Anda di halaman 1dari 48

METODE TEMATIK AL-

AL-QURAN:
MENGUPAS TERM SHALAT
Dr. Munawar Rahmat, M.Pd.
NIP: 19580128.198612.1.001

PROGRAM STUDI S2 PAI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
17 Oktober 2013
Bagaimana memahami AL-
AL-QURAN ?
AL-KITAB adalah WAHYU ILAHI yang diturunkan ALLAH kepada para
NABI/RASUL pilihanNYA melalui Malaikat JIBRIL. Adapun AL-QURAN
merupakan WAHYU ILAHI yang diturunkan ALLAH melalui Malaikat
JIBRIL kepada NABI MUHAMMAD SAW.
Karena merupakan WAHYU ILAHI, maka AL-QURAN semestinya dijelaskan
oleh AL-MUTHOHHARUN (Orang-orang yang disucikan Tuhan: NABI dan
RASUL), karena hanya merekalah yang dapat memahami kandungan makna
AL-QURAN yang sebenar-benarnya. Semestinya kita menerima penjelasan
semua ayat-ayat AL-QURAN dari lisan Nabi Muhammad SAW.
Tapi realitasnya hanya sedikit ayat Al-Quran yang dijelaskan oleh NABI.
Selebihnya, hampir semua ayat AL-QURAN hanya dijelaskan oleh para Ahli
Tafsir dengan pendekatan IJTIHAD. Oleh karena itulah perlu diupayakan
secara maksimal penafsiran ayat Al-Quran yang sesuai maknanya dengan
Kehendak ALLAH. Tentu sangat sulit, bahkan tidak mungkin, karena Ahli
Tafsir bukanlah AL-MUTHOHHARUN. Atas dasar inilah kita harus TUNDUK
merendahkan diri, sambil terus memohon dibukakan pintu Hidayah-Nya.
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
1/4

1. Alif laam miin [10]


[10] Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al-Quran
seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. Di antara Ahli-
ahli Tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah (Wallahu a`lam bi murodi)
karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.
Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula
yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para
pendengar supaya memperhatikan Al-Quran itu; dan untuk mengisyaratkan bahwa Al-Quran
itu diturunkan dari Allah dalam Bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau
mereka tidak percaya bahwa Al-Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad
s.a.w. semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al-Quran itu.
______________
Apa ayat-ayat Al-Quran semacam Alif-Lam-Mim ini akan terus-menerus menjadi misteri bagi
umat Islam? Bukankah Al-Quran itu PETUNJUK bagi orang-orang yang bertakwa? Jika
merupakan misteri bagaimana mungkin dapat menjadi PETUNJUK?
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
2/4

2. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya,


petunjuk bagi mereka yang bertaqwa;
Jika dzâlikal Kitâb diterjemahkan dengan Kitâb INI (Mushaf Al-Quran), terdapat beberapa pertanyaan
antara lain:
Pertama, arti kata dzâlika adalah ITU, bukan INI. Dalam Al-Quran kata dzâlika diungkapkan 290 kali,
yang diartikan dengan ITU, kecuali satu-satunya kata dzâlika (1 dari 290 kata) dalam Qs. 2/Al-
Baqarah ayat 2 tadi, dzâlikal kitâb diartikan dengan Kitâb ini. Demikian juga terjemah Al-Quran dalam
Bahasa Inggris dzâlika diartikan this bukan THAT, yakni This is the Book bukannya That is the Book.
Kedua, Qs. 2/Al-Baqarah merupakan ayat yang diturunkan pada pertengahan periode turunnya Al-
Quran. Jika Dzâlikal Kitâb diterjemahkan dengan Kitâb INI, berarti ketika ayat-ayat Al-Quran belum
diturunkan secara sempurna (belum 30 Juz) kaum muslimin berpedoman pada Al-Kitâb yang belum
sempurna; padahal sudah kita maklumi bersama bahwa ketika periode turunnya Al-Quran orang-orang
Islam berpedoman kepada Al-Quran yang hidup (ucapan dan teladan Nabi Muhammad SAW).
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
3/4

