Anda di halaman 1dari 26

Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Karya Tulis Ilmiah

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

LUKA TEMBAK

Disusun oleh:
Galuh Sri Kartika 1810029053
Siti Hajar 1810029064
Rifqi Risdya Pratama 1810029048
Adinda Rizkia Nurdi 1810029061
Fajar Dwi Primantoro 1810029049

Dosen Pembimbing
dr. Kristina Uli, Sp.F.M

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Luka Tembak”. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Kristina Uli, Sp.F.M, sebagai dosen pembimbing klinik selama stase Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis membuka
diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, 5 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6
2.1 Definisi Luka Tembak ................................................................................ 6
2.2 Klasifikasi Luka Tembak............................................................................ 6
2.3 Mekanisme Luka Tembak ........................................................................ 10
2.4 Patologi Akibat Luka Tembak ................................................................. 11
2.5 Jarak Luka Tembak .................................................................................. 15
2.6 Arah Proyektil ............................................................................................ 18
2.7 Pemeriksaan Luka Tembak ...................................................................... 18
2.8 Penyebab Kematian Akibat Luka Tembak ............................................. 20
2.9 Senjata Api ................................................................................................ 21
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan dengan menggunakan senjata api meningkat dalam dekade terakhir
ini. Dalam konteks kesehatan masyarakat, diperkirakan terdapat lebih dari 500.000
luka per tahunnya yang merupakan luka akibat senjata api (Idris, 2001). Menurut
laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 2011, jumlah tersebut
mewakili seperempat dar total perkiraan 2,3 juta kematian akibat kekerasan. Dari
jumlah 500.000 tersebut, 42%nya merupakan kasus bunuh diri, 38% merupakan
kasus pembunuhan, 26% merupakan perang dan konflik persenjataan (Donough, et
al 2012 )
Luka tembak merupakan penyebab kematian akibat pembunuhan di Amerika
Serikat dan pada banyak yurisdiksi, paling sering dipakai untuk bunuh diri.
Diperkirakan bahwa tiaptahun di Amerika Serikat terdapat ± 70.000 korban luka
tembak dengan 30.000 kematian.Pemeriksaan terhadap luka ini memerlukan latihan
khusus dan spesialis, baik oleh dokter gawat darurat terhadap korban luka tembak
hidup atau ahli patologi forensik pada korbanyang meninggal (Hueske, 2006).
Laporan dari negara lain seperti Inggris dan Wales pada tahun 2001 angka
kejadian luka tembak adalah 0,4/100 ribu (bunuh diri 65%, homicide 7%, kecelakan
28%), dan angka kejadian di Kanada pada tahun 2002 adalah 2,6 per 100.000
(bunuh diri 80%, homicide 15%, kecelakaan 5%) (Hueske, 2006).
Sedangkan di Indonesia, menurut laporan hak asasi manusia triwulan ke dua
tahun 1998 yang dikeluarkan oleh ELSAM (Lembaga Studi dan Avokasi
Masyarakat) pada triwulan ke II tercatat ada 102 warga negara yang menjadi korban
kekerasan akibat senjata api (Di Maio, 1999).
Untuk menjelaskan tugas dan fungsi sebagai pemeriksa maka dokter harus
menjelaskan berbagai hal, diantaranya: apakah luka tersebut memang luka tembak,
yang mana luka tembak masuk dan mana luka tembak keluar, jenis senjata yang
dipakai, jarak tembak, arah tembakan, perkiraan posisi korban sewaktu ditembak,
berapa kali korban ditembak dan luka tembak mana yang menyebabkan kematian.
(Chada, 1995).

