Anda di halaman 1dari 67

KARAKTERISASI AKSESI PADI BERAS

MERAH DAN HITAM (Oryza sativa L.)

ILHAM FRAMANSYAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Aksesi


Padi Beras Merah dan Hitam (Oryza sativa L.) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 4 Februari 2014

Ilham Framansyah
NIM A24090167
ABSTRAK
ILHAM FRAMANSYAH. Karakterisasi Aksesi Padi Beras Merah dan Hitam
(Oryza sativa L.). Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO dan MUHAMAD
SYUKUR.

Padi beras merah dan hitam memiliki banyak keunggulan dari padi beras
putih. Beras merah dan hitam memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi
dibanding beras putih. Beras merah dan hitam mengandung antosianin yang
merupakan zat pemberi warna pada beras. Sebagian besar padi beras merah dan
hitam yang telah dibudidayakan merupakan padi beras merah dan hitam varietas
lokal. Keanekaragaman varietas lokal ini dapat menjadi sumber keragaman untuk
pemuliaan tanaman. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui potensi yang
dikandung dalam setiap objek pemulian tersebut. Bahan tanaman yang digunakan
adalah 22 aksesi lokal padi beras merah dan hitam dengan varietas pembanding
Aek Sibundong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi lokal padi beras
merah dan hitam berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Aksesi yang
berpotensi untuk dikembangkan adalah aksesi yang berasal dari daerah Sidrap
(G7), Malang (G9), Pasaman (G13), Temanggung (G21), Purworejo (G23),
Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), dan Nisam (G34) karena memiliki
produktivitas lebih dari 4 ton.ha-1.

Kata kunci: aksesi, beras merah, karakterisasi, varietas lokal

ABSTRACT

ILHAM FRAMANSYAH. Characterization of Red and Black Rice Accessions


(Oryza sativa L.). Supervised by BAMBANG S PURWOKO and MUHAMAD
SYUKUR.

Red rice and black rice has more advantage than white rice, including
higher nutrient content than white rice. Red and black rice has anthocyanin, a
substance causing the colors on the rice pericarp. Most of the red rice and black
rice that has been cultivated are landrace cultivars. The local varieties can be one
source of characters for plant breeding. Characterization was done to find out the
potential characters that contained in the landraces. Plant material used were
local rice accessions 22 red and black rice varieties with Aek Sibundong as check.
The research results showed that local red and black rice accessions gave very
significant effect on the observed variables . Accessions that has the potential to
be developed are Sidrap (G7), Malang (G9), Pasaman (G13), Temanggung
(G21), Purworedjo (G23), Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), and
Nisam (G34). They achieved productivity more than 4 ton.ha-1.

Key words: accession, characterization, landrace cultivar, red rice


KARAKTERISASI AKSESI PADI BERAS
MERAH DAN HITAM (Oryza sativa L.)

ILHAM FRAMANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi : Karakterisasi Aksesi Padi Beras Merah dan Hitam (Oryza sativa L.)
Nama : Ilham Framansyah
NIM : A24090167

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat
dan karunia-Nya, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian
Karakterisasi Aksesi Padi Beras Merah dan Hitam (Oryza sativa L.)
dilaksanakan terdorong karena keinginan untuk mengetahui karakteristik padi
beras merah varietas lokal. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percoban
Balai Besar Padi muara, Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama kepada:
1. Ayah, ibu, kakak dan adik serta keluarga besar penulis yang telah
memberikan motivasi kepada penulis selama penyusunan penelitian ini
2. Bapak Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc dan Prof Dr Muhamad
Syukur, SP, MSi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
berjalannya proses persiapan dan pelaksanaan penelitian serta
penyusunan skripsi
3. Bpk Iman dan staf BB Biogen yang telah menyiapkan bahan penelitian
4. Pimpinan dan staf KP BB Padi Muara yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian
5. Sdr. Didin Saefudin, Sulaiman, dan Try Sutrisna yang telah
memberikan bantuan dan arahan dalam pengolahan data hasil
penelitian
6. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura, Asrama Sylvapinus, dan
UKM Tarung Derajat IPB yang telah membantu selama pelaksanaan
penelitian.
Semoga penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, 4 Februari 2014

Ilham Framansyah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Padi Beras Merah dan Hitam 2
Budidaya Padi 3
Pemuliaan dan Karakterisasi 4
METODE 5
Tempat dan Waktu 5
Bahan 5
Alat 6
Metode Percobaan 6
Analisis Data 6
Pelaksanaan Penelitian 7
Pengamatan 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Kondisi Umum 9
Keragaan Karakter Kuantitatif Aksesi – Aksesi 10
Padi Beras Merah dan Hitam 10
Pertumbuhan Tanaman 11
Karakteristik Batang dan Daun 14
Umur Berbunga ,Umur Panen, dan Lama Pengisian 17
Komponen Hasil 18
Serangan Hama Penggerek Batang dan Walang Sangit 21
Karakteristik Gabah dan Beras Pecah Kulit 22
Analisis Korelasi Karakter Kuantitatif Tanaman 25
Karakter Kualitatif Malai 27
Kemiripan Karakter Aksesi Lokal Padi Beras Merah dan Hitam 28
KESIMPULAN DAN SARAN 30
Kesimpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL

1 Analisis ragam karakter agronomi aksesi – aksesi padi beras merah 11


dan hitam
2 Pengamatan tinggi tanaman 12
3 Pengaamatan jumlah anakan tanaman padi yang diuji 13
4 Pengamatan karakteristik sifat kuantitatif batang dan daun 14
5 Karakteristik Batang 15
6 Karakteristik pewarnaan antosianin pada daun 16
7 Umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian 18
8 Karakteristik panjang malai, gabah isi per malai, kerontokan, dan 19
jumlah gabah per malai
9 Bobot seribu butir dan bobot gabah per rumpun 20
10 Intensitas serangan hama penggerek batang padi dan walang sangit 22
11 Karakteristik gabah aksesi padi beras merah dan hitam 23
12 Karakteristik beras pecah kulit aksesi padi beras merah dan hitam 24
13 Hasil analisis korelasi antar karakter kuantitatif tanaman 26
14 Karakteristik malai aksesi padi beras merah dan hitam yang diuji 28

DAFTAR GAMBAR
1 Karakteristik batang 17
2 Gejala serangan hama pada malai 21
3 Karakteristik gabah aksesi lokal padi beras merah dan hitam 23
4 Karakteristik beras pecah kulit aksesi lokal padi beras merah dan hitam 25
5 Analisis gerombol aksesi lokal padi beras merah dan hitam 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel panduan pengamatan karakter kuantitatif 32


2 Data iklim bulanan daerah wilayah Cibalagung 36
3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas 37
lokal yang diuji
4 Hasil analisis korelasi antar variabel yang diamati 43
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat


Indonesia. Kebutuhan beras nasional setiap tahunnya semakin meningkat.
Peningkatan tersebut diakibatkan karena pesatnya pertambahan penduduk dan
sulit digantikannya peranan beras sebagai pemenuh kebutuhan karbohidrat
masyarakat. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60˗80% dan protein
45˗55% (Haryadi 2008). Sebagian besar beras yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah beras putih, hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang
mengkonsumsi beras merah atau hitam. Beras merah dan hitam memiliki nilai gizi
dan serat yang lebih tinggi dibanding beras putih sehingga baik untuk kesehatan.
Indrasari (2006) menyatakan bahwa beras merah kaya akan vitamin B dan E
sehingga tidak mudah menimbulkan kembung saat dikonsumsi.
Padi beras merah dan hitam masih belum dikenal dan dimanfaatkan secara
luas oleh masyarakat. Panjangnya umur panen menjadi bahan pertimbangan para
petani untuk membudidayakan padi beras merah dan hitam karena semakin
panjangnya umur panen maka biaya yang dibutuhkan untuk perawatanpun akan
bertambah. Walaupun sebagian besar berumur panjang, padi beras merah dan
hitam memiliki karakter unggul yang berpotensi untuk dikembangkan karena
sebagian besar tanaman padi beras merah dan hitam merupakan varietas lokal
yang telah beradaptasi dengan berbagai macam cekaman lingkungan tumbuhnya.
Untuk mendapatkan padi beras merah dan hitam yang bersifat unggul diperlukan
penelitian dan pengembangan potensi yang dimiliki oleh beras merah dan hitam
dengan cara perbaikan secara genetik dan budidaya.
Keragaman genetik sangat dibutuhkan untuk berlangsungnya kegiatan
pemuliaan tanaman. Dari keragaman tersebut dapat dilakukan seleksi berdasarkan
sifat-sifat yang diperlukan untuk kegiatan pemuliaan sehingga tahap pendahuluan
dalam pemuliaan tanaman adalah pembentukan keragaman. Plasma nutfah
merupakan sumber keragaman dalam pemuliaan tanaman. Plasma nutfah dapat
berasal dari kultivar yang dikomersialkan, koleksi yang dimiliki pemulia (aksesi),
tanaman lokal, tanaman hasil introduksi, mutasi, dan hibridisasi.
Aksesi merupakan koleksi jenis tanaman tertentu yang biasanya dilakukan
untuk tujuan pemuliaan tanaman ataupun kelestarian tanaman tersebut. Aksesi
dapat berupa tanaman lokal maupun tanaman yang telah banyak dibudidayakan.
Tanaman lokal mempunyai karakter yang spesifik terhadap lokasi sehingga
sifatnya beragam menyesuaikan dengan lingkungan tumbuhnya. Karakternya
yang secara berkesinambungan beradaptasi dengan berbagai cekaman lingkungan
tumbuhnya akan menghasilkan sifat unggul yang berpotensi untuk dikembangkan.
Saat ini telah terdapat berbagai macam aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal dari berbagai daerah yang mempunyai karakter unggulnya masing-masing.
Menurut Brown dan Caligari (2006) tahap pertama dalam pemuliaan adalah
mempersiapkan rencana pemuliaan dan objek pemuliaan. Objek pemuliaan dapat
berupa plasma nutfah yang berasal dari aksesi-aksesi yang memiliki sifat unggul
atau berpotensi untuk dikembangkan. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat dan keunggulan serta keunikan pada tanaman tersebut. Mangoendidjojo
2

(2003) mengungkapkan bahwa untuk memperoleh suatu varietas unggul


diperlukan pengetahuan mengenai sifat – sifat tanaman yang akan dimuliakan dan
hubungan antara sifat-sifat tersebut. Pengamatan dan identifikasi plasma nutfah
padi yang memiliki sifat-sifat unggul merupakan kegiatan penting dalam
perbaikan varietas tanaman padi. Potensi genetik dari bahan pemuliaan yang
dikembangkan secara konvensional atau biologi molekuler perlu dievaluasi
berdasarkan penampilan fenotipik pada lingkungan tertentu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik aksesi-aksesi lokal


tanaman padi beras merah dan hitam.

Hipotesis

1.Terdapat perbedaan karakter antar aksesi padi beras merah dan hitam
2.Terdapat aksesi padi beras merah dan hitam yang memiliki karakter unggul
sehingga dapat dijadikan sumber tetua dalam kegiatan pemuliaan tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Padi Beras Merah dan Hitam

Menurut Siregar (1981) padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman


semusim yang tergolong ke dalam rumput-rumputan ditandai dengan batang
tersusun dari beberapa ruas. Salah satu ciri lainnya adalah terdapat lidah daun
pada percabangan daun dan batang. Morishima (1998) menyatakan bahwa padi
berasal dari tanaman liar yang sebagian besar tersebar pada daerah Asia, Amerika,
dan Afrika. Padi telah didomestikasikan di Asia dari spesies Oryza rufipogon
Griff. Menurut Matsuo dan Hoshikawa (1993) kultivar padi dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga Subspecies yaitu indica, japonica dan javanica.
Makarim dan Suhartatik (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
padi dibagi menjadi tiga fase yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pematangan.
Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif. Fase
reproduktif merupakan proses tanaman bereproduksi. Fase reproduktif diawali
dengan pemanjangan ruas teratas batang tanaman sampai terjadinya pembungaan.
Fase pematangan adalah fase saat terjadi proses pengisian gabah sampai
pematangan gabah. Proses pengisian dan pematangan bulir terjadi setelah
penyerbukan dan pembuahan. Gabah akan mengalami proses pematangan dalam
beberapa tahap yaitu matang susu, setengah matang dan matang penuh.
Beras merah dan hitam memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
beras putih. Tepung beras merah dan hitam pecah kulit mengandung karbohidrat,
lemak, serat, asam folat, magnesium, niasin, fosfor, protein, vitamin A, B, C, Zn,
dan B kompleks yang berkhasiat untuk mencegah berbagai macam penyakit,
seperti kanker usus, batu ginjal, beri-beri, insomnia, sembelit, dan wasir, serta
3

mampu menurunkan kadar gula dan kolesterol (Suradi 2005). Menurut Indrasari
dan Adnyana (2007), beras merah dan hitam mengandung vitamin B kompleks
yang cukup tinggi, asam lemak esensial, serat maupun zat warna antosianin yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan. Zat warna antosianin inilah yang membuat
warna merah kecoklatan pada bulir beras. Semakin tinggi kandungan antosianin
beras, semakin pekat juga warna merah kecoklatannya bahkan mendekati hitam
kecoklatan. Pigmen antosianin pada beras berwarna tidak hanya terdapat pada
perikarp dan lapisan kulit beras, tetapi juga pada setiap bagian gabah bahkan pada
bagian tanaman lainnya seperti kelopak daun. Senyawa antosianin mempunyai
kemampuan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh, sehingga dapat
mencegah kerusakan sistem akibat radikal bebas. Fajrin (2010) berpendapat
bahwa antosianin diduga bekerja dengan cara peningkatkan aktivitas Lechitin
Cholesterol Acyl Transferase (LCAT). LCAT merupakan enzim yang dapat
mengkonversi kolesterol bebas menjadi ester kolesterol yang lebih hidrofobik.

Budidaya Padi

Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85˗90%) dan sebagian


kecil (10˗15%) sebagai padi gogo (Taslim et al. 1993a). Bercocok tanam padi
sawah secara umum meliputi pembibitan, pengolahan tanah, pemindahan bibit,
pemupukan, pemeliharaan dan panen. Padi membutuhkan curah hujan (CH)
minimal 200 mm.bulan-1 selama 4 bulan untuk tumbuh normal. Pertumbuhan
tanaman padi akan menjadi tidak normal pada kondisi curah hujan kurang dari
200 mm.bulan-1 dan pada kondisi yang lebih parah lagi tanaman padi akan
mengalami kekeringan dengan gejala daun menggulung dan akhirnya mengering
(Suprihatno et al. 2008). Menurut Matsuo dan Hoshikawa (1993) secara umum,
padi berproduksi optimum pada suhu sekitar 32˚C dan produksi akan berkurang
pada temperatur yang lebih rendah tetapi tanaman padi akan mengalami stres suhu
tinggi (heat stress) pada suhu lebih dari 37˚C.
Pemupukan dilakukan sebagai salah satu upaya mempertahankan
kesuburan tanah untuk mencapai suatu sasaran hasil. Pemupukan juga bertujuan
menambah hara yang dibutuhkan tanaman jika ketersedianya hara dalam tanah
atau media tanam kurang. Menurut Taslim et al. (1993b), kesuburan tanah
berkurang karena adanya kehilangan hara dari tanah yang terjadi melalui angkutan
panen (panen hara), aliran air permukaan (run off), dan pelindian (leaching).
Peluang kehilangan hara meningkat sejalan dengan produksinya.
Umumnya tanaman padi memerlukan input tambahan unsur hara N, P dan
K dalam bentuk pupuk untuk pertumbuhannya. Untuk mengetahui kandungan
hara dalam tanah dapat dilakukan uji tanah (Zaini et al. 2002). Jumlah nitrogen
yang dianjurkan tergantung varietas dan keadaan setempat, berkisar antara 90˗120
kg.ha-1 (Taslim et al. 1993b). Varietas unggul mempunyai respon tinggi terhadap
pemupukan N tetapi semakin peka terhadap wereng coklat (Djafaruddin 2007).
Taslim et al. (1993b) berpendapat bahwa penambahan pupuk P2O5 dapat
meningkatan hasil yang nyata dan efisien. Pemberian pupuk P2O5 dilakukan di
awal penanaman. Zaini et al. (2002) berpendapat bahwa pemberian pupuk yang
mengandung P2O5 secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya residu unsur
4

P di dalam tanah sehingga dapat menurunkan efisiensi P. Pemupukan hara K


dapat meningkatkan kembali efisiensi penggunaan pupuk N dan P.

