Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang menangani berbagai
aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver, 1968;1). Antropologi kesehatan sebagai ilmu
akan memberikan suatu sumbangan pada pengemban pelayanan kesehatan, termasuk
didalamnya obstetri ginekologi sosial. Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa
pola pemikiran, cara pandang atau bahkan membantu dengan paradigma untuk menganalisis
suatu situasi kesehatan, berdasarkan perspektif yang berbeda dengan sesuatu yang telah
dikenal para petugas kesehatan saat ini.

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, berbagai ilmu yang menunjang profesi sangat
diperlukan guna mendukung tenaga kerja yang profesional. di dalam bidang kesehatan itu
sendiri, khususnya perawat berbagai bidang ilmu yang mencakup bidangnya sangat penting
untuk dikuasai dan dipahami. salah satunya yaitu antropologi kesehatan.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan
dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya
suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya
dengan kesehatan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apakah sumbangsi ahli-ahli antropologi dan petugas kesehatan dalam ilmu antropologi ?

2. Bagaimana bentuk penerimaan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang baru ?

C.Tujuan Masalah
1.Untuk mengetahui sumbangsi ahli-ahli antropologi dan petugas kesehatan dalam
ilmu antropologi

2. Untuk mengetahui bentuk penerimaan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang baru

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahli-Ahli Antropologi dan Petugas Kesehatan Dalam Ilmu Antropologi

1. Memasuki lapangan penelitian yang kaya dan beraneka ragam

Untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan,seseorang memerlukan


dasar latihan antropologi yang baik,pengalaman penelitian,naluri terhadap
masalah,simpati terhadap orang lain,dan tentunya dapat memasuki dunia
kesehatan dan masyarakat kesehatan yang bersedia menerima kehadiran para ahli
antropologi itu. Ilmu – ilmu kesehatan menawarkan kepada ilmu antropologi
berbagai bidang penelitian yang khusus,yang langsung dapat dibandingkan dengan
subjek-subjek tradisional seperti masyarakat rumpun dan desa-desa. Ada fakultas
kedokteran,sekolah perawat dan kesehatan masyarakat;ada rumah sakit jiwa dan
rumah sakit umum;ada pusat-pusat kesehatan,pelayanan-pelayanan
ambulans,ruang-ruang darurat,program-program pengawasan penyakit
endemik,proyek-proyek keluarga berencana,dan program-program pendidikan
kesehatan.Metode penelitian yang sama dengan yang dipergunakan oleh para ahli
antropologi dalam penelitian tradisional biasanya dapat diterapkan kepada
lingkungan-lingkungan itu. Bilamana dipelajari,laporan-laporan tentang sistem
budaya dalam sistem sosial ini sangat memperluas jumlah data yang kami gunakan
dalam mengembangkan hipotesis dasar kami tentang tingkahlaku manusia.

2. Dorongan intelektual

Seperti ilmu-ilmu lain,antropologi tidak mencukupi diri dalam menghasilkan


hipotesis-hipotesis dan topik-topik penelitian baru. Kita (ahli antropologi ) didorong
oleh data dan ide ide dari berbagai bidang lain.Namun,di banyak universitas dewasa
ini – yakni sumber di mana mayoritas ahli antropologi menjalankan penelitian –

3
tingkat kontak intelektual yang kita alami dengan kolega-kolega di berbagai bidang
lain mungkin kurang daripada satu generasi yang lalu,ketika jurusan-jurusan dan
universitas-universitas masih lebih kecil. Sejauh kontak profesional kita hanya
terbatas pada lingkungan universitas dan kolega sesama ahli antropologi maupun
ahli-ahli ilmu perilaku lain, kita menutup diri terhadap banyak gagasan dan
Pekerjaan yang menarik.

B.Sumbangan Ilmu Antropologi Bagi Ilmu Kesehatan

Dalam perkembangan ilmu kedokteran ini para ahli psikoanalisa menemukan


dan menekankan kembali pentingnya faktor faktor psikis dan lingkungan
dalam kejadian dan perjalanan suatu penyakit. Bahkan mereka yakin bahwa
kehidupan tidak ditentukan oleh oleh faktor biologis semata tetapi erat sekali
kaitannya dengan faktor faktorlingkungan yaitu bio-sosio-kultural dan bahkan
agama. Inilah konsep yang memandang manusia/orang sakit secara utuh dan
paripurna (holistik). Pendekatan holistik yang sedemikian itu kenyataannya
semakin dirasa perlu, karena pendekatan semata mata hanya dari sudut fisik
saja baik secara teknis, mekanis, biokemis dan fisiologis ternyata dirasakan
semakin tidak banyak menolong pasien dengan penyakit yang tergolong
gangguan fungsional.

Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan secara holistik dalam
penanganan berbagai kasus harus senantiasa dilakukan. Pendekatan holistik
yang dimaksud sekali lagi ditekankan ialah, pendekatan yang memperhatikan
semua aspek yang mempengaruhi segi kehidupan pasien. Juga perlunya
menjunjung tinggi norma norma, etika dan agama.

Dengan berdasarkan pengertian seperti diatas, maka pendekatan holistik akan


memberikan banyak manfaat antara lain :

4
1. Mendekatkan hubungan antara dokter dan pasien.
Dengan demikian persoalan penyakit/pasien menjadi transparan. Halini berarti
menjunjung tinggi hak dan kewajiban pasien. Akibat yang menguntungkan
adalah mempermudah rencan tindakan/penanganan selanjutnya. Hubungan
yang baik antara dokter dengan pasien akan mengurangi ketidakpuasan
pasien. Selanjutnya tentu akan mengurangi tuntutan tuntutan hukum
padaseorang dokter.

2. Perubahan Terencana
Contoh nyata sumbangan antropologi dalam perubahan terencana adalah
diadakannya rencana program Jambanisasi. Program ini bertolak dari konsep
budaya sebagian masyarakat yang masih melakukan kegiatan rumah tangga
seperti mandi, mencuci pakaian, piring, bahkan buang air kecil dan besar.

Dalam upaya pembaruan dan peningkatan kesehatan, perencana program


harus memfokuskan diri pada keadaan masyarakat yang tampak dan aspek
psiko-budaya masyarakatnya. Dalam hal ini, keadaan masyarakat yang
tampak adalah banyakanya masyarakat yang melakukan MCK di sungai, salah
satunya masyarakat kabupaten Demak. Hal ini mengakibatkan air sungai
tercemar bibit penyakit dari feses yang dihasilkan. Padahal air sungai tersebut
digunakan untuk beragai aktivitas mencuci warga, bahkan sarana bermain
bagi anak-anak. Sedangkan jika dilihat dari aspek psiko-budaya, bahwa
masyarakat melkukan hal ini karena beberapa alasan sebagai berikut.

Pertama, karena mandi dan buang air besar di sungai merupakan kebudayaan
turun temurun yang sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang mereka.
Kedua, karena tingkat ekonomi masyarakat yang tidak memungkinkan untuk
membangun jamban.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini perlu diadakan program
Jambanisasi yang terencana. Program ini harus direncanakan dengan melihat

5
berbagai aspek yang berkembang di masyarakat. Untuk mengantisipasi
kendala dalam ekonomi, pihak terkait harus menyiapkan jamban dan material
pendukung. Sedakan dalam memperbaiki aspek psiko budaya, diperlukan
penyuluhan tentang bahaya MCK di sungai serta pengawasan pelaksanaan
program.

Dengan melihat kebudayaan dari berbagai aspek serta perencanaan yang tepat,
diharapkan kegiatan ini dapat terealisasi dengan sukses.

3. Metodologi Penelitian
Contoh sumbangan antropologi dalam metodologi penelitian adalah kegiatan
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui berbagai penyakit yang
berkembang di masyarakat. Dalam ini penelitian harus dilakukan secara
eksploratif.

Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah mengenai penyakit kusta
yang masyarakat Asmat menyebutnya penyakit Nomphoboas. Dalam hal ini
peneliti hidup di tengah masyarakat, melakukan observasi partisipasi dan
wawancara mendalam. Observasi tersebut mendapatkan hasil berupa jawaban
mengenai persepsi masyarakat tentang penyakit kusta, sistem medis,
pengobatan, tingkat kesehatan, serta kepercayaan masyarakat terhadap
paramedis. Hasil observasi ini dapat digunakan untuk menyusun perencanaan.
Salah satunya yaitu pelayanan yang diberikan melalui program pemberian
obat kusta gratis bagi masyarakat penderita serta program penyuluhan bagi
masyarakat sekitar.

Dengan hidup di tengah-tengah masyarakat yang distudi untuk beberapa bulan


dan berpartisipasi dalam berbagai kehidupan, akan kecil kemungkinannya
mendapatkan data yang palsu, dan memahami lebih mendalam apa sebenarnya
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi target. Diketahuinya apa yang

6
dibutuhkan, memungkinkan perencanaan program disusun secara tepat dan
berhasil secara signifikan.

4. Premis
Dalam memilih pelayanan kesehatan, masyarakat akan memilih tempat
pelayanan yang berkualitas namun dengan biaya yang tetap terjangkau.

C. Bentuk Penerimaan Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan Yang Baru


Untuk menguraikan beberapa hal yang telah dipelajari oleh para ahli
antropologi mengenai dinamika-dinamika dalam memperkenalkan praktek-
praktek kedokteran ilmiah kepada berbagai masyarakat yang
sebelumnya,sebagian terbesar atau seluruhnya,tergantung pada pelayanan
tradisional. Orientasi kami terutama adalah masa lalu,dan definisi
mengenai”masalah”dipersempit sehingga terbatas pada para petugas
kesehatan yang terlibat dalam tugas-tugas internasional .

1 . Model “Berlawanan”

layanan pengobatan berjenjang atau rujukan yang diperkenalkan pemerintah


belum sepenuhnya dipahami oleh peserta BPJS.
“Masyarakat harus mengerti sistem rujukan dulu. Ada sistem pelayanan
bertingkat. Tidak semua kasus bisa ditangani di pelayanan spesialis atau
sekunder

fasilitas kesehatan dalam hal ini puskesmas, rumah sakit atau klinik, memiliki
kemampuan berbeda sesuai dengan tingkat keparahan penyakit.Banyaknya
kasus penolakan rumah sakit terhadap pasien Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan disinyalir terjadi akibat ketidakpahaman masyarakat
atas sistem layanan kesehatan pemerintah.

7
Ketua Persatuan Dokter Penyakit Dalam, Ari Fahrial, mengatakan layanan
pengobatan berjenjang atau rujukan yang diperkenalkan pemerintah belum
sepenuhnya dipahami oleh peserta BPJS.
fasilitas kesehatan dalam hal ini puskesmas, rumah sakit atau klinik, memiliki
kemampuan berbeda sesuai dengan tingkat keparahan penyakit, kompetensi
dokter dan ketersediaan alat.

“Kalau pasisen cuma batuk pilek datang ke RSCM ditolak, itu salah
pasiennya. Rumah sakit biasanya untuk pasien yang parah sakitnya,” kata dia.
Sistem pengobatan berjenjang tersebut, katanya, dilakukan pemerintah untuk
meringankan beban pembiayaan fasilitas kesehatan.

Penolakan yang terjadi oleh rumah sakit, katanya, terjadi karena


ketidakpahaman masyarakat akan sistem pengobatan berjenjang tersebut.
Dalam benak masyarakat, katanya, terkadang seolah rumah sakit yang
mempunyai peralatan canggih dengan dokter mumpuni enggan merawat
peserta BPJS. “Mungkin dokternya mampu tapi pembiayaan dan peralatannya
tidak memadai. Oleh karena itu, dibuat sistem rujukan,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, kesiapan sarana prasarana yang belum memadai pada tingkat
pelayanan kesehatan tertentu juga menyebabkan sistem rujukan BPJS tidak
berjalan seperti yang diharapkan.Terkadang, pasien dirujuk ke pelayanan
kesehatan sekunder atau tersier tetapi pada praktiknya, faskes tersebut tidak
memiliki peralatan diharapkan.
“Pada kenyataannya, pelayanan sekunder banyak yang tak didukung oleh
tenaga SDM subspesialis atau spesialis memadai sehingga banyak kasus yang
semestinya dirawat di pelayanan sekunder langsung dirujuk ke pelayanan
tersier,”

