Anda di halaman 1dari 7

KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA

DENGAN INFEKSI MALARIA


RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Menurut data

dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2015 diperkirakan terdapat

214 juta kasus malaria di dunia, dimana 438.000 diantaranya meninggal dunia.

Anak balita (bawah lima tahun) yang menderita malaria berisiko dua hingga

empat kali lipat mengalami kematian dibandingkan anak yang berusia lebih dari

lima tahun (Douglas et al., 2014). Sejak tahun 2001 hingga 2015, diperkirakan

terdapat 6,2 juta kasus kematian karena malaria, dimana 5,9 juta (95%) di

antaranya adalah anak balita (WHO, 2015a). Pada tahun 2013, malaria menduduki

peringkat ketiga penyebab kematian pada anak balita di luar masa neonatus,

setelah pneumonia dan diare (Liu et al., 2015a).

Upaya pengendalian malaria telah menjadi salah satu komitmen global di

seluruh dunia dalam Millenium Developmental Goals (MDGs). Selama 15 tahun

terakhir, tingkat kematian malaria di dunia telah mengalami penurunan sebesar

60%. Walaupun sudah terdapat kemajuan dalam upaya pengendalian malaria di

dunia, masih terdapat 3,2 milyar jiwa (setengah populasi dunia) yang masih

berisiko terkena malaria (WHO, 2015a).

Di wilayah Asia Tenggara dilaporkan terdapat 1,6 juta kasus malaria pada

tahun 2014. Indonesia menduduki peringkat kedua negara dengan kasus malaria

terbanyak di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia, angka kejadian malaria yang

1
KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA
DENGAN INFEKSI MALARIA
RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) adalah sebesar 1,38 per 1000

penduduk pada tahun 2013. Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai

prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia

Timur. Tiga propinsi dengan API tertinggi yaitu Papua Barat, Papua, dan Nusa

Tenggara Timur. Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 40.000 kematian karena

malaria di Indonesia (CDC, 2013; Kemenkes, 2014; WHO, 2015a).

Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah 2 spesies utama

yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas akibat malaria di dunia. Komplikasi

fatal malaria falsiparum yang paling sering ditemukan adalah terjadinya malaria

serebral. Plasmodium vivax lebih sering menyebabkan anemia berat dan

trombositopenia berat, dibandingkan P.falciparum. Douglas et al. (2013)

melaporkan anemia berat dapat meningkatkan risiko kematian dengan AOR 5,80

([IK 95% 5,17 – 6,50]; p 0,001). Sedangkan, trombositopenia berat juga

dilaporkan dapat meningkatkan risiko kematian sebesar 4,7 kali lipat (Lampah et

al., 2015). Selain jenis spesies, anemia berat, dan trombositopenia berat, faktor

risiko kematian malaria lainnya adalah usia, malnutrisi, dan koinfeksi malaria.

Di area endemis malaria seperti Afrika dan Asia Tenggara, seringkali

terjadi koinfeksi malaria dengan penyakit infeksi lainnya seperti HIV,

helminthiasis, dengue, dan typhoid. Koinfeksi malaria dengan berbagai penyakit

infeksi tersebut dilaporkan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien.

Virus HIV dilaporkan dapat menyebabkan episode malaria yang lebih sering dan

lebih berat (Cohen et al., 2005). Noland et al (2008) melaporkan infeksi cacing

dapat meningkatkan transmisi parasit malaria. Sedangkan, koinfeksi malaria


KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA
DENGAN INFEKSI MALARIA
RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dengan dengue dan typhoid dilaporkan dapat meningkatkan risiko terjadinya

komplikasi kerusakan hati (Enemchukwu et al., 2014; Magalhães et al., 2014).