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib [14]


[14] Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada yang
ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap
oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya
Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
_____________
Kalimat yu`minûna adalah fi`il mudhore, artinya ’selalu mengimani’; dan kalimat ghoib
adalah isim mufrod (singular), bukan jama` (plural), artinya ’satu yang ghoib’, dan
menggunakan kalimat ’al’ (alif-lam) yang berarti isim ma`rifat (khusus, spesifik), bukan
isim nakiroh (umum, tidak spesifik). Dengan demikian kalimat ini (yu`minûna bil-
ghoibi) harus diartikan “selalu mengimani” kepada “Satu-satunya Yang Ada dan Wajib
WujudNya tapi Al-Ghaib Allâh AsmaNya.”
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
4/4

4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu (17)
17) Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW ialah Kitab-Kitab yang
diturunkan sebelum Al-Quran, seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut
dalam Al-Quran yang diturunkan kepada para Rasul. Allah menurunkan Kitab kepada Rasul
ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada
Rasul.
______________
Kalimat wa mâ dalam ayat bimâ unzila ilaika wa mâ unzila min qoblika merujuk kepada makna
‘sebagaimana’, bukannya “dan”. Kalau artinya ‘sebagaimana’ maka apa yang diturunkan
kepadamu (Nabi Muhammad SAW) haruslah sama dengan apa yang diturunkan kepada (Rasul-
rasul) sebelummu.
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
4/4--a/d
4/4

______________
Kalimat wa mâ dalam ayat bimâ unzila ilaika wa mâ unzila min qoblika
merujuk kepada makna ‘sebagaimana’. Kalau artinya ‘sebagaimana’ maka apa
yang diturunkan kepadamu (=kepada Nabi Muhammad SAW) haruslah sama
dengan apa yang diturunkan kepada (Rasul-rasul) sebelummu; dan yang sama
itu adalah NÛR, yakni Al-Kitâb, Al-Hikmah, dan An-Nubuwah, sebagaimana
firmanNya:

Maka berimanlah kalian kepada Allâh dan Rasûl-Nya, dan kepada NÛR yang
telah Kami turunkan. Dan Allâh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Qs. 64/At-Taghabun: 8).
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
4/4--b/d
4/4

(yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasûl, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk, serta membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti NÛR yang diturunkan kepadanya (=mengikuti Rasûl yang memperoleh NUR
itu), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. 7/Al-A`raf: 157)
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
4/4--c/d
4/4

Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitâb, Al-


Hikmah, dan An-Nubuwah (=para Rasûl). Jika orang-orang (di sekitar
Rasûl) mengingkarinya (mengingkari RasûlNya), maka sesungguhnya
Kami akan menyerahkannya (Rasul itu) kepada kaum yang sekali-kali
tidak akan mengingkarinya (Allah akan menghijrahkan Rasûl ke tempat
lain). (Qs. 6/Al-An`am: 89).
AL--QURAN perlu terus DIKAJI
AL
4/4--d/d
4/4

Alangkah buruknya mereka (orang-orang yang tidak beriman kepada Rasul)


yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah
diturunkan Allah (NUR/Al-Kitâb, Al-Hikmah, dan An-Nubuwah) karena
dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-
Nya di antara hamba-hamba-Nya (Rasul). Karena itu (atas kekafirannya kepada
Rasul) mereka mendapat murka sesudah kemurkaan (kemurkaan yang berlipat-
ganda); dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
(Qs. 2/Al-Baqarah: 90)
Metode TEMATIK AL-
AL-QURAN (1/3)
Ulama, terutama Ulama Tafsir, telah merumuskan metode pemahaman Al-
Quran, lebih dikenal dengan Ilmu Tafsir. Terdapat 2 metode yang telah
berumur lebih dari 1.000 tahun, yakni: metode tafsir bil-ma`sur atau bil-
manqul dan metode tafsir bil-ro`yi. Tafsir bil-ma`sur atau bil-manqul adalah
tafsiran Nabi Muhammad SAW sendiri terhadap suatu ayat atau term dalam Al-
Quran. Dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan Rasul tentu saja tafsir ini
disepakati yang paling benar, karena hanya Nabi dan Rasul saja yang bisa
memahami ayat-ayat muhkamat (yang jelas maknanya) dan ayat-ayat
mutasyabihat (yang maknanya tidak jelas atau samar-samar).

