk mencukupi biaya perawatan dan pengobatan klien. Sekarang
gangguan jiwa klien kambuh disebabkan karena putus obat. Tidak ada
anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien di PHK dari tempat
kerjanya.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran TTV
Nadi : 80x/ menit
Tekanan darah : 130/80 mmHg
RR : 18x/ menit
Suhu : 36,7 ºC
2. Pengukuran antopometri
Tinggi badan : 175 cm
Berat badan : 65 kg
3. Keluhan Fisik : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.5 Psikososial
Psikososial Hasil Pengkajian
1. Genogram
4. Spiritual
a. Nilai dan Klien beragama islam.
keyakinan.
b. Kegiatan ibadah. Klien tidak pernah beribadah.
9. Isi pikir dan waham Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang aneh-
aneh.
Masalah keperawatan Tidak ada.
10. Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran klien yaitu sadar penuh, klien
dan disorientasi mengalami disorientasi tempat dan waktu, saat
ditanya nama ruangan dan hari, tanggal klien tidak
bisa menjawab.
Masalah keperawatan Tidak ada.
14. Daya tilik diri Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena
sudah melakukan perilaku kekerasan.
Masalah keperawatan Tidak ada
3.1.7 Kebutuhan Persiapan Pulang
Kebutuhan
Hasil Pengkajian
Persiapan Pulang
5. Istirahat dan tidur Klien tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam selama
7-8 jam, tidak ada aktivitas khusus sebelum atau
sesudah tidur.
Do :
1. Pandangan mata tajam
2. Wajah memerah
3. Memberi kata-kata ancaman
(akan memukul )
Do :
1. Malu
2. Minder
3. Senang menyendiri.
4. Kontak mata kurang.
Intervensi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
Tujuan Intervensi
Risiko perilaku Tujuan Umum : SP 1 :
kekerasan Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling
tindakan keperatawan percaya.
selama 5 x pertemuan 2. Identifikasi penyebab
di harapkan klien marah.
dapat mengontrol 3. Identifikasi tanda dan
perilaku kekerasan. gejala perilaku kekerasan.
4. Identifikasi perilaku
Tujuan Khusus : kekerasan yang biasa
1. Klien dapat dilakukan.
membina hubunagn 5. Identifikasi akibat
saling percaya. perilaku kekerasan yang
2. Klien dapat biasa dilakukan.
mengidentifikasi 6. Identifikasi cara
penyebab perilaku mengontrol perilaku
kekerasan. kekerasan.
3. Klien dapat 7. Latih cara kontrol
menyebutkan tanda perilaku kekerasan dengan
dan gejala perilaku cara fisik 1 (nafas dalam).
kekerasan. 8. Bimbing klien
4. Klien dapat memasukkan dalam jadwal
mengidentifikasi kegiatan harian.
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan. SP 2 :
5. Klien dapat 1. Evaluasi kemampuan
mengidentifikasi klien mengontrol perilaku
akibat perilaku kekerasan dengan cara fisik
kekerasan yang biasa 1 (nafas dalam).
dilakukan. 2. Latih cara kontrol
6. Klien dapat perilaku kekerasan dengan
menyebutkan cara cara fisik 2 (pukul bantal/
mengontrol perilaku kasur).
kekerasan. 3. Bimbing klien
7. Klien mampu memasukkan dalam jadwal
mempraktekkan cara kegiatan harian.
mengontrol perilaku
kekerasan dengan SP 3 :
nafas dalam, pukul 1. Evaluasi kemampuan
bantal/ kasur, secara klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik
verbal, secara 1 (nafas dalam) dan fisik 2
spiritual. (pukul bantal /kasur).
8. Klien mendapat 2. Latih cara kontrol
dukungan keluarga perilaku kekerasan dengan
dalam mengontrol cara verbal.
perilaku kekerasan. 3. Bimbing klien
9. Klien dapat memasukkan dalam jadwal
menggunakan obat- kegiatan harian.
obatan yang diminum
dan kegunaannya SP 4 :
(jenis, waktu, dosis 1. Evaluasi kemampuan
dan efek). klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik
1 (nafas dalam), fisik 2
(pukul bantal /kasur), cara
verbal.
2. Latih cara kontrol
perilaku kekerasan dengan
cara spiritual.