8
2.Dikotomi kognitif

Kognitif manusia itu berkembang dari waktu ke waktu, tidak langsung


menjadi seorang yang pintar. Disitu terjadi proses – proses untuk
mengembangkan kognitif kita. Seperti belajar di sekolah, selain sebagai
tuntutan dalam masyarakat dan kewajiban sebagai warga negara sekolah
sangat berpengaruh dalam pengembangan kognitif

Berdasarkan salah satu sudut pandang dari dikotomi sifat dasar (Nature )dan
hasil proses pengasuhan beberapa psikolog berprinsip bahwa bayi sama sekali
bebas dari kecenderungan bawaan, dan murni dipegaruhi oleh pengalaman –
pengalaman hidupnya. Pandangan seperti ini disebut tabula rasa atau “kertas
kosong”. Sementara neurologis yang bersifat bawaan, dan perkembangan
kognitif merupakan hasil interaksi struktur bawaan tersebut dengan dorongan
dan permintaan lingkungan. Sementara pandangan umum tentang
sisi nurturepernah diradikalisasi oleh kaum behavioris menuju pemahaman
bahwa semua perilaku merupakan hasil pembelajaran operant, hasil – hasil
temuan dewasa ini menunjukan adanya pengaruh komponen genetik yang
cukup besar dalam perkembangan manusia. Kesimpulanya bahwa kognitif itu
dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan.

3.Penolakan masuk rumah sakit

Secara historis rumau sakit dianggap sebagai tempat untuk mati,tetapi karena
praktek di rumah sakit sering bertentangan dengan perawatan pasien secara
tradisional.Prosedur rumah sakit lain mungkin menakutkan. Banyak juga
cerita tentang bagaimana pasien harus menebus obat yang demikian banyak,

9
padahal penyakitnya biasa-biasa saja. Ini biasanya pasien menjadi santapan
pemasaran obat para Sales obat yang sudah memberikan banyak entertainment
kepada sang Dokter. Dan Dokter pun berhutang budi dengan para salesman
obat, sehingga terpacu untuk menjual obatnya meskipun pasien tak terlalu
memerlukan obat tersebut.Dan di media-media, banyak pemberitaan tentang
pasien yang mengalami mal praktek, akibat kecerobohan tim dokter. Kalo hal
ini terjadi biasanya pasien yang sudah jatuh tertimpa tangga pula, mengadu
malah terkena tuntutan hukum karena mencemarkan nama baik. Akhirnya
banyak yang diam dengan menanggung penderitaan berupa sakit yang makin
bertambah.

Belum lagi para pasien yang tak memiliki jaminan pembayaran ke rumah sakit
terutama pasien yang yang kondisi ekonominya pas-pasan alis miskin, belum
apa-apa sudah ditanya penjamin padahal penyakitnya harus segera dirawat di
Unit Gawat Darurat. Akhirnya sang pasien tak jadi masuk rumah sakit karena
tak ada tempat untuk orang miskin. Jadinya sakitnya malah bertambah sakit.

4.Persepsi berbeda tentang tingkahlaku peranan

Pasien mempunyai sudut pandangan berbeda-beda, keyakinan awam tentang


kesehatan dan kesakitan, lebih spesifik tentang etiologi, akan memengaruhi
perilaku mencari bantuan. Persepsi dan pengenalan mengenai gejala-gejala
yakni kemampuan orang untuk melaporkan sensasi-sensasi tubuh sangat
kurang, tak ada hubungan langsung antara pengenalan gejala dengan
konsultasi medis. Sebaliknya, suatu sistem pengaturan diri yang sangat
kompleks akan terlibat: proses persepsi, pemberian nama, serta penjelasan
tentang gejala sangat di pengaruhi tidak hanya oleh gejala, tetapi juga oleh
aspek kognitif.

