ILHAM FRAMANSYAH
Ilham Framansyah
NIM A24090167
ABSTRAK
ILHAM FRAMANSYAH. Karakterisasi Aksesi Padi Beras Merah dan Hitam
(Oryza sativa L.). Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO dan MUHAMAD
SYUKUR.
Padi beras merah dan hitam memiliki banyak keunggulan dari padi beras
putih. Beras merah dan hitam memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi
dibanding beras putih. Beras merah dan hitam mengandung antosianin yang
merupakan zat pemberi warna pada beras. Sebagian besar padi beras merah dan
hitam yang telah dibudidayakan merupakan padi beras merah dan hitam varietas
lokal. Keanekaragaman varietas lokal ini dapat menjadi sumber keragaman untuk
pemuliaan tanaman. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui potensi yang
dikandung dalam setiap objek pemulian tersebut. Bahan tanaman yang digunakan
adalah 22 aksesi lokal padi beras merah dan hitam dengan varietas pembanding
Aek Sibundong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi lokal padi beras
merah dan hitam berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Aksesi yang
berpotensi untuk dikembangkan adalah aksesi yang berasal dari daerah Sidrap
(G7), Malang (G9), Pasaman (G13), Temanggung (G21), Purworejo (G23),
Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), dan Nisam (G34) karena memiliki
produktivitas lebih dari 4 ton.ha-1.
ABSTRACT
Red rice and black rice has more advantage than white rice, including
higher nutrient content than white rice. Red and black rice has anthocyanin, a
substance causing the colors on the rice pericarp. Most of the red rice and black
rice that has been cultivated are landrace cultivars. The local varieties can be one
source of characters for plant breeding. Characterization was done to find out the
potential characters that contained in the landraces. Plant material used were
local rice accessions 22 red and black rice varieties with Aek Sibundong as check.
The research results showed that local red and black rice accessions gave very
significant effect on the observed variables . Accessions that has the potential to
be developed are Sidrap (G7), Malang (G9), Pasaman (G13), Temanggung
(G21), Purworedjo (G23), Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), and
Nisam (G34). They achieved productivity more than 4 ton.ha-1.
ILHAM FRAMANSYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat
dan karunia-Nya, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian
Karakterisasi Aksesi Padi Beras Merah dan Hitam (Oryza sativa L.)
dilaksanakan terdorong karena keinginan untuk mengetahui karakteristik padi
beras merah varietas lokal. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percoban
Balai Besar Padi muara, Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama kepada:
1. Ayah, ibu, kakak dan adik serta keluarga besar penulis yang telah
memberikan motivasi kepada penulis selama penyusunan penelitian ini
2. Bapak Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc dan Prof Dr Muhamad
Syukur, SP, MSi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
berjalannya proses persiapan dan pelaksanaan penelitian serta
penyusunan skripsi
3. Bpk Iman dan staf BB Biogen yang telah menyiapkan bahan penelitian
4. Pimpinan dan staf KP BB Padi Muara yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian
5. Sdr. Didin Saefudin, Sulaiman, dan Try Sutrisna yang telah
memberikan bantuan dan arahan dalam pengolahan data hasil
penelitian
6. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura, Asrama Sylvapinus, dan
UKM Tarung Derajat IPB yang telah membantu selama pelaksanaan
penelitian.
Semoga penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan.
Ilham Framansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Padi Beras Merah dan Hitam 2
Budidaya Padi 3
Pemuliaan dan Karakterisasi 4
METODE 5
Tempat dan Waktu 5
Bahan 5
Alat 6
Metode Percobaan 6
Analisis Data 6
Pelaksanaan Penelitian 7
Pengamatan 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Kondisi Umum 9
Keragaan Karakter Kuantitatif Aksesi – Aksesi 10
Padi Beras Merah dan Hitam 10
Pertumbuhan Tanaman 11
Karakteristik Batang dan Daun 14
Umur Berbunga ,Umur Panen, dan Lama Pengisian 17
Komponen Hasil 18
Serangan Hama Penggerek Batang dan Walang Sangit 21
Karakteristik Gabah dan Beras Pecah Kulit 22
Analisis Korelasi Karakter Kuantitatif Tanaman 25
Karakter Kualitatif Malai 27
Kemiripan Karakter Aksesi Lokal Padi Beras Merah dan Hitam 28
KESIMPULAN DAN SARAN 30
Kesimpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Karakteristik batang 17
2 Gejala serangan hama pada malai 21
3 Karakteristik gabah aksesi lokal padi beras merah dan hitam 23
4 Karakteristik beras pecah kulit aksesi lokal padi beras merah dan hitam 25
5 Analisis gerombol aksesi lokal padi beras merah dan hitam 29
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
1.Terdapat perbedaan karakter antar aksesi padi beras merah dan hitam
2.Terdapat aksesi padi beras merah dan hitam yang memiliki karakter unggul
sehingga dapat dijadikan sumber tetua dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
TINJAUAN PUSTAKA
mampu menurunkan kadar gula dan kolesterol (Suradi 2005). Menurut Indrasari
dan Adnyana (2007), beras merah dan hitam mengandung vitamin B kompleks
yang cukup tinggi, asam lemak esensial, serat maupun zat warna antosianin yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan. Zat warna antosianin inilah yang membuat
warna merah kecoklatan pada bulir beras. Semakin tinggi kandungan antosianin
beras, semakin pekat juga warna merah kecoklatannya bahkan mendekati hitam
kecoklatan. Pigmen antosianin pada beras berwarna tidak hanya terdapat pada
perikarp dan lapisan kulit beras, tetapi juga pada setiap bagian gabah bahkan pada
bagian tanaman lainnya seperti kelopak daun. Senyawa antosianin mempunyai
kemampuan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh, sehingga dapat
mencegah kerusakan sistem akibat radikal bebas. Fajrin (2010) berpendapat
bahwa antosianin diduga bekerja dengan cara peningkatkan aktivitas Lechitin
Cholesterol Acyl Transferase (LCAT). LCAT merupakan enzim yang dapat
mengkonversi kolesterol bebas menjadi ester kolesterol yang lebih hidrofobik.