3. Bimbing klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP 5 :
1. Evaluasi kemampuan
klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik
1 (nafas dalam), fisik 2
(pukul bantal /kasur), cara
verbal, cara spiritual.
2. Latih cara kontrol
perilaku kekerasan dengan
minum obat teratur.
3. Bimbing klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
Resiko SP 1 : SP 2 : SP 3 : SP 4 : SP 5 :
perilaku 1. Membina 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
kekerasan hubungan saling kemampuan klien kemampuan klien kemampuan klien kemampuan klien
percaya. mengontrol mengontrol perilaku mengontrol perilaku mengontrol perilaku
2. Mengidentifikasi perilaku kekerasan kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara kekerasan dengan
penyebab marah. dengan cara fisik 1 fisik 1 (nafas dalam) fisik 1 (nafas dalam), cara fisik 1 (nafas
3. Identifikasi (nafas dalam). dan fisik 2 (pukul fisik 2 (pukul bantal dalam), fisik 2
tanda dan gejala 2. Melatih cara bantal /kasur). /kasur), cara verbal. (pukul bantal
perilaku kekerasan. kontrol perilaku 2. Melatih cara 2. Melatih cara /kasur), cara verbal,
4. Mengidentifikasi kekerasan dengan kontrol perilaku kontrol perilaku cara spiritual.
perilaku kekerasan cara fisik 2 (pukul kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara 2. Melatihcara
yang biasa bantal/ kasur). verbal. spiritual. kontrol perilaku
dilakukan. 3. Membimbing 3. Membimbing klien 3. Membimbing klien kekerasan dengan
5. Mengidentifikasi klien memasukkan memasukkan dalam memasukkan dalam minum obat teratur.
akibat perilaku dalam jadwal jadwal kegiatan jadwal kegiatan 3. Membimbing
kekerasan yang kegiatan harian. harian. harian. klien memasukkan
biasa dilakukan. dalam jadwal
6. Mengidentifikasi kegiatan harian.
cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Implementasi
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
7. Melatih cara
kontrol perilaku
kekerasan dengan
cara fisik 1 (nafas
dalam).
8. Membimbing
klien memasukkan
dalam jadwal
kegiatan harian.
3.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
Resiko S: S: S: S: S:
perilaku “saya mau “baiklah, kita “kita berbincang 10 “kita berbincang 15 “kita berbincang 10
kekerasan berbincang 10 berbincang 10 menit.” menit.” menit saja.”
menit” menit saja ya.” “saya sudah latihan “saya tadi sudah “saya sudah latihan
“saya marah jika “tadi pagi saya tarik nafas dalam dan latihan tarik nafas tarik nafas dalam,
ada orang yang sudah latihan tarik pukul bantal tadi pagi dalam, pukul bantal pukul bantal, latihan
meminta uang nafas dalam jam dan sekarang sekarang dan latihan mengungkapkan rasa
kepada saya, 06.00.” saya mau dilatih cara mengungkapkan rasa kesal dengan baik-
padahal saya tidak “saya mau dilatih ke-3, mengontrol kesal dengan baik- baik dan ibadah.”
bekerja dan tidak cara yang ke-2 dengan cara verbal.” baik.” “saya mendapat 2
punya uang.” dengan pukul “saya akan bicara “saya ingin macam obat.”
“saat saya marah bantal/ kasur.” baik-baik jika ada mengetahui dan “menurut saya
tubuh saya tegang, “jika saya marah, orang yang berlatih cara manfaat minum obat
tangan saya saya akan langsung membuat saya mengontrol marah teratur yaitu agar
mengepal ingin pergi ke kamar marah.” yang ke-4.” tidak kambuh dan
memukul orang untuk memukul “saya akan latihan “saya lupa cara agar saya dapat tidur
itu.” bantal.” cara verbal jam 08.00 berwudhu dan solat nyenyak.”
“saya langsung “saya akan pagi.” karena saya tidak “saya minum obat
marah dan latihan pukul bantal pernah sehari 2 kali setelah
memukul orang setiap hari jam melakukannya.” makan siang
itu.” 06.30.” dan makan malam.”
