Anda di halaman 1dari 25

Ilmu Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PASIEN FLU


BURUNG
samoke2012

11 bulan lalu
Advertisements

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Flu burung merupakan sejenis penyakit influenza. Mikroorganisme penyebabnya adalah


virus influenza A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam
keluarga orthomyxoviruses yang terdiri dari 3 tipe yaitu: A, B, dan C. virus influenza
tipe B dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan
tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi masalah. Virus influenza A dibedakan menjadi
banyak subtipe berdasarkan petanda yang mengandung protein tonjolan pada permukaan
sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu hematuglunin dilambangkan
dengan H dan protein neuramidase dilambangkan dengan N. (Pohan, 2014, p. 721)

Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang burung / manusia. Salah satu jenis yang diwaspadai adalah yang disebabkan
oleh influenza dengan kode genetik H5N1 (H: hematuglutinin, N:
neuramidase). (Nurarif, 2015, p. 1)

1. Batasan Masalah

Pada pembahasan ini hanya membahas konsep dan melaksanakan Asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit flu burung.

1. Rumusan Masalah
2. Bagaimana konsep penyakit flu burung?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien flu burung?
4. Tujuan
5. Tujuan Umum

Untuk mengetahui, memahami, dan menambah pengetahuan tentang asuhan


keperawatan pada pasien flu burung.

2. Tujuan Khusus
3. Agar siswa mengetahui dan memahami resolusi flu burung.
4. Agar siswa mengetahui dan memahami penyebab atau penyebab dari flu burung.
5. Agar siswa mengerti dan memahami tanda dan gejala dari flu burung.
6. Agar mahasiswa dapat mempelajari dan memahami patofisiologi dari flu burung.
7. Agar siswa mengetahui dan memahami klasifikasi dai flu burung.
8. Agar siswa dapat memahami dan memahami komplikasi dari flu burung.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP DASAR P ENYAKIT


2. Definisi

Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang burung / manusia. Salah satu jenis yang diwaspadai adalah oleh influenza
dengan kode genetik H5N1 (H: Haemagglutinin, N: Neuramidase). (Nurarif, 2015, p. 1)

Influenza burung, atau avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus
influenzatipe A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam
family orthomyxoviruses yang terdiri dari 3 tipe yaitu, A, B, dan C. (Setiati, 2014, p.
721)

2. Etiologi
Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B, dan C. Ketiga tipe ini dapat
dibedakan dengan complement fixation test. H5N1 merupakan virus influenza tipe A,
termasuk dalam famili orthomyxoviruses dengan penyebaran melalui udra (droplet
infection) dan dapat berubah-ubah bentuk. Virus ini terdiri dari hemaglutinin (H)
Neuromidase (N). Kedua huruf digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung
yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2,
H7N7, sedangkan pada binatang H1H5 dan H1N9. Strain yang sangat virulen /ganas
dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1 dan virus tersebut dapat
bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22˚C dan lebih dari 30 hari pada 0˚C. Virus akan
mati pada pemanasan 60˚C selama 30 menit / 56˚C selama 3 jam dan denan detergen,
desinfektan misal formalin cairan yang mengandung iodine (Nurarif, 2015, p. 1)

Struktur antigenic virus influenza meliputi antara lain tiga bagian utama berupa antigen
S (atau soluble antigen), hemaglutinin dan neuramidase. Antigen S yang merupakan
suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonunukleu protein. Antigen ini spesifik untuk
masing-masing tipe. Hemaglutinin menonjol keluar dari selubung virus dan memegang
peran pada imunitas terhadap virus. Neuramidase juga menonjol keluar dari selubung
inti virus dan hanya memegang peran yang minim pada imunitas. Selubung inti virus
berlapis matriks protein sebelah dalam dan membrane lemak disebelah luarnya.
(Nelwan, 2014, p. 725)

3. Tanda Dan gejala


4. Masa inkubasi 3 hari dengan rentang 2-4 hari
5. Batuk, pilek, demam >38˚C
6. Sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia dan malaise
7. Diare, konjungtivitis
8. Flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakit dengan ARDS.
9. Kelainan laboratorium, leucopenia, limfopenia,dan trombositopenia.
10. Gangguan ginjal (sebagian besar) berupa peningkatan ureum dan kreatinin.
11. Gejala pada unggas :
12. Jengger berwarna biru
13. Borok di kaki
14. Kematian mendadak
15. Tanda dan gejala lain pada anak :
16. Nafas terengah-engah
17. Kulit menjadi kehitaman/keabuan
18. Malas minum
19. Muntah-muntah
20. Tidak bisa bangun dan berinteraksi dengan baik
21. Tidak mau disentuh
22. Terkadang gejala hilang tetapi demam dan batuk masih ada