Budidaya Padi
yang memiliki sifat yang diinginkan dengan cara memilih dan memilah tanaman
dari sumber keragaman atau variasi genetik yang telah dibentuk baik secara
sengaja maupun telah terbentuk secara alami. Pada awalnya, seleksi dilakukan
secara sederhana tapi sejalan dengan bertambahnya penduduk dan terbatasnya
lahan pertanian, manusia dituntut untuk mengembangkan teknologi pemuliaan
untuk pengembangan tanaman pangan. Keragaman genetik secara garis besar
dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu kualitatif dan kuantitatif (Stoskopf et
al. 1993). Seleksi dapat terjadi secara alami maupun dengan bantuan manusia.
Menurut Brown dan Caligari (2006) seleksi alam dapat terjadi karena adanya
cekaman lingkungan sehingga hanya tanaman yang mampu beradaptasi pada
lingkungan tersebut saja yang dapat bertahan. Adaptasi tanaman tersebut dapat
berupa pengaturan produksi makanan, masa reproduksi dan penyebaran keturunan
yang disesuaikan dengan keadaan lingkungannya. Seleksi alam telah membuat
perubahan besar pada sistem metabolisme, reproduksi dan penyebaran keturunan.
Mangoendidjojo (2003) berpendapat bahwa pengetahuan mengenai sifat-
sifat tanaman yang hendak dimuliakan dan hubungan antara sifat-sifat tersebut
diperlukan dalam pemuliaan untuk memperoleh suatu varietas yang unggul.
Setiap varietas tanaman mempunyai sifat atau karakter yang berbeda. Kegiatan
karakterisasi bertujuan mengetahui sifat-sifat atau karakter agronomi dan
morfologi tanaman. Pengamatan dan identifikasi plasma nutfah padi yang
memiliki sifat-sifat unggul merupakan kegiatan penting dalam perbaikan varietas
tanaman padi. Potensi genetik bahan pemuliaan yang dikembangkan secara
konvensional atau biologi molekuler dievaluasi berdasarkan penampilan fenotipik
pada lingkungan tertentu dengan tipe cekaman yang menjadi tujuan perbaikan
varietas sehingga harus digunakan metode penilaian praktis, cepat, tepat, dan
akurat.
METODE
Bahan
Bahan tanam yang digunakan adalah 22 aksesi lokal padi beras merah dan
hitam dan 1 varietas pembanding. Varietas pembanding yang digunakan adalah
Aek Sibundong (G33). Aksesi-aksesi yang digunakan dalam percobaan adalah
padi lokal dari daerah Kota Baru (G4), Madura (G6), Sulsel/Sidrap (G7), Bandung
(G8), Malang (G9), Mangondow (G11), Mangondow/Rusip I (G12), Pasaman
(G13), Poso (G14), Poso/Saseka (G17), Wiwipemo (G18), Temanggung/Jowo
Ireng (G20), Temanggung/Gabah Abang (G21), Purworejo/IR (G23), Purworejo
(G24), Mesuji (G25), Garut (G26), Meulaboh (G27), Palembang (G28), Aceh
Barat Daya (G30), Timor Leste (G31), dan Nisam/Leukat Item (G34). Pupuk yang
6
digunakan adalah urea (45% N) dengan dosis 300 kg.ha-1, SP-36 ( 36% P2O5)
dengan dosis 200 kg.ha-1, dan KCl (60% K2O) dengan dosis 150 kg.ha-1.
Alat
Alat yang digunakan berupa alat – alat pertanian, jaring, sprayer, penggaris,
jangka sorong, timbangan, seed counter, blower separator, Munsell Colour Chart
for Plant Tissue dan buku Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan,
Keseragaman dan Kestabilan (Deptan 2006).
Metode Percobaan
Analisis Data
variabel pengamatan pada taraf uji 5%. Uji DMRT dilakukan untuk
membandingkan karakter kuantitatif antar aksesi sedangkan uji statistik
multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan karakter antar aksesi dengan
menggunakan dendrogram sebagai perbandingan. Uji korelasi dilakukan untuk
mengetahui keterkaitan antar variabel yang diamati.
Pelaksanaan Penelitian
Penyemaian
Metode persemaian yang dilakukan adalah persemaian kering. Persemaian
dilakukan dalam bak persemaian. Benih yang digunakan adalah padi varietas Aek
Sibundong dan 22 aksesi padi beras merah dan hitam. Benih padi masing-masing
aksesi dikecambahkan pada lahan persemaian. Persemaian dilakukan selama 21
hari. Pemupukan dilakukan pada saat penyemaian dengan dosis pupuk Urea 40
g.m-2. Selama persemaian, kondisi lahan persemaian diusahakan bebas gulma
untuk menghindari kompetisi tanaman padi dengan gulma.
Penanaman
Luas lahan yang digunakan adalah 535.5 m2. Pengolahan tanah dilakukan
sebelum penanaman untuk membuat sawah dalam kondisi macak-macak. Satu
satuan percobaan adalah empat baris tanaman. Setiap baris terdapat 12 lubang
tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm × 25 cm sedangkan jarak antar
aksesi 50 cm. Bibit yang ditanam adalah bibit hasil persemaian yang telah
berumur 21 hari dan ditanam satu bibit per lubang.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman terdiri atas pemupukan, pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan penyulaman bibit yang mati. Pupuk
yang digunakan adalah urea, SP-36, dan KCl. Pemupukan urea dilakukan tiga kali
dengan pemberian pupuk masing -masing 1/3 dosis, yaitu pada saat penanaman,
21 Hari Setelah Tanam (HST), dan 42 HST. Pemupukan KCl dan SP-36 diberikan
semua pada saat awal penanaman. Penyiangan dilakukan pada umur tanam 3
Minggu Setelah Tanam (MST) dan 6 MST. Penyemprotan insektisida berbahan
aktif fipronil dilakukan pada saat tanaman berumur 9 MST dan 12 MST. Aplikasi
moluskisida berbahan aktif saponin dilakukan pada saat sebelum penanaman dan
pada saat tanaman berumur 5 MST. Penjaringan dilakukan pada saat tanaman
berumur 12 MST.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika 80% malai telah menguning atau sekitar 26
sampai 30 hari setelah pembungaan. Pada fase reproduktif dilakukan pengeringan
agar pengisian gabah dapat terjadi secara maksimal dan sebagai salah satu bentuk
pengendalian gulma air. Malai diambil menggunakan pisau panen. Hasil panen
tiap rumpun tanaman contoh ditimbang untuk mengetahui produksi gabah.
