Anda di halaman 1dari 17

TUGAS REFARAT

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI DAN NON


FARMAKOGI PENYAKIT HIPERTENSI

KELOMPOK 3

ALFITRA SALAM 70600117035


IZDIHAR HAFIZHAH AZ-ZAHRA 70600117036
APRIANI 70600117037
ST HADIJA 70600117038
MULKIYAH ZUL FADHILAH 70600117039
ASNIAR 70600117040
RISKY AWALIA H 70600117041
A. BESSE HANAN MARFU’AH 70600117044
CANI HASIM 70600117046
VIVI APRILLIA FADILA 70600117048
NUR INTAN CAHYANI 70600117049
NAMIRAH 70600117050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019

1
DAFTAR ISI
Sampul........................................................................................................ 1

Daftar isi .................................................................................................... 2

PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

Terapi nonfarmakologi ............................................................................ 4

Farmakologi .............................................................................................. 6

Obat antihipetensi .................................................................................... 14

Daftar pustaka ........................................................................................... 17

2
A. PENDAHULUAN
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal
atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan
JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih.2
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan
lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet,
kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.4
b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.


Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain – lain.

2. Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan


morbiditas yang berhubungan dengan kerusakn organ target seperti penyakit
kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal.1
Target nilai tekanan darah yang direkomendasikan dalam JNC VII :
1. Kebanyakan pasien < 140/90 mmHg
2. Pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg
3. Pasien dengan penyakit ginjal kronik < 130/80 mmHg

3
B. TERAPI NON FARMAKOLOGI5
1. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-
33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian obesitas harus
dikendalikan dengan menurunkan berat badan.
2. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram ( 1 sendok teh ) per hari pada saat
memasak
3. Ciptakan suasana rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat menontrol
sistem syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3 4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menrnbah kebugaran dan
memperbaiki olisme tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah.
5. Berhenti merokok
Merorokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses
artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan
erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh
pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan
darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.

4
Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan
merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut:
a. Inisiatif Sendiri Banyak perokok menghentikan kebiasannya atas inisiatif
sendiri, tidak memakai pertologan pihak luar. Inisiatif sendiri banyak
menarik para perokok karena hal-hal berikut :
1. Dapat dilakukan secara diam-diam.
2. Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan.
3. Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan.
4. Tidak memakai ongkos.
b. Menggunakan Permen yang mengandung Nikotin Kencanduan nikotin
membuat perokok sulit meninggalkan merokok. Permen nikotin mengandung
cukup nikotin untuk mengurangi penggunaan rokok. Oi negara-negara
tertentu permen ini diperoleh dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu
untuk menggunakan permen ini. Selama menggunakan permen ini penderita
dilarang merokok. Oengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti
merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan.
c. Kelompok Program Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan
kelompok untuk dapat berhenti marokok. Para anggota kelompok dapat
saling memberi nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang
berhasil, tetapi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri rapat-
rapat seringkali menyebabkan enggan bergabung.
6. Mengurangi konsumsi alcohol dan konsumsi alkohol berlebihan.
a. Laki-Iaki Tidak lebih dari 2 gelas per hari
b. Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari

5
C. FARMAKOLOGI5
Bagian Alur Pengobatan Hipertensi :

1. Diuetik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(melalui urin), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi ingan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan
sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
2. Menghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis
(syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk
dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan
reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan
sel darah merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan
kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini
jarang digunakan.

