Anda di halaman 1dari 3

Nama : Utami Istiqomah

NIM : 1604046009
Tugas : UTS MKSP
Kelas : TP-i

Konflik agama, Soloraya jadi percontohan penanganan konflik antarumat beragama.

Solopos.com, SOLO–Kapolda Jateng menyoroti kasus konflik antar agama yang


terjadi di Dukuh Bentangan, Desa Doplang, Teras, Boyolali antara warga dan salah
satu Ormas dan perusakan Gereja Katolik Santo Yusuf di Jogonalan, Klaten. Polda
akan menyelesaikan kasus tersebut dengan melibatkan kapolres.
Kapolda Jateng, Irjen Condro Kirono, mengatakan menyelesaikan kasus
berkaitan dengan agama tidak mudah seperti penanganan kasus lainnya. Perlu strategi
khusus dan keputusan yang tepat agar tidak memicu konflik menjadi lebih besar.
“Butuh tantangan besar untuk menyelesaikan kasus konflik agama. Kami sudah
meminta kepada semua polres untuk sigap dan tegas dalam menangani kasus,” ujar
Condro seusai menjadi pembicara seminar kerukunan antar umat di Novotel Hotel
Solo, Jumat (12/8/2016).
Polri, lanjut dia, tidak bisa sendiri menyelesaikan kasus konflik antar umat
beragama. Keterlibatan tokoh agama, pemerintah daerah, dan lainnya sangat
diperlukan ketika ada temuan kasus.
Menurut dia, di Jateng memiliki potensi besar gesekan antar umat beragama.
Maka dari itu, pihaknya membentuk Forum Group Discusion (FGD) yang
beranggotakan pemuka umat beragama, kapolres diseluruh wilayah Jateng, hingga
pemerhati kerukunan umat beragama.
“Dalam grup tersebut akan diberikan standar operational prosedur (SOP) untuk
menangani gesekan-gesekan yang sering terjadi. Saya akan menjadikan Soloraya
sebagai percontohan dalam menerapkan penyelesaian konflik agama dengan
membentuk FGD,” kata dia.
Penerapan FGD itu, lanjut dia, nantinya akan diterapkan semua di daerah Jateng.
Menjadikan Soloraya sebagai daerah percontohan dalam menangani konflik antar
agama dengan FGD, bukan karena besarnya potensi konflik tetapi karena dinilai
sudah siap.
“Tugas utama tokoh masyarakat nanti menyebarkan ujaran kedamaian ke pada
umatnya masing-masing melalui medsos [media sosial], hingga menggunakan
aplikasi chat,” kata dia.
Menurut dia, ujaran kedamaian untuk melawan ujaran kebencian yang sering
ditemukan dalam konflik agama untuk memicu kerusuhan. Ia berharap dengan
dibentuknya FGD Jateng menjadi damai dan tidak ada lagi konflik agama.
“Kerukunan umat berama itu sangat penting untuk menjaga kedaulan negara. Pendiri
negara Indonesia sudah menjadikan agama sebagai dasar utama membangun bangsa
sehingga harus dipatuhui,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Desk Khusus Beragama dan Berkeyakinan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pusat, Muhammad Subhi, mengatakan
di 2015 ada empat kasus konflik agama di Jateng yang masuk ke Komnas HAM.
Empat kasus itu yakni di Rembang, Wonosobo, Kendal, dan Tegal. Untuk tahun ini
belum ada laporan masuk terkait kasus konflik antar umat beragama.
“Kami mendukung Kapolda Jateng membuaf FGD untuk menangani konflik
antar umar beragama. Namun, yang harus menjadi catatan adalah jangan sampai
ketika ada kasus dalam menanganinya terjadi pelanggaran HAM,” kata dia.

Cara menyelesaikan masalah/konflik tersebut

Perlu dicari tokoh masyarakat yang dipercaya dan dihormati oleh pihak-pihak
yang berkonflik, untuk berusaha menghentikan konflik (conflict intervention), melalui
lobi-lobi, negosiasi, diplomasi. Hal ini merupakan usaha peace making.
Dalam usaha untuk mengembangkan adanya perdamaian yang lestari, atau
adanya rekonsiliasi, maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga sebaiknya adalah
mediasi dan bukan arbitrase. Dalam arbitrase, pihak ketiga (pendamai) yang dipercaya
oleh pihak-pihak yang bertentangan/berkonflik itu, setelah mendengarkan masing-
masing pihak mengemukakan masalahnya, maka si arbitrator “mengambil keputusan
dan memberikan solusi atau penyelesaiannya, yang “harus” ditaati oleh semua pihak
yang berkonflik.
Penyelesaian konflik melalui jalan arbitrase mungkin dapat lebih cepat
diusahakan, namun biasanya tidak lestari. Apalagi kalau ada pihak yang merasa
dirugikan, dikalahkan atau merasa bahwa kepentingannya belum diindahkan.
Sebaliknya, mediasi adalah suatu cara intervensi dalam konflik, di mana mediator
(fasilitator) dalam konflik ini juga harus mendapat kepercayaan dari pihak yang
berkonflik. Tugas mediator adalah memfasilitasi adanya dialog antara pihak yang
berkonflik, sehingga semuanya dapat saling memahami posisi maupun kepentingan
dan kebutuhan masing-masing, dan dapat memperhatikan kepentingan bersama.
Jalan keluar atau penyelesaian konflik harus diusulkan oleh atau dari pihak-pihak
yang berkonflik. Mediator sama sekali tidak boleh mengusulkan atau memberi jalan
keluar/penyelesaian, namun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk dapat mengusulkan atau menemukan
jalan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Mediator tidak boleh
memihak, harus “impartial”, tidak bias, dsb.
Mediator harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan stakeholders, yaitu
mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik, tetapi juga mempunyai
kepentingan-kepentingan dalam atau atas penyelesaian konflik itu. Kalau stakeholders
belum diperhatikan kepentingannya atau kebutuhannya, maka konflik akan dapat
terjadi lagi, dan akan meluas serta menjadi lebih kompleks dan dapat berlangsung
dengan berkepanjangan.
Konflik antarumat beragama itu di Indonesia akhir-akhir ini rupa-rupanya sengaja
dibuat atau direkayasa oleh kelompok tertentu atau kekuatan tertentu untuk
menjadikan masyarakat tidak stabil. Ketidakstabilan masyarakat ini dapat
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis maupun ekonomis, oleh berbagai pihak. Hal
ini sangat berbahaya, karena konflik horizontal dapat dimanipulasi menjadi konflik
vertikal, sehingga menimbulkan bahaya separatisme dan disintegrasi nasional atau
disintegrasi bangsa.
Untuk menghadapi masalah-masalah konflik dengan kekerasan yang melibatkan umat
berbagai agama dalam suatu masyarakat, diperlukan sikap terbuka dari semua pihak,
dan kemampuan untuk memahami dan mencermati serta menganalisa sumber-sumber
konflik. Demikian juga diperlukan adanya saling pengertian dan pemahaman
kepentingan masing-masing pihak, agar dapat mengembangkan dan melihat
kepentingan bersama yang lebih baik sebagai prioritas, lebih daripada kepentingan
masing-masing pihak yang mungkin bertentangan.

Anda mungkin juga menyukai