Pemisahan gabah dari malai dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan
tangan agar tidak tercecer dan tercampur.
8
Pengamatan
Kondisi Umum
Secara umum kondisi tanah sawah yang digunakan tidak berbatu sehingga
cocok untuk tanaman padi sawah. Lahan tersebut selalu digunakan untuk
budidaya padi setiap tahunnya sehingga telah terjadi degradasi kesuburan tanah.
Untuk menanggulanginya, dosis pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan.
Hama utama pada masa vegetatif adalah keong sawah (Pila ampullacea) dan
belalang (Valanga nigricornis). Border atau tanaman pinggir digunakan untuk
menanggulangi serangan keong dan menghambat penyebaran hama dari lahan di
sekitarnya. Keong banyak menyerang pada tanaman yang masih muda sehingga
untuk menanggulanginya dilakukan pengeringan, menebar moluskisida berbahan
aktif saponin, dan pengambilan telur-telur keong.
Serangan belalang mengakibatkan tepian daun tampak bergerigi.
Penanggulangan belalang dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan
aktif fipronil. Gulma yang ditemukan yaitu Ludwigia octovalvis, Cyperus iria,
Limnocharis flava, Echinochloa crus-galli, dan Portulaca oreacea. Penyiangan
dilakukan untuk menghindari kompetisi dengan tanaman utama. Serangan
penggerek batang (Scirpophaga sp.) padi ditandai dengan gejala beluk terjadi
pada fase pembungaan padi. Kerusakan yang tampak akibat hama ini adalah malai
yang muncul ke permukaan berwarna putih dan tidak berisi.
10
Belalang, kepik hijau (Nezara viridula), kepik coklat (Riptortus sp.) dan
walang sangit (Leptocorisa spp.) menyerang tanaman pada fase reproduktif
sehingga dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif
fipronil. Untuk menghindari serangan burung, dilakukan penjaringan di sekeliling
lahan. Virus tungro menyerang satu rumpun tanaman U2G30. Gejala yang
ditimbulkan adalah daun berwarna kuning menyeluruh dan pertumbuhan tanaman
terhambat sehingga tampak kerdil. tanaman tersebut dibuang agar tidak menyebar
ke tanaman yang lainnya.
Tabel 1 Analisis ragam karakter kuantitatif aksesi – aksesi padi beras merah dan
hitam
Koefisien
No Karakter Kuantitatif F Hitung
Keragaman (KK)a
1 Tinggi vegetatif 6.93 8.38*
2 Tinggi tanaman reproduktif 5.58 14.11*
3 Jumlah anakan total 22.29 5.54*
4 Jumlah anakan produktif 22.94 8.75*
5 Panjang ruas batang 18.35 5.67*
6 Panjang daun 7.34 15.02*
7 Lingkar batang 13.46 x) 10.77*
8 Persentase malai sehat 16.70 2.35*
9 Persentase serangan paenggerek batang 50.79 y) 1.89*
10 Persentase serangan walang sangit 92.97 y) 6.69*
11 Panjang malai 15.84 2.76*
12 Persentase gabah isi 6.13 12.16*
13 Persentasi kerontokan 21.06 x) 6.30*
14 Jumlah gabah per malai 17.45 12.58*
15 Bobot seribu butir 4.69 36.98*
16 Bobot gabah per rumpun 20.53 18.48*
17 Panjang bulu 7.59 z) 24.92*
18 Panjang gabah 14.18 x) 3.51*
19 Lebar gabah 8.14 32.07*
20 Pertambahan tinggi tanaman 17.80 4.42*
21 Panjang beras pecah kulit 5.66 5.91*
22 Lebar beras pecah kulit 8.66 6.12*
23 Umur berbunga 0.80 947.98*
24 Umur panen 0.23 5596.25*
25 Lama pengisian bulir 3.60 57.30*
a
*: varietas berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; x) :
Transformasi Box dan Cox; y) : Transformasi Arcsin; Z) : Transformasi Akar.
Pertumbuhan Tanaman
G7, G9, G13, G21, G23, G24, G26, G27 dan G34 memiliki anakan total
dan anakan produktif yang berpotensi sama dengan Aek Sibundong (Tabel 3).
Aksesi-aksesi tersebut berpotensi untuk dijadikan tetua. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa anakan tanaman yang dihasilkan tidak semuanya produktif
sedangkan menurut Abdullah et al. (2002) padi varietas unggul tipe baru memiliki
anakan yang semuanya produktif untuk mengefisienkan jumlah hara dan hasil
fotosintesis yang dihasilkan.
Kemampuan beranak tanaman padi dibedakan menjadi lima kelompok
yaitu sangat banyak (anakan >25 tanaman), banyak (20-25 anakan), sedang (10-19
anakan), sedikit (5-9 anakan), sangat sedikit (anakan <5 ) (Balitbangtan, 2003).
Klasifikasi dilakukan berdasarkan jumlah anakan total tanaman. Aksesi yang
termasuk ke dalam kelas beranak sangat banyak adalah G9, G25, dan G27. Aksesi
yang termasuk kelas kemampuan beranak banyak adalah G7, G8, G23, G24, G26,
G27, G34, dan Aek Sibundong. Aksesi yang termasuk ke dalam kelas kemampuan
beranak sedang adalah G4, G11, G12, G13, G14, G17, G18, G20, G21, G28, G30,
dan G31 (Tabel 3). Aksesi yang termasuk kelas kemampuan beranak sedikit
adalah G6. Menurut Soemartono (1993) karakter jumlah anakan dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan.
14
terbuka sehingga berpotensi lebih besar mengalami kerebahan (Tabel 5). G6, G8,
G11, G20, dan G31 memiliki pola penyebaran batang yang terbuka tetapi aksesi
tersebut tidak mengalami kerebahan. Aksesi-aksesi tersebut tidak rebah
diperkirakan karena memiliki batang yang kuat.