4
Interpretasi yang benar mengenai luka tembak mengenai ahli patologi tidak
hanya memberikan informasi berharga yang dapat menunjang pelaksananaan
hukum selama investigasi, tetapi juga penting untuk penentuan akhir jenis kematian
(Knight, 2013).
Biaya medis, legal, dan emosional akibat kejahatan tersebut menjadi suatu
kerja berat bagi rumah sakit, sistem peradilan, keluarga, dan masyarakat pada
umumnya. Evaluasi mengenai luka tersebut memerlukan latihan khusus dan
keahlian baik oleh seorang dokter yang menangani kegawatdaruratan bagian luka
tembak maupun para ahli patologi dan forensik (Psokos, 2008).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran luka tembak
1.2.1 Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi luka tembak
2. Mengetahui klasifikasi luka tembak
3. Mengetahui jarak luka tembak
4. Mengetahui mekanisme luka tembak
5. Mengetahui patologi luka tembak
6. Mengetahui pemeriksaan luka tembak
7. Mengetahui penyebab kematian akibat luka tembak
8.Mengetahui jenis senjata api

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Tembak


Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru
atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah
luka penetrasi ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru
memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi
anak peluru menembus objek secara keseluruhan. Luka dalam luka tembak
dapat berupa keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi. Peluru
yang ditembakkan kekepala dapat menembus kulit dan tengkorak sebelum
akhirnya bersarang didalam otak. Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada
kepala dan luka perforasi pada tengkorak dan otak (Amir, 2011).

2.2 Klasifikasi Luka Tembak


1) Luka Tembak Masuk
Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah
pemeriksaan luka tembak masuk karena pengertian luka tembak adalah
penetrasi anak peluru ke dalam tubuh, maka perlu dikaji tentang yang
terjadi pada waktu peluru menembus kulit. Selain luka masuk yang
merobek tubuh, maka dipinggir luka akan terbentuk cincin memar
disekeliling luka masuk (contusion ring), sebetulnya ini lebih tepat disebut
luka lecet. Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber peluru yang
menembus. Oleh karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila cincin memar
bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong maka peluru
menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak masuk dapat
ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin memar (Amir, 2011).
Bentuk cincin memar tidak bisa teratur, ini dihubungkan dengan
kemungkinan peluru yang menembus kulit tidak bulat lagi karena berubah
bentuk, misalnya peluru rikoset karena mengenai benda lain dulu seperti

6
dinding, pohon,dan lain-lain atau peluru memuai karena panas atau peluru
yang ujungnya sengaja dibelah (Amir, 2011).
Luka tembak pada tulang, khususnya tulang pipih akan menunjukkan
kelainan yang khas, sehingga walaupun pada korban telah mengalami
pembusukan masih tetap akan dapat dikenali dari bagian sebelah mana
peluru masuk dan pada bagian mana pula peluru tersebut keluar. Luka
tembak pada kepala merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan
dimaksud (Idries, 1997).
a. Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada tabula eksterna
akan lebih kecil dibandingkan dengan lubang pada tabula interna,
sehingga membentuk corong yang membuka ke dalam.
b. Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada tabula interna
akan lebih kecil bila dibandingkan dengan lubang pada tabula eksterna,
sehingga membentuk corong yang membuka keluar.
c. Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberikan gambaran
yang khas, tetapi merupakan petunjuk dari mana peluru datang yaitu
melihat fragmen tulang yang terangkat atau terdorong, bila peluru
datang dari sebelah kanan maka fragmen tulang akan terdorong ke
sebelah kiri.
d. Pada luka tembak tempel dapat dijumpai pengotoran berwarna hitam
yang ditimbulkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau
sebagian terbakar, yang menempel pada tepi lubang yang terbentuk
pada tengkorak atau tulang.
2) Luka Tembak Keluar
Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban
dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian
tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu
disebut luka tembak keluar. Bila mana peluru yang masuk kedalam tubuh
korban tidak terbentur dengan tulang, maka saluran luka yang terbentuk
yang menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dapat
menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat sesuai dengan tembakan
(Idries, 1997).