10
Perbedaan-perbedaan individual, sebagian orang ada yang lebih
memperhatikan suatu gejala dari pada orang lain, misal: ambang rasa sakit,
perbedaan perhatian, stress, suasana hati (mood). Faktor-faktor situasi seperti
fokus perhatian: semua faktor situasional yang menimbulkan kesakitan atau
gejala menonjol, membuat kesakitan atau gejala itu lebih mudah diketahui.
Perbedaan budaya: studiantar budaya menekankan perbedaan cultural dalam
pengalaman (serta penafsiran) gejala-gejala. Faktor itu selanjutnya akan
menjelaskan perbedaan faktor demografis dengan gejala penyakit.
Penafsiran gejala menurut individu biasanya berdasarkan pengalaman
sebelumnya dengan suatu gejala yang dapat membuatnya waspada tentang
kemungkinan bahaya.
Pandangan masyarakat tentang kriteria tubuh sehat atau sakit tak selalu
bersifat obyektif, dapat di pengaruhi unsur pengalaman masa lalu dan sosial-
budaya. Petugas kesehatan berusaha menerapkan kriteria medis yang obyektif
berdasarkan simptom untuk mendiagnosis kondisi fisik individu. Terdapat
perbedaan pengertian antara sakit dan penyakit, pengertian dari penyakit
(disease) adalah gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai
akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Sementara arti dari sakit
(illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu
penyakit.

5.Pengobatan,pencegahan dan konsep memelihara

Banyak orang yang lebih memilih untuk langsung menjalani pengobatan


alternatif tanpa berkonsultasi dulu dengan dokter. Pasalnya selain harganya
lebih terjangkau dan aksesnya juga lebih mudah, pengobatan alternatif
difavoritkan ketimbang obat-obatan kimia karena menggunakan bahan-bahan
alami sehingga dinilai minim risiko komplikasi dan efek samping. Tapi

11
apakah memprioritaskan berobat ke klinik pengobatan tradisional merupakan
tindakan yang bijak sebagai langkah utama menyembuhkan penyakit. Untuk
menyembuhkan penyakit tetap dibutuhkan obat resep dan terapi dari dokter.

Jadi, alangkah lebih baik jika Anda memprioritaskan rencana pengobatan


Anda dengan perawatan medis yang didapat dari dokter dan tenaga
profesional kesehatan lainnya. Namun bila memang Anda ingin mencoba
pengobatan alternatif, bicarakan terlebih dahulu dengan dokter yang
memahami kondisi Anda. Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
supaya Anda cepat pulih, bukannya malah memperburuk kondisi tubuh.

Asumsi – asumsi kedokteran klinis,status-status para praktisi,organisasi


birokrasi,jam-jam pelayanan –semuanya dan banyak faktor lain yang
diciptakan sendiri,menghambat penerimaan pengobatan ilmiah,berikut poin
poin pengobatan ilmiah:

o Asumsi perencanaan yang keliru


o Pengobatan klinik versus pencegahan
o Prioritas pribadi dari para petugas kesehatan
o Asumsi keliru mengenai pengambilan keputusan
o Kekurangan-kekurangan dalam pelayanan kesehatan
o Konflik peranan professional

12
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Antropologi Kesehatan berdasarkan definisi dari beberapa ahli bisa ditarik
kesimpulan bahwa antropologi kesehatan adalah studi tentang kesehatan manusia berupa
pencegahan, pengobatan dan penyembuhan penyakit baik masa lalu maupun masa kini
yang berhubungan dengan kultural dan biologis dan melibatkan berbagai macam disiplin
ilmu.

Antropologi kesehatan mempelajari sosio-kultural dari semua masyarakat


yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai pusat dari budaya baik sakit yang
berhubungan dengan kepercayaan (misfortunes), kekuatan supranatural atau penyihir,
penyembuhan penyakit.Tugas utama ahli antropologi kesehatan adalah bagaimana
individu di masyarakat mempunyai persepsi dan beraksi terhadap ilmu dan
bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang akan dipilih, untuk mengetahui mengenai
budaya dan keadaaan sosial di komunitas tempat tinggal.

B.SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di
atas.

13
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Barbara dan George M. Foster. 2013. Antropologi Kesehatan.Jakarta :
UI-Press

14

Anda mungkin juga menyukai