Tanaman yang tinggi memiliki beban yang lebih besar dibanding tanaman
yang pendek sehingga tanaman yang tinggi lebih berpotensi untuk mengalami
kerebahan. Panjang daun juga mempengaruhi kerebahan karena semakin panjang
daun maka bobot daun pun semakin besar sehingga beban yang harus ditopang
tanaman akan semakin besar juga. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi
kerebahan adalah kekuatan batang, karakter penyebaran batang dan kekuatan akar.
Abdullah et al. (2002) menyatakan bahwa salah satu karakter padi varietas
tipe baru adalah mempunyai tinggi pendek sampai sedang, berbatang besar dan
kuat serta tegak. Menurut Deptan (2006), karakteristik penyebaran batang dibagi
kedalam tegak (<30˚), semi tegak (±45˚), sedikit terbuka (±60˚), terbuka (>60˚),
dan menyebar (batang/bagian terbawah menyentuh tanah). G9, G24, dan G30
berpotensi untuk menjadi tetua karena memiliki pola penyebaran batang yang
semi tegak (Tabel 5). Tanaman yang tegak lebih efisien dalam penggunaan cahaya
untuk fotosintesis.
16
Gambar 1 Karakteristik batang. Aek Sibundong (kiri), G12 (tengah), dan G25 (kanan).
Umur berbunga diamati ketika tanaman telah berbunga 50%. G7, G9, dan
G34 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong,
sedangkan G6, G13, G21, G23, G26 dan G31 memiliki umur berbunga yang lebih
pendek dari Aek Sibundong dan aksesi lainnya (Tabel 7). Umur berbunga dapat
dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari, suhu, dan ketinggian tempat (Matsuo
dan Hoshikawa 1993). Umur berbunga dan lama pengisian bulir dapat
mempengaruhi umur panen.
Umur panen diamati ketika tanaman telah menguning atau jumlah malai
malai masak 80% dari populasi. G7 dan G27 memiliki umur panen yang tidak
berbeda nyata dengan Aek Sibundong. G6, G9, G13, G18, G21, G23, G24, G26,
G31 dan G34 memiliki umur panen yang lebih pendek dari Aek Sibundong dan
aksesi lainnya (Tabel 7). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian aksesi
yang diuji memiliki umur panen yang genjah. Aksesi-aksesi tersebut berpotensi
untuk dikembangkan.
G27 (97 HSS) mempunyai umur berbunga yang lebih lama dibanding Aek
Sibundong (92.7 ≈ 93 HSS) tetapi memi liki umur panen (120 HSS) yang tidak
berbeda nyata dengan Aek Sibundong (120 HSS). G24 (98 HSS) memiliki umur
berbunga yang lebih lama dibanding Aek Sibundong tetapi memiliki umur panen
yang lebih pendek (117 HSS) dibandingkan dengan Aek Sibundong. Selain itu,
G34 memiliki umur berbunga (94 HSS) yang tidak berbeda nyata dengan Aek
Sibundong tetapi memiliki umur panen (120 HSS) lebih pendek dibanding Aek
Sibundong. Kasus ini dapat terjadi karena lama pengisian bulir G27 (23 hari), G24
(19 hari), dan G34 (23 hari) lebih pendek dibanding Aek Sibundong (27.3 ≈ 28
hari) (Tabel 7).
Balitbangtan (2003) membagi umur tanaman ke dalam 5 kelas yaitu umur
dalam (lebih dari 150 HSS), sedang (125-150 HSS), genjah (105-124 HSS),
sangat genjah (90-104 HSS), dan sangat genjah sekali (kurang dari 90 HSS).
Aksesi-aksesi yang diuji berumur genjah dan sedang karena sebaran umur
panennya berkisar antara 112 s.d. 148 HSS. G6, G7, G9, G13, G18, G21, G23,
G24, G26, G27, G31, dan G34 berpotensi untuk menjadi tetua karena memiliki
umur panen genjah (Tabel 7).
18
Komponen Hasil
cahaya rendah, serangan penyakit, suhu rendah dan kelembaban tinggi pada saat
pembentukan malai dan pembungaan (Vergara 1995). Purwono dan Purnamawati
(2008) mengungkapkan bahwa kekeringan yang terjadi pada fase awal
pertumbuhan, primordial bunga, dan pengisian biji akan mengurangi persentase
gabah isi.
Tabel 8 Karakteristik panjang malai, gabah isi per malai, kerontokan, dan jumlah
gabah per malai
Gabah Isi Jumlah
Panjang Kerontokan
Nama Lokal/ Asal Kode
Malai (cm)x
Per Malai
(%) x Gabah Per
(%)x Malaix
Kota Baru G4 29.5 a-f 66.8 ghi 29.4 a-e 214.0 fgh
Madura G6 24.1 def 71.9 efg 12.9 f-i 236.7 efg
Sidrap G7 29.0 a-f 88.3 ab 44.0 ab 176.3 g-j
Bandung G8 33.6 abc 60.8 hi 7.7 i 408.3 a
Malang G9 21.9 f 67.0 ghi 21.6 c-h 129.0 ij
Mangondow G11 29.3 a-f 70.0 fgh 9.8 hi 292.3 cde
Rusip 1* G12 32.3 a-f 68.8 fgh 13.8 f-i 270.3 c-f
Pasaman G13 27.5 a-f 85.4 abc 25.0 c-g 250.3 def
Poso G14 33.3 a-e 68.8 fgh 14.0 f-i 201.7 f-i
Saseka* G17 34.1 abc 59.4 i 13.4 f-i 312.3 bcd
Wiwipemo G18 36.1 ab 79.2 b-e 23.0 c-h 152.3 hij
Jowo Ireng* G20 34.3 abc 61.1 hi 7.6 i 256.0 def
Gabah Abang* G21 23.8 def 93.2 a 27.3 b-f 145.3 hij
IR* G23 23.3 ef 88.1 ab 16.2 e-i 123.7 j
Purworejo G24 22.5 f 85.0 abc 37.6 abc 142.3 hij
Mesuji G25 26.9 b-f 86.4 abc 46.6 a 363.7 ab
Garut G26 27.8 a-f 79.8 b-e 25.0 c-g 213.0 fgh
Meulaboh G27 34.6 abc 77.1 c-f 16.2 d-i 157.0 hij
Palembang G28 29.3 a-f 67.3 ghi 32.7 a-d 332.7 bc
Aceh Barat Daya G30 32.5 a-d 81.1 bcd 45.2 a 250.7 def
Timor Leste G31 28.0 a-f 74.3 d-g 20.6 d-i 127.7 ij
Leukat Item G34 26.8 c-f 84.7 abc 16.4 d-i 211.3 fgh
Aek Sibundong* G33 36.4 a 71.3 efg 10.5 ghi 176.0 g-j
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.
Susanto et al. (2003) berpendapat bahwa salah satu karakteristik padi tipe
baru adalah memiliki malai yang lebat yaitu sekitar 250 butir gabah per malai.
Beberapa aksesi memiliki jumlah gabah per malai yang lebih banyak dibanding
dengan Aek Sibundong yaitu G8, G11, G12, G13, G17, G20, G25, G28, dan G30
(Tabel 8). Aksesi tersebut memiliki jumlah bagah per malai lebih dari 250 butir
gabah per malai sehingga berpotensi untuk dikembangkan. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa G13, G25, dan G30 berpotensi untuk dijadikan tetua karena
memiliki malai yang panjang, bernas dan lebat.
Tingkat kerontokan bulir dapat mempengaruhi hasil panen. Semakin tinggi
tingkat kerontokan bulir maka semakin besar kemungkinan kehilangan hasil pada
saat pemanenan. G4, G7, G21, G24, G25, G28 dan G30 memiliki nilai kerontokan
yang lebih besar dari Aek Sibundong (Tabel 8). Aksesi-aksesi tersebut lebih
rentan kehilangan hasil pada saat pemanenan.
20
tetua. Aksesi yang memiliki produktivitas tinggi dan berpotensi untuk menjadi
tetua adalah G7 (7.45 ton.ha-1), G9 (4.32 ton.ha-1), G13 (6.68 ton.ha-1), G21 (4.84
ton.ha-1), G23 (5.47 ton.ha-1), G25 (4.98 ton.ha-1), G26 (6.04 ton.ha-1), G27 (6.55
ton.ha-1), dan G34 (6.49 ton.ha-1) (Tabel 9).
Pada penelitian ini, serangan hama yang diamati adalah penggerek batang
padi dan walang sangit. Gejala yang ditimbulkan akibat adanya serangan
penggerek batang adalah memutihnya malai dan gabah tidak mengisi sejak
keluarnya malai (gejala beluk). Hama penggerek batang sulit untuk dikendalikan
karena larvanya bersembunyi di dalam batang. Tabel 10 menunjukkan bahwa
intensitas serangan hama penggerek batang pada setiap aksesi tidak berbeda nyata
dengan Aek Sibundong. Menurut Soejitno (1991) tanaman yang memiliki batang
kuat, sklerenkim tebal, dan ikatan vasikuler rapat lebih tahan terhadap serangan
penggerek batang. Kadar asam salisilat dan asam benzoat pada tanaman dapat
menghambat aktivitas penggerek batang pada tanaman. Tanaman yang memiliki
kandungan air dan pati yang tinggi banyak disukai penggerek batang.
Serangan walang sangit ditandai dengan adanya bintik hitam bekas tusukan
pada gabah. Walang sangit menyerang pada saat gabah mencapai fase matang
susu. Intensitas serangan walang sangit diamati dengan membandingkan jumlah
malai yang terkena lebih dari 30% serangan hama dengan malai total per rumpun.
Persentase malai sehat dan serangan hama penggerek batang padi tidak berbeda
nyata dengan Aek Sibundong. G20 mengalami serangan walang sangit terparah
yaitu sebesar 41.8 % malai dalam satu rumpun (Tabel 10). G14, G17, G20, G28,
dan G30 mengalami serangan yang lebih parah dibandingkan dengan Aek
Sibundong, sedangkan aksesi lainnya memiliki nilai yang tidak berbeda nyata
dengan Aek Sibundong (Tabel 10). Serangan hama dapat mempengaruhi produksi
tanaman yang dihasilkan.
Tabel 10 Intensitas serangan hama penggerek batang padi dan walang sangit
Malai Sehat Penggerek Serangan Walang
Nama Lokal/ Asalx Kode
(%)x Batang (%)x Sangit (%)x
Kota Baru G4 62.7 abcd 30.4 abcd 6.9 bcd
Madura G6 77.5 abc 22.5 abcd 0.0 d
Sidrap G7 80.9 abc 19.1 bcd 0.0 d
Bandung G8 67.6 abcd 15.7 cd 16.7 bcd
Malang G9 81.0 abc 19.0 bcd 0.0 d
Mangondow G11 60.9 bcd 39.1 ab 0.0 d
Rusip 1* G12 60.8 bcd 18.4 bcd 0.0 d
Pasaman G13 82.5 abc 17.5 bcd 0.0 d
Poso G14 63.9 abcd 12.3 cd 23.8 b
Saseka* G17 68.7 abcd 11.4 cd 20.0 bc
Wiwipemo G18 74.2 abc 24.5 abcd 1.4 d
Jowo Ireng* G20 49.2 d 9.0 d 41.8 a
Gabah Abang* G21 85.8 a 14.2 cd 0.0 d
IR* G23 84.4 ab 15.6 cd 0.0 d
Purworejo G24 82.5 abc 17.5 bcd 0.0 d
Mesuji G25 86.1 a 10.2 d 0.0 d
Garut G26 70.5 abcd 29.6 abcd 0.0 d
Meulaboh G27 67.2 abcd 32.8 abc 0.0 d
Palembang G28 59.5 cd 22.7 abcd 19.7 bc
Aceh Barat Daya G30 58.9 cd 22.2 abcd 18.9 bc
Timor Leste G31 59.3 cd 40.7 a 0.0 d
Leukat Item G34 76.3 abc 23.7 abcd 0.0 d
Aek Sibundong* G33 70.8 abcd 29.2 abcd 0.0 d
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%; *: Nama lokal/varietas.
Tabel 12 Karakteristik beras pecah kulit aksesi padi beras merah dan hitam
Panjang Lebar
Nama Warna
Kode Beras Pecah Beras Pecah Bentuk
Lokal/Asalx Beras
Kulit (cm)x Kulit (cm)x
Kota Baru G4 0.74 a 0.23 f-i Ramping Hitam
Madura G6 0.58 cde 0.28 a-d Sedang Coklat muda
Sidrap G7 0.69 ab 0.31 a Sedang Merah
Bandung G8 0.58 de 0.25 d-h Sedang Merah muda
Malang G9 0.74 a 0.23 e-i Ramping Hitam
Mangondow G11 0.68 ab 0.27 b-e Sedang Bercak coklat
Rusip 1* G12 0.68 ab 0.21 hi Ramping Hitam
Pasaman G13 0.65 bc 0.22 ghi Sedang Coklat muda
Poso G14 0.69 ab 0.23 f-i Ramping Hitam
Saseka* G17 0.65 bc 0.20 i Ramping Bercak coklat
Wiwipemo G18 0.68 ab 0.30 abc Sedang Hitam
Jowo Ireng* G20 0.66 b 0.26 c-h Sedang Hitam
Gabah Abang* G21 0.64 bcd 0.24 d-i Sedang Bercak coklat
IR* G23 0.65 b 0.25 d-h Sedang Bercak coklat
Purworejo G24 0.71 ab 0.24 d-i Sedang Hitam
Mesuji G25 0.54 e 0.20 i Sedang Coklat muda
Garut G26 0.74 a 0.23 f-i Ramping Merah
Meulaboh G27 0.71 ab 0.25 d-h Sedang Coklat muda
Palembang G28 0.65 bc 0.22 ghi Sedang Bercak coklat
Aceh Barat Daya G30 0.66 b 0.21 hi Ramping Coklat muda
Timor Leste G31 0.68 ab 0.30 ab Sedang Hitam
Leukat Item G34 0.67 ab 0.27 b-f Sedang Hitam
Aek Sibundong* G33 0.74 a 0.25 d-h Sedang Merah muda
x
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5% ; *: Nama lokal/varietas.
Bentuk beras ditentukan dengan nisbah (n) antara panjang gabah dan
lebar gabah. Balitbangtan (2003) membagi bentuk beras pecah kulit ke dalam 4
kelas yaitu ramping (n > 3.0), sedang (2.1 < n < 3.0), lonjong (1.1 < n < 2.0), dan
bulat (n < 1.1). Bentuk beras pecah kulit (BBPK) aksesi yang diuji termasuk ke
dalam kelas ramping dan sedang. Aksesi yang termasuk ke dalam kelas ramping
adalah G4, G9, G12, G14, G17, G26, dan G30 sedangkan aksesi lainnya dan Aek
Sibundong termasuk ke dalam kelas sedang (Tabel 12).
Menurut Indrasari dan Adnyana (2007), antosianin adalah zat yang
memberikan warna merah kecoklatan pada bulir beras. Semakin tinggi kandungan
antosianin beras, semakin pekat juga warna merah kecoklatannya bahkan
mendekati hitam kecoklatan. Aksesi yang memiliki kepekatan antosianin yang
tinggi adalah G4, G9, G12, G14, G18, G20, G24, G31, dan G34 yang ditunjukkan
dengan beras yang berwarna hitam atau ungu tua (Tabel 12).
25
memiliki persentase gabah isi yang lebih sedikit dibanding dengan tanaman yang
memiliki jumlah gabah per malai yang lebih sedikit. Menurut Makarim dan
Suhartatik (2009) hal ini juga terjadi pada Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB)
padi sawah, VUTB memiliki sinks yang tinggi tetapi source yang dimiliki tidak
memadai. Pada kondisi lingkungan tertentu, sinks yang banyak tersebut tidak
terisi dan tidak termanfaatkan oleh sources sehingga persentase gabah hampa
tinggi.
memiliki umur yang panjang memliki anakan produktif yang lebih sedikit (r = -
0.37) dan masa vegetatif yang lebih panjang dari pada tanaman yang berumur
pendek sehingga sebagian besar fotosintat cenderung digunakan untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi
positif anatara umur panen dengan umur berbunga (r = 0.97). Tanaman yang
memiliki umur panjang memiliki jumlah gabah per malai yang lebih besar
dibanding tanaman yang memiliki umur panen pendek. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya korelasi positif antara umur panen dengan jumlah gabah per malai
(r = 0.71).
Penampilan daun bendera yang diamati adalah daun bendera pada tahap
akhir pengisian karena pada fase tersebut, pertumbuhan tanaman dianggap telah
mendekati pertumbuhan akhir. G4, G7, G9, G13, G21, G23, G24, dan G34
memiliki penampilan daun bendera yang tegak sama dengan Aek Sibundong.
Daun bendera yang tegak dapat mengefisienkan penangkapan dan pemanfaatan
cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Menurut Makarim dan Suhartatik
(2009) varietas hasil tinggi dipilah berdasarkan bentuk dan kualitas tajuk yang
erat kaitannya dengan efektivitas menangkap radiasi surya untuk fotosintesis.
Bulu gabah pada Aek Sibundong dan semua aksesi yang memiliki bulu gabah
terdistribusi pada ujung malai (Tabel 14).
Penampilan malai diamati ketika tanaman telah mencapai akhir dari fase
pengisian bulir. Penampilan malai pada setiap aksesi berbeda-beda yaitu tegak,
sedikit tegak, dan merunduk. Aek Sibundong, G13, G14, G17, G21, G25, G30
dan G34 memiliki penampilan malai yang sedikit tegak. G9, G11 dan G24
memiliki penampilan malai yang tegak sedangkan aksesi lainnya memiliki
penampilan malai yang merunduk.
Percabangan malai yang diamati adalah cabang sekunder. Tipe cabang
sekunder dibedakan menjadi tiga yaitu lemah, kuat, dan mengelompok
(Balitbangtan 2003). G4, G6, G9, G12, G13, G17, G24, G26, G28 dan G31
memiliki tipe percabangan yang kuat sama dengan Aek Sibundong. G8, G21,
G23, G25, dan G34 mempunyai tipe percabangan yang mengelompok. Aksesi
lainnya memiliki tipe percabangan yang lemah. Tipe percabangan mempengaruhi
kepadatan bulir per malai. Tipe percabangan lemah akan memiliki kepadatan bulir
yang kurang dari malai yang bertipe kuat dan mengelompok, sedangkan malai
yang bertipe mengelompok akan memiliki kepadatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan malai yang bertipe percabangan kuat.