(Nurarif, 2015, pp. 1-2)

4. Patofisiologi

Virus influensa A suptipe H5N1 masuk kedalam tubuh manusia karena adanya kontak
dengan unggas atau produk (lendir, kotoran, darah dan lain sebagainya) yang terinfeksi
virus flu burung infekai virus masuk ke dalam saluran pernafasan, dan terjadilah
replikasii virus sangat cepat. Terjadinya replikasi virus yang cepat merangsang
pembentukan sitokinin termasuk IL-I, IL-6 TNF Alfa yang kemudian masuk sirkulasi
sistemik yang menimbulkan gejala demam, malaise, myalgia dan sebagainya. Seseorang
yang mengalami penurunan daya tahan tubuh maka virus masuk sirkulasi darah sistemik
dan organ tubuh lain. Pembentukan sitokinin akibat replikasi virus tersebut juga akan
merusak jaringan paru yang luas dan berat yang bisa menyebabkan pneumonia
intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intraalveolar,
pembentukan hyalin dan fibroblas sel radang akan memproduksi banyak sel mediator
peradangan, keadaan ini akan menyebabkan difusi oksigen terganggu, terjadilah
hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain, keadaan ini bisa terjadi dengan cepat
yang dapat mengakibatkan kematian secara mendadak karena proses yang irreveraible
(Tamher, 2009, p. 6)

Pathway

Melalui udara, air, makanan unggas yang terinjeksi, kontak dg kotoran unggas,kontak dg unggas yg
sakit,menyentuh produk unggas yg terinfeksi flu burung

Unggas terinfeksi virus influenza A H5N1


Infeksi sel epitel saluran nafas

Pembentukan proinflammatory cytocine termasuk interleukin -1, interleukin-6 dan Tn alfa

malaise

Kelemahan

Hambatan mobilitas fisik

Mual muntah

myalgia

Nyeri

Hipertermia

Demam

Kerusakan jaringan paru

evaporasi

Eksudasi dan edema intra alveolar

Kekurang volome cairan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Gangguan difusi oksigen


hipoksia

Gangguan pertukaran gas

Gangguan kebutuhan nutrisi

Teremogulasi hipotalamus

(Nurarif, 2015, p. 7)

5. Klasifikasi

Virus influenza termasuk dalam family orthomyxoviruses yang terdiridari tiga tipe yaitu:

1. Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang
ringandan tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi masalah.
2. Virus influenza A dibedakan menjadi banyak subtype berdasarkan petanda berupa tonjolan
protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu protein
hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuramidase dilambangkan dengan N.
(Pohan, 2014, p. 721)
3. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan penyakit flu burung adalah pneumonia, gagal napas dan
dapat menimbulkan ARDS. (Pohan, 2014, p. 721)

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN FLU BURUNG


2. Pengkajian
3. Identitas

 Umur

Flu burung biasanya menyerang sekelompok entitas (orang-orang jompo dan paling
banyak didominasi oleh anak-anak. (Akoso, 2013, p. 3)

 Suku Bangsa

Kasus terbanyak dari Vietnam, thailand, kamboja, dan terakhir indonesia (J.Kunoli,
2012, p. 164)
 Pekerjaan

Flu burung berisiko tinggi menyerang pada pekerja pertenakan unggas (Akoso, 2013, p.
12)

1. Status Kesehatan Klien Saat Ini

 Keluhan utama

Keluhan utama yang terjadi adalah sesak nafas yang merupakan salah satu tanda terjadi
infeksi di paru-paru (pneumoni), batuk, pilek, nyeri otot, peningkatan suhu tubuh dan
sakit tenggorokan. (Wahid, 2013, p. 194)

 Alasan Masuk Rumah Sakit

Biasanya pasien mengalami myalgia, demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, pilek,
batuk, dan gangguan pernapasan. (Wahid, 2013, p. 194)

 Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang ditemukannya demam (suhu >38˚C) sesak nafas, sakit
tenggorokan, batuk, pilek dan diare. (Nurarif, 2015, p. 1)

1. Riwayat kesehatan terdahulu

 Riwayat kesehatan dahulu

Mengkaji apakah ada riwayat sakit paru-paru atau tidak. Serta mengkaji riwayat
perjalanan dalam waktu 7 hari sebelumnya apakah melakukan kunjungan ke daerah atau
tempat tinggal diwilayah yang terjangkit flu burung, mengkonsumsi unggas sakit,
kontak dengan unggas atau orang yang positif flu burung. (Wahid, 2013, p. 194)

 Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit flu burung tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit
ini pernah dialami oleh anggota keluarga yang lainnya sebagai factor predisposisi
penularan didalam rumah. (Wahid, 2013, p. 195)

 Riwayat pengobatan

Dosis oseltavimir 75 mg per oral sekali sehari selama 1 minggu. Bila dibersihkan
dengan kreatinin 10-30 ml/menit, oseltavimir diberikan setiap 2 hari sekali. (Nelwan,
2014, p. 727)

1. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum

Lemah, demam, radang tenggorokan, sesak nafas. (Nurarif, 2015, p. 1)

1. Kesadaran

Pada pasien H5N1 kesadaran penuh.

1. Tanda-tanda Vital

TD : pada pasien flu burung terjadi peningkatan tekanan darah.

Nadi : takikardi dan dispneu

RR : melebihi normal

Suhu : lebih dari 38˚C (Nurarif, 2015, p. 1)

 Body system

1. Sistem Pernafasan

Inspeksi : Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan, Tonsil tampak


kemerahan dan edema, Biasanya terdapat secret atau lendir pada daerah hidung, hidung
tampak kemerahan, Adanya batuk

Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe, Tidak adanya pembesaran
kelenjar tiroid.

Perkusi : area paru sonor/ hipersonor/ dullness

Auskultasi : suara nafas area vesikuler. (Wahid, 2013, p. 195)

1. Sistem persyarafan

Inspeksi : Pada penderita flu burung pasien tampak lemah, tidak bisa bangun dan
beriteraksi dengan baik serta pasien tidak mau disentuh karena sakit saat disentuh.
(Nurarif, 2015, p. 1)

1. Sistem pengindraan
1. Pemeriksaan mata

Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak


mata/palpebra,konjungtivitis dan sklera tidak ada perubahan warna.

1. Pemeriksaan telinga

Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat


hiperpigmentasi.

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.


1. Pemeriksaan hidung

Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah pembengkokan
atau tidak,) terdapat secret atau tidak,

Palpasi :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa

1. Pemeriksaan mulut

Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis, palatoseisis atau


labiopalatoseisis), warna lidah terdapat perdarahan atau tidak, ada abses atau tidak.
(Nurarif, 2015, p. 1)

1. Sistem kardiovaskular

Inspeksi : ada atau tidak adanya nyeri tekan

Auskultasi : ada atau tidaknya suara tambahan

Palpasi : pada dinding torak teraba lemah/ kuat/ tidak teraba

Perkusi : batas-batas jantung

Batas atas ( N = ICS II)

Batas bawah(N = ICS V)

Batas kiri (N = ICS Vmid clavikula sinistra)

Batas kanan (N = ICS IV mid sternalis dextra)

Terjadinya takikardi disebabkan karena takipneau.

1. Sistem pencernaan

Inspeksi : bentuk abdomen, massa/ benjolan, bayangan pembuluh darah vena

Auskultasi : frekuensi peristaltic usus 20 x/menit

Palpasi : lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi, adanya
nyeri tekan, dan adanya massa atau asites

Gangguan pada gaster yang menyebabkan mual dan muntah serta diare pada penderita
flu burung. (Wahid, 2013, p. 196)

1. Sistem endokrin

Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien flu burung. (Pohan, 2014, p. 722)

1. Sistem perkemihan
Inspeksi : sebagian besar penderita flu burung mengalami gangguan ginjal berupa
peningkatan ureum dan kreatinin. (Wahid, 2013, p. 196)

1. Sistem muskuluskletal

Inspeksi dan Palpasi : Terjadi kelemahan otot karena kurangnya daya dahan tubuh dan
mengalami nyeri. (Nurarif, 2015, p. 1)

1. Sistem integumen

Inspeksi : Kulit menjadi kehitaman atau keabuan

Palpasi : turgor tidak kembali dalam 2 detik. (Nurarif, 2015, p. 1)

1. Sistem imun

kelainan laboratorium, leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia sering terjadi pada


pasien flu burung. (Akoso, 2013, p. 12)

1. Sistem reproduksi

Tidak ada perubahan pada sistem reproduksi pasien flu burung. (Wahid, 2013)

1. Pemeriksaan penunjang

Menurut (Nurarif, 2015, p. 2) pemeriksaan penunjang pada flu burung yaitu:

 Pemeriksaan kimia darah

Albumin, globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin Kinase, Analisis gas darah.
Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase. Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi
yang ditemukan.

 Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya


ditemukan lekopeni, limfositopeni dan trombositopeni.

 Uji RT-PCR (Reverse transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5


 Biakan dan identifikasi virus influenza A suptipe H5N1
 Uji serologi
 Uji penapisan : rapid test mendeteksi influenza A, ELISA untuk mendeteksi H5N1
 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan foto toraks PA dan lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah penumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CTScan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
 Pemeriksaan Post Mortem

Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan
untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi),
specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

1. Penatalaksanaan
2. Fasilitas Pelayanan kesehatan non rujukan

 Pasien suspek flu burung langsung diberikan oseltavimir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan
berat badan) lalu dirujuk ke RS flu burung.
 Untuk puskesmas terpencil pasien diberi pengobatan oseltavimir sesuai skoring dibawah ini,
sementara paa puskesmas yang tidak terpencil langsung dirujuk ker RS rujukan. Kriteria
pemberian oseltavimirdengan system skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop
“case management” & dan pengembangan laboratorium regional avian influenza, Bandung
20-23 april 2006

Skor/ gejala 1 2

Demam <38*C >_38*C

RR N >N

Ronki Tidak ada Ada

Leucopenia Tidak ada Ada

Kontak Tidak ada Ada

Jumlah Tidak ada Ada

Skor:

6-7 = evalusi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir

>7 = diberi oseltamivir

Batasan frekuensi napas :

<2bl = >60x/menit

2bl – <12bl = >50x/menit

>1 th – <5th = >40x/menit

5 th – 12 th = >30x/menit

>13 = >20x/menit

Jika tidak terdapat fasilitas pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai
leukopeni (skor=2)
 Pasien ditangani sesuai dengan kewaspadaan standar(Nurarif, 2015, p. 2)

2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujuksn


3. Pasien suspek H5N1, probable, dan konfirmasi dirawat diruang isolasi.
4. Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim paien ke ruang pemeriksaan.
5. Petugas yang masuk keruangan pemeriksaan tetap menggunakan APD dan melakukan
kewaspadaaan standar.
6. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
7. Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan bab III.B.2.a, dan foto toraks. Setelah pemeriksaan
pertama selesai, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari sedangkan HI
diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang. Pada hari pertama, kedua, dan
ketiga perawatan pemeriksaan PCR dilakukan. Pada hari pertama pemeriksaan serologi
dilakukan dan diulang setiap lima hari.
8. Penatalaksanaan diruang rawat inap

 Perhatikan : keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi
napas, dan suhu), bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
 Terapi suportif : oksigen, cairan, dll. (Nurarif, 2015, p. 3)

3. Profilaksis menggunakan oseltamivir

Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia, namun


penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak dianjurkan.Oseltamivir
diberikan pada petugas yang terpajan pada pasien dengan jarak < 1 m tanpa
menggunakan APD. Bagi mereka yang terpajan lebih 7 hari yang lalu, profilaksis tidak
dianjurkan kelompok resiko tinggi, untuk mendapat profilaksis dengan ketentuan:

 Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1 misalnya
pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat dengan menggunakan
nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang memadai.Termasuk petugas LAB
yang tidak menggunakan APD dalam menangani sampel virus
 Anggota keluarga yang kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksinya H5N1. Dasar
pemikirannya adalah kemungkinan mereka terpajan terhadap lingkungan atau unggas yang
menularkan penyakit.

4. Antiviral
5. Pengobatan

Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama)

 Dewasa atau anak > 13 tahun oseltamivir 2x 75 mg perhari selama 5 hari


 Anak >1 tahun dosis oseltamivir 2mg/kg BB sehari selama 5 hari
 Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan berikut:

>40 kg : 75 mg 2x/hari

>23 – 40 kg: 60 mg 2x/hari

>15 – 23 kg: 45 mg 2x/hari

<15 kg: 30 mg 2x/hari


 Pada percobaan binatang tidak ditemukan efek teratogenik dan gangguan fertilitaspada
penggunaan oseltamivir. Saat ini belum tersedia data lengkap mengenai kemungkinan
terjadi malformasi atau kematian janin pada ibuyang mengkonsumsi oseltamivir. Karena itu
oseltamivir pada wanita hamil hanya dapat diberikan bila potensi manfaat lebih besar dari
potensi resiko pada janin.