Marekalah dzalikal kitab (Kitab ”itu”) yang la roiba fihi (tidak ada keraguan);
merekalah kitab maknun (kitab yang terpelihara); merekalah yang bisa
menyentuh Al-Quran karena al-muthohharun (yang disucikan oleh Tuhan); dan
merekalah al-rosyihuna fil-`ilmi (yang mendalam ilmunya), sehingga bisa
memahami ayat-ayat mutasyabihat sebagaimana pemahamannya terhadap ayat-
ayat muhkamat.
Metode TEMATIK AL-
AL-QURAN (2/3)

Celakanya, tafsir bil-ma`sur atau bil-manqul ini tidaklah banyak. Hanya sebagian kecil
ayat atau term Al-Quran yang ada tafsirannya. Dengan wafatnya Nabi Muhammad
SAW, otomatis ditutup pula periode tafsir ini (karena tiadanya lagi al-muthohharun).
Paling tidak demikianlah keyakinan (hampir) seluruh kaum muslimin. Para Ulama
akhirnya memperluas dengan tafsir bil-ma`sur atau bil-manqul shahabi, yakni tafsir
sahabat-sahabat besar (terutama 4 khalifah dan Ibn Abbas) bila tafsiran Nabi SAW
tidak diperoleh.Tapi tafsir ini pun, selain terbatas, juga tidak luput dari perdebatan.
Akhirnya Ulama mengembangkan tafsir bir-ro`yi dengan dibuatnya kaidah-kaidah yang
disepakati bersama, seperti harus ahli tata bahasa Arab, tahu asbabul nuzul, mengerti
perbedaan sighot dan fungsinya dalam suatu ayat – apakah ia menunjuk para perintah
wajib atau tidak wajib, dan seterusnya.
Tapi dengan membanjirnya kitab-kitab tafsir pun tetap saja banyak ayat Al-Quran yang
masih ”gelap” sehingga tidak bisa menjadi petunjuk bagi kita. Ambil saja contoh huruf-
huruf hijaiyah dalam awal beberapa surat (alif-lam-mim, alif-lam-ro, nun, shod, ya-sin,
tho-ha, kaf-ha-ya-`ain-shod, dan lain-lain) yang hanya diterjemahkan dengan wallahu
a`lam bi murodi (hanya Allah yang tahu maksudnya).
Metode TEMATIK AL-
AL-QURAN (3/3)

Kedua metode tafsir, bil-ma`sur atau bil-manqul dan bil-ro`yi, lebih


difokuskan pada pemahaman hukum-hukum Islam (wajib, sunat, halal,
haram, dan syubhat) dalam lingkup Ilmu Fiqh, jarang sekali mengungkap
pemahaman keagamaan yang lebih INTI.
Studi Tematik Al-Quran lebih dimaksudkan untuk memahami kata-kata
atau term-term dalam Al-Quran. Menurut al-Qarafi ada 3 standard untuk
menafsirkan term-term yang dipakai dalam Al-Quran, yakni:
(1) sesuai dengan pengertian bahasa dari tradisi masyarakat zaman Nabi
Muhammad SAW (konteks sosio-kultural);
(2) sesuai semantik bahasa (wadh`i, yakni sesuai arah dan tujuan yang
dikandung); dan
(3) upaya menemukan arti yang diyakini sesuai dengan kehendak Allah.
Apa Fokus Kajian Metode TEMATIK AL-
AL-QURAN?

Pada dasarnya Metode Tematik Al-Quran dapat digunakan untuk


memahami term-term apa saja dalam Al-Quran, misalnya: Al-Ghaib,
Malaikat, Kitab, Nabi/Rasul, Iblis, Syetan, Jin, Manusia, Syahadat,
Shalat, Zakat, Sedekah, Infak, Kifarat, dan lain-lain.
Tapi sebaiknya Metode Tematik Al-Quran ini digunakan untuk
memahami term-term INTI ajaran ISLAM, seperti:
1. Makna Iman yang benar & iman yang keliru
2. Makna Shirothol Mustaqim & menjalaninya
3. Cara mengetahui Tuhan Yang Al-Ghaib (yang mengenalkan DiriNya
dengan Nama Allah)
4. Makna Islam kaffah
5. Cara-cara Ibadah yang benar dan ikhlas,
6. Bagaimana shalat yang khusyu`, tidak sahun, dll ayat-ayat INTI
SHALAT = Rukun Islam kedua

RUKUN ISLAM ada 5:


(1) Mengucapkan 2 kalimat syahadat: Asyhadu an-laa ilaaha illallaah
wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah = Aku ‘bersaksi’ tidak
ada tuhan selain Allah dan aku ‘bersaksi’ bahwa Nabi Muhammad
itu Rasulullah
(2) Mendirikan SHALAT
(3) Membayar zakat
(4) Berpuasa di bulan Ramadhan
(5) Menjalankan ibadah hajji bagi orang yang mampu
CONTOH Metode TEMATIK AL-
AL-QURAN
Jumlah
No. TERM
Ayat
1. AL-GHAIB 40

2. MALAIKAT 41

3. IBLIS 24

4. MANUSIA (al-insan) 56

5. AL-KITAB 162

6. RASUL 215

7. SHALAT 61
Term--term SHALAT dlm AL
Term AL--QURAN
1-1/3
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
1-2/3
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
1-3/3
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
2-1/2
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
2-2/2
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
3-1/4

C. Tahap ketiga, menyimpulkan. Dari 63 term tentang shalat dalam 61


ayat Al-Quran dapatlah hasilnya disimpulkan sebagai berikut:

1. Perintah shalat menggunakan kata aqoma-yaqumu (=mendirikan)


bukan amala-ya`malu (=mengerjakan). Misal, aqimish shalata =dirikanlah
shalat (Qs. 2/Al-Baqarah: 83, 110, dll). Maksudnya, shalat harus didirikan
secara khusyu` (antara lain dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 238) dengan tujuan
untuk mengingat Allah (Qs. 20/Thoha: 14).
2. Hukum shalat (yang 5 waktu) adalah wajib (dalam banyak ayat
Al-Quran, antara lain dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 43, 83, 110, dll). Dalam
keadaan tidak aman pun hukum shalat tetap wajib (Qs. 2/Al-Baqarah: 239).
Dibolehkan juga meng-qoshor shalat ketika di perjalanan (Qs. 4/An-Nisa`:
101). Kita diperintah untuk memelihara shalat-shalat wajib (Qs. 2/Al-
Baqarah: 238).
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
3-2/4