7
Ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan pokok dengan luka
tembak masuk adalah: tidak adanya kelim lecet, bentuk luka tembak keluar
lebih besar. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan luka tembak keluar
lebih besar dari luka tembak masuk adalah (Idries, 1997):
a. Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu
peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang.
b. Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak,
misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak
berputar dari ujung ke ujung (end to end), ini disebut tumbling.
c. Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan disebut yawing.
d. Peluru pecah menjadi beberapa fragmen, fragmen-fragmen ini akan
menyebabkan bertambah besar luka tembak keluar.
e. Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut
terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat
robekan tambahan, sehingga akan memperbesar luka tembak
keluarnya.
f. Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari
luka tembak masuk, hal ini disebabkan (Idries, 1997) :
g. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar
berkurang, sehingga kerusakannnya, akan lebih kecil, perlu
diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan
kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan
kecepatannya.
h. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah
dimana peluru akan keluar, yang berarti menghambat kecepatan
peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan luka tembak masuk.

8
Luka tembak keluar di daerah kepala dapat seperti bintang (stellate) .
Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat tembakan dimana
tenaganya diteruskan ke segala arah, fragmen-fragmen tulang yang
terbentuk turut terdorong keluar dan menimbulkan robekan-robekan baru
yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier (Idries, 1997).
Beberapa variasi luka tembak keluar seperti luka tembak keluar
sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga
peluru tersebut hampir habis atau ada penghalang yang menekan pada
tempat dimana peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya
berbentuk celah, dan tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit pada
celah tersebut. Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru
yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena:
a. Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka
tembak keluar.
b. Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut
terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya
peluru.
c. Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk
(tandem bullet injury), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut
berpisah dan keluar melalui tempat yang berbeda.

Gambar 1. Luka Tembak Masuk dan Luka Tembak Keluar

9
Tabel 2.1 Perbedaan Luka Tembak Masuk dan Luka Tembak Keluar
(Chadha, 1995)
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Ukurannya kecil, karena peluru Ukurannya lebih besar dan lebih
menembus kulit seperti bor dengan tidak teratur dibanding luka
kecepatan tinggi tembak masuk, karena kecepatan
peluru berkurang sehingga
menyebabkan roekkan jaringan
Pinggiran luka melekuk ke arah Pinggiran luka melekuk keluar
dalam karena peluru menembus peluru menuju keluar
kulit dari luar
Pinggiran mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami
tidak mengalami abrasi
Bisa tampak kelim lemak Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk ke dalam luka, Tidak ada
dibawa oleh peluru yang masuk
Pada luka bisa tampak hitam, Tidak ada
terbakar, kelim tato atau jelaga
Pada tulang tengkorak, pinggiran Tampak seperti gambaran mirip
luka bentur bagus kerucut
Bisa tampak berwarna merah Tidak ada
terang akibat adanya zat karbon
monoksida
Disekitar luka terdapat kelim Tidak ada
ekimosis
Perdarahan hanya sedikit Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisa Tidak ada
aktivitas neutron mengungkapkan
adanya lingkaran timah atau zat
besi disekitar luka

2.3 Mekanisme Luka Tembak


Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada
trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi
akibat adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Keruskan yang
terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga
akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainnya.
Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru kesuatu jaringan
sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur

10
pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih
besar dari diameter peluru (Algozi, 2011).
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang
menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi
jika terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan
mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. Dengan
adanya peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan
gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter
rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil
sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ
dengan konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada
organ berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi
(Algozi, 2011).

2.4 Patologi Akibat Luka Tembak


2.4.1 Akibat Anak Peluru (Bullet Effect)
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
kecepatan, posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh, bentuk dan
ukuran peluru, dan densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk. Peluru
yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka
yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya
lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila
peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ
tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena
tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase
diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan
dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong, hal
tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke
seluruh bagian (Knight, 1996).
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru
(Knight, 1996).

11
a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang.
b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan.
c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang
beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan
tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring).
d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan
diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan
melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari
diameter peluru.
e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau
robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan
oleh adanya elastisitas dari jaringan.
f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim
lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah.
g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat
diketahui dari bentuk kelim lecet.

h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk


dari arah tersebut.
i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai
pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim
kesat atau kelim lemak (grease ring atau grease mark).
j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka
bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di
bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka
sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang
terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga
robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang.
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara
diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak
lurus dengan arah masuknya peluru.
l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan

12
robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze.
m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk
bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter
wound.
2.4.2 Akibat Butir-Butir Mesiu (Gunpowder Effect): Tatu, Stiplin
a. Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan
masuk ke dalam kulit.
b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak
berbintikbintik hitam dan bercampur dengan perdarahan.
c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-
bintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar.
d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm.
e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit,
tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida,
sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan selulosa nitrat
yang dicampur dengan karbon dan grafit.

2.4.3 Akibat Asap (Smoke Effect): Jelaga


a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka
terbentuk asap atau jelaga.
b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%),
Nitrogen 35%, CO 10%, Hydrogen sulfide 3%, Hydrogen 2% serta
sedikit Oksigen dan Methane.
c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit.
d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm.
e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada
permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang.

2.4.4 Akibat Api (Flame Effect): Luka Bakar


a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas
yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar
(scorching, charring).
b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan

13
terbakar.
c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15
cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya
sekitar 7,5 cm

2.4.5 Akibat Partikel Logam (Metal Effect): Fouling


a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka
sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan
partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut.
b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet
atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban.
c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada
pakaian korban.

2.4.6 Akibat Moncong Senjata (Muzzle Effect): Jejas Laras


a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak
tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian
menempel (soft contact).
b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada
bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang).
c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh
tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup
kuat antara kulit dan moncong senjata.
d. Jejas laras dapat pula terjadi jika sipenembak memukulkan moncong
senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini
jarang terjadi.
e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka,
sedangkan pada soft contact, jejas laras tersebut akan tampak sebagian
sebagai garis lengkung.
f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim
tatu, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft
contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara
moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan

14
kelim tatu.

2.5 Jarak Luka Tembak


Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai jarak.
Untuk kepentingan medikolegal penentuan jarak luka tembak ini sangat
penting. Jarak luka tembak dibagi atas 4 yaitu:
1) Luka Tembak Tempel (Contact Wounds)
Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka masuk biasanya
berbentuk bintang (stellate) karena tekanan gas yang tinggi waktu mencari
jalan keluar akan merobek jaringan. Pada luka didapati jejas laras, yaitu
bekas ujung laras yang ditempelkan pada kulit. Gas dan mesiu yang tidak
terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar CO yang tinggi dalam
jaringan luka. Luka tembak tempel biasanya didapati pada kasus bunuh diri.
Oleh karena itu sering didapati adanya kejang mayat (cadaveric spame).
Luka tembak tempel sering didapati di pelipis, dahi, atau dalam mulut
(Amir, 2011).
Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri: luka berbentuk
bundar dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di daerah dahi
mempunyai ciri: luka berbentuk bintang dan terdapat jejas laras. Luka
tembak tempel di dalam mulut mempunyai ciri : luka berbentuk bundar dan
kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras (Idries, 1997).

Gambar 2. Luka tembak tempel

2) Luka Tembak Dekat (Near Wound)


Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan lubang luka,
cincin memar dan tatu disekitar luka masuk. Biasanya karena pembunuhan.

15
Pada luka tembak penting sekali memeriksa baju korban. Harus dicocokkan
apakah lubang ditubuh korban setentang dengan lubang dipakaian. Dalam
hal ini baik pada luka tembak dekat, sangat dekat, dan juga luka tembak
tempel, perlu diperhatikan kemungkinan tertinggalnya materi-materi asap
dan tatu dipakaian korban, karena pada tubuh korban hanya didapati luka
dengan cincin memar yang memberikan gambaran luka tembak jauh. Oleh
karena itu bila korban luka tembak tidak memakai pakaian, jangan
menentukan jarak luka tembak sebelum memeriksa pakaiannya (Amir,
2011).

Gambar 3. Luka Tembak Jarak Dekat

3) Luka Tembak Sangat dekat (Close Wound)


Luka tembak masuk jarak sangat dekat sering disebabkan
pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat (± 15 cm), maka akan didapati
cincin memar, tanda- tanda luka bakar, jelaga dan tatu disekitar lubang luka
masuk. Pada daerah sasaran tembak didapati luka bakar karena semburan
api dan gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tatu akibat mesiu yang tidak
terbakar dan luka tembus dengan cincin memar dipinggir luka masuk
(Amir, 2011).

16
Gambar 4. Luka Tembak Jarak Sangat Dekat

4) Luka Tembak Jauh (Distand Wound)


Disini tidak ada kelim tatu, hanya ada luka tembus oleh peluru dan
cincin memar. Jarak penembakan sulit atau hampir tak mungkin ditentukan
secara pasti. Tembakan dari jarak lebih dari 70 cm dianggap sebagai
tembakan jarak jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak mencapai sasaran
lagi (Amir, 2011).

Gambar 3. Luka Tembak Jarak Jauh

17
Tabel 2.2 Perbedaan Jarak Luka Tembak (Sampurna, 2008)

Tempel Sangat Dekat Jauh


Dekat
Anak Peluru Lubang + + + +
Lecet + + + +
Kesat + + + +
Mesiu Utuh Tatto + +
Mesiu Terbakar Jelaga +
Gas Panas Api +
Laras Jejak +
Laras
Jarak kira-kira (cm) 20-30 50-60 >50

2.6 Arah Proyektil

Bentuk luka tembak masuk akibat proyektil yang amsuk kurang-lebih tegak
lurus terhadap kulit adalah relatif bundar. Sedangkan peluru yang masuk miring,
maka kelim lecet akan berbentuk bulat lonjong dengan arah sesuai dengan sumbu
panjnagn kelim lecet. Arah berjalannya proyektil dapat diketahui dengan melihat
bentuk kelim lecetnya dan kemudian sudut masuknya dihitung dengan rumus:
Sin (sudut masuk) = sumbu pendek : sumbu panjang
Arah masunya proyektil juga dapat diketahui dengan melihat saluran
lukanya, yaitu lintasan dari luka tembak masuk ke luka tembak keluar.Pencatatan
tinggi luka tembak masuk dan luka tembak keluar dapat digunakan untuk
menghitung sudut datangnya peluru terhadap bidang horiszontal. Selain itu ukuran
tersebut dapat digunakan untuk kepentingan rekonstruksi (Sampurna, 2008).

2.7 Pemeriksaan Luka Tembak

1) Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance
Shotgun Wound): akan tampak kelainan yang disebabkan oleh
komponen-komponen yang keluar sewaktu penembakan, yaitu:
mesiu,api,asap,pellet,dan sumbat peluru (wad). (Idries, 2011)
2) Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat

18
membantu didalam menentukan arah tembakan dan sikap korban
sewaktu penembakan, yang pada umumnya akan memberikan
gambaran yang variabel akan tetapi pada umumnya lukanya berbentuk
bundar atau oval dengan tepi yang terangkat keluar (everted margins).
(Idries, 2011)
3) Pemeriksaaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan,
kelainan yang didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma
mekanis dan thermis. Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan
tampaknya pendarahan serta butir-butir mesiu, nekrosis koagulatif dan
sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel basal, demikian pula dengan
piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan H.E > akan lebih
banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah merupakan
kelainan yang dapat ditentukan pada pemeriksaan mikroskopis. (Idries,
2011).
Luka tembak masuk sebaiknya di eksisi dan disimpan dalam formalin
10% dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan
mikroskopis. Pada jaringan luka tembak masuk bisa ditemui sisa-sisa mesiu
berupa pigmen-pigmen hitam atau serat-serat pakaian (Amir, 2011).
4) Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
Prinsipnya adalah dapat dideteksi unsur-unsur yang terdapat
dalam mesiu, misalnya: pada smokeless goundpowder dapat didetksi
nitrit dan cellulose nitrate, sedangkan pada black powder black
gunpowder yang dapat dideteksi adalah korban, nitrit, sulfide, sulfat,
karbonat, tiosianat, dan tiosulfat, dan tiosulfat sedangkan pada senjata
yang lebih modern timah hitam, antimony dan merkuri. (Idries, 2011).
Selain unsur-unsur kimia yang berasal dari mesiu dapat pula
ditemukan unsur-unsur yang berasal dari laras senjata dan anak peluru,
yaitu : timah hitam, antimony, nikel, tembaga, bismuth, perak, dan
thalium. (Idries, 2011).
5) Pemeriksaan dengan radiologis dengan sinar-X ini dapat banyak
membantu didalam hal mencari anak peluru dan partikel logam dalam