28
Tabel 14 Karakteristik malai aksesi padi beras merah dan hitam yang diuji.
Penampilan Distribusi
Nama Lokal/ Penampilan Tipe Cabang
Kode Daun Bulu
Asal Malai Sekunder
Bendera Gabah
Kota Baru G4 Tegak Tidak ada Merunduk Kuat
Madura G6 Semi tegak Ujung malai Merunduk Kuat
Sidrap G7 Tegak Tidak ada Merunduk Lemah
Bandung G8 Melengkung Tidak ada Merunduk Mengelompok
Malang G9 Tegak Tidak ada Tegak Kuat
Mangondow G11 Horizontal Tidak ada Tegak Lemah
Rusip 1 G12 Horizontal Ujung malai Merunduk Kuat
Pasaman G13 Tegak Tidak ada Sedikit tegak Kuat
Poso G14 Horizontal Ujung malai Sedikit tegak Lemah
Saseka G17 Horizontal Tidak ada Sedikit tegak Kuat
Wiwipemo G18 Horizontal Ujung malai Merunduk Lemah
Jowo Ireng G20 Melengkung Ujung malai Merunduk Lemah
Gabah Abang G21 Tegak Tidak ada Sedikit tegak Mengelompok
IR G23 Tegak Tidak ada Merunduk Mengelompok
Purworejo G24 Tegak Ujung malai Tegak Kuat
Mesuji G25 Semi tegak Tidak ada Sedikit tegak Mengelompok
Garut G26 Tegak Ujung malai Merunduk Kuat
Meulaboh G27 Tegak Ujung malai Merunduk Lemah
Palembang G28 Tegak Tidak ada Merunduk Kuat
Aceh Barat Daya G30 Semi tegak Tidak ada Sedikit tegak Lemah
Timor Leste G31 Horizontal Ujung malai Merunduk Kuat
Leukat Item G34 Tegak Ujung malai Sedikit tegak Mengelompok
Aek Sibundong G33 Tegak Ujung malai Sedikit tegak Kuat
G18 (Flores) dan G31 (Timor Leste) memiliki kemiripan yang tinggi pada
sub kelas a walaupun berasal dari dua wilayah yang berbeda. G8 (Bandung) dan
G17 (Saseka/Poso) juga memiliki kemiripan karakter yang tinggi walaupun
berasal dari daerah yang berbeda ditunjukkan dengan garis dendrogram yang
pendek. Aksesi tersebut diperkirakan memiliki kekerabatan yang dekat karena
walaupun berbeda daerah asal tetapi masih menunjukkan kesamaan karakter.
G27 (Meulaboh) memiliki kemiripan karakter yang tinggi dengan Aek
Sibundong. Hal ini dapat dilihat dari karakter G27 yang sebagian besar mirip
dengan Aek Sibundong. Kemiripan karakter tersebut menunjukkan kemungkinan
adanya garis tetua yang sama.
Gambar 5 Analisis gerombol aksesi lokal padi beras merah dan hitam
30
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Indrasari SD, Adnyana MO. 2007. Preferensi konsumen terhadap beras merah
sebagai sumber pangan fungsional. J Teknol Indust Pangan. 2(2) : 227-241.
Indrasari SD. 2006. Padi Aek Sibundong: pangan fungsional. J Teknol Indust
Pangan. 28(6) : 1-3.
Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.
Subang (ID): Balai Besar Penelitian Padi.
Mangoendidjojo W. 2003. Dasar – Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Matsuo T, Hoshikawa K. 1993. Science of The Rice Plant, Morphology. Volume
I. Tokyo (JP): Nobunkyo.
Morishima H. 1998. Rice Genetics, International Rice Research Institute (IRRI).
Manila (PH): Island Publishing House.
Purwono, Purnamawati H. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Rawlings JO, Pantula SG, Dickey DA. 1998. Applied Regression Analysis :
Second Edition. New York (US): Springer.
Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi. Jakarta (ID): PT. Sastra Suhada.
Soejitno J. 1991. Bionomi dan pengendalian hama penggerek batang padi. Di
dalam Soenarji E, Darmardjati DS, Syam M, editor. Padi Buku 3. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 725.
Soemartono. 1993. Perwarisan sifat komponen hasil padi gogo (Oryza sativa L.).
Ilmu Pertanian. 5(2): 613-622.
Stoskopf NC, Tomes DT, Christie BR. 1993. Plant Breeding, Theory and
Practice. Oxford (GB): Westview Press.
Suprihatno B, Samullah Y, Sri B. 2008. Pekan Padi Nasional (PPN) III BB Padi
tampilkan inovasi teknologi galur harapan padi sawah toleran kekeringan.
Sinar Tani 23 : 2-6.
Suradi DK. 2005. Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. J.
Puslibang Tan. 24(3) : 93-100.
Susanto U, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Peerkembangan pemuliaan padi
sawah di Indonesia. J Lit Bang Pertanian. 22(3) : 125-131.
Taslim H, Partohardjono S, Djuainah. 1993a. Bercocok tanam padi sawah. Di
dalam Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi.
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm
470-481.
Taslim H, Partohardjono S, Subandi. 1993b. Pemupukan Padi Sawah. Di dalam
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjoyo A, editor. Padi. Bogor
(ID): Pusat Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 445-468.
Vergara BS. 1995. Bercocok Tanam Padi. Pusat Nasional PHT, penerjemah.
Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai
Penelitian Tanaman Pangan Sukarami. Terjemahan dari: A Farmer’s Primer
on Growing Rice.
Zaini Z, Sofyan A, Kartaatmadja S. 2002. Pengelolaan Hara P dan K pada Padi
Sawah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat.
LAMPIRAN
32
Kuat Mengelompok
Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji.
