Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Padi Hitam (Oryza sativa L.)


Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam
golongan rumput-rumputan yang ditandai dengan batang tersusun dari beberapa
ruas dan terdapat lidah daun pada percabangan daun dan batang (Siregar, 1981).
Padi memiliki akar serabut, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian
pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan pelepah tegak, daun
berbentuk lanset warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi
oleh rambut yang pendek dan jarang. Bunga tersusun majemuk, tipe malai
bercabang, bulir buah tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk buah
bulat hingga lonjong dengan ukuran 3 mm sampai 15 mm tertutup oleh palea dan
lemma yang disebut juga sekam, struktur dominannya adalah endospermia yang
merupakan bahan yang dapat dimakan. Menurut Matsuo dan Hoshikawa (1993)
kultivar padi dapat digolongkan menjadi tiga sub species yaitu indica (padi daerah
tropis), japonica (padi daerah subtropis) dan javanica (tropical japonica).
Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan kedalam divisi
angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo paoles, family graminae dan genus
oryza (Griest 1986, cit Diptaningsari 2013). Genus oryza termasuk sangat kecil
hanya sekitar 25 spesies dimana 23 adalah spesies liar dan dua spesies yang
banyak di budidayakan yaitu Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud.
(Vaughan et al., 2008 cit Diptaningsari, 2013).
Makarim dan Suhartatik (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
padi dibagi menjadi tiga fase yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pematangan.
Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif. Fase
reproduktif merupakan proses tanaman bereproduksi. Fase reproduktif diawali
dengan pemanjangan ruas teratas batang tanaman sampai terjadinya pembungaan.
Fase pematangan adalah fase saat terjadi proses pengisian gabah sampai
pematangan gabah. Proses pengisian dan pematangan bulir terjadi setelah
penyerbukan dan pembuahan. Gabah akan mengalami proses pematangan dalam
beberapa tahap yaitu matang susu, setengah matang dan matang penuh.

5
Padi hitam memiliki sebutan yang beragam tergantung daerah asalnya.
Padi hitam di Surakarta Jawa Tengah disebut Padi Wulung, padi hitam dari
Kabupaten Subang Jawa Barat dikenal dengan Padi Gadog, padi hitam dari
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat beberapa nama padi hitam yaitu di
Sleman dikenal dengan nama Cempo Ireng dan padi Jlitheng, di Bantul dikenal
padi Melik (Kristamtini, 2009). Menurut Sa’adah et al., (2013) varietas padi
hitam yang berada di Sleman, Bantul dan Magelang adalah Varietas Cempo
Hitam, Cempo Ireng, Hitam Cianjur, Jowo Melik, Melik, Melik Ireng, Melik
Jowo, Padi Hitam Dan Pari Ireng. Padi hitam dari Nusa Tenggara Timur dikenal
Laka dan Woja Laka (Budiman et al., 2012), Aen Metan dan Hare Kwa (Suhartini
dan Suardi, 2010) dan padi hitam dari Magelang dikenal 2 jenis padi hitam yaitu
Cempa dan berbulu dengan sebutan nama Jawa Melik.
Padi hitam (Oryza sativa L.) memiliki perikarp, aleuron dan endospermia
yang berwarna merah-biru-ungu pekat, warna tersebut menunjukkan adanya
kandungan antosianin. Padi hitam memiliki khasiat yang lebih baik dibanding
padi merah atau padi putih. Padi hitam berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit, memperbaiki kerusakan sel hati (hepatitis dan chirosis),
mencegah gangguan fungsi ginjal, mencegah kanker/tumor, memperlambat
penuaan, sebagai antioksidan, membersihkan kolesterol dalam darah dan
mencegah anemia. Padi hitam mengandung sedikit protein, namun kandungan
besinya tinggi yaitu 15,52 ppm, jauh lebih tinggi dibanding padi dari varietas
IR64, Ciherang, Cisadane, Sintanur, Pandan Wangi dan Batang Gadis yang
kandungan besinya berkisar antara 2,9-4,4 ppm. Zat besi dibutuhkan tubuh dalam
pembentukan sel darah merah. Pengkayaan zat besi pada padi untuk mengatasi
anemia yang dewasa ini digalakkan tampaknya mulai berpaling pada padi hitam
atau padi merah (Suardi dan Ridwan, 2009).
Padi hitam mempunyai kandungan serat pangan (dietary fiber) dan
hemiselulosa masing-masing sebesar 7.5% dan 5.8%, sedangkan padi berwana
putih hanya sebesar 5.4% dan 2.2% (Narwidina, 2009). Padi hitam memiliki rasa
dan aroma yang baik dengan penampilan yang spesifik dan unik (Suardi dan
Ridwan, 2009). Padi hitam memiliki keistimewaan antara lain rasanya yang enak,
pulen (kadar amilosa 22%) dan wangi. Memiliki kandungan mineral atau

6
antosianin cukup tinggi, sangat baik untuk kesehatan. Sejarah juga menyebutkan
bahwa orang China kuno telah mengenal padi hitam sebagai padi terlarang
(forbidden rice) yang kaya nutrisi dan hanya boleh dikonsumsi oleh kalangan
istana. Selain sebagai bahan pangan, di negara China padi hitam dipercaya
memiliki khasiat untuk menyembuhkan beberapa penyakit (BPTP Yogyakarta,
2010).
Padi hitam tergolong padi gogo yang berdaya hasil rendah, berumur
panjang dan peka terhadap perubahan kondisi alam (Dewi et al., 2010). Padi
hitam Cempo Ireng memiliki tinggi diatas 130 cm pada tanah sawah irigasi
dengan hasil 4.5 ton/ha (Kristamtini et al., 2012). Padi hitam asal NTT memiliki
tinggi sekitar 157-200 cm pada kultivar Laka dan 105-150 cm pada kultivar Woja
Laka (Budiman et al., 2012).

B. Induksi Mutasi dalam Pemuliaan Tanaman


Induksi mutasi banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman karena
induksi mutasi dapat memperbesar keragaman genetik tanaman. Beberapa
varietas tanaman baru sudah dihasilkan melalui teknik induksi mutasi, salah
satu diantaranya adalah tanaman padi. Mutasi adalah suatu perubahan pada
materi genetik yang terjadi secara tiba-tiba, bersifat permanen dan
diwariskan pada generasi ke generasi, bukan disebabkan oleh fenomena
umum dari segregasi genetik ataupun rekombinasi genetik (Van Harten,
1998). Mutasi merupakan sumber pokok dari semua variasi genetik yang
menyediakan bahan kasar bagi evolusi (IAEA, 1977). Mutasi dapat terjadi
melalui dua cara yaitu secara alami (spontaneous mutation) dan melalui
induksi (induced mutation). Tidak ada perbedaan pada hasil mutasi antara
mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi yang terjadi karena induksi,
hanya saja proses kejadian mutasi karena induksi jauh lebih besar dan cepat
dibandingkan dengan mutasi secara alami serta peluang kejadian mutasi
secara alami sangat kecil sekali. Keragaman genetik yang terjadi di alam
disepakati oleh para ilmuwan adalah disebabkan oleh mutasi spontan
(Sobrizal dan Ismachin, 2006).
Pemuliaan mutasi sudah digunakan secara luas untuk meningkatkan
sifat-sifat yang menguntungkan pada beberapa tanaman pangan (Kangarasu
7
et al., 2014). Mutasi adalah suatu perubahan yang terjadi secara tiba-tiba
dan acak pada materi genetik (genom, kromosom dan gen) sehingga
ekspresinya (fenotip) berubah (Asadi, 2013). Mutasi dapat terjadi pada
pasangan basa, satu ruas DNA, atau bahkan pada kromosom. Induksi mutasi
merupakan salah satu cara meningkatkan keragaman genetik tanaman.
Induksi mutasi dapat dilakukan dengan perlakuan bahan mutagen terhadap
materi reproduktif. Ada dua jenis bahan mutagen, yaitu mutagen kimia dan
mutagen fisika. Mutagen kimia pada umumnya berasal dari senyawa kimia
yang memiliki gugus alkil, seperti Ethyl Methane Sulphonat (EMS), Diethyl
Sulphat (DES), Methyl Methane Sulphonat (MMS), Hydroxil Amine, dan
Nitrous Acid. Menurut Acquaah (2007) mutagen kimia dapat diaplikasikan
dengan mudah tanpa dukungan peralatan yang lengkap, akan tetapi
keberhasilannya lebih rendah dibandingkan dengan mutasi secara fisik.
Mutagen fisik adalah radiasi ion yang meliputi sinar X, sinar gamma,
neutron, partikel beta, partikel alfa dan proton. Dalam pemuliaan tanaman,
sinar gamma paling luas digunakan (Lestari, 2012). Radiasi ion
mengakibatkan mutasi yaitu merombak atau memecah rantai kimia pada
DNA, delesi ikatan nukleotida atau menyebabkan ikatan nukleotida
tersubsitusi. Lebih dari 2543 kultivar mutan hasil induksi mutasi yang
berasal dari 175 spesies tanaman sudah dilepas secara resmi di lebih dari 50
negara seluruh dunia.
Menurut Acquaah (2007) berdasarkan tipe perubahannya, mutasi
diklasifikasikan atas: (1) Mutasi genomik yang menyebabkan perubahan
jumlah kromosom (poliploid, haploid, aneuploid). (2) Mutasi kromosom,
yaitu terjadinya perubahan struktur kromosom (defisiensi, inversi, duplikasi,
dan translokasi kromosom). (3) Mutasi gen, yaitu perubahan pada urutan
basa nukleotida karena terjadi delesi atau substitusi. (4) Mutasi diluar inti
sel atau yang terjadi pada cytoplasmic genome. Induksi mutasi diarahkan
untuk mengubah satu atau beberapa karakter penting yang menguntungkan
tanaman dengan tetap mempertahankan sebagian besar karakter aslinya (Yulianti
et al., 2010).