19
tubuh korban, menentukan apakah korbagn merupakan korban
penembakan dengan senjata api yang tidak beralur dan pada kasus
khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari jumlah luka
tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur (tandem
bullet injury). (Idries, 2011). Bila memungkinkan korban difoto Rontgen
terlebih dahulu untuk memastikan saluran luka dan letak peluru (kalau ada)
serta arah pecahan tulang. Tapi di Indonesia biasanya sarana ini tidak ada
dibagian forensik.
6) Bentuk luka harus dilukis teliti, bila perlu dengan foto close-up. Luka
tembak masuk dan keluar digambarkan dengan membuat proyeksi luka
kebagian tengah tubuh dan ketumit setentang. Ini dapat dipakai untuk
merekonstruksi arah tembakan.

7) Jumlah luka. Lihat juga kemungkinan anak peluru yang sama mengenai
bagian tubuh yang lain. Satu peluru bisa membuat 2 luka masuk dan
2 luka keluar, misalnya dari lengan luar menembus lengan dalam dan
masuk lagi ke dada dan keluar di tempat lain.
8) Luka dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan sabun. Kapas
tidak dibuang tapi diserahkan kepada penyidik. Jelaga akan terhapus,
sementara tatu tetap ada. Penyebarannya dilukis atau difoto. Lihat
kemungkinan luka bakar. Partikel mesiu diambil dengan parafin, bila
perlu diambil dengan plester lebar. Semua ini penting untuk jarak
tembakan.
9) Perhatikan saluran luka waktu autopsi dan letak perdarahan.
10) Cari peluru dan ambil hati-hati tanpa membuat goresan. Bila tertanam
di tulang, tulangnya dipotong (jangan coba-coba menariknya dari
tulang) dan dikirim ke Laboratorium.

2.8 Penyebab Kematian Akibat Luka Tembak


Mekanisme mati dapat berupa kerusakan pada susunan saraf pusat,
kerusakan kardiovaskular, perdaranan dan/atau infeksi (Sampurna, 2008).
Perdarahan luas dan banyak dapat terjadi didalam rongga tubuh atau diluar

20
rongga tubuh. Volume darah ada kira-kira 7-10% atau 1/3 dari berat badan.
Kehilangan darah sebanyak 1/3 bagian dari volume darah tubuh secara tiba-
tiba dapat menyebabkan kematian. Kehilangan darah yang demikian ini
mengakibatkan syok dan meninggal bila tidak dilakukan penanganan yang
tepat dan cepat, sedangkan kehilangan darah secara perlahan-lahan tidak
begitu membahayakan oleh karena tubuh dapat mengkompensasi.
Perdarahan didalam rongga tubuh karena luka tembak sering mengenai
organ-organ dalam, jika dijumpai lebih dari satu, maka harus ditentukan
yang mana yang menyebabkan kematian korban (Amir, 2011).

2.9 Senjata Api

2.9.1 Definisi Senjata Api

Senjata api adalah senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan


mesiu untuk melontarkan proyektil (peluru) yang berkecepatan tinggi
melalui larasnya. Senjata api memiliki beberapa komponen penyusun, yaitu
pegas pelatuk, selongsong, laras dan proyektil. Alat penarik pelatuk
memiliki berbagai ukuran trigger pull yaitu jumlah tenaga yang dibutuhkan
untuk memberikan tarikan pada trigger agar senjata meletus dan
menghasilkan tenaga yang mendorong proyektil keluar. Selongsong peluru
merupakan tempat mesiu dan proyektil. Pada bagian pangkalnya terletak
trigger dimana pembakaran dimulai. Laras merupakan tabung silinder
tempat berjalannya proyektil yang ditembakkan. Bagian dalam laras senjata
api peluru tunggal dibuat beralur dan berputar agar proyektil yang melewati
laras akan terpengaruh sehingga bergerak memutar seperti bor atau
giroskopis. Kaliber laras sama dengan kaliber proyektil yang dinyatakan
dalam ukuran inci atau millimeter. Karena proyektil melewati bagian dalam
laras maka akan timbul goresan pada proyektil, yang akan selalu sama pada
setiap proyektil yang keluar dari laras tersebut (Amir, 2011).
Dalam kasus luka tembak sangat penting untuk mengetahui dari
senjata api mana peluru tersebut ditembakkan. Selongsong juga berguna
untuk identifikasi. Walaupun dokter tidak melakukan pemeriksaan terhadap
peluru, tetapi peranan dokter akan mempengaruhi hasil pemeriksaan benda

21
bukti di laboratorium, karna dokter yang kurang hati-hati bisa membuat
goresan baru yang akan mengacaukan pemeriksaan identifikasi peluru. Oleh
karena itu jangan mengambil anak peluru maupun selongsong dengan
menggunakan alat-alat seperti: tang, obeng, pinset, scapel dan lain-lain,
karena alat tersebut akan menimbulkan goresan yang dapat mengacaukan
pemeriksaan.

2.9.2 Jenis Senjata Api


1) Berdasarkan panjang laras, dikenal 2 jenis senjata api:
a. Senjata api berlaras pendek, disebut juga senjata api genggam
seperti revolver, pistol.
 Revolver biasa dipakai anggota kepolisian, biasanya kaliber
38 dengan alat penyimpan patrum berupa silinder yang dapat
berputar dengan metode single action dimana picu ditarik
kebelakang sebelum ditembak dan double action dengan
langsung menarik pelatuk (Amir, 2011).
 Pistol dengan penyimpan patrum berupa magasin yang
memuat 5-10 patrum ada 3 model, pistol repetir, semi
automatik, dan automatik. Pistol jenis ini biasanya dipakai
anggota militer (Amir, 2011).
b. Senjata api berlaras panjang, seperti senjata api berburu dan
senjata api militer.
2) Berdasarkan alur laras, dikenal 2 jenis yaitu:
a. Laras tidak beralur (Smooth Bore)
Senjata api jenis ini dapat melontarkan proyektil dalam jumlah
banyak pada satu kali tembakan.

b. Laras beralur (Rifled Bore)


Agar proyektil dapat berjalan stabil dalam lintasannya,
permukaan dalam laras dibuat beralur spiral dengan diameter
yang sedikit lebih kecil dari diameter proyektil, sehingga
proyektil yang didorong oleh ledakan mesiu saat melalui laras
dipaksa bergerak maju sambil berputar sesuai dengan porosnya.

22
Hal ini akan menghasilkangaya sentripental sehingga proyektil
stabil dalam lintasannya setelah terlepas dari laras (Budiyanto,
1997).
Di dalam dunia kriminal, senjata api yang biasa dipergunakan adalah
senjata genggam beralur (rifling), sedangkan senjata api dengan laras
panjang dan senjata yang biasa dipakai untuk olahraga berburu yang
larasnya tidak beralur jarang dipakai untuk maksud kriminal. Alur
mengimpartasikan putaran rotasi proyektil ketika meluncur dalam laras.
Kegunaan putaran ini adalah untuk menstabilkan peluncuran proyektil
ketika ditembakkan ke udara dan menjaga kejatuhannya (Idries, 1997).