Anak terinfeksi malaria dilaporkan berisiko tinggi menderita koinfeksi

bakteri invasif. Kondisi ini disebabkan oleh imaturitas sistem imun terutama

organ limpa (hiposplenisme fungsional). Pada infeksi malaria, terjadi gangguan

struktur dan fungsi limpa, dimana terjadi apoptosis sel-sel imun pada zona

marginal limpa. Hal ini memudahkan terjadinya translokasi endotoksin dan

bakteri ke pembuluh darah, sehingga menginduksi respon inflamasi. Bakteremia

dilaporkan meningkatkan risiko kematian malaria sebesar 8,5 kali lipat. (Berkley

et al., 1999; Gómez-Pérez et al., 2014; Were et al., 2011)

Penelitian mengenai koinfeksi pada malaria telah banyak dipublikasikan.

Akan tetapi, penelitian mengenai koinfeksi malaria dengan penyakit pneumonia

dan diare belum banyak dilaporkan. Padahal, kedua infeksi tersebut adalah

penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak dan merupakan penyebab utama

kematian pada balita di dunia (WHO, 2013).

Edwards et al. (2015) melakukan penelitian eksperimental yang meneliti

tikus yang terinfeksi virus pneumonia dan plasmodium. Dari penelitian tersebut

diketahui bahwa koinfeksi virus tidak mempengaruhi pertumbuhan plasmodium.

Akan tetapi, plasmodium dapat meningkatkan penyebaran virus pneumonia di

paru. Penelitian lain mengenai koinfeksi malaria dengan infeksi pernapasan

dilakukan oleh Thompson et al. (2012) dan Waitumbi et al. (2010) yang

melaporkan kejadian koinfeksi sebesar 45% dan 52%, secara berurutan. Koinfeksi

berkaitan dengan lama perawatan yang lebih panjang pada anak usia 24 – 59
KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA
DENGAN INFEKSI MALARIA
RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

bulan. Takem et al. (2014) meneliti koinfeksi malaria dengan Salmonella non-

typhoid (SNT) yang menyebabkan infeksi saluran pencernaan. Malaria

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya bakteremia karena SNT, apalagi jika

terdapat kondisi anemia berat.

Penelitian ini bermaksud untuk meneliti tentang pengaruh koinfeksi

malaria dengan pneumonia dan diare terhadap kejadian mortalitas pada anak

balita. Selain itu, akan dilakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kematian

yang mungkin berperan, sehingga nantinya diharapkan dapat bermanfaat dalam

menurunkan mortalitas pada anak dengan malaria di area endemis seperti

Indonesia.

B. Permasalahan

Anak balita dengan malaria memiliki risiko kematian yang tinggi.

Koinfeksi dengan penyakit infeksi lain (pneumonia dan diare) sering terjadi pada

anak dengan malaria. Koinfeksi ini diduga meningkatkan risiko kematian pada

balita. Faktor risiko kematian pada anak balita dengan malaria yang mengalami

koinfeksi penting untuk diketahui.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah anak balita dengan malaria yang mengalami koinfeksi pneumonia

dan/atau diare memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan balita

dengan malaria tanpa koinfeksi?

2. Faktor apa saja yang meningkatkan risiko kematian anak balita dengan

malaria yang mengalami koinfeksi?


KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA
DENGAN INFEKSI MALARIA
RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

D. Tujuan

1. Tujuan umum: untuk mengetahui apakah koinfeksi diare dan/atau pneumonia

meningkatkan risiko kematian anak balita dengan infeksi malaria.

2. Tujuan khusus: mengetahui faktor risiko kematian balita dengan malaria yang

mengalami koinfeksi pneumonia dan/atau diare.

E. Manfaat

1. Bidang Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan, khususnya tentang aspek

klinis dan kesehatan masyarakat malaria pada anak. Penelitian ini juga

diharapkan dalam menambah informasi mengenai koinfeksi malaria pada

balita.

