Anda di halaman 1dari 13

INOKULUM KHAMIR DALAM FERMENTASI WINE

(ANGGUR)
Wine (anggur)
Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang
difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur, menyebabkan
buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzim, ataupun nutrisi lain.
Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari tipe
tertentu. Khamir yang biasa digunakan pada pembuatan wine ini adalah Saccharomyces
cerevisiae. Yeast merupakan salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi
dan bersifat fermentatif yang tumbuh dalam cairan medium. Jenis fermentatif ini dapat
melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol. Yeast tersebut
akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah anggur dan mengubahnya menjadi
alkohol. Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada tipe
dari wine yang akan diproduksi (Wardhanu, Adha Panca, 2009).
Varietas anggur yang digunakan dalam pembuatan wine (anggur), yaitu Vitis Vinifera
dan Vitis Labrusca. Berikut ini ciri-ciri dari kedua jenis anggur, yaitu Vitis Vinifera memiliki
kulit tipis, rasa manis, dan segar. Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 300 m dari
permukaan laut beriklim kering, sedangkan Vitis Labrusca memiliki kulit tebal, rasa asam,
dan kurang segar. Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 900 m dari permukaan
laut (Wardhanu, Adha Panca, 2009).
Wine dapat terbagi menjadi empat tipe, yaitu (Ena, 2009):
1. Table Wine
Table wine adalah wine dengan kandungan alkohol rendah (kurang dari 14%).
Table wine biasanya disajikan bersama-sama makanan. Diberi nama table wine karena
umumnya dijumpai pada acara dinner, seperti red wine, ros wine, white wine.
2. Sparkling Wine
3. Fortified Wine
Fortified wine adalah wine yang ditambah dengan bahan lain. Contohnya
adalah Brandy, umumnya produk ini untuk memasak atau bumbu sebagai flavor
ekstra. Fortified wone mengandung alkohol 17 – 21%.
4. Aromated Wine

Mikroba yang digunakan dalam pembuatan wine (anggur)


Jenis mikroba yang digunakan dalam pembuatan wine ini adalah mikroorganisme
yang berperan dalam fermentasi anggur buah, yaitu golongan khamir dari genus
Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus Saccharomyces yang dapat
digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain Saccharomyces cerevisiae,
Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati (Ena, 2009).
Dari golongan khamir di atas, khamir yang banyak digunakan untuk fermentasi buah
anggur adalah Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae
varietas ellipsoideus biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini
mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada temperatur 30 oC. Selain itu,
khamir ini dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi, yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir jenis ini
juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa,
galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa. Fermentasi etanol oleh Saccharomyces
cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35 0C, proses ini dapat
berlangsung 35 – 60 jam (Ena, 2009).
Taksonomi Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai berikut (Anonim1, 2009):

Divisi: Eumycophyta
Kelas: Ascomycetes
Ordo: Saccharomycetales
Famili: Saccharomycetaceae
Genus: Saccharomyces
Species: Saccharomyces cerevisiae

Gambar 1. Saccharomyces cerevisiae


Sel yang termasuk jenis
Saccharomyces cerevisiae berbentuk bulat,
oval, atau memanjang. Dalam industri alkohol
atau pembuatan anggur digunakan khamir permukaan yang disebut top yeast, yaitu khamir
yang bersifat fermentatif kuat dan tumbuh dengan cepat pada temperatur 20 0C. Khamir
permukaan tumbuh secara menggerombol dan melepaskan karbon dioksida dengan cepat
mengakibatkan sel terapung pada permukaan (Ena, 2009).

Cara pembuatan wine


Tahapan-tahapan proses pembuatan wine adalah sebagai berikut (Wardhanu, Adha
Panca, 2009):

1. Penghancuran dan Perlakuan Anggur Sebelum Fermentasi


Proses pertama kali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk wine putih
kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan wine merah dihancurkan beserta kulitnya. Setelah
itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 10 oC dalam waktu 24 – 48 jam dengan bantuan
enzim pectolitic untuk menghancurkan material anggur.