Senjata genggam yang banyak dipergunakan untuk maksud kriminal


dapat dibagi dalam 2 kelompok, dimana dasar pembagian berikut adalah
arah perputaran alur yang terdapat dalam laras senjata (Idries, 1997).
1) Senjata api dengan alur ke kiri yaitu: dikenal dengan senjata api tipe
COLT, kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,36; 0,38; 0,45,
dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban, yaitu
adanya goresan dan alur yang memutar kearah kiri bila dilihat dari bagian
basis anak peluru.
2) Senjata api dengan alur ke kanan yaitu: dikenal sebagai senjata api tipe
Smith & Wesson (tipe SW), kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber
0,22; 0,36; 0,38; 0,45; 0,46, dapat diketahui dari anak peluru yang
terdapat pada tubuh korban, yaitu adanya goresan dan alur yang memutar
kearah kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru.
Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et
repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah pistol atau revolver, oleh
karena perkataan pistol mengandung pengertian bahwa senjatanya
termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak
peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan.
Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa penembakannya, maka yang
akan disampaikan adalah: senjata api kaliber 0,38 dengan alur ke kiri dan
sebagainya (Idries, 1997).

23
2.9.3 Jenis Proyektil (Peluru)
Proyektil yang digunakan dapat berupa penabur atau mimis dan peluru
tunggal. Terdapat beberapa jenis peluru tunggal, yaitu:
a. Peluru timah bulat.
b. Peluru timah bulat lonjong.
c. Peluru bulat lonjong berselubung tembaga setengah.
d. Peluru bulat lonjong berselubung tembaga penuh.
e. Peluru khusus.

24
BAB 3
PENUTUP

Luka tembak adalah luka yang disebabkan karena adanya penetrasi peluru
kedalam tubuh yang diproyeksikan lewat senjata api, umumnya ditandai dengan
luka masuk kecil dan dapat disertaimdengan lika keluar yang lebih besar. Luka ini
biasanya juga disertai dengan kerusakan pembuluh darah, tulang dan jaringan
disekitarnya.
Terdapat berbagai jenis senjata yang dapat didasarkan pada berbagai macam
hal, antara lain berdasarkan tenaga pendorong yang terdiri dari senjata api dan
senjata angin. Berdasarkan cara penggunaannya senjata genggam, dapat juga
didasarkan pada bentuk permukaaan dalam laras yaitu senjata berlaras rata dan
senjata beralur melingkar.
Mekanisme terjadinya senjata, baik senjata angin atau senjata api pada
prinsipnya sama yaitu memanfaatkan tekana tinggi dari udara atau gas untuk
melontarkan anak proyektil atau anak peluru keluar dari laras dengna kecepatan
tinggi. Tekanan tinggi tersebut dapat berasal dari gas CO2 atau pembakaran mesiu.

25
DAFTAR PUSTAKA

Amir, A. 2011. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan: Fakultas


Kedokteran Univertas Sumatera Utara.
Algozi. 2011. Luka Tembak. www.fk.uwks.ac.id/lukatembak.
Budyanto, Arif. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik FK UI.
Chadha, V.P., 1995. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi
Di Maio, V.J.M. 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms,
Ballistics, and Forensic Techniques.Second Edition. New York : CRC
Press.
Donoghue ER, Kalelkar MB, Richmond JM, Teas SS. Atypical gunshot
wounds of entrance:an empirical study. J Forensic Sci1984;29:379–388
Hueske E. 2006. Firearms and Tool Mark The Forensic Laboratory Handbooks,
Practice and Resource
Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta:
Binarupa Aksara; p.131-168.
Knight, Bernard. 2013.. Forensic pathology.Second Edition.
London;Arnold:231-241
Sampurna, Budi. 2008. Peranana Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum:
Sebuah Pengantar. Jakarta
Tsokos, Michael. 2008. Forensic Pathology Reviews. Volume 5.
Berlin,Germany;Humana Press:139-149

26

Anda mungkin juga menyukai