3. Selain shalat wajib (yang 5 waktu) kita pun diperintah untuk memelihara
shalat Wustho (Qs. 2/Al-Baqarah: 238). Kita harus mencari makna yang sebenar-
benarnya dari shalat Wustho, karena shalat Wustho ini pun merupakan perintah wajib.
Jika tidak dijalankan berarti kita membangkang (kafir) terhadap perintah Tuhan.
4. Mendirikan shalat merupakan ciri dari orang-orang yang beriman (Qs.
22/Al-Hajj: 35), ciri orang yang bertakwa (Qs. 2/Al-Baqarah: 2-3), dan ciri orang yang
berbuat al-birr/kebajikan (Qs. 2/Al-Baqarah: 177). Orang yang mendirikan shalat akan
memperoleh kebahagiaan (Qs. 23/Al-Mukminun: 1-2, 9).
5. Di antara ciri orang kafir, munafik, dan fasik adalah mendirikan shalat
dengan malas (Qs. ) atau mengerjakan shalat sekedar gerakan dan bacaan (Qs. 8/Al-
Anfaal: 35). Artinya, dalam shalatnya tidak ada zikir (tidak mengingat Allah) dan tidak
khusyu`.
6. Shalat wajib mempunyai waktu-waktu tertentu, yakni di kedua tepi siang
(zhuhur dan `ashar), permulaan malam (maghrib dan `isya), dan shubuh (Qs. 11/Huud:
114 & Qs. 17/Al-Isra: 78).
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
3-3/4

7. Tujuan shalat adalah untuk “mengingat” Allah (Qs. 20/Thoha: 14).


8. Shalat harus didirikan dengan khusyu` (antara lain dalam Qs. 2/Al-
Baqarah ayat 238) dan ikhlash (Qs. 6/Al-An’aam: 162 & Qs. 7/Al-A`raf: 29).
Makna khusyu` adalah sebagaimana tujuan shalat, yakni dalam shalatnya
“ingat” Tuhan (Qs. 20/Thoha: 14). Maksudnya, selama mendirikan shalat maka
Tuhan harus dijadikan pusat konsentrasi, Tuhan harus terus-menerus diingat,
jangan sampai mengingat-ingat selain Tuhan. Adapun maksud ikhlas adalah
untuk dan karena Allah semata, jangan sampai ada niatan-niatan lain (yakni
pamrih dunia, misal ingin dimudahkan rezeki; ataupun pamrih akhirat, misal
ingin memperoleh pahala).
9. Keutamaan shalat (yang didirikan secara benar dan ikhlas) akan
mencegah perbuatan keji dan munkar (Qs. 29/Al-Ankabut: 45). Orang yang
mendirikan shalat secara daim (kondisi shalat mempribadi dalam kehidupan)
tidak akan berkeluh kesah dan tidak akan kikir (Qs. 70/Al-Ma`arij: 19-23).
Term--term SHALAT dlm AL-
Term AL-QURAN
3-4/4

10. Larangan shalat secara sahun (lalai), diungkap dalam Qs. 107/Al-
Ma`un ayat 4-5. Orang yang mengerjakan shalat secara sahun akan dijebloskan
ke dalam neraka. Shalat sahun merupakan kebalikan dari shalat yang benar.
Shalat yang benar adalah shalat yang sesuai dengan tujuan shalat yakni untuk
mengingat Allah. Shalat sahun berarti shalat yang tidak mengingat Allah; atau,
dalam shalatnya yang diingat adalah selain Allah. Shalat yang benar adalah
shalat yang didirikan dengan khusyu`. Shalat sahun berarti shalat yang tidak
khusyu`. Shalat yang benar adalah shalat yang dikerjakan pada waktu-waktu
yang telah ditentukan. Shalat sahun berarti shalat yang secara sengaja (tanpa
alasan yang dibenarkan secara syar`i) dikerjakan di luar waktu-waktu yang
telah ditentukan.
11. Cara meminta tolong (berdo`a) kepada Allah adalah dengan
bersabar dan berdo`a setelah mendirikan shalat (2/Al-Baqarah: 45). Tapi cara-
cara seperti ini sungguh berat kecuali bagi orang yang mendirikan shalat
dengan khusyu`.
Perintah Mendirikan SHALAT

Perintah mendirikan shalat dikemukakan dalam banyak ayat


Al-Quran, antara lain dalam ayat berikut:

Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, serta


taatilah Rasul, supaya kamu diberi rahmat.
(Qs. 24/An-Nur: 56)
Perintah Memelihara Shalat 5 waktu
dan Shalat WUSTH
WUSTHOO

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustho.


Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
(Qs. 2/Al-Baqarah: 238).

Haafizhuu (=peliharalah) adalah fa`il amr (bersifat istimror, yakni berlaku terus
sepanjang zaman). Jika tidak dikerjakan berarti berhadapan dengan `azab Allah.
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan untuk:
(1) Memelihara semua shalat (shalat wajib 5 waktu);
(2) Memelihara shalat wustho;
(3) Kemudian diperintah lagi untuk berdiri (=shalat) karena Allah dengan khusyu`. Adapun
shalat khusyu` dapat tercapai jika orang yang shalat itu mengetahui Tuhan (=kenal Zat-Nya),
sehingga ketika shalat dapat lidz-dzikrii =untuk mengingat AKU (=ingat Tuhan).
Makna Shalat
Shalat WUSTH
WUSTHOO
(1) Menurut Tim Pemterjemah Al-Quran Departemen Agama RI, shalat
wustho ialah shalat yang di tengah-tengah dan paling utama. Ada
juga yang berpendapat shalat `ashar. Tapi menurut kebanyakan ahli
hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat dikerjakan dengan
sebaik-baiknya.
(2) Dalam Kitab-kitab Hadits, shalat Wustho ialah shalat Ashar atau
Shubuh, juga shalat 5 waktu lainnya (Al-Hadits Digital dalam
LIDWA PUSAKA)
(3) Adapun menurut Guru Mursyid Ilmu Syaththariah (Kyai Muhammad
Anwar Muttaqin, Guru ke-49), shalat wustho ialah shalat-shalat
yang menyertai shalat wajib 5 waktu yang ditetapkan oleh Rasul/ Ulil
Amri/Ulama Pewaris Nabi. Menurut beliau, setiap zaman
membutuhkan ragam shalat yang berbeda dengan zaman lainnya.
UMMATAN WASATHO
WASATHO
= UMAT YANG DIPIMPIN OLEH WASITHAH

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu ummatan wasatho (=umat ber-
Wasithah, =umat yang adil dan pilihan karena dipimpin oleh Wasithah) agar kamu
(murid-murid Wasithah) menjadi saksi atas (perbuatan) manusia (yang ternyata
hanya untuk mengejar nafsu dan syahwat), sedangkan Rasul (Wasithah)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu … (Qs. 2/Al-Baqarah: 143)
Kata ummat dalam ummatan wasatho pada ayat ini (juga dalam ayat-ayat
lain) bukanlah kerumunan manusia, melainkan masyarakat yang teratur karena ada
pemimpinnya. Perspektif Tasawuf Syaththariah, pemimpin umat beriman adalah
Wasithah, yakni Rasul/Ulil Amri atau Ulama Pewaris Nabi.
Tujuan SHALAT = untuk ‘mengingat’ ALLAH

Sesungguhnya AKU ini (bernama) Allah.


Tidak ada Tuhan selain AKU;
maka sembahlah AKU, dan
dirikanlah shalat untuk ‘mengingat’ AKU.
(Qs. 20/Thaha: 14)

Artinya, kita harus mengenali, siapakah Sang AKU dalam


ayat di atas. AKU adalah ZAT TUHAN Yang Asma-Nya
Allah (ma`rifat bi Dzatillah)!
CARA MENGENAL ‘AKU’ (=ZAT TUHAN)

Bagaimanakah cara mengetahui Zat Tuhan Yang Asma-Nya Allah


(ma`rifat bi Dzatillah) ?

(1) Sebagian kaum Muslimin berpendapat: Tidak perlu dan tidak mungkin mengetahui
Zat Allah. Mereka merasa puas dengan mengetahui Asma, Sifat, dan Af`al
(perbuatan) Allah; juga merasa puas dengan berpikir tentang Ciptaan-Nya.
(2) Sebagian kaum Sufi berusaha mengetahui Zat Allah (ma`rifat bi Dzatillah) dengan
cara inkisyaf (gnostik, penyingkapan), yakni dengan cara menjalankan riyalat,
riyadhoh, dan mujahadah secara ketat (sehingga diharapkan nanti Allah
memperlihatkan [‘menyingkapkan’] Diri-Nya).
(3) Menurut KH Muhammad Munawwar Affandi (Wasithah ke-48), cara mengetahui
Zat Allah (ma`rifat bi Dzatillah) hanyalah dengan jalan ‘bertanya’ kepada Ahli
Zikir (Ulama Pewaris Nabi).
CARA MENGENAL ‘AKU’ = BERTANYA KEPADA AHLI ZIKIR

MAKNA ‘AKU’
Dalam Qs. 20/Tho-Ha ayat 14 tadi ditegaskan bahwa tujuan shalat adalah
untuk ‘mengingat’ AKU. Siapakah Sang AKU dalam ayat ini? Untuk
mengenal-Nya (mengenali Zat Tuhan Yang Asma-Nya Allah, untuk
dapat ma`rifat bi Dzatillah) maka haruslah ‘bertanya’ kepada Ahli Zikir,
sebagaimana perintah Allah dalam ayat berikut:

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki


yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada ahladz
dzikri jika kamu tidak mengetahui (Zat Tuhan dan Ilmu Zikir)
(Qs. 21/Al-Anbiya ayat 7, juga dalam Qs. 16/An-Nahl ayat 43)
CARA BERZIKIR ADALAH DENGAN
Tidak mengeraskan suara (=
(=dalam
dalam hati
hati))

Dan zikirilah (ingat-ingatlah) Tuhanmu dalam hatimu dengan


merendahkan diri dan rasa takut, dan (cara mengingatNya)
dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang
(=di sepanjang waktu), dan janganlah kamu termasuk orang-
orang yang lalai (=tidak berzikir). (Qs. 7/Al-A`raf: 205)
Dalam Qs. 3/Ali Imran ayat 190-191 disebutkan tentang ciri-ciri Ulul Albab, yaitu:
orang-orang yang ber-zikir (mengingat Allah) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring (=dalam berbagai keadaan); dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
PERINTAH
PE RINTAH BERZIKIR (KHUSUS)
SETELAH SHALAT

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),


ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman.
(Qs. 4/An-Nisa: 103)
PERINTAH
PE RINTAH BERZIKIR (KHUSUS)
SETELAH SHALAT

Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah


kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah;
dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya
supaya kamu beruntung.
(Qs. 62/Al-Jumu`ah: 10)
SHALAT YANG KHUSYU`

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan


sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.
(Qs. 2/Al-Baqoroh: 45)

MAKNA KHUSYU`:
(1) Khusyu` sering dimaknai upaya sungguh-sungguh dan penuh ketundukan kepada
Allah dengan memahami dan menghayati makna dari bacaan dan gerakan shalat.
(2) Perspektif Tasawuf, khusyu` adalah khudhurul qolbi ilallah (hadirnya hati kepada
Allah). Maksudnya, selama shalat Allah selalu hadir di depan mata hatinya.
JIKA ALLAH DISEBUT ‘GEMETAR’LAH HATINYA,
YAKNI ORANG YANG SHALAT

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang


bila disebut nama Allah gemetar-lah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal; (yakni) orang-orang yang mendirikan
shalat dan yang menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.
(Qs. 8/Al-Anfal: 2-3)
SHALAT DA`IM = TETAP ‘INGAT’ ALLAH
baik ketika shalat maupun ketika
tidak mengerjakan shalat

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.


Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia
mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat, (yaitu) mereka yang mengerjakan
shalat da`im. (Qs. 70: 19-23)
Shalat da`im adalah shalat yang terus menerus. Maksudnya orang yang tetap dalam
kondisi shalat (walau sedang tidak mengerjakan shalat). Tujuan shalat adalah untuk
‘mengingat’ Allah. Jadi, shalat da`im adalah orang yang selalu ‘mengingat’ Allah baik
ketika mengerjakan shalat maupun ketika tidak mengerjakan shalat.
HINDARI SHALAT SAHUN
(Shalat yang ‘lalai’ dari ‘mengingat’ Allah)

Maka kecelakaanlah (masuk neraka) bagi orang-orang yang


shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.
Al-musholliin (pakai alif-lam =ma`rifat), adalah orang yang terbiasa
mengerjakan shalat dan mengerti syarat-rukun shalat (bukan orang
yang mengerjakan shalat secara asal-asalan).
Dalam ayat ini al-musholiin diancam dengan fawailun (masuk
neraka) karena shalatnya sahun (=lalai, =tidak ingat Tuhan).
Supaya shalatnya ingat Tuhan, kuncinya harus kenal dengan Tuhan.
Supaya kenal dengan Tuhan, maka harus meminta petunjuk kepada
Ahli Zikir.
ORANG MUNAFIQ SEDIKIT BERZIKIR
Shalatnya bermalas-
bermalas-malasan dan riya

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan


Allah akan membalas tipuan mereka; dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud riya (dengan shalatnya itu)
di hadapan manusia; dan tidaklah mereka
mengingat Allah kecuali sedikit sekali.
(Qs. 4/An-Nisa: 142)
ORANG MUNAFIQ SEDIKIT BERZIKIR
Shalatnya bermalas-
bermalas-malasan dan riya

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima


dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka
kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak
mengerjakan shalat melainkan dengan malas, dan
tidak (pula mereka) menafkahkan (harta)
melainkan dengan rasa enggan.
(Qs. 9/At-Taubat: 54)
MANFAAT (KEUTAMAAN) MENDIRIKAN SHALAT

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar


dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Qs. 2/Al-Baqarah: 153)
MANFAAT (KEUTAMAAN) MENDIRIKAN SHALAT

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab


(Al-Quran). Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan) yang keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar
(keutamaannya); dan Allah Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
(Qs. 29/Al-Ankabut: 45)
SHALAT MENGHADAP KIBLAT

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka


sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja
kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang yang diberi Al-Kitab memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(Qs. 2/Al-Baqarah: 144)
WUDHU, MANDI, TAYAMUM

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan SHALAT, maka
(berwudhulah, yakni) basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki; dan jika kamu junub maka
mandilah; dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Qs. 5/Al-Maidah: 6)
WAKTU--WAKTU SHALAT
WAKTU

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (zhuhur dan ashar)


sampai gelap malam (maghrib dan `isya), dan (dirikanlah pula shalat)
subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
(Qs. 17/Al-Isra: 78)

Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (shubuh, zhuhur, dan ashar) dan pada
permulaan malam (maghrib & `isya). Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang
baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan
bagi orang-orang yang ingat. (Qs. 11/Hud: 114)
SHALAT dengan di-
di-QOSHOR

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka


tidaklah mengapa kamu meng-qoshor shalat(mu).
(Demikian juga) jika kamu takut diserang orang-
orang kafir, (karena) sesungguhnya orang-
orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.
(Qs. 4/An-Nisa: 101)
‘Inti
Inti’’ beragama adalah
adalah mentaati ‘Allah
Allah’’
mentaati ‘Rasul
Rasul--Nya & Ulil Amri
Amri’’

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah, dan


ta`atilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antaramu.
(Qs. 5/Al-Maidah ayat 59, dan sejumlah ayat lainnya)

Qs. 5/Al-Maidah ayat 59 ini (dan ayat lainnya) merupakan INTI


perintah, sehingga perintah-perintah lainnya (shalat, puasa, zakat, haji,
dll) harus sejalan dengan Kehendak Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri.
Karena Allah itu Al-Ghaib (tidak mungkin menampakkan DiriNya di
bumi), maka Allah mengangkat WakilNya, yakni RasulNya & Ulil Amri.

Anda mungkin juga menyukai