2. Pelayanan Masyarakat

Jika terbukti bahwa koinfeksi malaria dengan pneumonia dan/atau

diare meningkatkan risiko kematian, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan

bagi para petugas kesehatan agar dapat dilakukan tindakan-tindakan yang

adekuat untuk mencegah kematian. Dengan diketahuinya faktor-faktor risiko

(terutama faktor risiko yang dapat dimodifikasi) kematian pada anak malaria

dengan koinfeksi pneumonia dan/atau diare, tenaga kesehatan dapat

melakukan tindakan pencegahan.

3. Penelitian
KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA
DENGAN INFEKSI MALARIA
RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai dasar penelitian lebih

lanjut mengenai koinfeksi malaria, terutama faktor risiko mortalitas malaria

dengan komorbid penyakit infeksi. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi untuk melakukan penelitian di masa mendatang

terkait mekanisme kematian pada malaria dengan komorbid penyakit infeksi.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai koinfeksi malaria dengan penyakit infeksi lain, seperti

HIV, helminthiasis, dengue, dan typhoid cukup banyak dilaporkan. Sebagian

besar penelitian ini dilakukan di Afrika yang merupakan daerah endemik malaria

falsiparum. Di India, terdapat penelitian mengenai koinfeksi malaria vivax dengan

subjek penelitian anak dan dewasa (Bhattacharya et al., 2013). Belum ada

penelitian mengenai koinfeksi malaria vivax pada anak balita. Padahal, sebagian

besar kasus malaria di Indonesia disebabkan oleh P.vivax (57%), disusul

P.falciparum (43%) (WHO 2015a). Beberapa penelitian yang telah dilakukan

mengenai hubungan antara infeksi malaria dengan pneumonia dan/atau diare

dapat dilihat pada Tabel 1.1.


KOINFEKSI PNEUMONIA DAN DIARE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA ANAK BALITA
DENGAN INFEKSI MALARIA
RIANA HELMI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1.1. Penelitian mengenai hubungan antara infeksi malaria dengan


pneumonia dan/atau diare
Peneliti (tahun) / Desain Subjek Penelitian Hasil
Lokasi/Jenis Spesies Penelitian
Plasmodium
Greenwood Kohort 750 anak Morbiditas dan mortalitas infeksi
et al., (1989)/ prospektif, usia 3-59 bulan, gastrointestinal dan infeksi
Gambia/ selama 3 dibagi 2 kelompok pernapasan akut sama pada kedua
P.falciparum tahun perlakuan (diberikan kelompok. Malaria falsiparum tidak
(Household kemoprofilaksis berhubungan dengan risiko infeksi
survey) malaria dan kontrol) gastrointestinal akut dan infeksi
pernapasan akut.
Sodemann Nested case 297 anak Proporsi infeksi malaria tidak
et al., (1999)/ control (kasus=diare, berbeda pada kedua kelompok.
Guinea-Bissau/ (Household kontrol=tidak diare) Tidak terdapat hubungan antara
P.falciparum survey) malaria dan kejadian diare.

Bassat et al., (2011)/ Cross- 646 balita Proporsi koinfeksi malaria dengan
Mozambique sectional pneumonia berat sebesar 1,4%,
P.falciparum (Hospital malaria saja sebesar 9%, pneumonia
setting) berat sebesar 37%, sisanya bukan
malaria/pneumonia.
Bhattacharya Cross- 3371 orang (anak dan Proporsi bakteremia 6,7% (6/89).
et al., (2013)/ sectional dewasa). 89 terinfeksi 5 pasien terinfeksi gram negatif (1
India/ malaria vivax. S.typhi, 1 S. paratyphi A, 3 bakteri
P.vivax gram negatif lain).
Semua pasien hidup.
Church dan Maitland Systematic 25 penelitian , Proporsi koinfeksi bakteri sebesar
(2014)/ review 20.889 anak 5,58% di antara anak dengan
Afrika/ terinfeksi malaria malaria, dan 6,4% di antara malaria
P.falciparum falsiparum, berat. CFR pada koinfeksi lebih
7208 malaria berat. tinggi (24,1% vs 10,2%). Salmonella
non typhoid dan S.pneumoniae
adalah kuman yang paling sering
ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai