Anda di halaman 1dari 3

Brownies cookies ikan nila terbuat dari beberapa komponen bahan pangan yaitu tepung

terigu, daging ikan nila, coklat batangan (dark chocolate coumpound), coklat bubuk, telur,
margarin, gula pasir, vanili dan TBM (emulsifier). Tepung terigu berfungsi sebagai pembentuk
struktur dan tekstur pada brownies, pengikat bahan-bahan campuran lainnya dan
mendistribusikannya secara merata serta berperan dalam membentuk cita rasa (BSN 2009).
Daging ikan nila ditambahkan sebagai sumber protein, karena ikan nila mengandung protein
yang cukup tinggi sebesar 18,70% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 2004).
Fungsi penggunaan gula dalam pembuatan brownies adalah untuk membentuk rasa
manis, memperpanjang umur simpan, dan memberikan pengaruh kepada tekstur dan penampilan
(Khotijah 2015). Telur dalam pembuatan brownies berfungsi pembentuk struktur, pelembut dan
pengikat. Selain itu, juga berfungsi untuk aerasi yaitu kemampuan dalam menangkap udara
ketika proses pengocokan adonan sehingga udara dapat menyebar secara merata. Penambahan
margarin dalam pembuatan brownies bertujuan agar tekstur brownies tidak menjadi keras dan
lebih empuk dan meningkatkan cita rasa (Khotijah 2015).
Penggunaan coklat batang (dark chocolate coumpound) pada pembuatan brownies adalah
untuk memberikan rasa dan warna. Pengunaan coklat bubuk pada pembuatan brownies bertujuan
untuk memperkuat rasa, aroma, dan warna pada brownies (Khotijah 2015).
Vanili memiliki aroma yang harum dan banyak digunakan pada berbagai jenis makanan
dan minuman seperti es krim, coklat, kue, brownies dan biskuit (Yuliani 2008). TBM (emulsifier)
adalah merek dagang berfungsi memperbaiki tekstur cake menjadi lebih lembut. Komposisi
bahan kimianya yaitu mono dan digliserida. Biasanya ditambahkan saat pengocokan adonan telur
dan penggunaannya sekitar satu sendok teh untuk lima butir telur.

2.3.1 Penerimaan Bahan


Hal yang penting dalam penerimaan bahan baku adalah mempertahankan mutu kesegaran
ikan. Penerimaan bahan baku yang perlu dilakukan pertama adalah mengadakan penyortiran,
yaitu ikan yang masih segar dan baik dipisahkan dengan ikan yang telah rusak dan busuk,
kemudian dicuci sampai bersih sebelum dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan. Pencucian
sebaiknya dilakukan beberapa kali karena pencucian yang dilakukan hanya sekali kurang
menjamin kebersihannya. Menurut Junianto (2003) media yang digunakan untuk penangan ikan
diantaranya es, es ditambah garam, es ditambah es kering, air laut yang didinginkan dengan es,
air laut yang didinginkan secara mekanis dan udara dingin.

2.3.2 Penyiangan dan Pencucian


Penyiangan bertujuan untuk mendapatkan ikan yang bersih dari kepala, isi perut
(kotoran) dan ekor yang dapat menyebabkan kontaminasi. Proses penyiangan dilakukan secara
manual dengan menggunakan bantuan pisau, talenan dan ember. Ikan diambil satu persatu,
diletakan diatas talenan kemudian dipotong bagian kepala, ekor dan dikeluarkan isi perutnya
(Hapsari 2015). Penyiangan dengan suhu penyimpanan 0oC mampu memperpanjang waktu
simpan dan aman untuk dikonsumsi sampai hari ke 10 (Pandit dkk. 2007).
Proses penyiangan dapat dilakukan dengan cara dibelah dan dibuang isi perut dan
insangnya. Ikan dibelah dari punggung kemudian diteruskan sampai insang dan kepala tetapi
jangan sampai putus, seperti pembelahan bentuk “butterfly”, disiangi dengan cara menyobek
bagian perut ikan dalam posisi membujur di bagian bawah sisi luar perut mulai dari sirip dada ke
arah belakang sebelum sirip perut. Isi perut diambil dengan jari tangan (Susanto 2010).
Ikan yang sudah disiangi, langsung dicuci dengan air bersih (air PAM yang telah
diendapkan atau air tanah) yang mengalir sebanyak 4-5 kali sampai kotoran yang menempel
pada tubuh ikan hilang. Ikan yang sudah dicuci bersih ditempatkan dalam wadah (Susanto 2010).
Menurut Irawan (1997) tujuan pencucian untuk membebaskan ikan dari bakteri pembusuk.
Pencucian dilakukan dengan cara manual dengan bantuan ember, gayung dan air. Proses
penyiraman dilakukan dengan menyiramkan air bersih (Hapsari 2015). Air pencucian harus
sering diganti, tidak boleh sampai kotor dan keruh. Penambahan es secukupnya selama proses
pembuatan fillet dan pencucian ikan harus selalu dilakukan untuk menghambat proses
kemunduran mutu ikan. Suhu air pencucian yang bersuhu 5 oC dipertahankan dengan
menambahkan pecahan es (Waridi 2004).

2.3.3 Pengolahan
Ikan sebelum diolah difillet terlebih dahulu. Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (2006) menyatakan, fillet ikan sebagai suatu produk olahan hasil
perikanan dengan bahan baku ikan segar yang mengalami perlakuan penyiangan, penyayatan,
dengan atau tanpa pembuangan kulit, perapihan, pencucian, dengan atau tanpa pembekuan,
pengepakan dan penyimpanan segar atau beku. Ikan difillet secara cepat, cermat dan saniter
dengan tetap menjaga suhu pusat produk maksimal 5°C.

2.3.4 Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk
pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu
produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi
kemasan. Pengemasan mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi
produk terutama yang mudah mengalami kerusakan.
Latifah (2010) menyebutkan pengamasan merupakan salah satu proses dalam industri
yang memegang peranan penting dalam proses pengolahan. Pengemasan harus dilakukan dengan
benar, karena pengemasan yang salah sdapat mengakibatkan produk menjadi tidak memenuhi
syarat mutunya.

Anda mungkin juga menyukai