2. Profilaksis

Profilaksis 1×75 mg diberikan pada kelompok resiko tinggi terpajan sampai 7-10 hari
dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal
6-8 minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman. (Nurarif, 2015, p. 4)

5. Pengobatan lain
6. Antibiotic spectrum luas yang mencakuo kuman tipikal dan atipikal.
7. Metilprednisolon 1-2 mg/kg BB IV diberikan pada pneumonia berat, ARDS atau pada syok
sepsis yang tidak respons terhadap obat-obat vasopressor.
8. Terapi lain seperti simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.
9. Rawat di ICU sesuai indikasi
10. Perawatan intensif

Kriteria pneumonia berat; jika dijumpai salah satu dibawah ini:

1. Frekuensi napas >30x/menit


2. PaO2/FiO2<300
3. Foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral

 Foto toraks paru melibatkan >2 lobus


 Tekanan sistolik <90mmHg
 Tekanan diastolic <90mmHg
 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Infiltrate bertambah >50%
 Membutuhkan vasopressor >4 jam (septik syok)
 Serum kreatinin

Kriteria perawatan diruang rawat intensif:

1. Gagal nafas

Jika terjadi gangguan ventilasi dan perfusi, maka pada pemeriksaan AGD( analisis gas
darah) ditemukan:

 PaCO,60 torr
 Ratio PaO,/FiO,;

<200 untuk ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom)

<300 untuk ALI (Acute Lung Injury)

 Frekuensi napas >30x/menit

1. Syok (dapat hipovelemik, distributive, kardiogenik ataupun obstruktif)


Tekanan darah sistolik < 90mmHg (dewasa) atau untuk anak tekanan arteri rata-rata
(TAR) < 50 mmHg, yang telah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan inotropic/
vasopressor >4 jam. Sebaiknya dengan menggunakan kateter vena sentral.

1. 1 dan 2 memerlukan bantuan ventilator mekanik


2. Jika dengan ventilator mekanik, maka dianjurkan menggunakan respirator dengan pressure
cycle, dengan pengaturan awal:

Mode: pressure control ventilation

Volume Tidal: 6-8 cc / kgBB

PEEP>5Cm H20

Frekuensi Napas: 12x/menit

FiO2:1.0 (100%)

Tekanan Inspirasi : mulai dari 10 Cm H20

Maaka harus dilakukan pemeriksaan AGD 30 menit setelah setting awal. Sasaran yang
ingin dicapai adalah mempertahankan PaO2 diatas 100 torr dan sat o2 diatas 95%
dengan Fio2 dibawah 60%.

1. Dapat digunakan NIPPV ( Non invasive positive pressure ventilation).


2. Dapat disapih dari respirator kalau:

 Keadaan umum pasien sudah membaik, kesadaran tanpa sedasi


 Nutrisi adekuat dengan cairan adekuat
 Bebas infeksi
 Hermodinamik stabil tanpa inotropic atau vasopressor.
 Status asam basa dan elektrolit stabil
 Tidak ada bronkospasma
 Oksigenasi baik dengan FiO2<0,5 dengan PEEP<5 cmH2O
 Weaning parameter : frekuensi pernapasan/VI<100, frekuensi pernapasan : 30x/menit, Vt :
6-8 CC/kgBB.(Nurarif, 2015, pp. 5-6)

2. Diagnosa
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berdasarkan obstruksi jalan napas dengan ditandai
dispnea, saat diaskultasi terdengar ronci, klien mengeluh batuk yang berdahak.

Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran guna


napas mempertahankan jalan napas yang bersih.

Batasan Karakteristik

Subjektif

dispnea
Objektif

 Suara napas yang bertambah (misalnya, rale, crackle, ronki dan mengi )
 Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan.
 Batuk tidak terdengar atau tidak efektif
 Sianosis
 Kesulitan untuk bicara
 Penurunan suara napas
 Ortopnea
 Gelisah

Faktor yang Berhubungan

Lingkungan : Merokok, menghirup asap, dan perokok pasif

Obstruksi jalan napas : terhambat jalan napas, retensi sekret, mukus berlebihan.

Fisiologis : Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, infeksi asma, jalan


napas alergik. (Wilkinson, 2015, pp. 37-38)

1. Hipertermia berdasarkan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh 37,50C,
akral teraba panas, takipnea

Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal

Batasan Karakteristik

Objektif

 Kulit merah
 Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal

Faktor yang Berhubungan

 Dehidrasi
 Suatu Penyakit atau trauma.(Wilkinson, 2015, pp. 390-391)

1. Kekurangan volume cairan.

Definisi : penurunan cairan intravaskular, interstisial atau intrasel. Diagnosis ini


merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja perubahan tanpa kadar
natrium.

Batasan Karakteristik

Subjektif

Haus

Objektif

 Penurunan turgor kulit


 Penurunan haluaran urine
 Kulit dan membran mukosa kering
 Suhu tubuh meningkat

Faktor yang Berhubungan

Kehilangan volume cairan aktif . (Wilkinson, 2015, pp. 309-310)

1. Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan hiperventilasi ditandai dengan takipnea, klien


tampak menggunakan otot bantu pernafasan, RR>20 x / menit.

Definisi : ekspirasi dan atau inspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.

Batasan Karaketristik

Subjektif

Dispnea

Objektif

Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi

Napas cuping hidung

Faktor yang Berhubungan

Posisi tubuh

Diformitas dinding

Nyeri (Wilkinson, 2015, p. 99)

1. Gangguan pertukaran gas berdasarkan perubahan membran kapiler alveolar ditandai


dengan dispnea, pemeriksaan AGD abnormal, saturasi oksigen <95%

Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.

Batasan Karaketristik

Subjektif

Dispnea

Objektif

Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi

Napas cuping hidung

Faktor yang Berhubungan

Posisi tubuh
Diformitas dinding

Nyeri (Wilkinson, 2015, p. 99)

1. Nyeri akut berdasarkan agen cedera biologis ditandai dengan klien mengeluh nyeri otot
(myalgia), takipnea

Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

Batasan Karaketristik

Subjetif

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan {nyeri} dengan isyarat.

Objektif

Posisi untuk menghindari

Bukti nyeri yang dapat diamati

Faktor yang Berhubungan

Agen penyebab (biologis, kimia, fisik dan psikologis). (Wilkinson, 2015, pp. 530-537)

1. Hambatan mobilitas fisik berdasarkan stadium penyakit ditandai dengan klien tanpak lelah.

Definisi : keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh.

Batasan Karaketristik

Objektif

Kesulitan membolak-balik posisi tubuh

Gerakan tidak teratur

Faktor yang Berhubungan

Ketidaknyamanan

Gangguan muskuloskletal

Nyeri. (Wilkinson, 2015, p. 472)

1. Gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan adanya mual dan muntah.

Definisi : pola asupan nutrisi yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic
dan dapat digunakan.

Batasan karakteristik
Subjektif

Perilaku terhadap makanan minuman sesuai dengan tujuan kesehatan

Mengungkap pengetahuan mengenai pilihan makanan dan minuman yang sehat

Mengungkap keinginan untuk meningkatkan status gizi

Objektif

Mengonsumsi makanan dan cairan yang adekuat

Makan secara teratur

Mengikuti standar asupan yang sesuai (mis., panduan piramida makanan atau asosiasi
diabetes amerika)

Mempersiapkan dan menyiapkan makanan dan minuman secara aman

Factor yang berhubungan

Diagnosis ini merupakan diagnosis kesejahteraan, sehingga tidak memerlukan


etiologi. (Wilkinson, 2015, p. 522)

3. Intervensi
4. Ketidakefektifan besihan jalan napas berdasarkan obstruksi jalan napas ditandai dengan
dispnea, saat diaskultasi terdengar ronci, klien mengeluh batuk berdahak.

 Kriteria Hasil :

1. Pasien akan batuk efektif


2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan napas yang paten
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunya irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah. (Wilkinson, 2015, p. 39)

 Aktivitas keperawatan

1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga


2. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misal, oksigen, mesin pengisapan,
inhaler, )
3. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruang
perawatan; beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok.
4. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam memudahkan
pengeluaran sekret.
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna,
karakter, jumlah dan bau.
6. Pengisapan Jalan Napas (NIC): instruksikan kepada pasien atau keluarga tentang cara
pengisapan jalan napas. (Wilkinson, 2015, p. 40)
7. Aktivitas lain
8. Anjurkan aktifitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret.
9. Anjurkan penggunaan spirometer insentif
10. Jika pasien tidak ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi tempat tidur yang lain
sekurangnya setiap dua jam sekali.
11. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurukan kecemasan
12. Berikan pasien dukungan emosi
13. Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada, misal
bagian kepala tempat tidur ditinggikan 45o. (Wilkinson, 2015, p. 41)
14. Aktivitas Kolaboratif
15. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
16. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
17. Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan)
18. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer, ultrasonik dan perawatan paru lainnya
19. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal. (Wilkinson, 2015, p. 41)
20. Hipertermia berdasarkan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh 37,50C,
akral teraba panas, takipnea

 Kriteria Hasil :

1. Pasien dan keluarga akan menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu.
2. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh
3. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia. (Wilkinson, 2015, p. 391)

 Aktivitas Keperawatan

1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga


2. Edukasi pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia.
3. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang
diperlukan (Wilkinson, 2015:393)
4. Aktivitas lain
5. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja.
6. Gunakan waslap dingin di axila, kening, tengkuk dan lipatan paha.
7. Anjurkan asupan cairan oral
8. Gunakan selimut pendingin. (Wilkinson, 2015, p. 393)
9. Aktivitas Kolaboratif
10. Regulasi Suhu (NIC) : Berikan obat antipiretik, gunakan matras dingin dan mandi air hangat
untuk mengatasi gangguan suhu tubuh. (Wilkinson, 2015, p. 393)
11. Kekurangan volume cairan.

 Kriteria Hasil :

1. Pasien akan memiliki konsentrasi urine normal.


2. Tidak mengalami haus yang tidak normal
3. Menampilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembab, mampu berkeringat). (Wilkinson,
2015, p. 312)

 Aktivitas Keperawatan

1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga


2. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.
3. Aktivitas lain
4. Lakukan higiene oral secara sering
5. Pantau jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam
6. Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum pembedahan
7. Manajemen cairan (NIC) :tingkatkan asupan oral, berikan cairan sesuai dengan kebutuhan.
(Wilkinson, 2015, p. 314)
8. Aktivitas kolaboratif
9. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…… ml
10. Laporkan dan catat haluaran lebih dari………. ml
11. Manajement Cairan (NIC): atur ketersediaan produk darah untuk transfusi, berikan terapi IV
sesuai progra (Wilkinson, 2015, p. 313)
12. Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan hiperventilasi ditandai dengan takipnea, klien
tampak menggunakan otot bantu pernafasan, RR>20 x / menit.

 Kriteria hasil :

1. Pasien aka menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis.
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
3. Mempunya fungsi paru dalam batas normal untuk pasien. (Wilkinson, 2015, p. 101)

 Aktivitas Keperawatan

1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga


2. Informasikan kepada pasien dan kelurga tentang relaksasi untu memperbaiki pola
pernapasan
3. Anjurkan teknik batuk efektif
4. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidak efektifan pola pernapasan. (Wilkinson, 2015, p. 103)
5. Aktivitas lain
6. Bantu pasien untuk mengguanakan spirometer intensif
7. Tenangkan pasien selama periode gawat napas
8. Anjurkan napas dalam melalui abdomen
9. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
10. Pantau pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi. (Wilkinson, 2015, p. 104)
11. Aktivitas kolaboratif
12. konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis.
13. Berikan obat
14. Berikan terapi nebulizer
15. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pernapasan.(Wilkinson, 2015, p. 103)
16. Gangguan pertukaran gas berdasarkan perubahan membran kapiler alveolar ditandai
dengan dispnea, pemeriksaan AGD abnormal, saturasi oksigen <95%

 Kriteria hasil :

1. Pasien aka menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis.
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal.
3. Mempunya fungsi paru dalam batas normal untuk pasien. (Wilkinson, 2015, p. 101)

 Aktivitas Keperawatan
1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
2. Informasikan kepada pasien dan kelurga tentang relaksasi untu memperbaiki pola
pernapasan.
3. Anjurkan teknik batuk efektif.
4. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidak efektifan pola pernapasan. (Wilkinson, 2015, p. 103)
5. Aktivitas lain
6. Bantu pasien untuk mengguanakan spirometer intensif
7. Tenangkan pasien selama periode gawat napas
8. Anjurkan napas dalam melalui abdomen
9. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
10. Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi. (Wilkinson, 2015, p.
104)
11. Aktivitas kolaboratif
12. konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis.
13. Berikan obat
14. Berikan terapi nebulizer
15. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pernapasan. (Wilkinson, 2015, p. 103)
16. Nyeri akut berdasarkan agen cedera biologis ditandai dengan klien mengeluh nyeri otot
(myalgia), takipnea

 Kriteria hasil :

1. Pasien akan memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
4. Mengunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik secara tepat
5. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung atau tekanan
darah.
6. Melaporkan pola tidur yang baik. (Wilkinson, 2015, p. 535)