6
3. Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat
golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol.
Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga
dapat membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
4. Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan
hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah
pusing dan sakit kepala.
5. ACE-1
Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah). Contoh obat yang
termasuk golongan ini adalah captopril. Efek samping yang sering timbul adalah
batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7. Penghambat reseptor angiotensin II
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II
pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-
obatan yang termasuk .golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang
mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

Tatalaksana hipertensi dengan obat anti hipertensi yang dianjurkan:

7
a. Diuretik: hidroclorotiazid dengan dosis 12,5 - 50 mg/hari
b. Penghambat ACE atau penghambat reseptor angiotensin II : Captopril 25 - 100
mmHg
c. Penghambat kalsium yang bekerja panjang : nifedipin 30 - 60 mg/hari
d. Penghambat reseptor beta: propanolol 40 - 160 mg/hari
e. Agonis reseptor alpha central (penghambat simpatis}: reserpin 0,05 - 0,25
mg/hari

Terapi kombinasi antara lain:

1. Penghambat ACE dengan diuretik


2. Penghambat ACE dengan penghambat kalsium
3. Penghambat reseptor beta dengan diuretik
4. Agonis reseptor alpha dengan diuretik

HIPERTENSI SEKUNDER5

1. Penyakit jantung koroner


a. Angina Pektoris Stabil
 Pasien dengan hipertensi dan angina pectoris stabil harus diberikan obat-
obatan yang meliputi :
 Betablocker, pada pasien dengan riwayat infark miokard
 ACEi / ARBs, bila terdapat disfungsi ventrikel kiri dan atau diabetes
mellitus
 Dan diuretic golongan tiazid bila diperlukan

 Bila terdapat kontraindikasi atau intoleransi terhadap pemberian betablocker,


maka dapat diberikan CCB golongan nondihidropiridin ( verapamil atau
diltiazem ), tetapi tidak dianjurkanbila terdapat disfungsi ventrikel kiri

 Bila angina atau hipertensi tetap tidak terkontrol, CCB kerja panjang
golongan dihidropiridin dapat ditambahkan pada obatobat dasar yaitu
betablocker, ACEi / ARBs dan diuretic tiazid. Pemberian kombinasi

8
betabloker dengan CCB non dihidropiridin, harus dilakukan secara berhati-
hati pada pasien penyakit jantung koroner simptomatik dengan hipertensi,
karena dapat menimbulkan gagal jantung dan bradikardi yang signifikan.

 Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila terdapat
disfungsi ventrikel, perlu adanya pemikiran untuk menurunkannya hingga <
130/ 80 mmHg. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, tekanan darah
harus diturunkan secara perlahan, dan harus berhati-hati bila terjadi
penurunan tekanan darah diastolik < 60 mmHg, karena akan berakibat pada
perburukan iskemia miokard.

 Tidak ada kontraindikasi khusus terhadap penggunaan antiplatelet,


antikoagulan, obat anti lipid atau nitrat pada tatalaksana angina dan
pencegahan kejadian kardiovaskular, kecuali pada krisis hipertensi, karena
dapat menyebabkan stroke perdarahan.

b. Angina pectoris tidak stabil / Infark miokard non elevasi segmen ST (IMA-
NST)
 Pada pasien angina pectoris tidak stabil atau IMA-NST, terapi awal untuk
hipertensi setelah nitrat adalah betablocker, terutama golongan
cardioselektive yang tidak memiliki efek simpatomimetik intrinsic. Pada
pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, pemberian betablocker dapat
ditunda sampai kondisi stabil. Pada pasien dengan kondisi gagal jantung,
diuretic merupakan terapi awal hipertensi.
 Bila terdapat kontraindikasi atau intoleransi pemberian betablocker, maka
dapat diberikan CCB golongan nondihidropiridin (verapamil, diltiazem),
tetapi tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri.
Bila tekanan darah atau angina belum terkontrol dengan pemberian
betablocker, maka dapat ditambahkan CCB golongan dihidropiridin kerja
panjang. Diuretik tiazid juga dapat ditambahkan untuk mengontrol tekanan
darah.

9
 Pada pasien dengan hemodinamik yang stabil, dengan :
a. riwayat infark sebelumnya
b. hipertensi yang belum terkontrol
c. gangguan fungsi ventrikrel kiri atau gagal jantung
d. diabetes mellitus
maka harus diberikan ACEi atau ARB
 Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila terdapat
disfungsi ventrikel, perlu adanya pemikiran untuk menurunkannya hingga <
130/ 80 mmHg. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, tekanan
darah harus diturunkan secara perlahan, dan harus berhati-hati bila terjadi
penurunan tekanan darah diastolik < 60 mmHg, karena akan berakibat pada
perburukan iskemia miokard.
 Tidak ada kontraindikasi khusus terhadap penggunaan antiplatelet
antikoagulan, obat anti lipid atau nitrat pada tatalaksana sindrom koroner
akut. Begitupula dengan pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol,
yang menggunakan antiplatelet atau antikoagulan, TD harus diturunkan
untuk mencegah perdarahan.

c. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-ST)


 Pada pasien IMA-ST, prinsip utama tatalaksana hipertensi adalah seperti
pada pasien dengan angina pectoris tidak stabil / IMA-NST, dengan ada
beberapa pengecualian. Terapi awal hipertensi pada pasien dengan
hemodinamik stabil adalah betablocker cardioselective, setelah pemberian
nitrat. Tetapi, bila pasien mengalami gagal jantung atau hemodinamik yang
tidak stabil, maka pemberian betablocker harus ditunda, sampai kondisi
pasien menjadi stabil. Dalam kondisi ini, maka diuretic dapat diberikan
untuk tatalaksana gagal jantung atau hipertensi.
 ACEi atau ARB harus diberikan pada sedini mungkin pada pasien IMAST
dengan hipertensi, terutama pada infark anterior, terdapat disfungsi venrikel
kiri, gagal jantung atau diabetes mellitus. ACEi telah terbukti sangat
menguntungkan pada pasien dengan infark luas, atau riwayat infark

10
sebelumnya. Gagal jantung dan takikardia. ACEi dan ARB tidak boleh
diberikan secara bersamaan, karena akan meningkatkan kejadian efek
samping.
 Aldosterone antagonist dapat diberikan pada pasien dengan IMA-ST
dengan disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung; dan dapat memberikan
efek tambahan penurunan tekanan darah. Nilai kalium darah harus
dimonitor dengan ketat. Pemberian obat ini sebaiknya dihindari pada pasien
dengan kadar kreatinin dan kalium darah yang tinggi ( kreatinin ≥ 2 mg/dL,
atau K ≥ 5 mEq/dL).
 CCB tidak menurunkan angka mortalitas pada IMA-ST akut dan dapat
meningkatkan mortalitas pada pasien dengan penurunan fungsi ventrikel
kiri dan atau edema paru. CCB golongan dihidropriridin kerja panjang
dapat diberikan pada pasien yang intoleran terhadap betablocker, angina
yang persisten dengan betablocker yang optimal atau sebagai terapi
tambahan untuk mengontrol tekanan darah. CCB golongan
nondihidropiridin dapat diberikan untuk terapi pada pasien dengan
takikardia supraventrikular tetapi sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan aritmia bradikardia atau gangguan fungsi ventrikel kiri.
 Tidak ada kontraindikasi khusus terhadap penggunaan antiplatelet,
antikoagulan, obat anti lipid atau nitrat pada tatalaksana sindroma koroner
akut. Begitupula dengan pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol,
yang menggunakan antiplatelet atau antikoagulan, TD harus diturunkan
untuk mencegah perdarahan.
2. penyakit jantung non koroner
a. Gagal Jantung
b. Fibrilasi Atrial
c. Hipertrofi Ventrikel Kiri

Pada pasien hipertensi dengan penyakit jantung, target tekanan


darah sistolik adalah < 140 mmHg
Diuretik, betablocker, ACEi, ARBs dan atau MRA merupakan obatyang

11
direkomendasikan pada pasien hipertensi dengan gagal jantung untuk
menurunkan mortalitas dan rehospitalisasi
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih baik,belum ada
data yang menyatakan obat antihipertensi per se atau obat tertentu yang jelas
manfaatnya. Akan tetapi tekanan darah sistolik perlu untuk diturunkan
hingga < 140 mmHg. Pengobatan
yang bertujuan untuk memperbaiki gejala (diuretic untuk kongesti,
betablocker untuk menurunkan laju nadi, dll) harus tetap diutamakan
Pemberian ACEi atau ARBs ( dan betablocker dan MRA, bila terdapat gagal
jantung) harus dipertimbangkan sebagai terapi antihipertensi pada pasien
dengan risiko terjadinya fibrilasi atrial atau yang berulang
Semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri direkomendasikan untuk
mendapat terapi antihipertensi
Pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri, perlu dipertimbangkan untuk
memulai terapi dengan obat yang terbukti dapat mengurangi hipertrofi
ventrikel kiri, seperti ACEi, ARBs dan CCB

d. Penyakit Arteri Perifer


 Pada aterosklerosis karotis, perlu dipertimbangkan pemberian ACEi dan
CCB, karena telah terbukti bahwa kedua obat ini dapat
memperlambatkan proses aterosklerosis dibandingkan dengan
betablocker dan diuretic
 Pada pasien dengan pulse wave velocity > 1o m/det, perlu
dipertimbangkan pemberian semua antihipertensi, sehingga tercapai
target tekanan darah sistolik < 140 mmHg yang menetap.
 Direkomendasikan untuk memberikan antihipertensi pada pasien
penyakit arteri perifer, dengan target tekanan darah sistolik < 140
mmHg, karena memiliki risiko tinggi terjadinya infark miokard, stroke,
gagal jantung atau kematian kardiovaskular.
 Walaupun memerlukan pengawasan lebih lanjut, pemberian etablocker
dapat dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit arteri perifer, karena

12
obat ini tidak terbukti berhubungan dengan eksaserbasi gejala penyakit
ini.
3. Hipertensi akibat kehamilan6
 Adapun terapi medikamentosa:
1. tirah baring
2. oksigen
3. kateter menetap
4. cairan intravena.
5. Magnesium sulfat (MgSO4).
Obat ini diberikan dengan dosis 10 cc MgSO4 40% secara intravena loading
dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 15
cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) selama 6 jam. Magnesium sulfat ini diberikan
dengan beberapa syarat, yaitu:
a. refleks patella normal
b. frekuensi respirasi >16x per menit
c. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
d. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum.

 Pemberian antihipertensi pada ibu hamil yaitu jika tekanan darah diastolik
>110 mmHg. Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10
mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin
ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai
kebutuhan.
4. Gangguan Ginjal terkait Obesitas pada Anak7
 penggunaan obat seperti angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors
atau angiotensin receptor blockers

13
BERBAGAI ANTIHIPEFTENSI

ORAL DENGAN DOSIS DAN SEDIAANNYA3

1. Antihiperteni Tahap Pertama

Jenis Obat Dosis Antihipertensi (mg/hari)


Awal Maksimal Frekuensi Sediaan
Pemberian
A. Diuretik
Diuretik tiazid dan sejenisnya
Hidroklorotiazid 12,5 25 1x Tablet 25 mg, 50 mg
Klortalidon 12,5 25 1x Tablet 50 mg
Bendrollumetiazid 2,5 5 1x Tablet 5 mg
Indapamid 1,25 2,5 1x Tablet 2,5 mg
Xipamid 10 20 1x Tablet 20 mg
Diuretik Kuat
Furosenamid
- biasa 20 (1x) 80 2x Tablet 40 mg
- lepas lambat 30 (1x) 60 2x Tablet 30 mg
Diuretik Hemat Kalium
Amilorid 5 (1x) 10 1-2x Tablet 5 mg
Spironolaktan 25 (1x) 100 1-2x Tablet 25 mg, 100 mg
B. Beta Bloker
Kardioselektif
Asebutolol 200 (1x) 800 2X Kapsul 200 mg, tablet 400
Atenolol 25 100 1X mg
Bisoprolol 5 10 1X Tablet 50 mg, 100 mg
Metoprolol Tablet 50 mg
- Biasa 50 (1X) 200 1-2X

14
- Lepas lambat 100 200 1X Tablet 50 mg, 100 mg
Tablet 100 mg
Nonselektif
Alprenolo 100 200 2x Tablet 50 mg
Karteolol 2,5 10 2-3x Tablet 5 mg
Nadolol 20 160 1x Tablet 40mg, 80 mg
Okspremolol
- Biasa 80 320 2x Tablet 40 mg, 80 mg
- Lepas lambat 80 320 1x Tablet 80 mg, 160 mg
Pindolol 5 (1x) 40 2x Tablet 5 mg, 10 mg
Propranolol 40 160 2x Tablet 10 mg, 40 mg
Timol 20 40 2x Tablet 10 mg, 20 mg
C. Penghambat
ACE
Kaptopril 25 100 2x Tablet 12,5 mg, 25, 50 mg
Lisinopril 5 20 1x Tablet 5 mg, 10, 20 mg
Enalapril 5 40 1-2x Tablet 5 mg, 10 mg
Benazepril 10(1x) 20 2x Tablet 10 mg
Delapril 15 60 2x Tablet 15 mg
Fosinopril 10 40 1x Tablet 10 mg
Kuinapril 5 (1x) 40 2x Tablet 0,5 mg, 1 mg
Perindopril 2 8 1x Tablet 4 mg
Ramipril 1,25 5 1x Tablet 1,25 mg, 2,5, 5 mg
silazapril 1,25-2,5 5 1x Tablet 2,5 mg
D. Antagonis
Kalsium
Verapamil
- Biasa 80 320 2x Tablet 80 mg
Diltidiazm
- Biasa 90 360 3x Tablet 30, 60 mg
- Lepas lambat 180 360 2x Kapsul 90, 180 mg

15
Nifedipin
- Biasa 15 30 3 Tablet 5, 10 mg
- Retard 20 40 2x Tablet 10, 20 mg
- Oros 30 30 1x Tablet 30 mg
Amiodipin 2,5 7,5 1x Tablet 5 mg
Felodipin 5 10 1x Tablet 5mg, 10 mg
Isradipin 2,5 10 2x Tablet 2,5 mg
Nikardipin
- Biasa 60 120 3x Tablet 20 mg
- Lepas lambat 80 160 2x Kapul 40 mg

2. Antihipertansi Tambahan

Jenis Obat Dosis Antihipertensi (mg/hari)


Awal Maksimal Frekuensi Sediaan
Pemberian
A. Adrenolitik
Sentral
Metildopa 250 1.000 2x Tablet 125 mg, 250 mg
Klonidin 0,075 0,6 2x Tablet 0,075 mg, 0,15 mg
Guanfasin 0,5 2 1x Tablet 1 mg
B. Pengahambat
Saraf Adrenergik
Reserpin 0,05 0,025 1x Tablet 0,1 mg, 0,25 mg
Rauwolfia 25 100 1x Tablet 50 mg, 100 mg
Guanetidin 10 50 1x Tablet10 mg, 10 mg
Guanadrei 10 50 2x Tablet 10 mg, 25 mg
C. Vasodilator
Langsung
Hidralazin 25 100 2-4x Tablet 25 mg, 50 mg

16
Minoksidil 2,5 40 1-2x Tablet 2,5 mg, 10 mg

Referensi :

1. Anonim. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi


Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 2006
2. Chobanian, et al.2003. The seventh report od the joint national committee (JNC). Vol
289. No.19. P 2560-70.
3. Ganiswarna S. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 321-322
4. Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. Pedoman Tatalaksana Hipertendi
pada Penyakit Kardiovaskular. Edisi Pertama. Indonesia. 2015
6. Sukfitrianty , Aswadi , Abdul M H.R. Faktor Risiko Hipertensi Pada Ibu Hamil Di
Rumah Sakit Hikmah Kota Makassar. Makassar: FKIK Uin Alauddin
Makassar;2016.8(1)
7. Sudung O. Pardede, Alvina C, Andriana J. Gangguan Ginjal terkait Obesitas pada
Anak. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia; 2017.18(6)

17

Anda mungkin juga menyukai