Pemuliaan dan Karakterisasi

Pangan adalah kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan pangan semakin


meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk. Lahan pertanian yang
semakin sempit akibat adanya konversi lahan merupakan permasalahan pangan
yang utama. Penurunan kesuburan atau degradasi lahan pun telah terjadi pada
sebagian besar sawah yang telah lama digunakan sehingga hasil panen semakin
menurun. Para pemulia tanaman dan institusi yang terkait melakukan
pengembangan tanaman untuk mengatasi persoalan tersebut. Pengembangan
tanaman dilakukan secara ekstensif dan intensif. Pengembangan tanaman secara
ekstensif bertujuan untuk meningkatkan produksi dengan cara memperluas areal
pertanaman, sedangkan pengembangan tanaman secara intensif bertujuan untuk
meningkatkan produksi dengan cara meningkatkan produksi per satuan luas lahan
(Mangoendidjojo 2003). Pengembangan secara ekstensif pada umumnya
dilakukan dengan cara membuka lahan yang berpotensi namun belum digunakan
sebagai lahan pertanian. Pengembangan secara ekstensif dapat meningkatkan
produksi sejalan dengan bertambahnya luas lahan pertanian. Pengembangan
intensif dilakukan dengan mengembangkan potensi genetik yang dikandung oleh
tanaman. Teknologi pemuliaan tanaman berperan dominan dalam tahap
pengembangan secara intensif.
Menurut Mangoendidjojo (2003) pemuliaan tanaman adalah ilmu terapan
yang berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu-ilmu yang lain, khususnya
agronomi. Brown dan Caligari (2006) mengungkapkan bahwa tujuan utama
pemuliaan tanaman adalah memperoleh kultivar yang mampu beradaptasi dengan
cekaman dari lingkungan tumbuh tanaman, berproduksi tinggi dan sesuai apabila
dilihat dari segi ekonomi untuk tanaman komersial. Secara umum kegiatan
pemuliaan tanaman adalah kegiatan membuat dan memanipulasi variasi genetik
dalam tanaman dan menyeleksi sifat yang dibutuhkan dari variasi tersebut.
Germplasm atau plasma nutfah adalah keragaman genetik yang dimiliki
oleh tanaman. Stoskopf et al. (1993) berpendapat bahwa plasma nutfah adalah
sumber genetik yang penting sekali untuk keberhasilan pemuliaan tanaman.
Plasma nutfah untuk pemuliaan tanaman dapat berasal dari kultivar yang
dikomersialkan, koleksi atau stok yang dimiliki pemulia, landrace cultivar atau
tanaman lokal yang telah beradaptasi dengan lingkungannya, introduksi tanaman
atau tanaman yang dibudidayakan karena mampu beradaptasi dengan lingkungan
baru yang kondisinya sama dengan daerah asalnya, mutasi, dan hibridisasi.
Plasma nutfah menjadi sumber genetik bagi pemulia untuk mengembangkan
tanaman yang memiliki sifat yang unggul. Para pemulia menyadari bahwa semua
makhluk hidup termasuk tanaman mempunyai potensi genetik yang dapat
bermanfaat di masa yang akan datang sehingga seringkali dilakukan koleksi untuk
tanaman -tanaman liar, lokal dan yang sudah dibudidayakan secara luas.
Setelah terbentuk atau ditemukan keragaman sifat-sifat tanaman,
dilakukan seleksi untuk mendapatkan tanaman yang bersifat unggul. Seleksi
merupakan salah satu tahapan pemuliaan yang bertujuan mendapatkan kultivar
5

yang memiliki sifat yang diinginkan dengan cara memilih dan memilah tanaman
dari sumber keragaman atau variasi genetik yang telah dibentuk baik secara
sengaja maupun telah terbentuk secara alami. Pada awalnya, seleksi dilakukan
secara sederhana tapi sejalan dengan bertambahnya penduduk dan terbatasnya
lahan pertanian, manusia dituntut untuk mengembangkan teknologi pemuliaan
untuk pengembangan tanaman pangan. Keragaman genetik secara garis besar
dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu kualitatif dan kuantitatif (Stoskopf et
al. 1993). Seleksi dapat terjadi secara alami maupun dengan bantuan manusia.
Menurut Brown dan Caligari (2006) seleksi alam dapat terjadi karena adanya
cekaman lingkungan sehingga hanya tanaman yang mampu beradaptasi pada
lingkungan tersebut saja yang dapat bertahan. Adaptasi tanaman tersebut dapat
berupa pengaturan produksi makanan, masa reproduksi dan penyebaran keturunan
yang disesuaikan dengan keadaan lingkungannya. Seleksi alam telah membuat
perubahan besar pada sistem metabolisme, reproduksi dan penyebaran keturunan.
Mangoendidjojo (2003) berpendapat bahwa pengetahuan mengenai sifat-
sifat tanaman yang hendak dimuliakan dan hubungan antara sifat-sifat tersebut
diperlukan dalam pemuliaan untuk memperoleh suatu varietas yang unggul.
Setiap varietas tanaman mempunyai sifat atau karakter yang berbeda. Kegiatan
karakterisasi bertujuan mengetahui sifat-sifat atau karakter agronomi dan
morfologi tanaman. Pengamatan dan identifikasi plasma nutfah padi yang
memiliki sifat-sifat unggul merupakan kegiatan penting dalam perbaikan varietas
tanaman padi. Potensi genetik bahan pemuliaan yang dikembangkan secara
konvensional atau biologi molekuler dievaluasi berdasarkan penampilan fenotipik
pada lingkungan tertentu dengan tipe cekaman yang menjadi tujuan perbaikan
varietas sehingga harus digunakan metode penilaian praktis, cepat, tepat, dan
akurat.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di KP BB Padi Muara Bogor dengan luas 535.5 m2


dan Labaratorium Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor. Percobaan
dilaksanakan pada tanggal 14 November 2012 s.d. 10 Juni 2013.

Bahan

Bahan tanam yang digunakan adalah 22 aksesi lokal padi beras merah dan
hitam dan 1 varietas pembanding. Varietas pembanding yang digunakan adalah
Aek Sibundong (G33). Aksesi-aksesi yang digunakan dalam percobaan adalah
padi lokal dari daerah Kota Baru (G4), Madura (G6), Sulsel/Sidrap (G7), Bandung
(G8), Malang (G9), Mangondow (G11), Mangondow/Rusip I (G12), Pasaman
(G13), Poso (G14), Poso/Saseka (G17), Wiwipemo (G18), Temanggung/Jowo
Ireng (G20), Temanggung/Gabah Abang (G21), Purworejo/IR (G23), Purworejo
(G24), Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), Palembang (G28), Aceh
Barat Daya (G30), Timor Leste (G31), dan Nisam/Leukat Item (G34). Pupuk yang
6

digunakan adalah urea (45% N) dengan dosis 300 kg.ha-1, SP-36 ( 36% P2O5)
dengan dosis 200 kg.ha-1, dan KCl (60% K2O) dengan dosis 150 kg.ha-1.

Alat

Alat yang digunakan berupa alat – alat pertanian, jaring, sprayer, penggaris,
jangka sorong, timbangan, seed counter, blower separator, Munsell Colour Chart
for Plant Tissue dan buku Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan,
Keseragaman dan Kestabilan (Deptan 2006).

Metode Percobaan

Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok


Lengkap Teracak (RKLT). Aksesi padi beras merah dan hitam yang
dikarakterisasi berjumlah 22 aksesi dan 1 varietas pembanding. Percobaan terdiri
atas tiga petak kelompok berdasarkan ulangan. Pada setiap ulangan terdapat 22
aksesi padi beras merah dan hitam, dan 1 varietas pembanding yang disusun
secara acak. Satu satuan unit percobaan adalah empat baris tanaman. Setiap baris
disusun dua belas tanaman berbaris memanjang. Pada setiap unit percobaan
diambil tiga tanaman sebagai tanaman contoh. Total satuan percobaan adalah 69
satuan percobaan. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan pendekatan
pengujian statistika yaitu Analysis of Variance (ANOVA).
Model Rancangan yang digunakan yaitu model umum Rancangan Acak
Kelompok (RAK) Yij = µ + αi + βj + εij, dimana :
Yij = nilai pengamatan aksesi ke-i dan kelompok ke-j
µ = nilai rataan umum
αi = nilai pengaruh aksesi ke-i, i = 1,2,3,...,23.
βj = nilai pengaruh kelompok ke-j, j = 1,2,3.
εij = pengaruh galat percobaan dari aksesi ke-i dan kelompok ke-j
Pemberian skor karakter menggunakan buku Panduan Pengujian Individual
Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan yang diterbitkan oleh Deptan
(2006) sebagai acuan penelitian (Lampiran 1). Data iklim disajikan pada
Lampiran 2, deskripsi aksesi pada Lampiran 3, dan hasil analisis korelasi pada
Lampiran 4.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F (Gomez and Gomez,


1984). Transformasi dilakukan pada data yang memiliki Koefisien Keragaman
(KK) lebih dari 20% untuk memperoleh keragaman yang lebih homogen.
Transformasi data yang dilakukan adalah transformasi Box dan Cox, Arcsin, dan
akar. Transformasi Box dan Cox dilakukan pada data yang memiliki sebaran nilai
lebih dari 0. Arcsin dilakukan pada data yang mengandung nilai nol dan berupa
proporsi atau perbandingan. Transformasi akar dilakukan pada data yang memiliki
sebaran nilai 0-10.
Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan uji Statistik Multivariat
dilakukan apabila uji F menunjukkan bahwa aksesi berpengaruh nyata terhadap
7

variabel pengamatan pada taraf uji 5%. Uji DMRT dilakukan untuk
membandingkan karakter kuantitatif antar aksesi sedangkan uji statistik
multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan karakter antar aksesi dengan
menggunakan dendrogram sebagai perbandingan. Uji korelasi dilakukan untuk
mengetahui keterkaitan antar variabel yang diamati.

Pelaksanaan Penelitian

Penyemaian
Metode persemaian yang dilakukan adalah persemaian kering. Persemaian
dilakukan dalam bak persemaian. Benih yang digunakan adalah padi varietas Aek
Sibundong dan 22 aksesi padi beras merah dan hitam. Benih padi masing-masing
aksesi dikecambahkan pada lahan persemaian. Persemaian dilakukan selama 21
hari. Pemupukan dilakukan pada saat penyemaian dengan dosis pupuk Urea 40
g.m-2. Selama persemaian, kondisi lahan persemaian diusahakan bebas gulma
untuk menghindari kompetisi tanaman padi dengan gulma.

Penanaman
Luas lahan yang digunakan adalah 535.5 m2. Pengolahan tanah dilakukan
sebelum penanaman untuk membuat sawah dalam kondisi macak-macak. Satu
satuan percobaan adalah empat baris tanaman. Setiap baris terdapat 12 lubang
tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm × 25 cm sedangkan jarak antar
aksesi 50 cm. Bibit yang ditanam adalah bibit hasil persemaian yang telah
berumur 21 hari dan ditanam satu bibit per lubang.

Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman terdiri atas pemupukan, pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan penyulaman bibit yang mati. Pupuk
yang digunakan adalah urea, SP-36, dan KCl. Pemupukan urea dilakukan tiga kali
dengan pemberian pupuk masing -masing 1/3 dosis, yaitu pada saat penanaman,
21 Hari Setelah Tanam (HST), dan 42 HST. Pemupukan KCl dan SP-36 diberikan
semua pada saat awal penanaman. Penyiangan dilakukan pada umur tanam 3
Minggu Setelah Tanam (MST) dan 6 MST. Penyemprotan insektisida berbahan
aktif fipronil dilakukan pada saat tanaman berumur 9 MST dan 12 MST. Aplikasi
moluskisida berbahan aktif saponin dilakukan pada saat sebelum penanaman dan
pada saat tanaman berumur 5 MST. Penjaringan dilakukan pada saat tanaman
berumur 12 MST.

Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika 80% malai telah menguning atau sekitar 26
sampai 30 hari setelah pembungaan. Pada fase reproduktif dilakukan pengeringan
agar pengisian gabah dapat terjadi secara maksimal dan sebagai salah satu bentuk
pengendalian gulma air. Malai diambil menggunakan pisau panen. Hasil panen
tiap rumpun tanaman contoh ditimbang untuk mengetahui produksi gabah.
Pemisahan gabah dari malai dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan
tangan agar tidak tercecer dan tercampur.
8

Pengamatan

Pengamatan dilakukan adalah pengamatan sifat-sifat kuantitatif dan


kualitatif tanaman.

Sifat-sifat kuantitatif tanaman yang diamati adalah


1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun
tertinggi. Pengukuran terhadap tinggi tanaman dilakukan pada tanaman
berumur 45 hari setelah tanam (HST) (fase vegetatif) dan pada saat
berbunga atau bunting (fase reproduktif) yaitu pada saat padi berumur 12
minggu setelah tanam (MST)
2. Jumlah anakan total tanaman padi dihitung pada saat berbunga atau
bunting (fase reproduktif) yaitu pada saat padi berumur 12 MST
3. Jumlah anakan yang produktif dihitung pada saat berbunga atau bunting
(12 MST) yaitu anakan yang menghasilkan malai
4. Panjang ruas dan lingkar batang ke-2 dari bawah (cm) dihitung pada saat
panen
5. Panjang daun ke-2 setelah daun bendera (cm) diukur pada saat panen
6. Intensitas serangan penggerek batang (%) dan walang sangit (%) dihitung
dengan cara jumlah malai yang terkena serangan kemudian dibandingkan
dengan jumlah total malai x 100% dan dilakukan pada saat panen.
7. Umur berbunga, yaitu pada saat jumlah tanaman berbunga 50% dari
populasi
8. Umur panen, yaitu pada saat jumlah tanaman telah menguning atau malai
telah masak 80% dari populasi.
9. Jumlah gabah per malai dihitung pada saat panen. Sampel yang diambil
adalah 3 malai per rumpun tanaman contoh
10. Persentase (%) gabah isi dihitung dengan cara membandingkan jumlah
gabah isi per malai dengan gabah total per malai x 100% dan dilakukan
pada saat panen
11. Persentase (%) kerontokan dihitung dengan cara membandingkan jumlah
gabah yang rontok per malai dengan gabah total per malai x 100% dan
dilakukan pada saat panen
12. Panjang malai (cm) diukur dari leher malai hingga ujung malai. Sampel
yang diambil adalah 3 malai per tanaman contoh dan dilakukan pada saat
panen
13. Indeks biji yaitu bobot 1000 butir (g) gabah yang sudah masak pada
tanaman contoh pada kadar air 14% ditimbang pada saat panen
14. Gabah per rumpun (g) diamati setelah panen dengan menimbang hasil
panen untuk setiap rumpun tanaman contoh
15. Panjang dan lebar gabah (cm) diukur setelah panen. Sampel yang diambil
adalah satu gabah per malai dan tiga malai per rumpun
16. Panjang bulu gabah diukur pada saat panen
17. Panjang dan lebar beras pecah kulit diukur pada saat panen
18. Rasio panjang dan lebar beras pecah kulit yang kemudian digunakan untuk
menentukan bentuk beras dihitung pada saat panen
9