 Aktivitas Keperawatan

1. Penyuluhan kepada pasien/keluarga


2. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum.
3. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai
4. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
strategi koping yang disarankan
5. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik
6. Manajemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur. (Wilkinson, 2015, p. 534)
7. Aktivitas lain
8. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian
9. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
10. Hadie didekat pasien untuk memenuhi rasa nyaman
11. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap ana;gesik
12. Manajemn Nyeri (NIC) : libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri. (Wilkinson, 2015,
p. 535)
13. Aktivitas kolaboratif
14. Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal
15. Manajemen Nyeri ()NIC : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologik.(Wilkinson, 2015, p.
535)
16. Hambatan mobilitas fisik berdasarkan stadium penyakit ditandai dengan klien tanpak lelah

 Kriteria hasil :

1. Pasien akan pengguanaan alat bantu secara benar dengan pengawasan


2. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi
3. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan alat banyu
4. Mengguanakan kursi roda secara efektif.(Wilkinson, 2015, p. 475)

 Aktivitas Keperawatan

1. Aktivitas keperawatan tingakat 1 :


2. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan
3. Ajarkan pasien tentang dan pantau pengguanan alat bantu
4. Ajarkan pasien dalam proses pindah
5. Pengaturan posisi (NIC): ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika
tubuh yang benar saat melakukan aktifitas.(Wilkinson, 2015, p. 476)
6. Aktivitas keperawatan tingkat 2 :

 Kaji kebutuhan belajar pasien


 Ajarkan pasien dalam latihan ROM
 Ajarkan pasien teknik ambulasi
 Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
 Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien

1. Aktivitas keperawatan 3 dan 4


2. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan mobilitas sendi otot
3. Gunakan ahli terapi fisik
4. Berikan penguatan positif
5. Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
6. Pengaturan posisi (NIC): pantau alat traksi yang benar, letakkan matras atau tempat tidur
terapeutik dengan benar, atur posisi pasien, letakkan pada posisi terapeutik, ubah posisi
pasien yang imobilisasi minamal setiap dua jam, letakkan tombol pengubah posisi dan lampu
pemnaggil dalam jangkauan pasien, dukung latihan ROM aktif atau pasif.(Wilkinson, 2015, p.
477)
7. Gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan mual muntah

 Kriteria hasil

1. Pasien akan mempertahankan berat badan yang ideal ……… (sebutkan)


2. Mengonsumsi diet yang seimbang
3. Melaporkan peningkatan nilai gizi makanan yang dikonsumsi (mis., lebih banyak
mengonsumsi makanan non-olahan, dengan sedikit kandungan lemak jenuh).(Wilkinson,
2015, p. 523)

 Aktifitas keperawatan
1. Penyuluhan kepada pasien dan keluarga

 Berikan informasi mengenai sumber dikomunitas yang tersedia, seperti konseling diet,
program latihan fisik, kelompok swabantu
 Tekanan factor kebiasaan, kebudayaan, dan factor keturunan yang dapat mempengaruhi
berat badan
 Diskusikan pentingnya untuk mempertahankan berat badan yang sehat
 Berikan informasi mengenai bagaimana membeli, mengolah, dan menyimpan makanan yang
bergizi
 Bantu dalam mengembangkan perencanaan makanan sehat
 Konseling Nutrisi (NIC) :

Diskusikan pengetahuan pasien mengenai empat kelompok makanan dasar, dan persepsi
terhadap modifikasi diet yang diperlukan

Berikan informasi, sesuai dengan kebutuhan kesehtan untuk memodifikasi diet:


penurunan berat badan, kenaaikan berat badan, pembatasan garam, penurunan
kolesterol, pembatasan cairan, dan lain sebagainya

2. Aktifitas lain

Berikan dengan sering penggunaan yang positif terhadap nutrisi yang baik. (Wilkinson,
2015, p. 524)
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. (2013). Waspada Flu Burung. Jakarta: Kanisius.

J.Kunoli, F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis.Jakarta: KDT.

Nelwan, R. (2014). Influenza Dan Pencegahannya. jakarta: Interna Publishing.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda Nic-Noc.jogjakarta: MediAction.

Pohan, H. T. (2014). Influenza Burung (Avian Influenza). Jakarta: InternaPublishing.

Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. jakarta: internaPublishing.

Tamher. (2009). Flu Burung: Aspek Klinis dan Epidemiologis. jakarta: SalembaMedika.

Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta


Timur: Trans Info Media.

Wilkinson, J. M. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Advertisements

Categories: Keperawatan Medikal Bedah

Leave a Comment

Nursing Science

Create a free website or blog at WordPress.com.


Back to top
Advertisements

Anda mungkin juga menyukai