8
C. Radiasi Sinar Gamma
Teknologi radiasi banyak digunakan untuk mengubah karakteristik produk
dan untuk mengembangkan produk baru. Sinar gamma merupakan iradiasi
terionisasi yang bersifat elektromagnetik. Daya tembusnya yang tinggi mampu
menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Poespodarsono, 1988). Sinar
gamma memiliki panjang gelombang pendek, energi yang tinggi, tidak bersifat
elektrik dan tidak mempunyai massa dibandingkan dengan partikel iradiasi
lainnya (EPA, 2012). Pemberian dosis radiasi sinar gamma untuk mendapatkan
mutan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kadar air dan bahan
yang akan dimutasi. Efektifitas radiasi yang diberikan pada tanaman dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (oksigen, kadar air dan suhu) dan faktor biologi (volume
inti dan faktor genetik) yaitu adanya perbedaan kepekaan terhadap radiasi
(Ismachin, 1988).
Radiasi sinar gamma dapat menghasilkan frekuensi mutasi yang tinggi dan
mendapatkan varian tanaman baru (Piri et al., 2011). Tidak seperti prosedur
pemuliaan konvensional yang melibatkan kombinasi genetik baru dari gen kedua
induknya, teknologi nuklir menyebabkan kombinasi gen yang khusus bersama
dengan frekuensi mutasi yang tinggi. Induksi mutasi dengan radiasi sinar gamma
tersebut diharapkan mempunyai nilai yang menguntungkan (Majeed et al., 2010).
Kegiatan pemuliaan mutasi dengan bantuan nuklir sudah dilakukan secara
intensif di Jepang dan telah menghasilkan sekitar 1.585 varietas unggul mutan,
64% di antaranya berasal dari mutasi dengan iradiasi sinar gamma (Nakagawa,
2010). Melalui Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pemuliaan tanaman
dengan teknik mutasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1972. Sampai saat ini
BATAN telah menghasilkan berbagai varietas unggul yang telah dilepas yaitu
varietas Atomita-1, Atomita-2, Atomita-3, Atomita-4, Cilosari, Diah Suci,
Mayang, Yuwono, Woyla, Meraoke, Kahayan dan Winongo. Kelemahan dari
pemuliaan mutasi adalah bahwa mutasi bersifat random. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk menentukan keberhasilan mutasi adalah karakter atau sifat yang
ingin diperbaiki harus sudah jelas, metode screening/seleksi harus tepat dengan
kondisi materi yang akan di mutasikan seperti kandungan air, oksigen, daya
kecambah harus diketahui sebelum menginduksi mutasi dan dosis serta waktu

9
pengaplikasian mutagen yang tepat (Acquaah, 2007).
Peran utama teknologi nuklir dalam pemuliaan tanaman terkait
dengan kemampuannya dalam menginduksi mutasi pada materi genetik.
Kemampuan tersebut dimungkinkan karena nuklir memiliki energi cukup
tinggi untuk menimbulkan perubahan pada struktur atau komposisi materi
genetik tanaman. Perubahan tersebut terjadi secara mendadak, acak, dan
diwariskan pada generasi berikutnya. Pada tingkat tertentu, mutasi dapat
menimbulkan keragaman genetik yang berguna dalam pemuliaan tanaman
tetapi perubahan genetik itu bukanlah disebabkan oleh perubahan
rekombinasi. Berbeda dengan pemuliaan melalui persilangan, pemuliaan
mutasi dapat digunakan untuk memperoleh varietas unggul dengan
memperbaiki beberapa sifat yang di inginkan, tanpa mengubah sebagi an
besar sifat baiknya. Mutasi dengan radiasi pada tanaman dapat
menimbulkan abnormalitas (Soeranto, 2003). Hal ini menandakan telah
terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom, dan DNA sehingga
proses fisiologis pada tanaman menjadi tidak normal dan menghasilkan
variasi-variasi genetik baru. Abnormalitas atau bahkan kematian pada
populasi mutan (M1) merupakan akibat dari terbentuknya radikal bebas
seperti H0, yaitu ion yang bersifat sangat labil dalam proses reaksi sehingga
mengakibatkan perubahan (mutasi) pada tingkat DNA, sel ataupun jaringan.
Abnormalitas tidak diharapkan dalam pemuliaan mutasi. Mutasi yang
diharapkan adalah yang dapat menimbulkan keragaman pada sifat yang akan
diseleksi sehingga sifat atau karakter yang lebih baik dapat diseleksi,
sementara karakter yang baik pada tanaman/varietas asal tetap
dipertahankan.
Tingkat keberhasilan iradiasi dalam meningkatkan keragaman
populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas tanaman (genotipe) yang
diiradiasi karena tingkat radiosensitivitas antar genotip dan kondisi tanaman
saat diradiasi sangat bervariasi. Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan
nilai LD 50 (lethal dose 50), yaitu tingkat dosis yang menyebabkan kematian
50% dari populasi tanaman yang di radiasi. Dosis optimal dalam induksi
mutasi yang menimbulkan keragaman dan menghasilkan mutan terbanyak

