Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
Asetanilida atau N-phenylacetamide merupakan senyawa turunan asetil amina
aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin
digantikan dengan satu gugus asetil. Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling
tidak reaktif, sehingga banyak terdapat di alam. Amida mengandung nitrogen trivalent
yang terikat pada gugus karbonil dimana nitrogenya mempunyai sepasang elektron sunyi
dalam suatu orbital tensi. Amida mempunyai resonansi datar, sekalipun ikatan karbon
nitrogen biasanya ditulis sebagai ikatan tunggal, reaksi pada ikatan ini terbatas, alasanya
adalah adanya resonansi struktur. Resonansi inilah yang menunjukan mengapa nitrogen
suatu amida tidak bersifat basa maupun nukleofilik. Amida merupakan basa yang sangat
lemah, dengan pKb 15-16. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam
membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa
membentuk ion karboksilat dan amina
Asetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilin, yaitu dari anilin dan anhidrida
asetat. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida
asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat
anhidrat. Amina aromatis primer dapat bereaksi dengan anhidrida asetat menghasilkan
turunan monoasetil. Bila cara pemananasan selama reaksi diperpanjang dan dengan
kelebihan anhidrida asetat, maka akan menghasilkan juga bentuk atau turunan diasetil.
Umumnya bentuk diasetil tidak stabil dalam air dan mengalami hidrolisis menjadi bentuk
monoasetil. Bila hasil resetilasi dijumpai dalam campuran mono dan asetil, maka dari
hasil rekristalisasi dengan pelarut yang mengandung air, misalnya etanol encer, hanya
bentuk monoasetil yang diperoleh. Anhidrida asam lebih reaktif daripada asam
karboksilat dan dapat digunakan untuk mensintesis keton, ester atau amida. Anhidrida
asam bereaksi dengan nukleofil yang sama seperti yang bereaksi dengan asam klorida,
namun laju reaksinya lebih rendah.

1
(Sumber: Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments. 2000.
Allen MS, Barbara AG, Melvin LD. Halaman 438)

Mekanisme reaksinya menyangkut serangan nukleofilik oleh anilin pada atom


karbon karbonil dari suatu turunan asam. Anilin adalah benzene tersubstitusi yang
bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri. Jadi anilin bereaksi substitusi
elektrofilik lebih cepat daripada benzene. Hal ini disebabkan anilin mempunyai gugus
NH2 yang merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih
terbuka terhadap substitusi lebih lanjut. Sedang reaksi dengan nukleofilik terhadap
anhidrida lebih reaktif dibanding ester dan ammonia. Pada sintesis senyawa asetanilida
biasanya digunakan metode pemanasan agar kedua senyawa dapat bereaksi sempurna.
Mula – mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan
transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida.
Komponen penyusun asetanilida yaitu anilin dan anhidrida asetat.
1. Anilin
Anilin atau fenilamina atau aminobenzena atau benzenamina merupakan cairan
jernih tidak berwarna atau berwarna kuning dengan bau khas. Anilin mudah menguap
dan mudah terbakar, larut pada pelarut organik dengan baik, larut pada air dengan
tingkat kelarutan 3,5 % pada 250C. Anilin merupakan basa lemah (Kb = 3,8 x 10^
-10). Anilin termasuk senyawa organik beracun dengan rumus molekul C6H5NH2.
Terdiri dari kelompok fenil yang melekat pada gugus amino, anilin adalah amina
aromatik prototipikal. Anilin dihasilkan antara lain dari reduksi nitrobenzena dan
aminasi klorobenzena Kegunaan utamanya adalah dalam pembuatan prekursor untuk
poliuretan, bahan bakar roket, pembuatan zat warna diazo, obat-obatan, dan bahan
peledak.
2. Anhidrida asetat
Anhidrida asetat atau anhidrida asam asetat atau etanoil etanoat atau disingkat
sebagai Ac2O, adalah cairan jernih tidak berwarna dan berbau seperti cuka. Anhidrida
asetat bereaksi dengan kelembapan di udara membentuk asam asetat, mudah terbakar,

2
uapnya berbahaya, larut dengan perbandingan 2,6 g/100 ml. Anhidrida asetat
merupakan senyawa iritan, korosif dengan rumus molekul (CH3CO)2O. Anhidrida
asetat diperoleh antara lain dari reaksi kondensasi asam asetat dan reaksi asetil
klorida dengan natrium asetat. Kegunaanya yaitu sebagai bahan dasar asetilasi,
termasuk asetilasi aspirin dan diasetilasi morfin untuk sintesis heroin, untuk konversi
selulosa mejadi selulosa asetat yang merupakan komponen dari film fotografi, dan
untuk pengawet kayu melalui impregnasi autoclave untuk membuat kayu lebih tahan
lama.
Asetanilida berupa kristal putih tidak berbau yang digunakan sebagai obat untuk
pengobatan neusalgia, zat awal pembuatan penisilium, bahan pengawet dalam air dari
larutan hidrogen peroksida, bahan pembantu dalam industri cat dan karet, dan bahan
intermediet pada sulfon dan asetilklorida.

B. Tujuan
1. Mampu menjelaskan reaksi pembentukan anilida
2. Mampu menjelaskan arti refluks
3. Terampil dalam menggunakan karbon aktif dalam proses pemurnian melalui
rekristalisasi
4. Mampu menghasilkan bentuk kristal yang homogen

3
BAB II
METODE KERJA

A. Prosedur
Place 100 ml aniline, 100 ml glacial acetic acid, 10 ml aceic anhydride and 0,5
gm zinc dust in a 250 ml round bottom flask fitted with a reflux condenser. Heat the
reaction mixture to boiling for about 40 minutes, detach the condenser and pour the hot
contents slowly so as to prevent any residual zinc dust from escaping the flask, into a
500 ml beaker containing about 250 ml of cold water whilst stirring vigorously the
resultant solution. Cool the beaker in ice-bath when crude acetanilide separates. Filter
it in a Buchner funnel using suction, wash with cold water, drain well with the help of
an inverted glass stopper and dry on the filter papers in ar. The yield of crude
acetanilide, m.p 113º, is about 15 gm. Recrystallise it from hot water containing 2%
rectified spirit. The pure recrystallised product has the m.p 114º.
(Sumber: Advanced Practical Organic Chemistry 1st edition. 1979. N.K. Vishnoi.
Halaman 330-331)

B. Alat dan Bahan


- Alat :
a. Timbangan miligram 1 buah
b. Anak timbangan + pinset 1 set
c. Kertas perkamen 4 lembar
d. Labu alas bulat leher panjang 250 ml 1 buah
e. Gelas ukur 2 buah
f. Beaker glass 2 buah
g. Pipet 4 buah
h. Batu didih 3 buah
i. Pendingin balik/bola 1 buah
j. Kaki tiga + bunsen 1 buah
k. Korek api 1 kotak
l. Penangas air 1 buah
m. Corong buchner 1 buah

4
n. Labu hisap 1 buah
o. Penghisap 1 buah
p. Kertas saring 4 lembar
q. Pengaduk kaca 1 buah
r. Sudip 1 buah
s. Corong panas 1 buah
t. Corong tangkai panjang 1 buah
u. Sumbat gabus 2 buah
v. Oven 1 buah
w. Kaca arloji 1 buah
x. Botol hasil + etiket + tali 1 buah

- Bahan :
a. Anilin 5 ml
b. Anhidrida asetat 5 ml
c. Asam asetet glasial 5 ml
d. Serbuk Zn 0,25 gram
e. Etanol 2% 2,5 ml
f. Norit 75 mg
g. Air es 125 ml
h. Air panas 125 ml
i. Es batu secukupnya

C. Skema Kerja

250 mg Zn + 5 ml aniline + 5ml asam asetat glasial + 5 ml anhidrida asetat


dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher panjang

Digoyang-goyang

Dimasukkan batu didih ke dalamnya

Direfluks dalam penangas air selama 40 menit

Sesekali digoyang-goyang

5
Dituang ke dalam 125 ml air es

Diaduk

Dimasukkan ke dalam ice bath sampai terbentuk kristal

Disaring dengan corong Buchner dan labu hisap

Kristal yang terbentuk dimasukkan ke dalam beaker glass berisi


125 ml air panas

Dipanaskan sambil diaduk

Ditambah 2,5 ml etanol 2%

Diaduk, bila larutan kotor

Ditunggu hingga suhu 50-600C, ditambahkan 75 mg norit

Dipanaskan 10 menit dengan tangas air

Segera disaring dengan corong panas

Hasil penyaringan didinginkan ke dalam ice bath sampai terbentuk kristal

Disaring dengan corong Buchner dan labu hisap

Kristal asetanilida yang terbentuk dikeringkan dalam oven

Setelah 1 hari

Krisal ditimbang, dimasukkan dalam botol hasil

6
D. Gambar Penggunaan dan Pemasangan Alat

7
8
E. Mekanisme Reaksi

Mengalami hidrolisis :

(Sumber: Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments. 2000.


Allen MS, Barbara AG, Melvin LD. Halaman 439)

BAB III

9
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
- Hasil teoritis : 7,5 gram
- Hasil Praktikum : 3,94 gram
- Rendemen hasil : 3,94 x 100 % = 52,53 %
7,5

B. Ketetapan Alam
Titik leleh (teoritis) : 114ºC

C. Pembahasan dan Diskusi


Sintesis asetanilida dilakukan melalui asetilasi anilina. Bahan-bahan yang
digunakan yaitu serbuk Zn, anilin, anhidrida asetat, dan asam asetat glasial.
Pertama-tama serbuk Zn dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher panjang.
Kemudian ditambahkan anilin, anhidrida astat, dan asam asetat glasial. Serbuk Zn disini
berfungsi sebagai antioksidan atau mencegah oksidasi dari anilin, sehingga harus
dimasukkan pertama kali ke dalam labu sebelum larutan lain dimasukkan. Asam asetat
glasial berfungsi untuk mempercepat terjadinya pergeseran reaksi membentuk
asetanilida sedangkan anhidrida asetat berfungsi sebagai pengering yang memiliki sifat
reversible sehinga dapat mengikat air dan anilin yang merupakan bahan dasar untuk
pembuatan asetanilida. Labu yang berisi campuran di atas digoyang-goyang hingga
semua bahan tercampur homogen. Kemudian dimasukkan tiga sampai empat buah batu
didih guna mengatur suhu didih, supaya terjadi sirkulasi udara yang teratur sehingga
tidak terjadi bumping.
Campuran larutan ini kemudian direfluks menggunakan pendingin balik atau bola
dan penangas air sambil sesekali digoyang-goyang agar cairan di dalam labu menjadi
homogen. Proses refluks dilakukan selama 40 menit, dihitung sejak air mendidih.
Proses refluks dilakukan untuk mengurangi terjadinya penguapan saat dipanaskan,
karena asam asetat dan anhidrida asetat bersifat mudah menguap. Setelah 40 menit,
hasil refluks dimasukkan ke dalam air es (tanpa es) sambil diaduk. Lalu dimasukkan ke
dalam icebath hingga terbentuk endapan atau kristal. Air es dan icebath berfungsi untuk

10
mempercepat terjadinya pengkristalan. Setelah itu larutan disaring mengunakan corong
Buchner yang sudah diberi kertas saring dan labu hisap serta pompa penghisap. Hasil
saringan berupa kristal abu-abu.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan proses rekristalisasi. Kristal yang terbentuk
dimasukkan ke dalam air panas sambil dipanaskan di atas api bunsen. Kemudian
ditambahkan etanol sambil diaduk. Etanol berfungsi untuk meningkatkan kelarutan
karena tidak semua kristal akan larut dalm air panas. Penggunaan pelarut (air dan
etanol) yang berlebihan akan menyebabkan kristal sulit terbentuk. Penambahan air
menggunakan perbandigan 1:20 (berdasarkan kelarutan). Selanjutnya, apabila larutan
yang dihasilkan kotor, larutan didiamkan dan ditambahkan norit 1-2% dari jumlah
bahan pada saat suhu 50-600C sambil diaduk. Penambahan norit dilakukan pada suhu
50-600C adalah karena suhu tersebut merupakan suhu optimal zat warna pada larutan
bisa ditarik oleh norit. Selain itu norit juga akan menjadi inaktif bila ditambahakan pada
saat mendidih atau suhu terlalu tinggi. Norit merupakan karbon aktif sehingga tidak
boleh diletakkan di udara bebas dalam waktu yang lama karena sifatnya yang dapat
mengadsorpsi atau menyerap udara sehingga dapat menjadi karbon inaktif. Selain itu
penambahan norit tidak boleh berlebihan karena norit juga akan menarik asetanilida
sehingga hasil akhir yang diperoleh berkurang. Kemudian larutan dipanaskan lagi
selama 10 menit.
Selanjutnya, dalam keadaan panas tersebut, larutan segera disaring menggunakan
corong panas yang sudah diberi corong tangkai panjang dimana corong tangkai panjang
ini telah diberi kertas saring berlipat. Pada saat menyaring, larutan harus panas agar
tidak ada kristal yang tersisa. Corong panas harus dipersiapkan terlebih dahulu agar
benar-benar siap dipakai dengan dipanaskan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terbentuknya kristal di corong panas, apabila terbentuk kristal maka akan
menghambat proses penyaringan. Pengotor akan tertinggal di kertas saring dan filtrat
akan tertampung di beaker glass. Filtrat didinginkan dalam ice bath hingga terbentuk
kristal. Kemudian disaring menggunakan corong Buchner yang sudah diberi kertas
saring dan labu hisap serta pompa penghisap. Terbentuklah kristal asetanilida. Kristal
ini kemudian dikeringkan dalam oven selama kurang lebih satu hari. Setelah itu kristal
ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol hasil.
Hasil yang didapatkan berdasarkan teori adalah 7,5 g, sedangkan pada hasil
praktikum adalah 3,94 g (rendemen hasil = 52,53 %). Ini berarti hasil praktikum tidak

11
sesuai dengan hasil teori yang ada. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor,
misalnya:
1. Pengukuran dan penimbangan zat tidak akurat
2. Penggunaan pelarut yang berlebihan sehingga sulit terjadi pengkristalan
3. Norit yang dimasukkan kedalam larutan terlalu banyak, sehingga selain menarik
kotoran dan zat warna, norit juga menarik asetanillida
4. Pada saat menyaring dengan corong panas, larutan kurang panas sehingga ada
kristal yang tersisa atau corong panas kurang panas sehingga terbentuk kristal di
corong panas.
5. Pada waktu menyaring dengan corong Buchner, banyak kristal yang tertinggal di
kertas saring.
6. Pada saat menimbang hasil, kristal banyak yang berjatuhan sehingga hasil akhir
berkurang jumlahnya.

12
BAB IV
KESIMPULAN

1. Sintesis asetanilida dilakukan melalui asetilasi anilina, mekanisme reaksinya


menyangkut serangan nukleofilik oleh anilin pada atom karbon karbonil dari suatu
turunan asam.
2. Bahan yang digunakan dalam sintesis asetanilida yaitu anilin dan anhidrida asetat.
3. Refluks adalah peristiwa dimana uap yang mengkondensasi dikembalikan ke labu.
Proses refluks dalam sintesis asetanilida dilakukan untuk mengurangi terjadinya
penguapan saat dipanaskan, karena asam asetat dan anhidrida asetat bersifat mudah
menguap.
4. Penggunaan karbon aktif (norit) adalah untuk menarik zat warna sehingga dapat
dihasilkan kristal yang tidak berwarna.
5. Penyaringan dengan corong panas harus dilakukan saat larutan dalam keadaan panas
agar tidak ada kristal yang tersisa. Corong panas juga harus dipanaskan terlebih dahulu
untuk mencegah terbentuknya kristal di corong panas yang akan menghambat proses
penyaringan sehingga kristal yang dihasilkan tidak homogen.

13
DAFTAR PUSTAKA

Furniss BS et all. 1989. Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry 5th edition. New
York: Longman Sccientific & Technical. Page 916-18

Mc Murry J. 2000. Organic Chemistry 5th edition. USA : Brooks / Cole Publishing Company
Pasific Grove. Page 1002

MS. Allen, AG. Barbara, LD. Melvin. 2000. Microscale and Miniscale Organic Chemistry
Laboratory Experiments. USA: The McGraw-Hill Companies. Page 438-439

Vishnoi NK. 1979. Advanced Practical Organic Chemistry 1st edition. New Delhi : Vikas
Publishing House PVT Ltd. Page 330-331

TANDA TANGAN PRAKTIKAN

Eunike Lavenia Nobel Finna Triani


1130139 1130141

14

Anda mungkin juga menyukai