2. Fermentasi Alkohol
Secara tradisional fermentasi dari anggur dilakukan di dalam tangki kayu yang besar
atau tangki beton, tetapi kebanyakan wine modern sekarang menggunakan tangki stainless
steel yang canggih dengan fasilitas pengontrol temperatur, alat pembersih, dan lainnya.
Anggur putih secara umum difermentasi pada temperatur 10-18 0C untuk 7-14 hari atau lebih,
sedangkan anggur merah difermentasi antara 7 hari dengan temperatur antara 20-30 oC. Pada
fermentasi ini yeast yang digunakan, yaitu Saccharomyces cerevisiae yang diinokulasi dalam
jus dengan populasi 106-107 cells/ml.
3. Fermentasi Malolactic
Fermentasi ini terjadi alami 2 sampai 3 minggu setelah fermentasi alkohol selesai dan
berakhir 2 sampai 4 minggu. Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-
lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai
0,5. Penurunan kadar keasaman dengan fermentasi ini membuat wine lebih lembut, rasa yang
matang, dan rasa yang lebih menarik. Tidak semua jenis wine memerlukan proses fermentasi
malolactic.
4. Proses setelah fermentasi (penyimpanan)
Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah
fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai. Pada wine merah yang sudah tua antara
1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak). Selama ini, reaksi kimia
ini memberikan kontribusi pada perkembangan rasa antara wine dan ekstrak komponen dari
tangki kayu. Poin yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah
pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25
μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat temperatur dingin antara 5-
10 oC untuk mengendapkan kotoran.
5. Citarasa wine
Wine memiliki cita rasa tersendiri yang berasal dari anggur dan proses operasinya
yang termasuk fermentasi alkohol, fermentasi malolactic dan penuaan. Kontribusi anggur dari
banyak komponen yang mudah menguap (misal terpenes) itu memberikan wine variasi rasa.

Inokulum
Sekitar 2-5 persen inokulum khamir yang khusus untuk fermentasi wine, yaitu galur
Saccharomyces cerevisiae diinokulasikan ke dalam must. Sel khamir ini berukuran lebih
besar dan lebih oval dibandingkan dengan sel khamir untuk fermentasi bir. Karena fermentasi
biasanya dimulai dengan menambahkan 2-3 gallon kultur starter untuk setiap 100 gallon
must, maka perlu dilakukan beberapa tahap propagasi sampai diperoleh volume inokulum
yang diinginkan. Progasi sel khamir wine biasanya dilakukan dengan menggunakan sari buah
anggur steril sebagai subsrat. Dewasa ini telah banyak tersedia secara komersial sel-sel
khamir wine dalam bentuk active dry yeast dengan daya tahan atau kestabilan 6-12 bulan.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan wine

INOKULUM KAPANG DALAM FERMENTASI TEMPE


KACANG HIJAU
Tempe Kacang Hijau
Tempe merupakan salah satu produk makanan tradisional Indonesia dan dapat dinikmat
oleh seluruh lapisan masyarakat. Makanan tersebut dibuat melalui proses fermentasi dari kacang
kedelai atau kacang kacangan lainnya dalam waktu tertentu menggunakan jamur Rhizopus sp
(Astawan, 2010 ). Jamur yang tumbuh pada kedelai atau bahan dasar lainnya dapat menghidrolisis
senyawasenyawa komplek yang ada dalam kacang kedelai atau bahan lainnya sepert : karbohidrat,
lemak dan protein menjadi senyawa sederhana berupa glukosa, asam lemak dan juga asam alfa
amino yang mana senyawa ini mudah dicerna oleh tubuh manusia, akibatnya berdampak dalam
pemenuhan gizi keluarga (Alrasyid H., 2007).
Mengkonsumsi tempe kedelai secara terus menerus adalah sangat pentng, mengingat
tempe mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan pangan lainnya yang berasal dari
bahan dasar kedelai sepert tahu, saridele. Komponen gizi yang ada pada tempe antara lain berupa,
antoksidan sepert : isoflavon yaitu genestein, daidzein, dan 8 hidroksi daidzein ; SOD (Super Oxide
Dismutase) dan vitamin E (Maryam, 2009). Khasiat lain dari tempe adalah menaikkan kapasitas total
antoksidan darah dan menurunkan kerusakan DNA pada tkus wistar akibat terpapar sinar ultraviolet
(Maryam, 2010). Disamping itu, tempe juga dapat menurunkan kadar MDA (Malondialdehyde) pada
tkus wistar yang teradiasi sinar ultraviolet (Maryam, 2011). Akibatnya tdak disangsikan lagi jika
tempe merupakan salah satu pangan fungsional, yaitu makanan yang apabila dimakan, tdak hanya
mengenyangkan saja, akan tetapi dapat juga berfungsi meningkatkan kesehatan yang pada akhirnya
dapat berfungsi sebagai perbaikan kesehatan manusia (Wijaya, 2002; Winart, 2010).
Secara umum, masyarakat di Indonesia menggunakan bahan dasar kedelai dalam proses
pembuatan tempe, padahal di lain pihak kedelai dapat juga digunakan sebagai bahan dasar
membuatan makanan yang lain sepert tahu, sari kedelai, oncom, kecap, tauco dan lainnya.
Akibatnya kedelai banyak digunakan dan tejadilah persaingan yang ketat dalam penyediaan bahan
dasar untuk memproduksi bahan makanan yang berprotein tnggi dengan harga yang mudah
dijangkau oleh masyarakat menengah kebawah. Adanya persaingan dalam penggunaan kedelai untuk
produksi makanan, akan mengakibatkan tmbulnya kelangkaan akan kedelai di masyarakat. Kedelai
jarang ditemui dan juga harga kedelai meningkat dengan pesatnya. Keadaan ini akan berdampak
terjadi krisis kedelai dan akibat lebih jauh pengerajin tempe kedelai tdak dapat memproduksi tempe
kedelai lagi, sepert yang diberitakan di masmedia baru baru ini. Jika kondisi ini terus menerus terjadi
akan berdampak lebih jauh masyarakat Indonesia yang memiliki tngkat ekonomi menengah kebawah
akan memiliki gizi yang lebih buruk. Hal ini disebabkan makanan yang mereka makan tdak dilengkapi
dengan lauk pauk yang berkualitas protein tnggi.