10
biasanya terjadi di sekitar LD 50 . Selain LD 50, radiosensitivitas juga dapat
diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau kematian tanaman, mutasi
somatik, patahan kromosom, serta jumlah dan ukuran kromosom (Herison et
al., 2008). Kisaran dosis efektif yang dapat diberikan pada materi genetik
adalah semakin rendah kadar oksigen dan molekul air maka dapat diberikan
dosis yang lebih tingi dibandingkan dengan materi genetik yang
mengandung kadar oksigen dan molekul air (H 2 O) yang tinggi. Pada
pemuliaan mutasi, selain melihat LD 50 pada generasi M1, tanaman mutan
juga dapat diidentifikasi pada tingkat DNA dengan menggunakan marka
molekuler seperti SSR, baik pada populasi M1 maupun pada generasi berikutnya
(Asadi, 2013).
Beberapa sifat agronomi tanaman padi yang dapat diperbaiki melalui
pemuliaan dengan teknik mutasi antara lain umur, tinggi tanaman, produksi,
ketahanan terhadap hama wereng coklat dan penyakit hawar daun, rasa dan
kepulenan. Mugiono et al., (2009) menyatakan bahwa pemuliaan mutasi padi
varietas Cisantana dosis optimum sebesar 0.2 kGy karena menghasilkan 10 galur
mutan yang memiliki perubahan sifat terutama pada ujung gabah yang tidak
berbulu. Penelitian Haris et al., (2013) menyebutkan radiasi pada dua padi lokal
Sulawesi Selatan yaitu Ase Lapang dan Mandoti menghasilkan tanaman yang
lebih pendek dan lebih cepat panen pada radiasi sebesar 200 Gy meskipun pada
generasi M1 persentase gabah isi sangat rendah yaitu 27.47%. Sedangkan pada
tanaman kedelai rata-rata variasi genetik tertinggi pada populasi M2 adalah pada
radiasi sebesar 0.2 kGy (Hanafiah et al., 2010).

11
D. Kerangka Berfikir
Padi Hitam
(kaya antosianin, sumber pangan fungsional)

Padi Lokal
(memiliki banyak kelemahan)

Berumur Dalam Produksi Rendah


(>5 bulan) (4.5 ton/ha)
Tajuk Tanaman Tinggi
(>130 cm)

Perlu Perbaikan Genetik


(penciptaan varietas baru)

Memperbesar Keragaman Genetik

Introduksi Seleksi Mutasi Hibridisasi Bioteknologi

Induksi Mutasi Mutasi Alami

Mutagen Fisik (Sinar X, Gamma, Mutagen Kimia (EMS,


Neutron, Alpha, Beta) DES, MMS, HA, NA)

Radiasi Benih Padi Hitam dengan Sinar


Gamma
(100 Gy, 200 Gy dan 300 Gy)

Penanaman Benih,
Pemeliharaan, Panen.

Pengamatan Fenotip Tanaman


(Sifat Agronomi, Morfologi)

Analisis Ragam Identifikasi per individu


Analisis Kadar Antosianin
(Pengaruh sinar gamma) Tanaman (Seleksi Awal Mutan)

Tanaman M1 (Umur lebih genjah,


tajuk lebih pendek, hasil lebih tinggi)

Varietas Baru
12
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah perlakuan radiasi
sinar gamma dapat mengakibatkan mutasi positif sifat agronomi dan
morfologi padi hitam.

13

Anda mungkin juga menyukai