Sifat – sifat kualitatif tanaman yang diamati adalah


1. Pewarnaan pelepah daun diamati pada saat umur tanaman 45 HST
2. Intensitas bulu pada permukaan daun diamati pada saat umur tanaman 45
HST
3. Pewarnaan pada helai daun diamati pada saat umur tanaman 45 HST
4. Pewarnaan pada telinga daun diamati pada saat umur tanaman 45 HST
5. Bentuk dan warna lidah daun diamati pada saat umur tanaman 45 HST
6. Pola penyebaran batang diamati pada saat tanaman berumur 12 MST
7. Pewarnaan buku pada batang tanaman diamati pada saat tanaman berumur
12 MST
8. Penampilan daun bendera diamati pada saat jumlah tanaman berbunga
50% dari populasi
9. Keberadaan, distribusi, dan warna bulu pada ujung gabah diamati pada
saat jumlah tanaman berbunga 50% dari populasi
10. Keberadaan, tipe dan pola penyebaran cabang malai sekunder diamati
pada malai pada saat panen
11. Pewarnaan pada jalur sekam diamati pada saat panen
12. Warna gabah dan beras pecah kulit diamati pada saat panen. Munsell
Colour Chart for Plant Tissue digunakan untuk pengamatan warna beras
pecah kulit.
Pengamatan dan pemberian skor dilakukan berdasarkan buku Panduan
Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kesetabilan (Deptan
2006)(Lampiran 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Secara umum kondisi tanah sawah yang digunakan tidak berbatu sehingga
cocok untuk tanaman padi sawah. Lahan tersebut selalu digunakan untuk
budidaya padi setiap tahunnya sehingga telah terjadi degradasi kesuburan tanah.
Untuk menanggulanginya, dosis pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan.
Hama utama pada masa vegetatif adalah keong sawah (Pila ampullacea) dan
belalang (Valanga nigricornis). Border atau tanaman pinggir digunakan untuk
menanggulangi serangan keong dan menghambat penyebaran hama dari lahan di
sekitarnya. Keong banyak menyerang pada tanaman yang masih muda sehingga
untuk menanggulanginya dilakukan pengeringan, menebar moluskisida berbahan
aktif saponin, dan pengambilan telur-telur keong.
Serangan belalang mengakibatkan tepian daun tampak bergerigi.
Penanggulangan belalang dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan
aktif fipronil. Gulma yang ditemukan yaitu Ludwigia octovalvis, Cyperus iria,
Limnocharis flava, Echinochloa crus-galli, dan Portulaca oreacea. Penyiangan
dilakukan untuk menghindari kompetisi dengan tanaman utama. Serangan
penggerek batang (Scirpophaga sp.) padi ditandai dengan gejala beluk terjadi
pada fase pembungaan padi. Kerusakan yang tampak akibat hama ini adalah malai
yang muncul ke permukaan berwarna putih dan tidak berisi.
10

Belalang, kepik hijau (Nezara viridula), kepik coklat (Riptortus sp.) dan
walang sangit (Leptocorisa spp.) menyerang tanaman pada fase reproduktif
sehingga dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif
fipronil. Untuk menghindari serangan burung, dilakukan penjaringan di sekeliling
lahan. Virus tungro menyerang satu rumpun tanaman U2G30. Gejala yang
ditimbulkan adalah daun berwarna kuning menyeluruh dan pertumbuhan tanaman
terhambat sehingga tampak kerdil. tanaman tersebut dibuang agar tidak menyebar
ke tanaman yang lainnya.

Keragaan Karakter Kuantitatif Aksesi – Aksesi


Padi Beras Merah dan Hitam

Keragaman karakter bahan pemuliaan sangat menentukan keberhasilan


pemuliaan tanaman. Semakin beragamnya karakter yang dimiliki bahan
pemuliaan maka semakin banyak pula peluang untuk mendapatkan sifat yang
diinginkan. Pengamatan karakter pada setiap aksesi dilakukan untuk
mengidentifikasi keragaman yang terkandung dalam aksesi – aksesi tersebut. Data
yang diperoleh dianalisis dengan uji F pada taraf 5%. Hasil analisis ragam
menggunakan uji F menyatakan bahwa galur/aksesi berpengaruh nyata pada
semua variabel pengamatan (Tabel 1) sehingga dapat dilakukan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) untuk membandingkan pengaruh aksesi pada setiap
variabel.
Menurut Sastrosupadi (2000) data yang memiliki koefisien keragaman
(KK) di atas 20% harus ditransformasi. Transformasi dilakukan untuk mengubah
skala pengukuran data asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi
asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam. Transformasi tidak dilakukan
untuk data yang mempunyai nilai KK mendekati nilai 20% atau kurang dari 20%
karena keragaman dianggap cukup homogen.
Jenis Transformasi data yang dilakukan adalah transformasi Box dan Cox,
arcsin, dan akar. Transformasi Box dan Cox dilakukan pada data yang
mempunyai sebaran data > 0. Jika terdapat data yang bernilai nol maka dilakukan
transformasi arcsin dan akar. Transformasi akar dilakukan untuk data yang
mempunyai sebaran 0-10 sedangkan transformasi arcsin dilakukan untuk data
berupa proporsi atau persentase (Rawlings et al. 1998).
11

Tabel 1 Analisis ragam karakter kuantitatif aksesi – aksesi padi beras merah dan
hitam
Koefisien
No Karakter Kuantitatif F Hitung
Keragaman (KK)a
1 Tinggi vegetatif 6.93 8.38*
2 Tinggi tanaman reproduktif 5.58 14.11*
3 Jumlah anakan total 22.29 5.54*
4 Jumlah anakan produktif 22.94 8.75*
5 Panjang ruas batang 18.35 5.67*
6 Panjang daun 7.34 15.02*
7 Lingkar batang 13.46 x) 10.77*
8 Persentase malai sehat 16.70 2.35*
9 Persentase serangan paenggerek batang 50.79 y) 1.89*
10 Persentase serangan walang sangit 92.97 y) 6.69*
11 Panjang malai 15.84 2.76*
12 Persentase gabah isi 6.13 12.16*
13 Persentasi kerontokan 21.06 x) 6.30*
14 Jumlah gabah per malai 17.45 12.58*
15 Bobot seribu butir 4.69 36.98*
16 Bobot gabah per rumpun 20.53 18.48*
17 Panjang bulu 7.59 z) 24.92*
18 Panjang gabah 14.18 x) 3.51*
19 Lebar gabah 8.14 32.07*
20 Pertambahan tinggi tanaman 17.80 4.42*
21 Panjang beras pecah kulit 5.66 5.91*
22 Lebar beras pecah kulit 8.66 6.12*
23 Umur berbunga 0.80 947.98*
24 Umur panen 0.23 5596.25*
25 Lama pengisian bulir 3.60 57.30*
a
*: varietas berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; x) :
Transformasi Box dan Cox; y) : Transformasi Arcsin; Z) : Transformasi Akar.

Pertumbuhan Tanaman

Menurut Makarim dan Suhartatik (2009) pertumbuhan tanaman padi


melewati tiga fase yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pematangan. Fase vegetatif
merupakan proses awal pertumbuhan tanaman padi. Tanaman mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada fase vegetatif kemudian mulai melambat
ketika memasuki fase reproduktif dan pematangan bulir.
Pada fase vegetatif, tinggi tanaman G9, G21, G23, G24, G26, dan G34 tidak
berbeda nyata dengan Aek Sibundong sedangkan aksesi lainnya memiliki rataan
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding Aek Sibundong (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar aksesi padi lokal cenderung memiliki tinggi
tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas padi nasional.
12

Tabel 2 Pengamatan tinggi tanaman


Rataan Tinggi Tanaman (cm)x
Nama Fase Pertambahan
Kode Fase Vegetatif
Lokal/Asalx Reproduktif Tinggi (cm)x
(45 HST)
(12 MST)
Kota Baru G4 100.6 bcde 154.1 ab 53.6 abcd
Madura G6 102.5 abc 139.9 bcd 37.5 efgh
Sidrap G7 88.8 efgh 137.1 cde 48.3 abcdefg
Bandung G8 102.3 abc 150.7 abc 48.4 abcdefg
Malang G9 78.7 hi 117.9 f 39.2 defgh
Mangondow G11 104.2 ab 153.0 ab 48.7 abcdefg
Rusip 1* G12 96.7 bcdef 152.9 ab 56.1 abc
Pasaman G13 89.5 defgh 118.9 f 39.4 h
Poso G14 90.4 cdefgh 152.7 ab 62.3 a
Saseka* G17 89.7 defgh 150.4 abc 60.7 a
Wiwipemo G18 101.1 bcd 157.7 a 56.6 ab
Jowo Ireng* G20 114.0 a 152.2 ab 38.2 defgh
Gabah Abang* G21 82.2 ghi 123.6 ef 41.4 bcdefgh
IR* G23 78.8 hi 114.6 f 35.7 fgh
Purworejo G24 78.8 hi 112.4 f 33.7 gh
Mesuji G25 90.6 cdefgh 143.2 abcd 52.7 abcde
Garut G26 85.2 fghi 118.8 f 33.5 gh
Meulaboh G27 86.1 fgh 125.6 ef 39.5 defgh
Palembang G28 91.4 cdefg 135.1 de 43.6 abcdefgh
Aceh Barat Daya G30 103.9 ab 154.3 ab 50.4 abcdef
Timor Leste G31 105.3 ab 146.2 abcd 41.0 cdefgh
Leukat Item G34 82.8 ghi 112.5 f 29.7 h
Aek Sibundong* G33 73.4 i 115.5 f 42.0 bcdefgh
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (uji DMRT); *: Nama lokal/varietas.

Pengamatan pada fase reproduktif dilakukan untuk menduga tinggi


maksimal tanaman. Pada fase reproduktif, pertumbuhan tinggi tanaman mulai
melambat dan mendekati batas maksimal pertumbuhannya. Tinggi tanaman Aek
Sibundong pada fase reproduktif tidak berbeda nyata dengan G9, G13, G21, G23,
G24, G26, G27, dan G34 (Tabel 2). Balitbangtan (2003) membagi tinggi tanaman
padi ke dalam tiga kelas yaitu pendek(tinggi < 110 cm), sedang (110-130 cm) dan
tinggi (tinggi > 130). Aek Sibundong, G9, G13, G21, G27, G23, G24, G26 dan
G34 termasuk ke dalam kelas sedang sedangkan varietas lokal yang lainnya
termasuk ke dalam kelas tinggi karena memiliki nilai rataan tinggi tanamannya
lebih dari 130 cm (Tabel 2). Klasifikasi tinggi tanaman dilakukan pada fase
reproduktif (12 MST) karena dianggap tinggi tanaman telah mendekati maksimal.
Aksesi yang memiliki tinggi tanaman sedang lebih berpotensi untuk
dikembangkan dibanding tanaman yang tinggi. Menurut Makarim dan Suhartatik
(2009) tanaman yang tinggi lebih banyak menggunakan hasil fotosintesisnya
untuk pertumbuhan vegetatifnya sehingga pemanfaatan fotosintat kurang efisien.
13

Tabel 3 Pengamatan jumlah anakan tanaman padi yang diuji


Jumlah Anakan (Tanaman)x
Kode Anakan Total Anakan Produktif
Nama Lokal/Asalx (12 MST) (12 MST)
Kota Baru G4 15.0 defghi 6.0 ef
Madura G6 8.7 i 7.0 ef
Sidrap G7 22.0 abcde 13.7 abc
Bandung G8 20.0 abcdefgh 10.0 cde
Malang G9 27.0 ab 17.7 ab
Mangondow G11 14.0 fghi 5.0 f
Rusip 1* G12 15.0 defghi 6.3 ef
Pasaman G13 19.7 abcdefgh 14.7 abc
Poso G14 14.7 efghi 8.7 def
Saseka* G17 16.3 cdefghi 10.7 cde
Wiwipemo G18 10.7 i 7.0 ef
Jowo Ireng* G20 12.3 hi 7.0 ef
Gabah Abang* G21 19.3 bcdefgh 16.0 ab
IR* G23 23.0 abc 16.7 ab
Purworejo G24 21.0 abcdef 14.3 abc
Mesuji G25 27.3 a 11.0 cde
Garut G26 22.7 abcd 13.0 bcd
Meulaboh G27 26.0 abcd 18.0 a
Palembang G28 13.0 ghi 8.7 def
Aceh Barat Daya G30 13.7 fghi 6.7 ef
Timor Leste G31 10.7 i 6.7 ef
Leukat Item G34 20.7 abcdefg 16.0 ab
Aek Sibundong* G33 22.3 abcde 16.7 ab
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

G7, G9, G13, G21, G23, G24, G26, G27 dan G34 memiliki anakan total
dan anakan produktif yang berpotensi sama dengan Aek Sibundong (Tabel 3).
Aksesi-aksesi tersebut berpotensi untuk dijadikan tetua. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa anakan tanaman yang dihasilkan tidak semuanya produktif
sedangkan menurut Abdullah et al. (2002) padi varietas unggul tipe baru memiliki
anakan yang semuanya produktif untuk mengefisienkan jumlah hara dan hasil
fotosintesis yang dihasilkan.
Kemampuan beranak tanaman padi dibedakan menjadi lima kelompok
yaitu sangat banyak (anakan >25 tanaman), banyak (20-25 anakan), sedang (10-19
anakan), sedikit (5-9 anakan), sangat sedikit (anakan <5 ) (Balitbangtan, 2003).
Klasifikasi dilakukan berdasarkan jumlah anakan total tanaman. Aksesi yang
termasuk ke dalam kelas beranak sangat banyak adalah G9, G25, dan G27. Aksesi
yang termasuk kelas kemampuan beranak banyak adalah G7, G8, G23, G24, G26,
G27, G34, dan Aek Sibundong. Aksesi yang termasuk ke dalam kelas kemampuan
beranak sedang adalah G4, G11, G12, G13, G14, G17, G18, G20, G21, G28, G30,
dan G31 (Tabel 3). Aksesi yang termasuk kelas kemampuan beranak sedikit
adalah G6. Menurut Soemartono (1993) karakter jumlah anakan dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan.
14

Karakteristik Batang dan Daun

Daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis karena daun merupakan


bagian tanaman yang banyak mengandung klorofil. Batang berfungsi sebagai
penopang tubuh tanaman. Tanaman memerlukan batang yang kuat. Proporsi
tinggi tanaman dan lingkar batang yang ideal diperlukan untuk mencegah
kerebahan tanaman. Pertumbuhan daun, batang dan akar mengalami peningkatan
pada fase vegetatif. Hal ini terjadi untuk mempersiapkan fase reproduktifnya.
G6, G11, G13, G14, G17, G18 dan G31 memiliki ruas batang yang lebih
panjang dibanding Aek Sibundong sedangkan aksesi lainnya tidak berbeda nyata
dengan Aek Sibundong (Tabel 4). Walaupun G6, G11, G14, G17, dan G18
memiliki ruas batang yang lebih panjang dibanding Aek Sibundong, aksesi
tersebut juga memiliki lingkar batang yang lebih besar dibanding Aek Sibundong
sehingga tanaman tidak mudah rebah. Tanaman yang tinggi berpotensi untuk
mengalami kerebahan tetapi jika diimbangi dengan lingkar batang yang besar dan
kuat maka batang tidak akan mudah rebah. Kerebahan dapat mengganggu
transportasi fotosintat sehingga produksi tanaman rendah.

Tabel 4 Pengamatan karakteristik sifat kuantitatif batang dan daun


Panjang Ruas Lingkar Batang Panjang Daun
x
Nama Lokal/ Asal Kode Batang (cm)x (cm)x (cm)x
Kota Baru G4 15.7 cdefg 2.11 ghi 63.0 abc
Madura G6 21.1 ab 1.95 efghi 42.8 hij
Sidrap G7 10.2 g 1.62 cdef 48.5 fghi
Bandung G8 13.4 defg 2.72 ij 63.6 ab
Malang G9 10.8 fg 1.25 a 43.5 hij
Mangondow G11 16.5 bcde 2.25 hi 64.8 ab
Rusip 1* G12 15.8 cdef 2.01 fghi 59.4 bcd
Pasaman G13 19.4 abc 1.56 bcde 51.6 efg
Poso G14 19.7 abc 3.42 ij 56.0 cde
Saseka* G17 18.6 abcd 2.39 hij 62.6 abc
Wiwipemo G18 23.6 a 1.98 efghi 52.6 def
Jowo Ireng* G20 12.7 efg 2.04 fghi 68.7 a
Gabah Abang* G21 12.6 efg 1.34 ab 43.1 hij
IR* G23 12.2 efg 1.23 a 41.2 ij
Purworejo G24 11.7 efg 1.35 abc 44.8 ghij
Mesuji G25 14.9 cdefg 4.03 j 60.2 bc
Garut G26 13.2 efg 1.65 cdefg 47.5 fghij
Meulaboh G27 15.0 cdefg 1.56 bcde 48.8 efgh
Palembang G28 13.4 defg 2.02 fghi 63.2 abc
Aceh Barat Daya G30 15.0 cdefg 2.07 fghi 61.5 abc
Timor Leste G31 21.6 a 1.77 defgh 51.9 efg
Leukat Item G34 11.3 efg 1.51 bcd 51.5 efg
Aek Sibundong* G33 10.6 fg 1.46 abcd 40.2 j
x
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

Aksesi yang mengalami kerebahan adalah G25. Walaupun G25 memiliki


lingkar batang yang lebih besar daripada Aek Sibundong, tetapi G25 memiliki
nilai rataan panjang daun (Tabel 4) dan tinggi tanaman (Tabel 2) yang lebih besar
dibanding Aek Sibundong. G25 juga memiliki pola penyebaran batang yang
15

terbuka sehingga berpotensi lebih besar mengalami kerebahan (Tabel 5). G6, G8,
G11, G20, dan G31 memiliki pola penyebaran batang yang terbuka tetapi aksesi
tersebut tidak mengalami kerebahan. Aksesi-aksesi tersebut tidak rebah
diperkirakan karena memiliki batang yang kuat.
Tanaman yang tinggi memiliki beban yang lebih besar dibanding tanaman
yang pendek sehingga tanaman yang tinggi lebih berpotensi untuk mengalami
kerebahan. Panjang daun juga mempengaruhi kerebahan karena semakin panjang
daun maka bobot daun pun semakin besar sehingga beban yang harus ditopang
tanaman akan semakin besar juga. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi
kerebahan adalah kekuatan batang, karakter penyebaran batang dan kekuatan akar.

Tabel 5 Karakteristik batang


Karakteristik Batang
Pewarnaan Antosianin
Pola Penyebaran Batang
Nama Lokal/ Asala Kode Pada Buku
Kota Baru G4 Sedikit terbuka Sedang
Madura G6 Terbuka Tidak ada
Sidrap G7 Sedikit terbuka Tidak ada
Bandung G8 Terbuka Tidak ada
Malang G9 Semi tegak Tidak ada
Mangondow G11 Terbuka Tidak ada
Rusip 1* G12 Sedikit terbuka Sedang
Pasaman G13 Sedikit terbuka Tidak ada
Poso G14 Sedikit terbuka Tidak ada
Saseka* G17 Sedikit terbuka Tidak ada
Wiwipemo G18 Sedikit terbuka Tidak ada
Jowo Ireng* G20 Terbuka Tidak ada
Gabah Abang* G21 Sedikit terbuka Tidak ada
IR* G23 Sedikit terbuka Tidak ada
Purworejo G24 Semi tegak Tidak ada
Mesuji G25 Terbuka Tidak ada
Garut G26 Sedikit terbuka Tidak ada
Meulaboh G27 Sedikit terbuka Tidak ada
Palembang G28 Sedikit terbuka Tidak ada
Aceh Barat Daya G30 Semi tegak Tidak ada
Timor Leste G31 Terbuka Tidak ada
Leukat Item G34 Sedikit terbuka Sedang
Aek Sibundong* G33 Sedikit terbuka Tidak ada
a
*: Nama lokal/varietas

Abdullah et al. (2002) menyatakan bahwa salah satu karakter padi varietas
tipe baru adalah mempunyai tinggi pendek sampai sedang, berbatang besar dan
kuat serta tegak. Menurut Deptan (2006), karakteristik penyebaran batang dibagi
kedalam tegak (<30˚), semi tegak (±45˚), sedikit terbuka (±60˚), terbuka (>60˚),
dan menyebar (batang/bagian terbawah menyentuh tanah). G9, G24, dan G30
berpotensi untuk menjadi tetua karena memiliki pola penyebaran batang yang
semi tegak (Tabel 5). Tanaman yang tegak lebih efisien dalam penggunaan cahaya
untuk fotosintesis.
16

Tabel 6 Karakteristik pewarnaan antosianin pada daun


Warna Pewarnaan Pewarnaan
Bulu Pada
Nama Lokal/ Pelepah Daun Antosianin Antosianin
Galur Permukaan
Asala Bagian Pelepah Pada Helai
Daun
Bawah Daun Daun
Kota Baru G4 Garis ungu Lemah Tidak ada Lemah
Madura G6 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Sidrap G7 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Bandung G8 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Malang G9 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
Mangondow G11 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Rusip 1* G12 Garis ungu Lemah Pinggir daun Lemah
Pasaman G13 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
Poso G14 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Saseka* G17 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Wiwipemo G18 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Jowo Ireng* G20 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
Gabah Abang* G21 Ungu muda Sedang Pinggir daun Lemah
IR* G23 Ungu muda Kuat Pinggir daun Lemah
Purworejo G24 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
Mesuji G25 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Garut G26 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
Meulaboh G27 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
Palembang G28 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Aceh Barat Daya G30 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Timor Leste G31 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Leukat Item G34 Hijau Tidak ada Tidak ada Lemah
Aek Sibundong* G33 Hijau Tidak ada Tidak ada Sedang
a
*: Nama lokal/varietas

Aryana (2007) berpendapat bahwa bagian tanaman yang mengandung


antosianin akan berwarna kemerahan, ungu sampai ungu tua/hitam tergantung
kepekatannya. Kemampuan pembentukan antosianin pada setiap aksesi berbeda-
beda. Kandungan antosianin pada tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan. G12 dan G34 memiliki buku batang yang berwarna ungu
sedangkan aksesi lainya termasuk Aek Sibundong tidak berwarna (Tabel 6).
Adanya pewarnaan pada buku menunjukkan bahwa tanaman tersebut mampu
memproduksi antosianin pada buku batang.
Aek Sibundong tidak memiliki pewarnaan antosianin pada bagian
daunnya. Aksesi yang memiliki pewarnaan antosianin pada pelepah daun bagian
bawah adalah G4, G12, G21 dan G23 (Tabel 6). Pembentukan bulu pada
permukaan daun merupakan salah satu mekanisme pertahanan tanaman terhadap
serangan patogen. Adanya bulu pada permukaan dapat menghambat atau
mencegah menempelnya inokulum penyakit sehingga pertumbuhan inokulum
penyakit tanaman terhambat. Sebagian besar aksesi padi yang diuji memiliki bulu
pada permukaan daun dengan intensitas lemah. Aksesi yang memiliki bulu pada
permukaan daun berintensitas sedang adalah G9, G13, G20, G24, G26, G27 dan
varietas pembanding yaitu Aek Sibundong (Tabel 6).
17

Gambar 1 Karakteristik batang. Aek Sibundong (kiri), G12 (tengah), dan G25 (kanan).

Umur Berbunga ,Umur Panen, dan Lama Pengisian

Umur berbunga diamati ketika tanaman telah berbunga 50%. G7, G9, dan
G34 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong,
sedangkan G6, G13, G21, G23, G26 dan G31 memiliki umur berbunga yang lebih
pendek dari Aek Sibundong dan aksesi lainnya (Tabel 7). Umur berbunga dapat
dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari, suhu, dan ketinggian tempat (Matsuo
dan Hoshikawa 1993). Umur berbunga dan lama pengisian bulir dapat
mempengaruhi umur panen.
Umur panen diamati ketika tanaman telah menguning atau jumlah malai
malai masak 80% dari populasi. G7 dan G27 memiliki umur panen yang tidak
berbeda nyata dengan Aek Sibundong. G6, G9, G13, G18, G21, G23, G24, G26,
G31 dan G34 memiliki umur panen yang lebih pendek dari Aek Sibundong dan
aksesi lainnya (Tabel 7). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian aksesi
yang diuji memiliki umur panen yang genjah. Aksesi-aksesi tersebut berpotensi
untuk dikembangkan.
G27 (97 HSS) mempunyai umur berbunga yang lebih lama dibanding Aek
Sibundong (92.7 ≈ 93 HSS) tetapi memi liki umur panen (120 HSS) yang tidak
berbeda nyata dengan Aek Sibundong (120 HSS). G24 (98 HSS) memiliki umur
berbunga yang lebih lama dibanding Aek Sibundong tetapi memiliki umur panen
yang lebih pendek (117 HSS) dibandingkan dengan Aek Sibundong. Selain itu,
G34 memiliki umur berbunga (94 HSS) yang tidak berbeda nyata dengan Aek
Sibundong tetapi memiliki umur panen (120 HSS) lebih pendek dibanding Aek
Sibundong. Kasus ini dapat terjadi karena lama pengisian bulir G27 (23 hari), G24
(19 hari), dan G34 (23 hari) lebih pendek dibanding Aek Sibundong (27.3 ≈ 28
hari) (Tabel 7).
Balitbangtan (2003) membagi umur tanaman ke dalam 5 kelas yaitu umur
dalam (lebih dari 150 HSS), sedang (125-150 HSS), genjah (105-124 HSS),
sangat genjah (90-104 HSS), dan sangat genjah sekali (kurang dari 90 HSS).
Aksesi-aksesi yang diuji berumur genjah dan sedang karena sebaran umur
panennya berkisar antara 112 s.d. 148 HSS. G6, G7, G9, G13, G18, G21, G23,
G24, G26, G27, G31, dan G34 berpotensi untuk menjadi tetua karena memiliki
umur panen genjah (Tabel 7).
18

Tabel 7 Umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian


Umur Umur Lama
Nama Lokal/
Kode Berbunga Panen Pengisian Keterangan
Asalx
(HSS)x (HSS)x (Hari)x
Kota Baru G4 111.0 d 134.0 c 23.0 d Sedang
Madura G6 86.0 h 112.0 g 26.0 c Genjah
Sidrap G7 94.0 g 120.0 e 26.0 c Genjah
Bandung G8 133.0 a 148.3 a 15.3 g Sedang
Malang G9 94.0 g 117.0 f 23.0 d Genjah
Mangondow G11 100.7 e 128.0 d 27.3 bc Sedang
Rusip 1* G12 101.3 e 128.0 d 26.7 bc Sedang
Pasaman G13 86.0 h 112.0 g 26.0 c Genjah
Poso G14 111.0 d 134.0 c 23.0 d Sedang
Saseka* G17 111.0 d 134.0 c 23.0 d Sedang
Wiwipemo G18 84.0 i 112.0 g 28.0 b Genjah
Jowo Ireng* G20 120.0 c 148.0 a 28.0 b Sedang
Gabah Abang* G21 85.3 hi 112.0 g 26.7 bc Genjah
IR* G23 85.3 hi 112.3 g 27.0 bc Genjah
Purworejo G24 98.0 f 117.0 f 19.0 e Genjah
Mesuji G25 124.0 b 148.0 a 24.0 d Sedang
Garut G26 84.0 i 117.0 f 33.0 a Genjah
Meulaboh G27 97.0 f 120.0 e 23.0 d Genjah
Palembang G28 112.0 d 134.7 b 22.7 d Sedang
Aceh Barat Daya G30 111.0 d 128.0 d 17.0 f Sedang
Timor Leste G31 85.3 hi 112.0 g 26.7 bc Genjah
Leukat Item G34 94.0 g 117.0 f 23.0 d Genjah
Aek Sibundong* G33 92.7 g 120.0 e 27.3 bc Genjah
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

Komponen Hasil

Brown dan Caligari (2006) mengungkapkan bahwa tujuan utama pemuliaan


tanaman adalah memperoleh kultivar yang mampu beradaptasi dengan cekaman
lingkungan tumbuh tanaman, berproduksi tinggi dan sesuai apabila dilihat dari
segi ekonomi untuk tanaman komersial. Komponen hasil yang diamati adalah
panjang malai, gabah isi per malai, jumlah gabah per malai, kerontokan, bobot
seribu butir dan bobot gabah per rumpun. Selain komponen hasil tanaman, faktor
lain yang mempengaruhi produksi tanaman adalah faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang diamati adalah serangan hama.
Menurut Abdullah et al. (2002) malai yang panjang, lebat dan bernas
merupakan salah satu karakteristik padi varietas unggul tipe baru. Sebagian besar
aksesi yang diuji memiliki panjang malai yang tidak berbeda nyata dengan Aek
Sibudong. Aksesi yang memiliki malai yang lebih pendek dari Aek Sibundong
adalah G6, G9, G21, G23, G24, G25, dan G34 (Tabel 8). Vergara (1995)
beroendapat bahwa varietas unggul memiliki persentase gabah isi lebih dari 80%.
G7, G13, G21, G23, G24, G25, G30 dan G34 memiliki persentase gabah isi lebih
dari 80% sehingga berpotensi untuk dikembangkan (Tabel 8). Aksesi tersebut
memiliki persentase gabah isi yang lebih besar dari pada Aek Sibundong.
Penyebab kehampaan bulir pada tanaman adalah rebahnya tanaman, intensitas
19

cahaya rendah, serangan penyakit, suhu rendah dan kelembaban tinggi pada saat
pembentukan malai dan pembungaan (Vergara 1995). Purwono dan Purnamawati
(2008) mengungkapkan bahwa kekeringan yang terjadi pada fase awal
pertumbuhan, primordial bunga, dan pengisian biji akan mengurangi persentase
gabah isi.

Tabel 8 Karakteristik panjang malai, gabah isi per malai, kerontokan, dan jumlah
gabah per malai
Gabah Isi Jumlah
Panjang Kerontokan
Nama Lokal/ Asal Kode
Malai (cm)x
Per Malai
(%) x Gabah Per
(%)x Malaix
Kota Baru G4 29.5 a-f 66.8 ghi 29.4 a-e 214.0 fgh
Madura G6 24.1 def 71.9 efg 12.9 f-i 236.7 efg
Sidrap G7 29.0 a-f 88.3 ab 44.0 ab 176.3 g-j
Bandung G8 33.6 abc 60.8 hi 7.7 i 408.3 a
Malang G9 21.9 f 67.0 ghi 21.6 c-h 129.0 ij
Mangondow G11 29.3 a-f 70.0 fgh 9.8 hi 292.3 cde
Rusip 1* G12 32.3 a-f 68.8 fgh 13.8 f-i 270.3 c-f
Pasaman G13 27.5 a-f 85.4 abc 25.0 c-g 250.3 def
Poso G14 33.3 a-e 68.8 fgh 14.0 f-i 201.7 f-i
Saseka* G17 34.1 abc 59.4 i 13.4 f-i 312.3 bcd
Wiwipemo G18 36.1 ab 79.2 b-e 23.0 c-h 152.3 hij
Jowo Ireng* G20 34.3 abc 61.1 hi 7.6 i 256.0 def
Gabah Abang* G21 23.8 def 93.2 a 27.3 b-f 145.3 hij
IR* G23 23.3 ef 88.1 ab 16.2 e-i 123.7 j
Purworejo G24 22.5 f 85.0 abc 37.6 abc 142.3 hij
Mesuji G25 26.9 b-f 86.4 abc 46.6 a 363.7 ab
Garut G26 27.8 a-f 79.8 b-e 25.0 c-g 213.0 fgh
Meulaboh G27 34.6 abc 77.1 c-f 16.2 d-i 157.0 hij
Palembang G28 29.3 a-f 67.3 ghi 32.7 a-d 332.7 bc
Aceh Barat Daya G30 32.5 a-d 81.1 bcd 45.2 a 250.7 def
Timor Leste G31 28.0 a-f 74.3 d-g 20.6 d-i 127.7 ij
Leukat Item G34 26.8 c-f 84.7 abc 16.4 d-i 211.3 fgh
Aek Sibundong* G33 36.4 a 71.3 efg 10.5 ghi 176.0 g-j
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

Susanto et al. (2003) berpendapat bahwa salah satu karakteristik padi tipe
baru adalah memiliki malai yang lebat yaitu sekitar 250 butir gabah per malai.
Beberapa aksesi memiliki jumlah gabah per malai yang lebih banyak dibanding
dengan Aek Sibundong yaitu G8, G11, G12, G13, G17, G20, G25, G28, dan G30
(Tabel 8). Aksesi tersebut memiliki jumlah bagah per malai lebih dari 250 butir
gabah per malai sehingga berpotensi untuk dikembangkan. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa G13, G25, dan G30 berpotensi untuk dijadikan tetua karena
memiliki malai yang panjang, bernas dan lebat.
Tingkat kerontokan bulir dapat mempengaruhi hasil panen. Semakin tinggi
tingkat kerontokan bulir maka semakin besar kemungkinan kehilangan hasil pada
saat pemanenan. G4, G7, G21, G24, G25, G28 dan G30 memiliki nilai kerontokan
yang lebih besar dari Aek Sibundong (Tabel 8). Aksesi-aksesi tersebut lebih
rentan kehilangan hasil pada saat pemanenan.
20

Tabel 9 Bobot seribu butir dan bobot gabah per rumpun


Bobot Seribu Babot Gabah Per Produktivitas
Nama Lokal/ Asal Kode
Butir (g)x Rumpun (g)x (ton.ha-1)x
Kota Baru G4 22.4 fg 12.6 h 2.01
Madura G6 23.5 ef 11.3 h 1.81
Sidrap G7 28.3 abc 46.5 ab 7.45
Bandung G8 18.7 h 16.4 gh 2.63
Malang G9 29.7 ab 27.0 ef 4.32
Mangondow G11 26.6 cd 15.4 h 2.47
Rusip 1* G12 20.7 gh 13.6 h 2.18
Pasaman G13 21.7 fg 41.8 abc 6.68
Poso G14 23.6 ef 12.8 h 2.04
Saseka* G17 20.8 g 20.8 fgh 3.32
Wiwipemo G18 29.9 ab 14.0 h 2.24
Jowo Ireng* G20 23.3 ef 12.9 h 2.07
Gabah Abang* G21 28.2 abc 30.2 de 4.84
IR* G23 26.3 cd 34.2 cde 5.47
Purworejo G24 26.1 cd 24.9 efg 3.99
Mesuji G25 14.4 i 31.1 de 4.98
Garut G26 25.2 de 37.8 bcd 6.04
Meulaboh G27 25.1 de 40.9 abc 6.55
Palembang G28 18.8 h 12.7 h 2.03
Aceh Barat Daya G30 23.5 ef 15.0 h 2.40
Timor Leste G31 28.1 bc 13.0 h 2.08
Leukat Item G34 26.4 cd 40.6 abc 6.49
Aek Sibundong* G33 30.2 a 48.0 a 7.68
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

Bobot seribu butir diamati untuk mengetahui perbandingan bobot dan


ukuran butir gabah aksesi-aksesi. Bobot seribu butir dipengaruhi oleh ukuran dan
bobot gabah. Tingginya nilai bobot seribu butir menunjukkan semakin besarnya
ukuran dan bobot gabah. Tabel 9 menunjukkan G7, G9, G18, dan G21 memiliki
nilai bobot seribu butir yang tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong,
sedangkan aksesi lainnya memiliki nilai yang lebih kecil dari Aek Sibundong.
Aksesi tersebut berpotensi untuk dikembangkan (Tabel 9).
Bobot gabah per rumpun diamati untuk memperkiraan produktivitas
tanaman dilihat dari produksi gabah dalam satu rumpun. Produksi gabah per
rumpun dipengaruhi oleh jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah per
malai, persentase gabah isi dan serangan hama. G7, G13, G27, dan G34 memiliki
potensi produksi gabah per rumpun yang sama dengan Aek Sibundong
berdasarkan hasil uji DMRT (Tabel 9). Aksesi lainnya memperoleh hasil yang
lebih kecil dari Aek Sibundong. G8 memiliki jumlah gabah per malai yang tinggi
(Tabel 8) tetapi memiliki produksi gabah per rumpun yang lebih kecil dari pada
Aek Sibundong (Tabel 9). Hal ini dikarenakan G8 memiliki persentase gabah isi
dan bobot seribu butir yang lebih kecil dari pada Aek Sibundong (Tabel 8 dan 9).
Aek Sibundong merupakan varietas unggul sehingga tanaman lokal yang
memiliki produksi sama dengan Aek Sibundong berpotensi untuk dikembangkan.
Aksesi yang memiliki produktivitas yang lebih tinggi dari 4 ton.ha-1 termasuk ke
dalam tanaman yang berproduksi cukup tinggi sehingga berpotensi untuk menjadi
21

tetua. Aksesi yang memiliki produktivitas tinggi dan berpotensi untuk menjadi
tetua adalah G7 (7.45 ton.ha-1), G9 (4.32 ton.ha-1), G13 (6.68 ton.ha-1), G21 (4.84
ton.ha-1), G23 (5.47 ton.ha-1), G25 (4.98 ton.ha-1), G26 (6.04 ton.ha-1), G27 (6.55
ton.ha-1), dan G34 (6.49 ton.ha-1) (Tabel 9).

Serangan Hama Penggerek Batang dan Walang Sangit

Pada penelitian ini, serangan hama yang diamati adalah penggerek batang
padi dan walang sangit. Gejala yang ditimbulkan akibat adanya serangan
penggerek batang adalah memutihnya malai dan gabah tidak mengisi sejak
keluarnya malai (gejala beluk). Hama penggerek batang sulit untuk dikendalikan
karena larvanya bersembunyi di dalam batang. Tabel 10 menunjukkan bahwa
intensitas serangan hama penggerek batang pada setiap aksesi tidak berbeda nyata
dengan Aek Sibundong. Menurut Soejitno (1991) tanaman yang memiliki batang
kuat, sklerenkim tebal, dan ikatan vasikuler rapat lebih tahan terhadap serangan
penggerek batang. Kadar asam salisilat dan asam benzoat pada tanaman dapat
menghambat aktivitas penggerek batang pada tanaman. Tanaman yang memiliki
kandungan air dan pati yang tinggi banyak disukai penggerek batang.
Serangan walang sangit ditandai dengan adanya bintik hitam bekas tusukan
pada gabah. Walang sangit menyerang pada saat gabah mencapai fase matang
susu. Intensitas serangan walang sangit diamati dengan membandingkan jumlah
malai yang terkena lebih dari 30% serangan hama dengan malai total per rumpun.
Persentase malai sehat dan serangan hama penggerek batang padi tidak berbeda
nyata dengan Aek Sibundong. G20 mengalami serangan walang sangit terparah
yaitu sebesar 41.8 % malai dalam satu rumpun (Tabel 10). G14, G17, G20, G28,
dan G30 mengalami serangan yang lebih parah dibandingkan dengan Aek
Sibundong, sedangkan aksesi lainnya memiliki nilai yang tidak berbeda nyata
dengan Aek Sibundong (Tabel 10). Serangan hama dapat mempengaruhi produksi
tanaman yang dihasilkan.

Gambar 2 Gejala serangan hama pada malai. Gejala beluk (kiri),


larva penggerek batang (tengah), dan gejala serangan
walang sangit (kanan).
22

Tabel 10 Intensitas serangan hama penggerek batang padi dan walang sangit
Malai Sehat Penggerek Serangan Walang
Nama Lokal/ Asalx Kode
(%)x Batang (%)x Sangit (%)x
Kota Baru G4 62.7 abcd 30.4 abcd 6.9 bcd
Madura G6 77.5 abc 22.5 abcd 0.0 d
Sidrap G7 80.9 abc 19.1 bcd 0.0 d
Bandung G8 67.6 abcd 15.7 cd 16.7 bcd
Malang G9 81.0 abc 19.0 bcd 0.0 d
Mangondow G11 60.9 bcd 39.1 ab 0.0 d
Rusip 1* G12 60.8 bcd 18.4 bcd 0.0 d
Pasaman G13 82.5 abc 17.5 bcd 0.0 d
Poso G14 63.9 abcd 12.3 cd 23.8 b
Saseka* G17 68.7 abcd 11.4 cd 20.0 bc
Wiwipemo G18 74.2 abc 24.5 abcd 1.4 d
Jowo Ireng* G20 49.2 d 9.0 d 41.8 a
Gabah Abang* G21 85.8 a 14.2 cd 0.0 d
IR* G23 84.4 ab 15.6 cd 0.0 d
Purworejo G24 82.5 abc 17.5 bcd 0.0 d
Mesuji G25 86.1 a 10.2 d 0.0 d
Garut G26 70.5 abcd 29.6 abcd 0.0 d
Meulaboh G27 67.2 abcd 32.8 abc 0.0 d
Palembang G28 59.5 cd 22.7 abcd 19.7 bc
Aceh Barat Daya G30 58.9 cd 22.2 abcd 18.9 bc
Timor Leste G31 59.3 cd 40.7 a 0.0 d
Leukat Item G34 76.3 abc 23.7 abcd 0.0 d
Aek Sibundong* G33 70.8 abcd 29.2 abcd 0.0 d
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

Karakteristik Gabah dan Beras Pecah Kulit

Karakteristik gabah yang diamati pada penelitian ini adalah warna,


panjang dan lebar gabah serta keragaan bulu gabah. Aksesi yang memiliki
karakteristik gabah berbulu adalah G12, G14, G18, G20, G24, G27, G28, G31,
G34, dan Aek Sibundong. G6, G18, G28, dan G31 memiliki gabah yang lebih
lebar dibanding Aek Sibundong. Aksesi yang memiliki pewarnaan antosianin
pada gabah adalah G9, G24, dan G34.
G6, G8, G13, G17, G20, G21, G23, G25, G28, dan G30 memiliki panjang
beras yang lebih pendek dibandingkan dengan Aek Sibundong sedangkan aksesi
lainnya tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong. G7, G18, dan G31 memiliki
gabah lebih lebar dibanding Aek Sibundong sedangkan G17 dan G25 memiliki
Gabah lebih sempit dibanding Aek Sibundong (Tabel 12).
23

Tabel 11 Karakteristik gabah aksesi padi beras merah dan hitam


Nama Warna Bulu Panjang Lebar
Panjang Warna
Lokal/ Kode Gabah Gabah Gabah
Bulu (cm)x Gabah
Asalx (cm)x (cm)x
Kota Baru G4 0 d - 0.99 b 0.29 c-g Kuning jerami
Madura G6 0.07 d Kekuningan 0.81 bc 0.39 b Kuning jerami
G7 0 d - 0.93 b 0.30 c-g Kuning
Sidrap
kecoklatan
Bandung G8 0 d - 0.76 bc 0.30 c-g Kuning jerami
Malang G9 0 d - 2.03 a 0.30 c-g Hitam
G11 0 d - 0.92 b 0.33 c Kuning
Mangondow
kecoklatan
Rusip 1* G12 0.08 cd Hitam 0.94 b 0.26 e-h Kuning jerami
G13 0 d - 0.88 b 0.26 fgh Kuning
Pasaman
kecoklatan
Poso G14 0.19 cd Kekuningan 1.02 b 0.29 c-g Kuning jerami
G17 0 d - 0.76 bc 0.24 h Kuning
Saseka*
kecoklatan
Wiwipemo G18 0.14 cd Kekuningan 0.99 b 0.43 b Kuning jerami
Jowo Ireng* G20 0.07 d Kekuningan 0.92 b 0.31 c-f Kuning jerami
Gabah G21 0 d - 0.88 b 0.27 e-h Kuning
Abang* kecoklatan
IR* G23 0 d - 0.51 cd 0.28 c-h Kuning jerami
Purworejo G24 0.65 b Hitam 1.02 b 0.32 cde Hitam
Mesuji G25 0 d - 0.26 d 0.26 gh Kuning jerami
G26 0 d - 0.88 b 0.28 d-h Kuning
Garut
kecoklatan
G27 0.72 b Kekuningan 0.98 bc 0.30 c-g Kuning
Meulaboh
kecoklatan
G28 0.07 d Kekuningan 0.89 b 0.65 a Kuning
Palembang
kecoklatan
Aceh Barat G30 0.00 d - 0.97 b 0.27 e-h Kuning
Daya kecoklatan
G31 0.30 c Kekuningan 1.01 b 0.38 b Kuning
Timor Leste
kecoklatan
Leukat Item G34 1.35 a Ungu 0.97 b 0.33 cd Hitam
Aek G33 0.56 b Kekuningan 1.00 b 0.30 c-g Kuning
Sibundong* kecoklatan
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.

Gambar 3 Karakteristik gabah aksesi lokal padi


beras merah dan hitam
24

Tabel 12 Karakteristik beras pecah kulit aksesi padi beras merah dan hitam
Panjang Lebar
Nama Warna
Kode Beras Pecah Beras Pecah Bentuk
Lokal/Asalx Beras
Kulit (cm)x Kulit (cm)x
Kota Baru G4 0.74 a 0.23 f-i Ramping Hitam
Madura G6 0.58 cde 0.28 a-d Sedang Coklat muda
Sidrap G7 0.69 ab 0.31 a Sedang Merah
Bandung G8 0.58 de 0.25 d-h Sedang Merah muda
Malang G9 0.74 a 0.23 e-i Ramping Hitam
Mangondow G11 0.68 ab 0.27 b-e Sedang Bercak coklat
Rusip 1* G12 0.68 ab 0.21 hi Ramping Hitam
Pasaman G13 0.65 bc 0.22 ghi Sedang Coklat muda
Poso G14 0.69 ab 0.23 f-i Ramping Hitam
Saseka* G17 0.65 bc 0.20 i Ramping Bercak coklat
Wiwipemo G18 0.68 ab 0.30 abc Sedang Hitam
Jowo Ireng* G20 0.66 b 0.26 c-h Sedang Hitam
Gabah Abang* G21 0.64 bcd 0.24 d-i Sedang Bercak coklat
IR* G23 0.65 b 0.25 d-h Sedang Bercak coklat
Purworejo G24 0.71 ab 0.24 d-i Sedang Hitam
Mesuji G25 0.54 e 0.20 i Sedang Coklat muda
Garut G26 0.74 a 0.23 f-i Ramping Merah
Meulaboh G27 0.71 ab 0.25 d-h Sedang Coklat muda
Palembang G28 0.65 bc 0.22 ghi Sedang Bercak coklat
Aceh Barat Daya G30 0.66 b 0.21 hi Ramping Coklat muda
Timor Leste G31 0.68 ab 0.30 ab Sedang Hitam
Leukat Item G34 0.67 ab 0.27 b-f Sedang Hitam
Aek Sibundong* G33 0.74 a 0.25 d-h Sedang Merah muda
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5% ; *: Nama lokal/varietas.

Bentuk beras ditentukan dengan nisbah (n) antara panjang gabah dan
lebar gabah. Balitbangtan (2003) membagi bentuk beras pecah kulit ke dalam 4
kelas yaitu ramping (n > 3.0), sedang (2.1 < n < 3.0), lonjong (1.1 < n < 2.0), dan
bulat (n < 1.1). Bentuk beras pecah kulit (BBPK) aksesi yang diuji termasuk ke
dalam kelas ramping dan sedang. Aksesi yang termasuk ke dalam kelas ramping
adalah G4, G9, G12, G14, G17, G26, dan G30 sedangkan aksesi lainnya dan Aek
Sibundong termasuk ke dalam kelas sedang (Tabel 12).
Menurut Indrasari dan Adnyana (2007), antosianin adalah zat yang
memberikan warna merah kecoklatan pada bulir beras. Semakin tinggi kandungan
antosianin beras, semakin pekat juga warna merah kecoklatannya bahkan
mendekati hitam kecoklatan. Aksesi yang memiliki kepekatan antosianin yang
tinggi adalah G4, G9, G12, G14, G18, G20, G24, G31, dan G34 yang ditunjukkan
dengan beras yang berwarna hitam atau ungu tua (Tabel 12).
25

Gambar 4 Karakteristik beras pecah kulit aksesi lokal


padi beras merah dan hitam

Analisis Korelasi Karakter Kuantitatif Tanaman

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar variabel


pengamatan. Variabel yang dianalisis adalah karakter kuantitatif tanaman. Adanya
keterkaitan antar variabel pengamatan menunjukkan adanya hubungan saling
mempengaruhi antar karakter. Tabel 13 menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada
fase vegetatif (r = -0.56) dan fase reproduktif (r = -0.61) berkorelasi negatif
dengan produksi tanaman yang ditunjukkan dengan bobot gabah per rumpun.
Panjang daun memiliki nilai koefisien korelasi yang positif dengan tinggi tanaman
pada fase vegetatif (r = 0.33) dan reproduktif (r = 0.57). Apabila dikaitkan dengan
komponen produksi tanaman, panjang daun memiliki korelasi negatif dengan
produksi gabah per rumpun (r = -0.37). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa
nutrisi dan makanan banyak terfokuskan pada pertumbuhan vegetatif tanaman,
semakin tinggi tanaman akan memperoleh hasil yang semakin kecil. Menurut
Makarim dan Suhartatik (2009) hasil fotosintesis yang telah digunakan sebagian
dalam respirasi akan dipartisi ke bagian-bagian tanaman utama. Pada fase
vegetatif hasil fotosintesis lebih banyak tersalurkan pada pertumbuhan daun,
batang dan akar, sedangkan pada fase pengisian hasil fotosintesis lebih
terfokuskan pada pengisian bulir/gabah. Vergara (1995) mengungkapkan bahwa
tanaman tinggi dan rimbun mengakibatkan sedikit cahaya yang diterima oleh
daun-daun yang di bawah sehingga dapat mengurangi hasil. Kondisi fisik yang
proposional diperlukan agar penyaluran nutrisi dan makanan hasil fotosintesis
efektif diserap untuk produksi tanaman.
Jumlah anakan total dan anakan produktif sangat menentukan produktivitas
tanaman padi. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa adanya korelasi positif
antara jumlah anakan total (r = 0.63) dan anakan produktif (r = 0.74) dengan
produksi gabah per rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak anakan
yang dihasilkan maka produksi tanaman akan meningkat.
Hubungan sinks dan sources dalam tanaman menentukan potensi hasil
tanaman. Persentasi gabah isi menunjukkan efisiensi tanaman dalam menyalurkan
hasil fotosintesisnya. Persentase gabah isi dan bobot seribu butir berkorelasi
positif dengan bobot gabah per rumpun. Hasil analisis ini menunjukkan ukuran
gabah yang besar dan malai yang bernas dapat meningkatkan hasil. Jumlah gabah
per malai berkorelasi negatif dengan persentase gabah isi. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki jumlah gabah per malai yang banyak
26

memiliki persentase gabah isi yang lebih sedikit dibanding dengan tanaman yang
memiliki jumlah gabah per malai yang lebih sedikit. Menurut Makarim dan
Suhartatik (2009) hal ini juga terjadi pada Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB)
padi sawah, VUTB memiliki sinks yang tinggi tetapi source yang dimiliki tidak
memadai. Pada kondisi lingkungan tertentu, sinks yang banyak tersebut tidak
terisi dan tidak termanfaatkan oleh sources sehingga persentase gabah hampa
tinggi.

Tabel 13 Hasil analisis korelasi antar karakter kuantitatif tanaman.


Jumlah
Bobot Bobot
Umur Persentase Gabah
Gabah Per Seribu
Panena Gabah Isia Per
Rumpuna Butira
Malaia
Tinggi tanaman 0.36* -0.56* -0.27* -0.248* 0.34*
vegetatif
Tinggi tanaman 0.51* -0.61* -0.40* -0.30* 0.40*
reproduktif
Jumlah anakan -0.30tn 0.63* 0.34* 0.04tn -0.13tn
total
Jumlah anakan -0.37* 0.74* 0.40* 0.30* -0.13tn
produktif
Persentase -0.51* 0.53* 1 0.24tn -0.40*
gabah isi
Serangan -0.25* -0.10tn -0.13tn 0.24tn -0.22tn
penggerek
batang
Serangan 0.68* -0.50* -0.54* -0.48* 0.44*
walang sangit
Umur panen 1 -0.35* -0.51* -0.70* 0.71*
Bobot gabah -0.35* 1 0.53* 0.28* -0.24*
per rumpun
Umur berbunga 0.97* -0.36* -0.48* -0.70* 0.70*
a
* : Berkorelasi nyata pada taraf uji 5%; tn : Tidak berkorelasi nyata pada taraf uji 5%.

Intensitas serangan walang sangit berkorelasi negatif dengan produksi gabah


per rumpun (r = -0.50), artinya semakin tinggi serangan akan mengurangi
produksi tanaman. Tanaman yang memiliki umur panen panjang mengalami
serangan walang sangit yang lebih besar (r = 0.68) dibandingkan dengan tanaman
yang memiliki umur panen pendek. Hasil analisis korelasi juga menunjukkan
bahwa serangan penggerek batang berkolerasi negatif dengan umur tanaman (r = -
0.25) artinya serangan penggerek batang banyak dialami oleh tanaman yang
memiliki umur lebih pendek. Sebagian besar tanaman yang berumur panjang
memiliki batang yang lebih keras dibandingkan dengan tanaman yang berumur
pendek sehingga tanaman yang berumur panjang relatif lebih tahan terhadap
serangan penggerek batang.
Umur berbunga dan umur panen dapat mempengaruhi produksi tanaman.
Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif antara bobot per
rumpun dengan umur panen (r = -0.35), artinya tanaman yang memiliki umur
panen yang panjang akan memperoleh hasil yang lebih sedikit dibanding tanaman
yang berumur panen lebih pendek. Hal ini dapat terjadi karena tanaman yang
27

memiliki umur yang panjang memliki anakan produktif yang lebih sedikit (r = -
0.37) dan masa vegetatif yang lebih panjang dari pada tanaman yang berumur
pendek sehingga sebagian besar fotosintat cenderung digunakan untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi
positif anatara umur panen dengan umur berbunga (r = 0.97). Tanaman yang
memiliki umur panjang memiliki jumlah gabah per malai yang lebih besar
dibanding tanaman yang memiliki umur panen pendek. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya korelasi positif antara umur panen dengan jumlah gabah per malai
(r = 0.71).

Karakter Kualitatif Malai

Penampilan daun bendera yang diamati adalah daun bendera pada tahap
akhir pengisian karena pada fase tersebut, pertumbuhan tanaman dianggap telah
mendekati pertumbuhan akhir. G4, G7, G9, G13, G21, G23, G24, dan G34
memiliki penampilan daun bendera yang tegak sama dengan Aek Sibundong.
Daun bendera yang tegak dapat mengefisienkan penangkapan dan pemanfaatan
cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Menurut Makarim dan Suhartatik
(2009) varietas hasil tinggi dipilah berdasarkan bentuk dan kualitas tajuk yang
erat kaitannya dengan efektivitas menangkap radiasi surya untuk fotosintesis.
Bulu gabah pada Aek Sibundong dan semua aksesi yang memiliki bulu gabah
terdistribusi pada ujung malai (Tabel 14).
Penampilan malai diamati ketika tanaman telah mencapai akhir dari fase
pengisian bulir. Penampilan malai pada setiap aksesi berbeda-beda yaitu tegak,
sedikit tegak, dan merunduk. Aek Sibundong, G13, G14, G17, G21, G25, G30
dan G34 memiliki penampilan malai yang sedikit tegak. G9, G11 dan G24
memiliki penampilan malai yang tegak sedangkan aksesi lainnya memiliki
penampilan malai yang merunduk.
Percabangan malai yang diamati adalah cabang sekunder. Tipe cabang
sekunder dibedakan menjadi tiga yaitu lemah, kuat, dan mengelompok
(Balitbangtan 2003). G4, G6, G9, G12, G13, G17, G24, G26, G28 dan G31
memiliki tipe percabangan yang kuat sama dengan Aek Sibundong. G8, G21,
G23, G25, dan G34 mempunyai tipe percabangan yang mengelompok. Aksesi
lainnya memiliki tipe percabangan yang lemah. Tipe percabangan mempengaruhi
kepadatan bulir per malai. Tipe percabangan lemah akan memiliki kepadatan bulir
yang kurang dari malai yang bertipe kuat dan mengelompok, sedangkan malai
yang bertipe mengelompok akan memiliki kepadatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan malai yang bertipe percabangan kuat.
28

Tabel 14 Karakteristik malai aksesi padi beras merah dan hitam yang diuji.
Penampilan Distribusi
Nama Lokal/ Penampilan Tipe Cabang
Kode Daun Bulu
Asal Malai Sekunder
Bendera Gabah
Kota Baru G4 Tegak Tidak ada Merunduk Kuat
Madura G6 Semi tegak Ujung malai Merunduk Kuat
Sidrap G7 Tegak Tidak ada Merunduk Lemah
Bandung G8 Melengkung Tidak ada Merunduk Mengelompok
Malang G9 Tegak Tidak ada Tegak Kuat
Mangondow G11 Horizontal Tidak ada Tegak Lemah
Rusip 1 G12 Horizontal Ujung malai Merunduk Kuat
Pasaman G13 Tegak Tidak ada Sedikit tegak Kuat
Poso G14 Horizontal Ujung malai Sedikit tegak Lemah
Saseka G17 Horizontal Tidak ada Sedikit tegak Kuat
Wiwipemo G18 Horizontal Ujung malai Merunduk Lemah
Jowo Ireng G20 Melengkung Ujung malai Merunduk Lemah
Gabah Abang G21 Tegak Tidak ada Sedikit tegak Mengelompok
IR G23 Tegak Tidak ada Merunduk Mengelompok
Purworejo G24 Tegak Ujung malai Tegak Kuat
Mesuji G25 Semi tegak Tidak ada Sedikit tegak Mengelompok
Garut G26 Tegak Ujung malai Merunduk Kuat
Meulaboh G27 Tegak Ujung malai Merunduk Lemah
Palembang G28 Tegak Tidak ada Merunduk Kuat
Aceh Barat Daya G30 Semi tegak Tidak ada Sedikit tegak Lemah
Timor Leste G31 Horizontal Ujung malai Merunduk Kuat
Leukat Item G34 Tegak Ujung malai Sedikit tegak Mengelompok
Aek Sibundong G33 Tegak Ujung malai Sedikit tegak Kuat

Kemiripan Karakter Aksesi Lokal Padi Beras Merah dan Hitam

Kemiripan karakter antar aksesi dianalisis menggunakan dendrogram.


Kemiripan karakter pada dendrogram ditunjukkan dengan adanya garis-garis yang
menghubungkan kedua aksesi. Pemotongan garis dendrogram dilakukan pada
garis yang memiliki selisih terpanjang diantara cabangnya.
Pemotongan dilakukan pada persentase ketidakmiripan 20% karena titik
tersebut memiliki jarak antar cabang terpanjang sehingga diperoleh empat kelas.
Aksesi yang tergolong pada kelas I adalah G6, G7, G8, G11, G13, G14, G17,
G18, G20, G25, G26, G27, G28, G30, G31, dan Aek Sibundong. Kelas I terdapat
enam sub klas yaitu sub kelas a (G6, G14, G18, dan G31), sub kelas b (G7, G13,
G26, G27 dan Aek Sibundong), sub klas c (G8, G17, G28, dan G30), sub kelas d
(G25), sub kelas e (G11), dan sub kelas f (G20).
Aksesi yang tergolong pada kelas II adalah G9, G24, dan G34. Aksesi
yang termasuk ke dalam kelas II memiliki warna gabah dan beras pecah kulit
berwarna hitam. Karakter lainnyapun sebagian besar menunjukkan penampakan
yang sama. Aksesi yang termasuk ke dalam kelas III adalah G4 dan G12. Aksesi
yang termasuk ke dalam kelas IV adalah G21 dan G23. Keragaman dapat terjadi
akibat adanya segregasi atau pengaruh lingkungan yang kemudian mempengaruhi
penampakan sifat tanaman akibat adanya adaptasi tanaman terhadap lingkungan.
29

G18 (Flores) dan G31 (Timor Leste) memiliki kemiripan yang tinggi pada
sub kelas a walaupun berasal dari dua wilayah yang berbeda. G8 (Bandung) dan
G17 (Saseka/Poso) juga memiliki kemiripan karakter yang tinggi walaupun
berasal dari daerah yang berbeda ditunjukkan dengan garis dendrogram yang
pendek. Aksesi tersebut diperkirakan memiliki kekerabatan yang dekat karena
walaupun berbeda daerah asal tetapi masih menunjukkan kesamaan karakter.
G27 (Meulaboh) memiliki kemiripan karakter yang tinggi dengan Aek
Sibundong. Hal ini dapat dilihat dari karakter G27 yang sebagian besar mirip
dengan Aek Sibundong. Kemiripan karakter tersebut menunjukkan kemungkinan
adanya garis tetua yang sama.

Kemiripan Antar Aksesi Lokal Padi Beras Merah dan Hitam


C A S E 0 5 10 15 20 25
Label +---------+---------+---------+---------+---------+

G18 (Wiwipemo, Flores, NTT) ─┬───┐


G31 (Timor Leste) ─┘ ├─────┐
G6 (Bangkalan,Madura,Jatim)─────┘ ├─────┐
a
G14 (Poso, Sulteng) ───────────┘ │
G27 (Meulaboh, Aceh) ───┬───┐ ├─────┐
G33 (Aek Sibundong) ───┘ ├───┐ │ │
G26 (Cibatu, Garut, Jabar) ───────┘ b
├─────┘ │
G7 (Sidrap, Sulsel) ─────────┬─┘ │
G13 (Pasaman Barat, Sumbar) ─────────┘ ├───────┐
G8 (Bandung, Jabar) ───┬─┐ │ │
G17 (Saseka/Poso, Sulteng) ───┘ ├─────┐ │ │
G28 (Palembang, Sumsel) ─────┘ c
├─────┐ │ ├─────────┐
I
G30 (Aceh Barat Daya, Aceh) ───────────┘ ├───┐ │ │ │
G25 (Mesuji, Lampung) ─────────────────┘
d ├─┘ │ │
G11 (Mangondow, Sulut) e
─────────────────────┘ │ ├───────┐
G20 (Jowo Ireng/Jateng) ───────────────────────────────┘
f │ │
G9 (Lawang,Malang, Jatim) ─────────────┬───────────┐ │ │
G24 (Purworejo, Jateng) ─────────────┘ ├───────────────┘
II │
G34 (Leukat Item/Nisam,Aceh)─────────────────────────┘ │
G4 (Kota Baru, Kalsel) ───────────────────────┬─────────────────────────┤
G12 (Rusip I/Mangondow,Sulut)──────────────────────┘ III │
G21 (Gabah Abang/Jatim) ───────────┬─────────────────────────────────────┘
IV
G23 (IR/Purworejo, Jateng) ───────────┘

Gambar 5 Analisis gerombol aksesi lokal padi beras merah dan hitam
30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Aksesi-aksesi yang diuji memiliki keragaman karakter. Beberapa aksesi


memiliki karakter produksi gabah per rumpun yang berpotensi sama dengan
varietas pembanding Aek Sibundong yaitu aksesi dari daerah Sidrap (G7),
Pasaman (G13), Meulaboh (G27), dan Nisam (G34) dengan produktivitas
berturut-turut yaitu 7.45 ton.ha-1, 6.68 ton.ha-1, 6.55 ton.ha-1, dan 6.49 ton.ha-1.
Aksesi yang berpotensi untuk dikembangkan adalah aksesi yang berasal dari
daerah Sidrap (G7), Malang (G9), Pasaman (G13), Temanggung (G21),
Purworejo (G23), Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), dan Nisam (G34)
karena memiliki produktivitas lebih dari 4 ton.ha-1 dan mendekati kriteria padi
varietas tipe baru.

Saran

Perlu dilakukan uji daya hasil terhadap aksesi-aksesi yang memiliki


potensi untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B, Suwarno, Kustianto B, dan Siregar H. 2002. Pembentukan galur padi


sawah tipe baru. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan
bioteknologi Tanaman. Bogor (ID): Balai Penelitian Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian.
Aryana IPM. 2007. Kandungan antosianin dan hasil galur padi beras merah pada
tiga lingkungan tumbuh berbeda. J Agroteksos. 17(03): 167-172.
[Balitbangtan] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2003. Panduan
Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Bogor (ID): Departemen
Pertanian.
Brown J, Caligari PDS. 2006. An Introduction to Plant Breeding. Victoria (AU):
Blackwell.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Panduan Pengujian Individual Kebaruan,
Keunikan, Keseragaman, dan Kesetabilan. Jakarta (ID): Departemen
Pertanian.
Djafaruddin. 2007. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman Umum. Jakarta (ID):
PT. Bumi Aksara.
Fajrin FA. 2010. Aktivitas ekstrak etanol ketan hitam untuk menurunkan kadar
kolesterol. J Farmasi Indonesia. 5(2) : 63-69.
Gomez KA, Gomez AA. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research
(2nd Edition). Singapore (SG): John Whiley & Sons, Inc.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengelolaan Beras. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
31

Indrasari SD, Adnyana MO. 2007. Preferensi konsumen terhadap beras merah
sebagai sumber pangan fungsional. J Teknol Indust Pangan. 2(2) : 227-241.
Indrasari SD. 2006. Padi Aek Sibundong: pangan fungsional. J Teknol Indust
Pangan. 28(6) : 1-3.
Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.
Subang (ID): Balai Besar Penelitian Padi.
Mangoendidjojo W. 2003. Dasar – Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Matsuo T, Hoshikawa K. 1993. Science of The Rice Plant, Morphology. Volume
I. Tokyo (JP): Nobunkyo.
Morishima H. 1998. Rice Genetics, International Rice Research Institute (IRRI).
Manila (PH): Island Publishing House.
Purwono, Purnamawati H. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Rawlings JO, Pantula SG, Dickey DA. 1998. Applied Regression Analysis :
Second Edition. New York (US): Springer.
Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi. Jakarta (ID): PT. Sastra Suhada.
Soejitno J. 1991. Bionomi dan pengendalian hama penggerek batang padi. Di
dalam Soenarji E, Darmardjati DS, Syam M, editor. Padi Buku 3. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 725.
Soemartono. 1993. Perwarisan sifat komponen hasil padi gogo (Oryza sativa L.).
Ilmu Pertanian. 5(2): 613-622.
Stoskopf NC, Tomes DT, Christie BR. 1993. Plant Breeding, Theory and
Practice. Oxford (GB): Westview Press.
Suprihatno B, Samullah Y, Sri B. 2008. Pekan Padi Nasional (PPN) III BB Padi
tampilkan inovasi teknologi galur harapan padi sawah toleran kekeringan.
Sinar Tani 23 : 2-6.
Suradi DK. 2005. Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. J.
Puslibang Tan. 24(3) : 93-100.
Susanto U, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Peerkembangan pemuliaan padi
sawah di Indonesia. J Lit Bang Pertanian. 22(3) : 125-131.
Taslim H, Partohardjono S, Djuainah. 1993a. Bercocok tanam padi sawah. Di
dalam Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi.
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm
470-481.
Taslim H, Partohardjono S, Subandi. 1993b. Pemupukan Padi Sawah. Di dalam
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjoyo A, editor. Padi. Bogor
(ID): Pusat Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 445-468.
Vergara BS. 1995. Bercocok Tanam Padi. Pusat Nasional PHT, penerjemah.
Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai
Penelitian Tanaman Pangan Sukarami. Terjemahan dari: A Farmer’s Primer
on Growing Rice.
Zaini Z, Sofyan A, Kartaatmadja S. 2002. Pengelolaan Hara P dan K pada Padi
Sawah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat.
LAMPIRAN
32

Lampiran 1 Tabel panduan pengamatan karakter kuantitatif.

No. Pengamatan Karakteristik Skor


Pelepah daun
1 Pewarnaan antosianin Tidak ada 1
ada 9
2 Intensitas pewarnaan Sangat lemah 1
Lemah 3
Sedang 5
Kuat 7
Sangat Kuat 9
Helai daun
3 Bulu pada permukaan daun Sangat lemah 1
Lemah 3
Sedang 5
Kuat 7
Sangat kuat 9
4 Pewarnaan antosianin Ada 9
Tidak ada 1
5 Pewarnaan antosianin pada Ada 9
telinga daun Tidak ada 1
6 Bentuk lidah daun Tumpul 1
Runcing 2
Berlekuk 3

Tumpul Runcing Berlekuk

7 Warna lidah daun Tidak berwarna 1


Hijau 3
Garis-garis ungu 5
Ungu muda 7
Ungu 9
Batang
8 Pola penyebaran batang Tegak 1
Semi-tegak 3
Sedikit Terbuka 5
Terbuka 7
Menyebar 9
<30˚ ±45˚ ±60˚ Bagian bawah
>60˚ mengenai
permukaan tanah

Tegak Semi-tegak Sedikit terbuka Terbuka Menyebar


33

Lampiran 1 Tabel panduan pengamatan karakter kuantitatif (lanjutan)

No. Pengamatan Karakteristik Skor


9 Warna antosianin pada buku Ada 9
Tidak ada 1
10 Intensitas pewarnaan Lemah 3
antosianin pada buku Sedang 5
Kuat 7
11 Warna antosianin pada ruas Ada 9
Tidak ada 1
Daun Bendera
12 Prilaku helai daun bendera Tegak 1
Semi-tegak 3
Horizontal 5
Melengkung 7

Tegak Semi-tegak Horizontal Melengkung


Malai
13 Penampilan malai Tegak 1
Agak tegak 3
Merunduk 5
Patah 7
14 Bulu pada ujung gabah Ada 9
Tidak ada 1
15 Warna bulu ujung gabah Putih kekuningan 1
Coklat kekuningan 2
Coklat 3
Coklat kemereah-merahan 4
Merah muda 5
Merah 6
Ungu muda 7
Ungu 8
Hitam 9
34

Lampiran 1 Tabel panduan pengamatan karakter kuantitatif (lanjutan)

No. Pengamatan Karakteristik Skor


16 Distribusi bulu ujung gabah Hanya diujung malai 1
Hanya pada bagian atas malai 3
Sepanjang malai 5
17 Keberadaaan cabang Ada 9
sekunder
Tidak ada 1
18 Tipe cabang sekunder Lemah 1
Kuat 2
Mengelompok 3

Tidak bercabang Lemah

Kuat Mengelompok

19 Pola penyebaran cabang Tegak 1


sekunder Tegak-agak tegak 3
Agak tegak 6
Agak tegak-menyebar 7
Menyebar 9

Tegak Tegak-Agak Agak Tegak Agak tegak- Menyebar


Tegak menyebar
35

Lampiran 1 Tabel panduan pengamatan karakter kuantitatif (lanjutan)

No. Pengamatan Karakteristik Skor


Gabah dan beras pecah kulit
20 Warna Gabah Kuning jerami 1
Kuning emas 2
Kuning kecoklatan 3
Bercak ungu 4
Ungu 5
Hitam 6
21 Warna beras pecah kulit Putih 1
Coklat muda 2
Bercak-bercak coklat 3
Coklat tua 4
Merah muda 5
Merah 6
Bercak-bercak ungu 7
Ungu 8
Ungu tua/hitam 9
22 Bentuk beras pecah kulit Ramping (r>3.0) 1
Bentuk beras ditentukan Sedang (2.1<r<3.0) 3
berdasarkan perbandingan Lonjong (1.1<r<2,0) 5
(r) panjang dan lebar Bulat (r<1.1) 9
Sumber: Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan
Kesetabilan (Deptan 2006)
36

Lampiran 2 Data iklim bulanan daerah wilayah BB BP Padi Muara, Cikaret,


Bogor.

Lokasi : BB BP Padi Muara, Cikaret, Bogor


Lintang : 06˚31’ LS
Bujur : 106˚44’ BT
Elevasi : 207 m

Bulan Curah Hujan Temperatur Rata-Rata


(mm) (˚C)
November 2012 653.0 25.8
Desember 2012 298.0 26.0
Januari 2013 548.0 25.1
Februari 2013 414.0 25.8
Maret 2013 424.0 26.0
April 2013 447.0 26.4
Mei 2013 509.0 26.2
Juni 2013 92.0 26.3
Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2013)
37

Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji.
1. Varietas : Aek Sibundong 2. No. pendaftaran : 08
No. pendaftaran : 78 Kode lapang : G4
Kode lapang : G33 Asal : Kota Baru,
Asal tetua :Sitali/Way Kalsel
Apoburu/widas Tinggi tanaman : 154.123 cm
/widas Penyebaran batang : sedikit terbuka
Tinggi tanaman : 115.447 cm Anakan produktif : 6 anakan
Penyebaran batang : sedikit terbuka Bobot 1000 butir : 22.41 gr
Anakan produktif : 17 anakan Bobot per rumpun : 12.56 gr
Bobot 1000 butir : 30.15 gr Panjang malai : 29.50 cm
Bobot Per rumpun : 47.97 gr Daun bendera : tegak
Panjang malai : 36.43 cm Jumlah gabah/malai: 214 bulir
Daun bendera : tegak %gabah isi : 66.78 %
Jumlah gabah/malai: 176 bulir Fertilitas : sebagian steril
%gabah isi : 71.26% Kerontokan : agak mudah
Fertilitas : sebagian steril Umur panen : 134 HSS
Kerontokan : sedang Warna gabah : kuning jerami
Umur panen : 120 HSS Bulu gabah : tidak ada
Warna gabah : kuning Bentuk Beras : ramping
kecoklatan Warna Beras : hitam
Bulu gabah : ada
Bentuk Beras : sedang
Warna Beras : merah muda
3. No. pendaftaran : 14 4. No. pendaftaran : 16
Kode lapang : G6 Kode lapang : G7
Asal : Telang Kamal, Asal : Sidrap, Sulsel
Bangkalan, Tinggi tanaman : 137.067 cm
Jatim Penyebaran batang : sedikit terbuka
Tinggi tanaman : 139.897 cm Anakan produktif : 14 anakan
Penyebaran batang : terbuka Bobot 1000 butir : 28.23 gr
Anakan produktif : 7 anakan Bobot per rumpun : 46.54 gr
Bobot 1000 butir : 23.45 gr Panjang malai : 28.97 cm
Bobot per rumpun : 11.31 gr Daun bendera : tegak
Panjang malai : 24.10 cm Jumlah gabah/malai: 179.33 bulir
Daun bendera : semi tegak %gabah isi : 88.34%
Jumlah gabah/malai:237 bulir Fertilitas : fertil
%gabah isi : 71.90% Kerontokan : agak mudah
Fertilitas : sebagian steril Umur panen : 120 HSS
Kerontokan : sedang Warna gabah : kuning
Umur panen : 112 HSS kecoklatan
Warna gabah : kuning jerami Bulu gabah : tidak ada
Bulu gabah : ada Bentuk Beras : sedang
Bentuk Beras : sedang Warna Beras : merah
Warna Beras : coklat muda
38

Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).

5. No. pendaftaran : 17 6. No. pendaftaran : 18


Kode lapang : G8 Kode lapang : G9
Asal : Bandung, Jabar Asal :Lawang,
Tinggi tanaman : 150.680 cm Malang, Jatim
Penyebaran batang : terbuka Tinggi tanaman : 117.887
Anakan produktif : 10 anakan Penyebaran batang : sedikit tegak
Bobot 1000 butir : 18.71 gr Anakan produktif : 18 anakan
Bobot per rumpun : 16.44 gr Bobot 1000 butir : 29.67 gr
Panjang malai : 33.57 cm Bobot per rumpun : 27.02 gr
Daun bendera : melengkung Panjang malai : 21.87 cm
Jumlah gabah/malai: 409 bulir Daun bendera : tegak
%gabah isi :60.82% Jumlah gabah/malai:129 bulir
Fertilitas : sebagian steril %gabah isi : 66.99%
Kerontokan : sedang Fertilitas : sebagian steril
Umur panen : 148 HSS Kerontokan : sedang
Warna gabah : kuning jerami Umur panen : 117 HSS
Bulu gabah : tidak ada Warna gabah : hitam
Bentuk Beras : sedang Bulu gabah : tidak ada
Warna Beras : merah muda Bentuk Beras : ramping
Warna Beras :hitam

7. No. pendaftaran : 24 8. No. pendaftaran : 25


Kode lapang : G11 Kode lapang : G12
Asal :Bolaang, Asal :Bolaang,
Mongondow, Mongondow,
Sulut Sulut
Tinggi tanaman : 152.957 cm Tinggi tanaman : 152.857 cm
Penyebaran batang : terbuka Penyebaran batang : sedikit terbuka
Anakan produktif : 5 anakan Anakan produktif : 7 anakan
Bobot 1000 butir : 26.64 gr Bobot 1000 butir : 20.66 gr
Bobot per rumpun : 15.43 gr Bobot per rumpun : 13.61 gr
Panjang malai : 29.27 cm Panjang malai : 32.27 cm
Daun bendera : horizontal Daun bendera : horizontal
Jumlah gabah/malai: 293 bulir Jumlah gabah/malai: 271 bulir
%gabah isi : 70.04% %gabah isi : 68.79%
Fertilitas : sebagian steril Fertilitas : sebagian steril
Kerontokan : sedang Kerontokan : sedang
Umur panen : 128 HSS Umur panen : 128 HSS
Warna gabah :kuning Warna gabah : kuning jerami
kecoklatan Bulu gabah : ada
Bulu gabah : tidak ada Bentuk Beras : ramping
Bentuk Beras : sedang Warna Beras : hitam
Warna Beras : bercak coklat
39

Lamipran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).

9. No. pendaftaran : 36 10. No. pendaftaran : 38


Kode lapang : G13 Kode lapang : G14
Asal : Pasaman, Padang, Asal : Poso, Sulawesi
Sumatera Barat Tengah
Tinggi tanaman : 118.847 cm Tinggi tanaman : 152.690 cm
Penyebaran batang : sedikit terbuka Penyebaran batang : sedikit terbuka
Anakan produktif : 15 anakan Anakan produktif : 9 anakan
Bobot 1000 butir : 21.70 gr Bobot 1000 butir : 23.56 gr
Bobot per rumpun : 41.78 gr Bobot per rumpun : 12.77 gr
Panjang malai : 27.47 cm Panjang malai : 33.27 cm
Daun bendera : tegak Daun bendera : horizontal
Jumlah gabah/malai: 251 bulir Jumlah gabah/malai: 202 bulir
%gabah isi : 85.39% %gabah isi : 68.78%
Fertilitas : fertil Fertilitas : sebagian steril
Kerontokan : agak mudah Kerontokan : sedang
Umur panen : 112 HSS Umur panen : 134 HSS
Warna gabah :kuning kecoklatan Warna gabah : kuning jerami
Bulu gabah : tidak ada Bulu gabah : ada
Bentuk Beras : sedang Bentuk Beras : ramping
Warna Beras : coklat muda Warna Beras : hitam

11. No. pendaftaran : 41 12. No. pendaftaran : 42


Kode lapang : G17 Kode lapang : G18
Asal : Poso, Sulawesi Asal : Wiwipomo,
Tenggara Flores, NTT
Tinggi tanaman : 150.390 cm Tinggi tanaman : 157.690 cm
Penyebaran batang : sedikit terbuka Penyebaran batang : sedikit terbuka
Anakan produktif : 11 anakan Anakan produktif : 7 anakan
Bobot 1000 butir : 20.82 gr Bobot 1000 butir : 29.93 gr
Bobot per rumpun : 20.78 gr Bobot per rumpun : 13.99 gr
Panjang malai : 34.10 cm Panjang malai : 36.07 cm
Daun bendera : horizontal Daun bendera : horizontal
Jumlah gabah/malai: 313 bulir Jumlah gabah/malai: 153 bulir
%gabah isi : 59.39% :79.17%
Fertilitas : sebagian steril Fertilitas : fertil
Kerontokan : sedang Kerontokan : sedang
Umur panen : 134 HSS Umur panen : 112 HSS
Warna gabah :kuning Warna gabah : kuning jerami
kecoklatan Bulu gabah : ada
Bulu gabah : tidak ada Bentuk Beras : sedang
Bentuk Beras : ramping Warna Beras : hitam
40

Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).

13. No. pendaftaran : 56 14. No. pendaftaran : 57


Kode lapang : G20 Kode lapang : G21
Asal : Temanggung, Asal : Temanggung,
Jateng Jateng
Tinggi tanaman : 152.223 cm Tinggi tanaman : 123.557 cm
Penyebaran batang : terbuka Penyebaran batang :sedikit terbuka
Anakan produktif : 7 anakan Anakan produktif : 16 anakan
Bobot 1000 butir : 23.28 gr Bobot 1000 butir : 28.19 gr
Bobot per rumpun : 12.92 gr Bobot per rumpun : 30.22 gr
Panjang malai : 34.33 cm Panjang malai : 23.80 cm
Daun bendera : melengkung Daun bendera : tegak
Jumlah gabah/malai: 256 bulir Jumlah gabah/malai: 146 bulir
%gabah isi : 61.07% %gabah isi : 93.15%
Fertilitas : sebagian steril Fertilitas : sebagian steril
Kerontokan : agak sulit Kerontokan : sedang
Umur panen : 148 HSS Umur panen : 112 HSS
Warna gabah : kuning jerami Warna gabah :kuning
Bulu gabah : ada kecoklatan
Bentuk Beras : sedang Bulu gabah : tidak ada
Warna Beras : hitam Bentuk Beras : sedang
Warna Beras : bercak coklat

15. No. pendaftaran : 61 16. No. pendaftaran : 62


Kode lapang : G23 Kode lapang : G24
Asal : Purworejo, Asal : Purworejo,
Jateng Jateng
Tinggi tanaman : 114.580 cm Tinggi tanaman : 112.443 cm
Penyebaran batang : sedikit terbuka Penyebaran batang : semi tegak
Anakan produktif : 17 anakan Anakan produktif : 15 anakan
Bobot 1000 butir : 26.33 gr Bobot 1000 butir : 26.12 gr
Bobot per rumpun : 34.20 gr Bobot per rumpun : 24.93 gr
Panjang malai : 23.30 cm Panjang malai :22.47 cm
Daun bendera : tegak Daun bendera : tegak
Jumlah gabah/malai:124 bulir Jumlah gabah/malai: 143 bulir
%gabah isi : 88.14% %gabah isi : 84.95%
Fertilitas : sangat fertil Fertilitas : fertil
Kerontokan : agak mudah Kerontokan : sedang
Umur panen : 113 HSS Umur panen : 117 HSS
Warna gabah : kuning jerami Warna gabah : hitam
Bulu gabah : tidak ada Bulu gabah : ada
Bentuk Beras : sedang Bentuk Beras : sedang
Warna Beras : bercak coklat Warna Beras : hitam
41

Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).

17. No. pendaftaran : 63 18. No. pendaftaran : 64


Kode lapang : G25 Kode lapang : G26
Asal :Mesuji, Asal : Cibatu, Garut,
Lampung jabar
Tinggi tanaman : 143.213 cm Tinggi tanaman : 118.757
Penyebaran batang : terbuka Penyebaran batang : sedikit terbuka
Anakan produktif : 11 anakan Anakan produktif : 13 anakan
Bobot 1000 butir : 14.42 gr Bobot 1000 butir : 25.22 gr
Bobot per rumpun : 31.11 gr Bobot perr umpun : 37.767 gr
Panjang malai :26.87 cm Panjang malai : 27.83 cm
Daun bendera : semi tegak Daun bendera : tegak
Jumlah gabah/malai: 364 bulir Jumlah gabah/malai: 213 bulir
%gabah isi : 86.37% %gabah isi :79.80%
Fertilitas : fertil Fertilitas : fertil
Kerontokan : agak mudah Kerontokan : agak mudah
Umur panen : 148 HSS Umur panen : 117 HSS
Warna gabah : kuning jerami Warna gabah :kuning
Bulu gabah :tidak ada kecoiklatan
Bentuk Beras : sedang Bulu gabah : ada
Warna Beras : coklat muda Bentuk Beras : ramping
Warna Beras : merah

19. No. pendaftaran : 65 20. No. pendaftaran : 71


Kode lapang : G27 Kode lapang : G28
Asal :Meulaboh, Asal : Palembang,
Aceh Sumsel
Tinggi tanaman : 125.643 cm Tinggi tanaman : 135.047 cm
Penyebaran batang : sedikit terbuka Penyebaran batang : sedikit terbuka
Anakan produktif : 18 anakan Anakan produktif : 9 anakan
Bobot 1000 butir : 25.12 gr Bobot 1000 butir : 18.75 gr
Bobot per rumpun : 40.91 gr Bobot per rumpun : 12.66 gr
Panjang malai : 34.57 cm Panjang malai : 29.27 cm
Daun bendera : tegak Daun bendera : tegak
Jumlah gabah/malai: 157 bulir Jumlah gabah/malai: 333 bulir
%gabah isi : 77.10% %gabah isi : 67.32%
Fertilitas : fertil Fertilitas : sebagian steril
Kerontokan : sedang Kerontokan : agak mudah
Umur panen : 120 HSS Umur panen : 135 HSS
Warna gabah :kuning Warna gabah :kuning
kecoklatan kecoklatan
Bulu gabah :ada Bulu gabah : tidak ada
Bentuk Beras : sedang Bentuk Beras : sedang
Warna Beras : coklat muda Warna Beras : bercak coklat
42

Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan)

21. No. pendaftaran : 73 22. No. pendaftaran : 74


Kode lapang : G30 Kode lapang : G31
Asal tetua : Aceh Barat Asal : Timor Leste
Daya, Aceh Tinggi tanaman : 146.223 cm
Tinggi tanaman : 154.280 cm Penyebaran batang : terbuka
Penyebaran batang : semi tegak Anakan produktif : 7 anakan
Anakan produktif : 7 anakan Bobot 1000 butir : 28.01 gr
Bobot 1000 butir : 23.65 gr Bobot per rumpun : 13.02 gr
Bobot per rumpun : 14.97 gr Panjang malai : 28.03 cm
Panjang malai : 32.53 cm Daun bendera : horizontal
Daun bendera : semi tegak Jumlah gabah/malai: 128 bulir
Jumlah gabah/malai: 251 bulir %gabah isi : 74.32%
%gabah isi : 81.06% Fertilitas : fertil
Fertilitas : fertil Kerontokan : sedang
Kerontokan : agak mudah Umur panen : 112 HSS
Umur panen : 128 HSS Warna gabah :kuning
Warna gabah :kuning kecoklatan
kecoklatan Bulu gabah : tidak ada
Bulu gabah :tidak ada Bentuk Beras : sedang
Bentuk Beras : ramping Warna Beras : hitam
Warna Beras : coklat muda

23. No. pendaftaran : 66


Kode lapang : G34
Asal tetua : Nisam, Aceh Utara,
Aceh
Tinggi tanaman : 112.520 cm
Penyebaran batang : sedkit terbuka
Anakan produktif : 16 anakan
Bobot 1000 butir : 26.45 gr
Bobot per rumpun : 40.59 gr
Panjang malai : 26.77 cm
Daun bendera : tegak
Jumlah gabah/malai: 212 bulir
%gabah isi : 84.72%
Fertilitas : fertil
Kerontokan : sedang
Umur panen : 117 HSS
Warna gabah : hitam
Bulu gabah : ada
Bentuk Beras : sedang
Warna Beras : hitam
43

43 39
Lampiran 4 Hasil analisis korelasi antar variabel yang diamati.
Panjang
Tinggi Anakan Tinggi Anakan Anakan Panjang Malai
Ruas
Vergetatif Vegetatif Reproduktif Total Produktif Daun Sehat
Batang
Tinggi Vergetatif 1
Anakan Vegetatif -0.57 1
Tinggi Reproduktif 0.76* -0.586* 1
Anakan Total -0.5* 0.90* -0.51* 1
Anakan Produktif -0.71* 0.87* -0.73* 0.77* 1
Panjang Ruas Batang 0.35* -0.50* 0.44* -0.50* -0.40* 1
Panjang Daun 0.33* -0.33* 0.57* -0.29* -0.44* 0.26* 1
Malai Sehat -0.3* 0.40* -0.30* 0.37* 0.39* -0.09 tn -0.14 tn 1
Serangan Penggerek Batang 0.02 tn -0.7 tn -0.10 tn -0.10* -0.10 tn 0.07 tn -0.17 tn -0.5*
Serangan Walang Sangit 0.31* -0.29* 0.48* -0.30* -0.37* 0.05 tn 0.42* -0.58*
Panjang Malai 0.24* -0.19 tn 0.39* -0.16 tn -0.21 tn 0.19 tn 0.24* -0.48*
Persentase Gabah Isi -0.27* 0.35* -0.40* 0.34* 0.40* -0.16 tn -0.29* 0.57*
Persentase Kerontokan -0.13 tn 0.08 tn -0.09 tn 0.14 tn 0.10 tn -0.16 tn 0.04 tn 0.17 tn
Jumlah Gabah Per malai 0.34* -0.23* 0.40* -0.13 tn -0.42* 0.04 tn 0.58* -0.13 tn
Bobot Seribu Butir -0.24* 0.15 tn -0.30* 0.04 tn 0.30* -0.1 tn -0.54* 0.14 tn
Bobot Gabah Per rumpun -0.56* 0.72* -0.61* 0.63* 0.74* -0.37* -0.37* 0.51*
Panjang Gabah -0.19 tn 0.04 tn -0.13 tn -0.01 tn 0.09 tn -0.07 tn -0.27* -0.14 tn
Lebar Gabah 0.14 tn -0.37* 0.06 tn -0.39* -0.24* 0.11 tn 0.03 tn -0.20 tn
Panjang Beras -0.33* 0.16 tn -0.24* 0.09 tn 0.19 tn -0.20 tn -0.36* -0.21 tn
Lebar Beras 0.16 tn -0.19 tn 0.03 tn -0.20 tn -0.07 tn 0.10 tn -0.17 tn -0.00 tn
Umur Bunga 0.33* -0.08 tn 0.47* -0.01 tn -0.33* -0.13 tn 0.57* -0.29*
Umur Panen 0.36* -0.12 tn 0.51* -0.3 tn -0.37* -0.11 tn 0.60* -0.33*
Lama Pengisian Bulir -0.06 tn -0.08 tn -0.13 tn -0.05 tn 0.03 tn 0.13 tn -0.20 tn -0.01 tn
a
* : Berkorelasi nyata pada taraf uji 5%; tn : Tidak berkorelasi nyata pada taraf uji 5%.
44

Lampiran 4 Hasil analisis korelasi antar variabel yang diamati.


Serangan Serangan Bobot Bobot
Panjang Persentase Persentase Jumlah Gabah
Penggerek Walang Seribu Gabah Per
Malai Gabah Isi Kerontokan Per Malai
Batang Sangit Butir Rumpun
Serangan Walang Sangit -0.38* 1
Panjang Malai 0.21 tn 0.34* 1
Persentase Gabah Isi -0.13 tn -0.54* -0.39* 1
Persentase Kerontokan -0.12 tn -0.07 tn -0.24* 0.48* 1
Jumlah Gabah Per malai -0.22 tn 0.44* 0.20 tn -0.4* -0.10 tn 1
Bobot Seribu Butir 0.24 tn -0.48* -0.06 tn 0.24* -0.2 tn -0.75* 1
Bobot Gabah Per rumpun -0.10 tn -0.50* -0.15 tn 0.53* 0.11 tn -0.24* 0.28* 1
Panjang Gabah 0.18 tn -0.05 tn
-0.03 tn -0.21 tn -0.08 tn -0.33* 0.46* -0.04 tn
Lebar Gabah 0.22 tn 0.09 tn
-0.00 tn -0.15 tn 0.06 tn 0.06 tn -0.03 tn -0.31*
tn
Panjang Beras 0.25* -0.06 0.04 tn -0.08 tn 0.05 tn -0.50* 0.55* 0.15 tn
Lebar Beras 0.26* -0.29* 0.05 tn 0.10 tn -0.12 tn -0.34* 0.50* 0.09 tn
Umur Bunga -0.27* 0.65* 0.27* -0.48* -0.02 tn 0.70* -0.70* -0.36*
Umur Panen -0.25* 0.68* 0.32* -0.51* -0.08 tn 0.71* -0.70* -0.35*
Lama Pengisian Bulir 0.20 tn -0.23 tn 0.02 tn 0.15 tn -0.17 tn -0.31* 0.35* 0.21 tn

Panjang Lebar Panjang Lebar Umur


Umur Panen
Gabah Gabah Beras Beras Bunga
Lebar Gabah 0.09 tn 1
Panjang Beras 0.55* -0.03 tn 1
Lebar Beras 0.16 tn 0.23 tn 0.05 tn 1
Umur Bunga -0.20 tn -0.04 tn -0.34* -0.37* 1
Umur Panen -0.24* -0.05 tn -0.33* -0.35* 0.97* 1
Lama Pengisian Bulir -0.03 tn 0.02 tn 0.23 tn 0.24* -0.60* -0.37*
a
* : Berkorelasi nyata pada taraf uji 5%; tn : Tidak berkorelasi nyata pada taraf uji 5%.

44
45

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahjirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 1 November


1991. Penulis adalah anak ketiga dari empat saudara yaitu Agus Firdaus, Imam
Firmansyah, dan Anisa Fitriyani dari pasangan Husen Nurofik dan Mimin
Rohaemi.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan SMA di SMAN 1 Majalengka.
Penulis diterimasebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2009. Penulis aktif mengikuti
organisasi internal kampus yaitu :
1. Sekertaris I UKM tarung Derajat IPB pada tahun 2009 s.d. 2010.
2. Anggota Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Majalengka pada
tahun 2009 s.d. 2010.
3. Ketua Umum UKM Tarung Derajat IPB pada tahun 2010 s.d. 2012.
4. Kepala Divisi Perekonomian Himpunan Mahasiswa Majalengka
pada tahun 2010.
5. Anggota Divisi Olah Raga dan Seni Asrama Sylvasari pada tahun
2010.
6. Anggota Divisi Kewirausahaan Asrama Sylvapinus pada tahun 2011
s.d. 2013.
7. Tim Asisten Praktikum Teknik Budidaya Tanaman pada tahun 2012
s.d. 2013.
8. Tim Asisten Praktikum Dasar-Dasar Agronomi pada tahun 2013 s.d.
2014
9. Panitia acara-acara tahunan Himpunan Mahasiswa Agronomi pada
tahun 2010 s.d. 2012.

Penulis juga pernah mendapat prestasi diantaranya adalah :


1. Juara III Pekan Olah Raga Daerah (PORDA) Kota Bogor; Kejuaraan
Tarung Derajat Tingkat Pemula Kelas Berat pada tahun 2011.
2. Finalis Pekan Olah Raga Daerah (PORDA) Kota Bogor; Kejuaraan
Tarung Derajat Kelas Bebas pada tahun 2012.
3. Lolos seleksi berkas dan tahap pelaksanaan Program Kreatif
Mahasiswa Penelitian pada Tahun 2010 dengan judul Analisis
Vegetasi Tanaman Obat di Gunung Kapur Ciampea.

Anda mungkin juga menyukai