1. Varietas : Aek Sibundong 2. No. pendaftaran : 08
No. pendaftaran : 78 Kode lapang : G4
Kode lapang : G33 Asal : Kota Baru,
Asal tetua :Sitali/Way Kalsel
Apoburu/widas Tinggi tanaman : 154.123 cm
/widas Penyebaran batang : sedikit terbuka
Tinggi tanaman : 115.447 cm Anakan produktif : 6 anakan
Penyebaran batang : sedikit terbuka Bobot 1000 butir : 22.41 gr
Anakan produktif : 17 anakan Bobot per rumpun : 12.56 gr
Bobot 1000 butir : 30.15 gr Panjang malai : 29.50 cm
Bobot Per rumpun : 47.97 gr Daun bendera : tegak
Panjang malai : 36.43 cm Jumlah gabah/malai: 214 bulir
Daun bendera : tegak %gabah isi : 66.78 %
Jumlah gabah/malai: 176 bulir Fertilitas : sebagian steril
%gabah isi : 71.26% Kerontokan : agak mudah
Fertilitas : sebagian steril Umur panen : 134 HSS
Kerontokan : sedang Warna gabah : kuning jerami
Umur panen : 120 HSS Bulu gabah : tidak ada
Warna gabah : kuning Bentuk Beras : ramping
kecoklatan Warna Beras : hitam
Bulu gabah : ada
Bentuk Beras : sedang
Warna Beras : merah muda
3. No. pendaftaran : 14 4. No. pendaftaran : 16
Kode lapang : G6 Kode lapang : G7
Asal : Telang Kamal, Asal : Sidrap, Sulsel
Bangkalan, Tinggi tanaman : 137.067 cm
Jatim Penyebaran batang : sedikit terbuka
Tinggi tanaman : 139.897 cm Anakan produktif : 14 anakan
Penyebaran batang : terbuka Bobot 1000 butir : 28.23 gr
Anakan produktif : 7 anakan Bobot per rumpun : 46.54 gr
Bobot 1000 butir : 23.45 gr Panjang malai : 28.97 cm
Bobot per rumpun : 11.31 gr Daun bendera : tegak
Panjang malai : 24.10 cm Jumlah gabah/malai: 179.33 bulir
Daun bendera : semi tegak %gabah isi : 88.34%
Jumlah gabah/malai:237 bulir Fertilitas : fertil
%gabah isi : 71.90% Kerontokan : agak mudah
Fertilitas : sebagian steril Umur panen : 120 HSS
Kerontokan : sedang Warna gabah : kuning
Umur panen : 112 HSS kecoklatan
Warna gabah : kuning jerami Bulu gabah : tidak ada
Bulu gabah : ada Bentuk Beras : sedang
Bentuk Beras : sedang Warna Beras : merah
Warna Beras : coklat muda
38
Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).
Lamipran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).
Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).
Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan).
Lampiran 3 Deskripsi karakter aksesi-aksesi padi beras merah dan hitam varietas
lokal yang diuji (lanjutan)
43 39
Lampiran 4 Hasil analisis korelasi antar variabel yang diamati.
Panjang
Tinggi Anakan Tinggi Anakan Anakan Panjang Malai
Ruas
Vergetatif Vegetatif Reproduktif Total Produktif Daun Sehat
Batang
Tinggi Vergetatif 1
Anakan Vegetatif -0.57 1
Tinggi Reproduktif 0.76* -0.586* 1
Anakan Total -0.5* 0.90* -0.51* 1
Anakan Produktif -0.71* 0.87* -0.73* 0.77* 1
Panjang Ruas Batang 0.35* -0.50* 0.44* -0.50* -0.40* 1
Panjang Daun 0.33* -0.33* 0.57* -0.29* -0.44* 0.26* 1
Malai Sehat -0.3* 0.40* -0.30* 0.37* 0.39* -0.09 tn -0.14 tn 1
Serangan Penggerek Batang 0.02 tn -0.7 tn -0.10 tn -0.10* -0.10 tn 0.07 tn -0.17 tn -0.5*
Serangan Walang Sangit 0.31* -0.29* 0.48* -0.30* -0.37* 0.05 tn 0.42* -0.58*
Panjang Malai 0.24* -0.19 tn 0.39* -0.16 tn -0.21 tn 0.19 tn 0.24* -0.48*
Persentase Gabah Isi -0.27* 0.35* -0.40* 0.34* 0.40* -0.16 tn -0.29* 0.57*
Persentase Kerontokan -0.13 tn 0.08 tn -0.09 tn 0.14 tn 0.10 tn -0.16 tn 0.04 tn 0.17 tn
Jumlah Gabah Per malai 0.34* -0.23* 0.40* -0.13 tn -0.42* 0.04 tn 0.58* -0.13 tn
Bobot Seribu Butir -0.24* 0.15 tn -0.30* 0.04 tn 0.30* -0.1 tn -0.54* 0.14 tn
Bobot Gabah Per rumpun -0.56* 0.72* -0.61* 0.63* 0.74* -0.37* -0.37* 0.51*
Panjang Gabah -0.19 tn 0.04 tn -0.13 tn -0.01 tn 0.09 tn -0.07 tn -0.27* -0.14 tn
Lebar Gabah 0.14 tn -0.37* 0.06 tn -0.39* -0.24* 0.11 tn 0.03 tn -0.20 tn
Panjang Beras -0.33* 0.16 tn -0.24* 0.09 tn 0.19 tn -0.20 tn -0.36* -0.21 tn
Lebar Beras 0.16 tn -0.19 tn 0.03 tn -0.20 tn -0.07 tn 0.10 tn -0.17 tn -0.00 tn
Umur Bunga 0.33* -0.08 tn 0.47* -0.01 tn -0.33* -0.13 tn 0.57* -0.29*
Umur Panen 0.36* -0.12 tn 0.51* -0.3 tn -0.37* -0.11 tn 0.60* -0.33*
Lama Pengisian Bulir -0.06 tn -0.08 tn -0.13 tn -0.05 tn 0.03 tn 0.13 tn -0.20 tn -0.01 tn
a
* : Berkorelasi nyata pada taraf uji 5%; tn : Tidak berkorelasi nyata pada taraf uji 5%.
44
44
45
RIWAYAT HIDUP