Bahan dasar pembuatan tempe dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
kacang kacangan, sepert jagung, kacang tolo (benguk), sehingga akan dihasilkannya tempe dengan
nama yang berasal dari bahan dasarnya sepert tempe jagung, tempe lamtoro, tempe tunggak dan
lain lainnya. Ketersediaan kacang hijau melimpah di Indonesia. Kacang hijau menduduki urutan
ketga dalam tanaman kacang-kacangan setelah kedelai dan kacang tanah (Agustne Susilowat,
2007). Permintaan terhadap komodit kacang hijau termasuk stabil, karena penggunaannya berlanjut
setap hari dan sepanjang tahun. Jenis olahan kacang hijau antara lain kecambah kacang hijau, bubur
kacang hijau, makanan bayi, kue dan pangan tradisional, minuman kacang hijau, tahu, sun, tepung
hunkue, dan sayuran.
Penggunaan jenis kacang yang berbeda sebagai bahan dasar pembuatan tempe akan
menghasilkan karakteristk fisikokimia dan sensori tempe yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan komposisi gizi terutama kandungan protein, karbohidrat dan lemak yang ada pada bahan
dasar pembuatan tempe. sehingga tempe yang dibuat dari jenis kacang berbeda akan berbeda dari
komponen gizi yang dimilikinya. Kacang hijau memiliki manfaat yang sangat pentng untuk kesehatan,
karena memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Dalam 100 gram kacang hijau mengandung
karbohidrat sebesar 62,5gr ; protein 22,2 gr ; lemak 1,5 gr ; vitamin A 9 IU ; vitamin B1 150-400 IU
dan juga mineral sepert kalsium, belerang, mangan dan besi. Komponen ini diperlukan dalam
tumbuh kembang dan juga menjaga kesehatan tubuh manusia. Pemanfaatan kacang hijau sebagai
tempe kacang hijau akan dapat menghasilkan suatu produk makanan baru yang kaya akan protein
dan juga kaya akan antoksidan yang disebabkan adanya senyawa tersebut dalam bahan dasarnya
(Kakat P et al, 2010, A.C.Oburuoga and J.U.Anyika, 2012, Kamariah, 2013). Akibatnya tempe kacang
hijau merupakan pangan fungsional, suatu makanan yang apabila dimakan tdak hanya
mengenyangkan tetapi juga akan berdampak positf pada tubuh manusia karena dapat meredam
radikal bebas (Wijaya, 2007).
Disamping itu ketergantungan akan kedelai dapat teratasi. Keadaan ini akan mengakibatkan
terjadinya effisiensi produksi tempe yang meningkat karena tdak semata mata untuk memproduksi
tempe tergantung dari adanya kedelai sebagai bahan dasar. Kondisi ini akan mendorong masyarakat
dalam pemenuhan kebutuhan gizi serta dihasilkannya bahan makanan tempe yang beraneka ragam
dengan nilai tambah berupa pangan fungsional, yang disebabkan oleh adanya komponen antoksidan
yang terdapat dalam tempe termodifikasi sehingga nantnya keadaan gizi buruk tdak akan terjadi di
masyarakat, disamping program diversifikasi.

Cara Pembuatan Tempe Kacang Hijau


Ada beberapa proses dalam pembuatan tempe kacang hijau antara lain :
 Bersihkan kacang hijau
 Rendam kacang hijau dengan air asam cuka pH 5 selama 12 jam
 Bersihkan dan rendam dalam air selama 12 jam
 Rendam dalam air mendidih selama 15 menit
 Tiriskan dan siap untuk difermentasi dengan inokulum tradisional (daun waru) dan
inokulum serbuk (raprima)
 Fermentasi selama 48 jam dan dihasilkan tempe kacang hijau
Inokulum
Kadar vitamin E yang ada pada tempe kacang hijau (Vigna radiata L) hasil fermentasi
menggunakan inokulum tradisional adalah, sebesar 8,83 ppm dan aktvitas antoksidan sebesar
210,7372 mg/L. Adanya kandungan vitamin E dan aktvitas antoksidan pada tempe kacang hijau
(Vigna radiata L) ini disebabkan oleh aktvitas inokulum tradisional yang digunakan pada proses
fermentasi. Inokululum tradisional, yang berupa campuran dari beberapa rhizopus sepert Rhizopus
oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrizus, yang terdapat dalam daun
waru. Rhizopus yang ada memiliki kemampuan mendegradasi atau hidrolisis komponen
makromolekul sepert karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam kacang hijau, menjadi
senyawa senyawa kecil atau monomernya dan juga dihasilkannya metabolit sekumder melalui proses
metabolisme an aerob, akibatnya pada tempe kacang hijau (Vigna radiata L) akan terdapat atau
dihasilkannya vitamin E atau alfa tokoferol Vitamin E merupakan salah satu senyawa organik yang
dapat bertndak sebagai antoksidan. Berfungsinya vitamin E sebagai antoksidan, disebabkan karena
adanya ikatan rangkap yang ada pada struktur vitamin E. Adanya ikatan rangkap ini, akan
mengakibatkan terjadinya delokalisasi elektron dan pada akhirnya akan memiliki kemampuan untuk
menangkap atau meredam radikal bebas yang dihasilkan atau terbentuk akibat pada proses stres
oksidatf. Kemampuan menangkap radikal bebes inilah yang menyebabkan suatu zat yang
mengandung vitamin E akan bersifat sebagai antoksidan atau peredam radikal bebas. Setap
antoksidan akan memiliki kemampuan untuk meredam radikal bebas yang bervariasi. Banyaknya
radikal bebas yang dapat diredam, sangat tergantung dari aktvitas antoksidannya, yaitu kemampuan
dari senyawa untuk menangkap radikal bebas. Semakin besar aktvitas antoksidannya, maka
kemampuan untuk meredam radikal bebas juga akan semakin tnggi.

Terdapatnya antoksidan dan aktvitas antoksidan pada tempe kacang hijau menandakan
bahwa tempe kacang hijau dapat digunakan sebagai pangan fungsional, yaitu suatu pangan yang
apabila dimakan, tdak hanya menge nyangkan saja akan tetapi juga dapat bertndak sebagai
antoksidan yaitu zat yang dapat menangkap radikal bebas atau spesi reaktf yang tanpa disadari
terus menerus terjadi, baik akibat metabolisme secara normal yang terjadi maupun akibat respon
terhadap pengaruh luar tubuh sepert polusi lingkungan, dampak sinar ultraviolet maupun akibat
lainnya. Vitamin E merupakan antoksidan sekunder karena tdak dihasilkan dalam tubuh. Ia dapat
diperoleh dari makanan yang dikonsumsi atau dapat diperoleh dari luar tubuh. Adanya antoksidan
ini akan mampu mencegah terjadinya reaksi berantai yang terjadi dalam tubuh. Vitamin E yang
terdapat pada tempe kacang hijau, merupakan hasil metabolisme atau pembentukan selama proses
fermentasi yang melibatkan kerja dari mikroorganisme berupa campuran Rhizopus sp. hal ini dapat
dijelaskan karena bahan dasar yang digunakan berupa kacang hijau (Vigna radiata L) tdak
mengandung vitamin E (tabel komposisi bahan makanan). Rhizopus yang terdapat dalam inokulum
tradisional yang terdapat dalam daun waru, merupakan campuran dari Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrizus. Masing masing Rhizopus sp mengandung
enzim tertentu sehingga tempe yang dihasilkan dari proses fermentasi merupakan makanan yang
berpotensi mengandung gizi dan nilai cerna serta antoksidan yang baik. Aktvitas antoksidan adalah
kemampuan dari suatu bahan, dalam hal ini tempe kacang hijau untuk bertndak atau berfungsi
menangkap radikal bebas akibat reaksi metabolisme atau keadaan lingkungan. Semakin besar
komponen antoksidan yang ada maka memiliki kemamuan semakin tnggi sebagai penangkal radikal
bebas semakin besar, akibatnya radikal bebas yang ada dalam tubuh akan semakin sedikit, karena
sudah dinetralkan oleh antoksidan yang ada. Ada korelasi antara jumlah radikal bebas yang ada
dalam tubuh dengan kesehatan seseorang. Semakin banyak radikal bebas yang ada dalam tubuh,
maka kesehatan orang tersebut semakin rendah dan pada akhirnya ia menjadi sakit. Adanya radikal
bebas dalam tubuh manusia akan memicu proses penumpukan atau pengendapan kolesterol dan
komponen lainnya dalam aliran darah manusia (Abdel Fattah , 2010) Oleh sebab itu disarankan untuk
mengkonsumsi makanan yang kaya akan antoksidan sehingga memiliki kemampuan yang besar
dalam penanggulangan suatu penyakit akibat radikal bebas sepert penyakit Diabetes Melitus,
degeneratf dllnya.
Adanya konsumsi tempe yang merupakan makanan tradisional indonesia sangat diperlukan
saat ini. Disamping murah harganya, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat memilikinya dan
dilain pihak merupakan makanan yang sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh. Memang
tempe yang terkenal adalah tempe kedelai, akan tetapi dengan melihat kemungkinan bahan kacang
lain dapat berpotensi digunakan menjadi tempe, maka mengkonsumsi tempe kacang hijau (Vigna
radiata L) merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh manusia karena mengandung
komponen antoksidan atau bioaktf yang potensial. Budaya untuk konsumsi tempe kacang hijau
(Vigna radiata L) saat ini harus terus disosialisaikan karena tempe yang terbuat dari bahan dasar
kacang hijau (Vigna radiata L) belum banyak dilakukan. Masyarakat memanfaatkan kacang hijau baru
sebatas membuat bubur kacang hijau, saridele dan juga tahu.

INOKULUM KHAMIR DALAM FERMENTASI SUSU


(YOGURT)

Yogurt
Yoghurt adalah salah satu produk fermentasi berbahan dasar susu. Pada awalnya
yoghurt dibuat dari susu binatang ternak seperti susu sapi atau susu kambing dengan bentuk
seperti bubur atau es krim. Proses pembuatannya adalah, susu difermentasi menggunakan
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan didalamnya terdapat
kultur aktif bakteri tersebut (Widowati dan Misgiyarta, 2009). Yoghurt merupakan olahan
susu dari hasil fermentasi kedua dari Bakteri Asam Laktat (BAL) sebagai starter, yakni
Sterptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang hidup bersimbiosis. Lama
proses fermentasi akanberakibat pada turunnya pH yoghurt dengan rasa asam yang khas,
selain itu dihasilkan asam asetat, asetal dehid, dan bahan lain yang mudah menguap.
Komposisi yoghurt secara umum adalah protein 4-6%, lemak 0,1-1%, laktosa 2
3%, asam laktat 0,6-1,3%, pH 3,8-4,6% (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Menurut Deeth dan Tamime (1981) yoghurt mengandung beberapa kandungan antara
lain: energi, protein, lemak, karbohidrat. Bahkan mengandungmineral (kalsium, fosfor,
natrium, dan kalium) dan mempunyai kandungan vitamin cukup lengkap yaitu: vitamin A, B
kompleks, B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), B12 (sianokobalamin), vitamin C,
vitamin D, E, asam folat, asam nikotinat, asam pantotenat, biotin dan kolin (Anonimus,
2008). Keberadaan protein yang mudah dicerna serta asam laktat yang meningkatkan
penyerapan mineral, membuat yoghurt baik dikonsumsi oleh anak dengan 5 gangguan
penyerapan di saluran cerna (Rinadya, 2008).
Yoghurt merupakan produk susu yang mengalami fermentasi oleh bakteri asam laktat
pada suhu 37-45oC. Yoghurt sangat bermanfaat bagi tubuh, baik untuk memperoleh nilai
nutrisi juga memberikan manfaat kesehatan terutama bagi pencernaan dimana bakteri-bakteri
yoghurt yang masuk akan menyelimuti dinding usus sehingga dinding usus menjadi asam dan
kondisi ini menyebabkan mikrobamikroba pathogen tidak dapat berkembangbiak (Surono,
2004). Yoghurt mempunyai nilai gizi yang tinggi dari pada susu segar sebagai bahan dasar
dalam pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya total padatan sehingga kandungan
zat–zat gizi lainnya meningkat, selain itu yoghurt sesuai bagi penderita Lactose Intolerance
atau yang tidak toleran terhadap laktosa (Wahyudi, 2006).
Pada dasar proses pembuatan yoghurt adalah memfermentasikan susu dengan
menggunakan biakan (Streptococcus thermophilus) dan (Lactobacillus bulgaricus). Susu
yang akan difermentasikan harus dipanaskan terlebih dahulu dengan tujuan untuk
menurunkan populasi mikrobia dalam susu dan memberikan 6 kondisi yang baik bagi
pertumbuhan biakan yoghurt serta mengurangi kandungan air dalam susu (Rukmana, 2001).
Proses pembuatannya adalah, susu difermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus termophilus dan didalamnya terdapat kultur aktif bakteri
tersebut (Widowati dan Misgiyarta, 2009). Menurut Winarno dkk., (2003) dasar fermentasi
susu atau pembuatan yoghurt adalah proses fermentasi komponen gula-gula yang ada di
dalam susu, terutama laktosa menjadi asam laktat dan asam-asam lainnya. Asam laktat yang
dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa dan meningkatkan
keasaman atau menurunkan pH-nya. Semakin rendahnya pH atau derajat keasaman susu
setelah fermentasi akan menyebabkan semakin sedikitnya mikroba yang mampu bertahan
hidup dan menghambat proses pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba pengrusak susu,
sehingga umur simpan susu dapat menjadi lebih lama.
Cara Pembuatan Susu (Yogurt)
 Fermentasi susu
Susu skim bubuk sebanyak 37,5 gram dilarutkan dengan 250 ml air matang
hangat ke dalam gelas beaker. Cairan susu dipanaskan dengan hot plate hingga
mencapai 900C selama 30 menit kemudian cairan diaduk dengan pengaduk. Cairan
susu ditutup dengan plastic wrap dan didinginkan sampai suhu 370C. Selanjutnya,
plain yogurt diambil sebanyak 8 ml dan dituang ke dalam cairan susu. Botol berisi
cairan susu ditutup dengan plastic wrap dan diinkubasi pada inkubator suhu 45 0C
selama 3 jam. Kontrol juga dibuat dan diinkubasi di suhu dan jangka waktu yang
sama. Setelah itu, dilakukan uji organoleptik (aroma, rasa, tekstur, warna) dan pH
cairan susu diukur.
 Analisis persentase asam laktat
Cairan fermentasi sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
kemudian ditambah 10 ml akuades. Cairan dididihkan kemudian didinginkan dan
ditambah 5 tetes larutan PP 1%. Cairan dititrasi dengan 0,1 N NaOH sampai terbentuk
warna merah muda. Persentase asam laktat dihitung dengan rumus:

 Pengecatan bakteri
Gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% dan dipanggang di atas lampu
Bunsen. Selanjutnya, 1 ose koloni bakteri dari sampel diambil dan diratakan di atas
gelas benda. Gelas benda difiksasi kemudian cat Gram A diteteskan pada gelas benda
dan didiamkan selama 1 menit. Gelas benda dicuci dengan akuades kemudian cat
Gram B diteteskan dan didiamkan selama 1 menit. Gelas benda dicuci dengan cat
Gram C, didiamkan selama 30 detik, dan dicuci kembali dengan akuades. Cat Gram D
diteteskan pada gelas benda dan didiamkan selama 2 menit, kemudian dicuci dengan
akuades. Bakteri hasil pengecatan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
10x10.
Berikut merupakan hasil yang didapat dari praktikum ini.
Tabel 1. Pengujian secara organoleptik fermentasi susu
Tabel 2. Karakterisasi mikrobia fermentasi susu

Perhitungan persentase asam laktat yogurt dan titrasinya

Inokulum
Yogurt merupakan produk fermentasi susu dengan penambahan inokulum bakteri
asam laktat yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus pada rasio 1:1
yang dapat memetabolisme gula susu (laktosa) menjadi asam laktat (Farnworth, 2008). Susu
skim bubuk yang digunakan pada praktikum ini dilarutkan terlebih dahulu dengan air matang
hangat dan dipanaskan untuk menghilangkan mikrobia patogen serta mendenaturasi protein
yang dapat mempengaruhi viskositas dan tekstur produk akhir. Setelah itu, starter berupa
plain yogurt ditambahkan ke dalam susu cair untuk menghasilkan yogurt dari bakteri asam
laktat yang sudah ada pada plain yogurt. Inkubasi dilakukan agar proses fermentasi dapat
berjalan melalui produksi asam laktat. Adanya bakteri asam laktat dapat mengubah hasil
akhir produk yang diuji melalui karakteristik organoleptik (rasa, aroma, warna, tekstur) dan
pH yang semakin rendah (asam) (Tabel 1). Bakteri asam laktat seperti S. thermophilus dan
Lb. bulgaricus memproduksi polisakarida eksoselular yang dapat mengubah tekstur susu
dengan peningkatan viskositas sehingga tekstur yogurt tampak kental dan menggumpal.
Aroma dan rasa yogurt dihasilkan dari metabolit sekunder bakteri asam laktat, yaitu
asetaldehid. Sebanyak 20 – 30% laktosa difermentasi melalui jalur homofermentatif sehingga
hanya menghasilkan asam laktat (Farnworth, 2008).
Karakteristik bakteri asam laktat yang berperan dalam fermentasi: Gram positif,
mesofilik, tidak membentuk spora, berbentuk cocci dan batang, menghasilkan asam laktat
secara homofermentatif, dapat tumbuh di suhu <50 C atau >450 C, tumbuh di pH 4 – 4,5,
membutuhkan asam amino, basa purin dan pirimidin, serta vitamin B untuk tumbuh (Hui et
al., 2004; Panesar & Marwaha, 2014). S. thermophilus merupakan bakteri Gram positif,
berbentuk coccus, anaerob, katalase-negatif, tidak tumbuh di suhu 100 C tetapi tumbuh baik
di suhu 450 C. Bakteri ini dapat menfermentasi laktosa dan sukrosa pada susu, memiliki ß-
galaktosidase sehingga hanya menggunakan laktosa, serta menghasilkan asam secara cepat.
Lb. bulgaricus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, anaerob, homofermentatif
akrotoleran, katalase-negatif, dan menghasilkan D-(-) laktat (1,8%) dan hidrogen peroksida.
Bakteri ini juga memiliki ß-galaktosidase sehingga hanya menggunakan laktosa (Hui et al.,
2004).
S. thermophilus dan Lb. bulgaricus bekerja bersama-sama dengan pertukaran
metabolit yang dapat mendukung pertumbuhan. Proses ini disebut protokoperasi. Asam
amino dihasilkan oleh kasein melalui protease oleh Lb. bulgaricus untuk mendukung
pertumbuhan S. thermophilus S. thermophilus memberikan asam format, asam folat, dan CO 2
sebagai prekursor atau kofaktor untuk biosintesis Lb. bulgaricus.
Pada awal inkubasi, S. thermophilus tumbuh cepat dan menghasilkan komponen-
komponen tersebut. Setelah itu, pertumbuhan melambat karena konsentrasi asam laktat yang
meningkat sehingga jumlah Lb. bulgaricus yang lebih toleran asam meningkat pula (Hui et
al., 2004; Acton, 2013).Asam laktat yang dihasilkan akan lebih tinggi jika kedua starter pada
pembuatan yogurt ditumbuhkan bersama-sama. Kadar keasaman yang didapat melalui titrasi
pada hasil akhir fermentasi yang baik adalah 0,85 – 0,9%. Kadar keasaman dapat juga
sebanyak 4% jika produk difermentasi lebih lama, melalui jumlah bakteri berbentuk batang
yang lebih banyak pada produk daripada jumlah bakteri berbentuk cocci (Jay et al., 2005).
Persentase asam laktat yang dihasilkan adalah 324%. Kadar tersebut melebihi dari kadar
keasaman menurut teori. Hal ini dapat disebabkan karena waktu fermentasi yang lebih lama
sehingga jumlah bakteri berbentuk batang yang lebih toleran asam yaitu Lb. bulgaricus
semakin meningkat dan menghasilkan asam laktat yang lebih banyak pula daripada jumlah
bakteri berbentuk cocci yaitu S. thermophilus. Selain itu, pH yang lebih rendah pada sampel
kontrol daripada sampel perlakuan yang ditunjukkan dengan aroma, warna, dan tekstur yang
berbeda pula kemungkinan disebabkan oleh jumlah Lb. bulgaricus yang lebih banyak
daripada jumlah S. thermophilus .

Anda mungkin juga menyukai