Evaluasi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
“akibatnya tangan O: O: “saya mau diajarkan “oh, yang warna
saya sakit dan dia Klien mengikuti Klien tenang, cara berwudhu dan orange namanya
juga sakit.” instruksi dan kooperatif, klien solat.” CPZ, supaya pikiran
“saya mau latihan kooperatif, klien menulis di buku “jadi manfaat wudhu saya tenang dan
cara kontrol marah menulis di buku kegiatan harian, untuk membersihkan tidak marah-marah
dengan tarik nafas kegiatan harian, latihan cara verbal jam diri dari kotoran lagi.”
dalam.” latihan pukul 08.00. sebelum melakukan “yang warna putih
“saya akan latihan bantal/ kasur jam solat .” namanya THP,
setiap pagi jam 06.30. A: “saya ingin di buatkan supaya saya rileks
06.00.” SP3P tercapai. catatan bacaan solat dan tidak tegang.”
A: agar saya bisa belajar “saya akan
O: SP2P tercapai. P: solat.” meminum obat
Klien tegang, Perawat: lanjutkan “saya mau dilatih sesuai jadwal dan
tatapan mata tajam, P: SP4P tatacara solat yang teratur.”
klien menulis di Perawat: lanjutkan Klien: motivasi klien benar.” “saya akan
buku kegiatan SP3P untuk latihan “sekarang saya sudah meminum obat
harian latihan tarik Klien: motivasi mengontrol marah bisa berwudhu dan setelah makan siang
nafas dalam jam klien untuk latihan cara verbal sesuai solat, tetapi saya dan makan malam.”
06.00 pagi. pukul bantal/ kasur jadwal. belum hafal
sesuai jadwal. bacaannya.” O:
A: “saya akan belajar Klien tenang,
SP1P tercapai. menghafal bacaan kooperatif.
solat dan saya akan
solat setiap hari.”
Evaluasi Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
16-10-19 17-10-19 18-10-19 19-10-19 20-10-19
P: O: A:
Perawat: lanjutkan Klien tenang, SP5P tercapai
SP2P kooperatif.
Klien: motivasi P:
klien untuk latihan A: Perawat: evaluasi
tarik nafas dalam SP4P tercapai. semua SP
sesuai jadwal. Klien: motivasi klien
P: untuk minum obat
Perawat: lanjutkan secara teratur dan
SP5P tepat waktu.
Klien: motivasi klien
untuk solat 5 waktu,
tepat waktu.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn.SR dengan resiko
perilaku kekerasan yang telah penulis lakukan. Maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian yang didapatkan pada Tn.SR adalah data subjektif klien marah-
marah tanpa sebab, klien suka membanting barang, klien mengancam orang
lain. Data objektif pandangan mata tajam, wajah memerah, memberi kata-
kata ancaman akan memukul.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan utama yang muncul pada Tn.SR yaitu risiko
perilaku kekerasan.
3. Intervensi
Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Tn.SR meliputi tujuan
umum klien dapat mengontrol perilaku kekerasan, serta untuk tujuan khusus
pertama klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus
kedua klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, tujuan
khusus ketiga klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
tujuan khusus keempat klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan, tujuan khusus kelima yaitu klien dapat
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus keenam yaitu
klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan, tujuan
khusus ketujuh klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan, tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga
dalam mengontrol perilaku kekerasan, tujuan khusus kesembilan yaitu klien
dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu, dosis dan efek).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah
disusun pada Tn.SR. Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, penulis dapat menyelesaikan lima strategi pelaksanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi pada Tn.SR berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan, klien
mampu mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam (SP1),
kedua klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara pukul
bantal/ kasur (SP2), kedua klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara verbal (SP3), kedua klien mampu mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara spiritual (SP4), kedua klien mampu mengendalikan
perilaku kekerasan dengan minum obat teratur (SP5).
4.2 Saran
Penulis memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai bahan
pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien
dengan resiko perilaku kekerasan berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang
dibutuhkan oleh klien untuk penyembuhan dan rumah sakit menyediakan
tenaga kesehatan yang profesional guna membantu penyembuhan klien.
2. Bagi Institusi
Memberikan motivasi dan menyediakan perpustakaan yang berguna dan
lengkap kepada mahasiswa untuk penyelesaian tugas karya ilmiah jiwa.
3. Profesi Perawat
Perawat diharapkan untuk lebih profesional dalam merawat klien dan lebih
sabar dalam memberikan pelayanan guna meningkatkan kesembuhan klien,
khususnya pada klien resiko perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA