Anda di halaman 1dari 162

PERANCANGAN SISTEM PENGANGKAT

PADA FORKLIFT

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh:
Nama : Yohanes Boedianto
NIM : 025214002

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
FORKLIFT LIFTING SYSTEM DESIGN

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfilment of the Requirements


To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering

By :
Name : Yohanes Boedianto
NIM : 025214002

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM


DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Agustus 2007

Penulis

Yohanes Boedianto
Karya ini kupersembahkan untuk :

Jesus Christ, my Sheeperd and my Saviour

Papa dan Mama tercinta

Adik-adikku yang terkasih

Merlyana Soik yang kucintai

GBI Generasi Baru Yogyakarta


INTISARI

Dalam unit kegiatan produksi beserta prosesnya, diperlukan penyokong

dalam upaya menjamin kelancaran kegiatan produksi. Penyokong tersebut adalah

perangkat peralatan yang mampu untuk memindahkan ataupun mengangkat

bahan, material, hasil, atau unit produksi dari suatu tahapan produksi ke tahapan

yang lainnya ataupun dari suatu departemen menuju departemen lainnya. Forklift

merupakan salah satu jawaban dari problema tersebut.

Material yang akan diangkat oleh forklift ini dibatasi sampai pada berat

maksimum dua ton. Maka peralatan pengangkat didesain sedemikian rupa

sehingga mampu menahan beban maksimum pada saat dioperasikan.

Dalam sistem pengangkat pada forklift ini digunakan motor listrik yang

memberi suplai berupa putaran dan torsi kepada pompa roda gigi dan kemudian

menghasilkan debit dan tekanan fluida yang dialirkan melalui selang hidrolik

menuju silinder pengangkat maupun silinder miring. Debit dan tekanan fluida

pada silinder angkat menghasilkan dorongan terhadap piston dan batang silinder

angkat sehingga mampu mendorong fork beserta bebannya sepanjang rel sampai

ketinggian yang diinginkan operator. Sedangkan pada silinder miring,

menghasilkan dorongan terhadap piston dan batang silinder miring sehingga

mampu mendorong fork beserta bebannya sampai kemiringan yang diinginkan

operator.
ABSTRACT

A support system is needed to ensure a good production process. One of

the supporting systems is a vehicle that can be used to move or lift materials,

products or production units from one production stage to another or from one

department to another. This vehicle is known as forklift.

Forklift has an ability to lift materials up to 2 tons. So the work equipment

must be designed in such a way that it can hold a maximum load capacity.

This forklift design system use an electric motor to give supply such as

wheel and torsion to gear pump that produce fluid rate of flow and pressure that

stream down through hydraulic pipe to lift-cylinder or tilt-cylinder. Fluid rate of

flow and pressure on the lift-cylinder push piston and lift-cylinder body so it can

push the fork and its load along the track until some degree of height. On tilt-

cylinder it push piston and tilt-cylinder body so can use to push fork and its load

until some degree of slope required by operator.


KATA PENGANTAR

Dengan segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya yang besar, sehingga penulis

dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Sistem

Pengangkat pada Forklift” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

Bersamaan dengan ini, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih

kepada dosen serta rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian

Tugas Akhir ini, antara lain:

1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak R.B. Dwiseno Wihadi, S.T., M.Si., selaku Dosen Pembimbing

Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Tugas Akhir. Terima kasih banyak

untuk masukan-masukan yang sangat membantu penyelesaian Tugas Akhir

ini. Dan juga nasihat-nasihat agar menjadi lulusan yang memiliki nilai sumber

daya yang lebih.

4. Bapak Ir. Rines Alapan, M.T. dan Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T.,

selaku Dosen Penguji. Terima kasih untuk saran dan nasihatnya.

5. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Sanata Dharma.
6. Papa Hendry Boedianto dan Mama Suryana Astrodiarjo tercinta, terima kasih

buat kasih sayang, dukungan dan doa-doanya selama saya mulai kuliah

sampai saya lulus. I love you all.

7. Papa Anto Sulistyo dan Mama Sharlota Soik tercinta, terima kasih buat

dorongan semangat dan doa-doanya. I love you all.

8. Keluarga Besar Liem Bing Lie, terima kasih buat support dana selama masa

kuliah saya. Kiranya Tuhan memberkati kehidupan Anda dan damai sejahtera

selalu ada dalam keluarga kita semua.

9. My heart, Merlyana Soik, S.T, terima kasih sudah banyak mendukung dan

berdoa buat saya saat saya mengalami saat-saat yang susah. Terima kasih

sudah banyak membagi hidup bersama saya. Terima kasih buat cinta dan

kasihmu yang nyata dalam hidup saya. I love you so much…!!!

10. Adik-adikku semua (Chandra, Meme, Icha, Putri dan Fredy, Siong, Siana).

Terima kasih banyak buat dukungan semangatnya. I love you all.

11. GBI Generasi Baru, tempat di mana saya bertumbuh dan mendapatkan nutrisi

rohani yang luar biasa.

12. History Maker (Bang Sam, Eros, Epen, Edy dan Maraden), rumah dan

keluarga saya selama di Jogja. Terima kasih sudah berbagi hidup.

13. Chronicles (Bang Punto, Ita, Nancy, Joyce, Butet, Lia, Awing, Eros, Bayu,

Echi, Titik), terima kasih buat dukungan doa kalian. Ayo terus kejar

panggilanmu, jangan menyerah! Capai mimpimu dan torehkan catatan manis

dalam kehidupan kalian. Saya bangga memiliki saudara seperti kalian. I love

you all.
14. Para punggawa zona 2 (Bang Eko, Bu Semi, Bang Punto, Mas Hendro, Mbak

Isti, Kak Femmy), mantap dan tetap semangat ya…!!!

15. Eks ViJ (Bang Natar, Okto, Liawati, Kak Raul, Robby, Edy Guntank, Samuel,

Yuki, dkk yang lain), makasih buat doa-doanya.

16. Semua teman-teman TM, terima kasih buat semua bantuannya. Sampai jumpa

di dunia kerja ya…

17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

Tugas Akhir ini, penulis memohon kritik dan saran yang membangun. Penulis

memiliki harapan yang sangat besar, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat

bagi pembaca dan juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Agustus 2007

Penulis

Yohanes Boedianto
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................................iii

HALAMAN KEASLIAN KARYA ............................................................................iv

HALAMAN SOAL ...................................................................................................... v

HALAMAN REVISI ..................................................................................................vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................vii

INTISARI ..................................................................................................................viii

ABSTRACT ................................................................................................................ix

KATA PENGANTAR ................................................................................................. x

DAFTAR ISI .............................................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................xvii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xx

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Definisi Forklift.............................................................................................. 2

1.3. Jenis-jenis Forklift.......................................................................................... 5

1.4. Dimensi Forklift ........................................................................................... 10

xiii
1.5. Pembatasan Masalah .................................................................................... 16

1.6. Prosedur Perancangan .................................................................................. 16

BAB II. PERANCANGAN SISTEM PENGANGKAT ............................................. 18

2.1 Peralatan Kerja (Work Equipment) .............................................................. 18

2.1.1 Garpu (Fork) ....................................................................................... 18

2.1.1.1 Perhitungan Fork.................................................................. 18

2.1.1.2 Pemeriksaan Kekuatan Fork ................................................ 24

2.1.1.3 Perhitungan Kait Fork .......................................................... 25

2.1.2 Fingerboard ......................................................................................... 31

2.1.3 Tiang (Mast)........................................................................................ 34

2.1.3.1 Perencanaan Tiang ............................................................... 37

2.1.3.2 Perencanaan Roda Jalan (Roller) ......................................... 43

2.1.3.3 Perencanaan Rantai .............................................................. 49

2.2 Sistem Hidrolik (Hydraulic System) ............................................................ 57

2.2.1 Pengertian Dasar ................................................................................. 57

2.2.2 Komponen-Komponen Sistem Hidrolik ............................................. 59

2.2.2.1 Pembangkit Tenaga.............................................................. 59

2.2.2.2 Penghasil Tenaga (Aktuator) ............................................... 60

2.2.2.3 Pengontrol Sistem Hidrolik (Katub) .................................... 61

2.2.2.4 Sistem Distribusi .................................................................. 64

2.2.2.5 Fluida Hidrolik..................................................................... 64

xiv
2.2.3 Sistem Hidrolik Angkat (Lift) dan Miring (Tilt) ................................. 67

2.2.3.1 Diagram Sirkuit Sistem Hidrolik ......................................... 67

2.2.3.2 Silinder Hidrolik .................................................................. 69

2.2.3.2.1 Analisis Gaya Pembebanan................................... 69

2.2.3.2.2 Batang Silinder...................................................... 74

2.2.3.2.3 Piston Silinder ....................................................... 79

2.2.3.2.4 Tebal Dinding Silinder.......................................... 81

2.2.3.2.5 Debit Aliran Sistem Hidrolik ................................ 84

2.2.3.3 Selang Hidrolik .................................................................... 86

2.2.3.4 Pompa Hidrolik .................................................................... 89

2.2.3.4.1 Rugi-Rugi pada Instalasi ....................................... 89

2.2.3.4.2 Konstruksi Pompa Hidrolik .................................. 95

2.2.3.4.3 Pemeriksaan Kekuatan Pompa Roda Gigi ............ 97

2.2.3.5 Katub .................................................................................. 100

2.2.3.6 Fluida Hidrolik................................................................... 103

2.3 Analisis Cosmos Work............................................................................... 103

BAB III. OPERASIONAL DAN PERAWATAN ................................................... 116

3.1. Operasional ................................................................................................ 116

3.2. Perawatan ................................................................................................... 118

xv
BAB IV. KESIMPULAN DAN PENUTUP............................................................ 123

4.1. Kesimpulan ................................................................................................ 123

4.2. Penutup....................................................................................................... 128

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kelas-kelas Powered Industrial Trucks.............................................. 3

Gambar 1.2. Komponen Forklift-Truck .................................................................. 4

Gambar 1.3. Perbandingan Motor-Truck dan Forklift-Truck ................................. 4

Gambar 1.4. Jenis-Jenis Forklift ............................................................................. 7

Gambar 1.5. Macam-Macam Bentuk Peralatan Kerja Garpu ................................. 9

Gambar 1.6. Bentuk dan Konstruksi Forklift Tipe Linde R20 ............................. 10

Gambar 1.7. Spesifikasi Dimensi Forklift ............................................................ 15

Gambar 1.8. Pengontrolan Sudut dan Kecepatan Kemiringan Tiang ................... 15

Gambar 2.1. Dimensi Fork.................................................................................... 19

Gambar 2.2. Proyeksi Horizontal pada Lengkungan Fork.................................... 21

Gambar 2.3. Proyeksi Melintang Lengkungan Fork pada Bidang A-B................ 21

Gambar 2.4. Kait Fork .......................................................................................... 26

Gambar 2.5. Penampang Kait A ........................................................................... 27

Gambar 2.6. Spesifikasi Fingerboard.................................................................... 31

Gambar 2.7. Model Mast 2 Tingkat ...................................................................... 35

Gambar 2.8. Model Mast 3 Tingkat ...................................................................... 36

Gambar 2.9. Penampang Rel Luar ........................................................................ 37

Gambar 2.10. Posisi Pembebanan pada Rel.......................................................... 41

Gambar 2.11. Posisi Roller pada Fingerboard ...................................................... 44

xvii
Gambar 2.12. Posisi Roller pada Rel .................................................................... 45

Gambar 2.13. Poros Roller.................................................................................... 48

Gambar 2.14. Jenis-Jenis Pompa Roda Gigi......................................................... 59

Gambar 2.15. Pompa Hidrodinamik ..................................................................... 60

Gambar 2.16. Silinder Hidrolik............................................................................. 61

Gambar 2.17. Katub Pengarah .............................................................................. 62

Gambar 2.18. Katub Pengontrol Tekanan............................................................. 63

Gambar 2.19. Mekanisme Kerja Sistem Hidrolik Angkat dan Miring ................. 68

Gambar 2.20. Tegangan Tali................................................................................. 69

Gambar 2.21. Kedudukan Fork Tegak Lurus Mast .............................................. 71

Gambar 2.22. Kedudukan Fork Miring 2° ke Bawah ........................................... 72

Gambar 2.23. Kedudukan Fork Miring 4° ke Atas ............................................... 73

Gambar 2.24. Silinder Angkat .............................................................................. 76

Gambar 2.25. Silinder Miring ............................................................................... 79

Gambar 2.26. Tekanan pada Silinder Angkat ....................................................... 80

Gambar 2.27. Tekanan pada Silinder Miring........................................................ 81

Gambar 2.28. Pemasangan Selang Hidrolik ......................................................... 86

Gambar 2.29. FOS pada fork dan kait dengan pembebanan terpusat ................. 104

Gambar 2.30. STRESS pada fork dan kait dengan pembebanan terpusat .......... 105

Gambar 2.31. FOS pada fork dan kait dengan pembebanan merata................... 105

Gambar 2.32. STRESS pada fork dan kait dengan pembebanan merata ............ 106

Gambar 2.33. FOS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban terpusat..... 107

xviii
Gambar 2.34. STRESS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban terpusat108

Gambar 2.35. FOS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban merata....... 108

Gambar 2.36. STRESS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban merata 109

Gambar 2.37. FOS pada penutup fingerboard .................................................... 110

Gambar 2.38. STRESS pada penutup fingerboard.............................................. 110

Gambar 2.39. FOS pada penghubung/penggantung fingerboard........................ 111

Gambar 2.40. STRESS pada penghubung/penggantung fingerboard................. 112

Gambar 2.41. FOS pada rangkaian penyangga sproket ...................................... 113

Gambar 2.42. STRESS pada rangkaian penyangga sproket ............................... 113

Gambar 2.43. FOS pada rangkaian total ............................................................. 114

Gambar 2.44. STRESS pada rangkaian total ...................................................... 115

Gambar 3.1. Manuver Operasi Forklift............................................................... 120

Gambar 3.2. Loads Position 1 ............................................................................. 120

Gambar 3.3. Loads Position 2 ............................................................................. 120

Gambar 3.4. Raised Fork dan No Lifting............................................................ 121

Gambar 3.5. Maintenance Rantai........................................................................ 121

Gambar 3.6. Maintenance pada Sistem Hidrolik ................................................ 121

Gambar 3.7. Control Lever ................................................................................. 122

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Tabel L.1. Baja karbon konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin

Tabel L.2. Bantalan rol silindris

Tabel L.3. Ukuran rantai rol

Tabel L.4. Besi cor kelabu

Tabel L.5. Ukuran standar ulir kasar metris (JIS B 0205)

Tabel L.6. Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir

Tabel L.7. Ukuran diameter pipa

Tabel L.8. Tekanan zat cair dalam pipa (DIN 2391)

Tabel L.9. Kecepatan kritis pada pipa

Tabel L.10. Diagram Moody

Tabel L.11. Faktor dinamis

Tabel L.12. Tegangan lentur yang diizinkan pada bahan roda gigi

Tabel L.13. Faktor bentuk gigi

Tabel L.14. Pilihan viskositas

xx
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Perkembangan dunia industri sedemikian pesatnya. Teknologi yang

semakin maju ini secara otomatis mendorong laju produksi menjadi semakin

besar pula. Hal tersebut juga sejalan dengan permintaan pasar terhadap hasil

produksi yang semakin tinggi pula.

Dalam unit kegiatan produksi beserta prosesnya memerlukan

penyokong dalam upaya menjamin kelancaran kegiatan produksi.

Penyokong tersebut adalah perangkat peralatan yang mampu untuk

memindahkan ataupun mengangkat bahan, material, hasil, atau unit produksi

dari suatu tahapan produksi ke tahapan yang lainnya ataupun dari suatu

departemen menuju departemen lainnya.

Dapat kita bayangkan betapa rumitnya suatu proses produksi tanpa

adanya bantuan dari piranti penyokong tersebut, yakni peralatan

pengangkat-pengangkut (material handling). Perlatan pengangkat-

pengangkut tersebut akan sangat membantu manusia dalam menjalankan

kegiatan produksinya. Kita dapat menghitung lama waktu yang dapat

ditekan atau dihemat dalam melakukan kegiatan mengangkat-mengangkut.

Hal ini tentu saja mempengaruhi jumlah nilai nominal (uang) yang mampu

kita tekan atau minimalisir untuk melakukan proses produksi yang kurang

efisien.

1
2

Apabila kita amati secara cermat menurut klasifikasi kerjanya, peran

forklift dalam dunia industri menjadi demikian penting dan signifikan untuk

dipergunakan sebagai peralatan penyokong proses produksi.

1. 2. Definisi Forklift

Forklift merupakan salah satu kelas dari klasifikasi powered industrial

truck. Menurut The Industrial Powered Truck Association, klasifikasi dari

powered industrial truck seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.1 adalah:

a. Kelas I : electric motor rider trucks

b. Kelas II : electric motor narrow aisle trucks

c. Kelas III : electric motor hand trucks or hand / rider trucks

d. Kelas IV : internal combustion engine trucks (solid / cushion tires)

e. Kelas V : internal combustion engine trucks (pneumatic tires)

f. Kelas VI : electric / internal combustion engine tractors

g. Kelas VII : rough terrain forklift trucks

Forklift seringkali juga disebut counterbalance-truck sebagai peralatan

angkat dan angkut dengan menggunakan tenaga mesin (internal combustion)

ataupun motor listrik (electric motor), dikendalikan oleh seorang operator

yang telah terlatih. Forklift mampu dipergunakan di dalam ruangan

(indoors) maupun di luar ruangan (outdoors) serta mempunyai kegunaan

untuk :

a. Mengangkat dan mengangkut bahan baku (lift and transport materials)


3

b. Menimbun material (stack materials)

c. Menarik atau mendorong pesawat terbang ataupun kereta gandeng yang

berisi bahan baku (tow or push aircraft or material transport trailers)

(a) Kelas I : (b) Kelas I : (c) Kelas II :


Counterbalance Rider Type Sit Down Rider Electric Order Picker

(d) Kelas II : (e) Kelas II : (f) Kelas III :


Reach Type Outrigger Turret Truck Low Lift Platform

(g) Kelas III : (h) Kelas IV : (i) Kelas V :


High Lift Counterbalance Fork Counterbalance Fork Conterbalance
(chusion /solid tires) (pneumatic tires)

(j) Kelas VI : (k) Kelas VII : (l) Kelas VII :


Sit Down Rider Straight-Mass Forklift Extended-Reach Forklift

Gambar 1.1 Kelas-kelas Powered Industrial Trucks


(Sumber : Power Industrial Trucks Operator Training, www.free-trining.com )
4

Forklift juga merupakan suatu peralatan pengangkat dan pengangkut

yang terbagi atas badan (truck-body) serta peralatan kerja (work equipment)

seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.2. Forklift pada hakekatnya

serupa dengan motor-truck, tetapi hal yang membedakan adalah Forklift

membawa muatannya di bagian peralatan kerja (work equipment)-nya,

sedangkan motor-truck membawa muatan pada bagian badan (body)-nya

seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. 3.

a.) b.)

Gambar 1.2 Komponen forklift-truck


a.) Work equipment b.) Truck body
(Sumber : ____,Diktat-diktat Forklift, PT. United Tractors Pandu Engineering)

a.) b.)

Gambar 1.3 Perbandingan motor-truck dan forklift-truck


a.) Motor-truck b.) Forklift-truck
(Sumber: ____, Diktat-diktat Forlift,PT. United Tractors Pandu Engineering)
5

1. 3. Jenis-jenis Forklift

Forklift menurut mesin penggerak (power drive) yang dipergunakan

dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Internal Combustion (I/C) Forklift

Forklift ini menggunakan jenis bahan bakar gas / LPG (Liquid Petrolium

Gas), bensin (gasoline), atau solar (diesel).

b. Electric (Motor) Forklift

Forklift ini menggunakan jenis motor arus searah (DC) atau arus bolak-

balik (AC).

Forklift dalam konstruksinya dilengkapi dengan peralatan kerja (mast

and attachment). Forklift memiliki beberapa bentuk attachment sesuai

dengan fungsinya dalam memindahkan jenis muatan yang ingin

dipindahkan. Hal ini seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.4 , yaitu

sebagai berikut :

a. Forklift dengan pencekam ganda

b. Forklift dengan klem

1) Klem penjepit muatan bal hidrolik

2) Klem penjepil rol vertikal

3) Klem pengangkat tong

4) Klem keranjang

5) Klem penjepit hidrolik untuk baja panas

6) Klem grab untuk penundah kayu


6

c. Forklift dengan perlengkapan crane

1) Crane kait tunggal sederhana

2) Crane kait tunggal

3) Crane dengan lengan pengangkat

d. Forklift dengan garpu

1) Garpu tunggal / tanduk

2) Garpu ganda untuk pipa keramik dan beton kecil

3) Garpu khusus pencekam pipa beton besar

4) Garpu pengangkat tinggi

5) Garpu pembalik

6) Garpu ganda untuk membawa drum dalam posisi horizontal

e. Forklift dengan cengkeraman

1) Cengkeraman pengatur rol dalam arah vertikal

2) Cengkeraman untuk muatan curah

f. Forklift dengan sebuah permukaan yang rata (pelantak) sebagai

pendorong beban universal.

g. Forklift dengan pemegang magnetis

h. Forklift dengan hooper

i. Forklift dengan sekop

1) Sekop pengaduk

2) Sekop gravitasi
7
8

Gambar 1.4 Jenis-jenis forklift


(Sumber : Rudenko, N.,1996, MesinPengangkat , Penerbit Erlangga, Jakarta)
9

Apabila forklift menggunakan perlatan kerja berbentuk garpu (fork),

ada beberapa macam bentuk fork yang digunakan seperti yang diperlihatkan

pada Gambar 1.5 yaitu :

a. Long forkbar

b. Sleeved forks

c. Long forkbar

d. High load backrest

e. Tappered forks

(a) Long forkbar (b) Sleeved forks (c) High load backrest

(d) Long forks (e) Tapered fork

Gambar 1.5 Macam-macam bentuk peralatan kerja garpu


(Sumber : ____, Diktat-diktat Forlift,PT. United Tractors Pandu Engineering)
10

1. 4. Dimensi Forklift

Forklift memiliki konstruksi dasar yang hampir sama, hanya

dimensinya saja yang berbeda. Berikut dapat dilihat konstruksi forklift yang

termasuk dalam powered industrial trucks kelas II yaitu forklift dengan tipe

‘Reach Type Outrigger’ dan sistem penggerak berupa electric motor rider

trucks. Peralatan kerja (attachment) dipilih berupa garpu (tapered forks)

yang dipergunakan untuk mengangkat dan memindahkan material berbentuk

kotak ataupun material lain dengan pallet dan dipasang pada tiang (mast)

dua tingkat. Forklift ini digunakan di dalam ruangan (indoors).Konstruksi

forklift tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.6

Gambar 1.6 Bentuk dan konstruksi forklift tipe Linde R20


(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)
11

Bagian-bagian dari forklift tersebut adalah :

1. Mast unit 15. Traction motor

2. Lift cylinder 16. Horn

3. Protection screen 17. Brake fluid reservoir

4. Control panel cover 18. Seat mounting

5. Battery connector 19. Traction motor brake

6. Battery 20. Power steering motor /

7. Lift motor and pump unit gearbox / controller

8. Hydraulic tank 21. Seat

9. Load wheels 22. Steering wheel

10. Hydraulic control valve 23. Lift chain

11. Reach roller 24. Fork latches

12. Drive wheel 25. Forks

13. Gearbox 26. Fork carriage

14. Reach jack 27. Sideshift jack

Forklift memiliki dimensi-dimensi yang telah terstandarisasi.

Dengan adanya petunjuk berupa spesifikasi dari dimensi forklift, sehingga

akan sangat membantu dan memudahkan operator forklift. Spesifikasi

umum dari dimensi forklift diperlihatkan pada Gambar 1.7 dan Gambar 1.8.

Berikut ini merupakan penjelasan spesifikasi dari dimensi forklift yang

umum dipergunakan.
12

1. Gradeability

Kemiringan maksimum jalan yang masih bisa dilalui forklift yang

mengangkut beban dengan bobot standar.

2. Forklift lifting speed

Kecepatan angkat garpu tanpa dan dengan adanya beban standar,

dinyatakan dalam satuan mm/sec (millimeter/detik).

3. Forklift lowering speed

Kecepatan turun garpu tanpa dan dengan adanya beban standar,

dinyatakan dalam satuan mm/sec (millimeter/detik).

4. Free lift

Jarak dari permukaan tanah (ground) ke garpu dengan rel /tiang (mast)

berada pada posisi tegak lurus.

5. Load center

Jarak dari titik pusat beban ke garpu bagian depan ketika diberi beban

maksimum.

6. Maximum lifting height

Jarak ketinggian maksimum dari permukaan tanah ke permukaan garpu

pada saat garpu dinaikkan maksimum. Tiang / rel harus dalam keadaan

tegak lurus dengan standar beban pada load centernya.

7. Maximum load

Beban maksimum yang daoat diberikan pada load centernya.

8. Maximum tractive effort


13

Gaya tarik maksimum dengan standar beban arah maju, dinyatakan

dalam satuan kilogram (kg).

9. Maximum turning radius

Setengah dari diameter lingkaran pada saat forklift berbelok tajam.

Turning radius akan semakin kecil jika kemampuan membelok (turning

ability) forklift semakin besar.

10. Mast tilting angle

Sudut kemiringan dari rel / tiang yang dapat digerakkan ke depan

maupun ke belakang.

11. Mast tilting speed

Kecepatan dari tiang pada saat digerakkan hingga mencapai kemiringan

maksimum.

12. Minimum intersecting aisle / stacking aisle width

Lebar minimum dari jalan (gang) ketika forklift masih dapat berbelok.

Semakin kecil minimum intersecting aislenya akan menyebabkan forklift

mampu beroperasi pada lokasi (misalnya gudang) yang kecil.

13. Minimum under clearance

Ketinggian dari permukaan tanah atau lantai ke bagian terendah dari

forklift. Pada umumnya merupakan jarak bagian bawah tiang, tidak

termasuk garpu dan ban.

14. Overall height

Tinggi total yang diukur dari permukaan tanah atau lantai ke bagian atas

dengan posisi tiang tegak lurus dan garpu terletak di permukaan tanah.
14

15. Overall length

Ukuran panjang diukur dari ujung garpu paling depan ke bagian paling

belakang dari forklift.

16. Overall width

Ukuran lebar yang diukur dari bagian forklift yang paling menonjol dari

kedua sisinya.

17. Service weight

Ukuran berat total dari forklift tetapi tidak termasuk operator. Untuk

forklift dengan internal combustion, service weight sudah termasuk

dengan bahan bakar, air pendingin, dan pelumas.

18. Tread

Jarak tengah antara ban kiri dan kanan. Jika tread semakin pendek lebar

forklift akan semakin pendek pula dan mengakibatkan keseimbangan

forklift berkurang. Tread dibuat sependek mungkin tanpa mengganggu

keseimbangannya.

19. Wheel base

Jarak mendatar / horizontal dari titik pusat poros depan (front axle) ke

titik pusat poros belakang (rear axle). Apabila wheel base semakin

panjang maka keseimbangan forklift akan semakin baik, tetapi radius

untuk membelok (turning radius)nya akan semakin besar. Wheel base

sebaiknya dirancang sependek mungkin tanpa mengganggu

keseimbangan dari forklift.


15

(a) Gradeability (b) Free lift (c) Load center (d) Maximum (e) Maximum
lifting height load

(f) Minimum under (g) Maximum turning (h) Minimum intersecting (i) Overall height
clearance radius aisle

(j) Overall length (k) Overall width (l) Tread (m) Service weight (n) Wheel base

Gambar 1.7 Spesifikasi dimensi forklift


(Sumber : ____, Diktat-diktat Forlift,PT. United Tractors Pandu Engineering)

(a) Sudut miring ke depan (b) Sudut miring ke belakang

Gambar 1.8 Pengontrolan sudut dan kecepatan kemiringan tiang


(Sumber : ____, 2001, Industrial Vehicle Technology Magazine : Lift Truck and
Materials Handling Equipment Edition, halaman 74)
16

1. 5. Pembatasan Masalah

Tugas akhir ini dalam pembahasan, perancangan, dan perhitungan

akan bertitik berat pada beberapa hal. Selain dari hal tersebut, tidak akan

dibahas secara lengkap. Hal- hal yang menjadi titik berat dalam Tugas Akhir

ini adalah :

1. Perancangan difokuskan hanya pada perancangan sistem pengangkat

pada forklift. Yang termasuk di dalamnya adalah perancangan garpu

(fork), perancangan fingerboard, perancangan tiang (mast), perancangan

sistem hidrolik.

2. Sistem pengangkat ini mampu mengangkat beban dengan berat

maksimum 2 ton.

1. 6. Prosedur Perancangan

Langkah-langkah dalam proses pembahasan dan perancangan

komponen-komponen dari sistem pengangkat pada forklift adalah sebagai

berikut :

1. Penyajian latar belakang Tugas Akhir yang bertema forklift, kemudian

dilanjutkan dengan membahas definisi forklift, jenis-jenis forklift dan

spesifikasi dimensi forklift yang umum dipergunakan. Setelah itu baru

ditentukan mengenai pembatasan masalah dan prosedur perancangannya.

2. Analisis perhitungan pada sistem pengangkat yang akan dirancang

sesuai dengan pembatasan masalah yang telah ditetapkan, yaitu meliputi:


17

a. Peralatan kerja (work equipment) yang meliputi garpu (fork),

fingerboard, dan tiang (mast). Akan disajikan mengenai definisi dan

perhitungan perancangan masing-masing komponen tersebut.

b. Sistem hidrolik beserta komponen-komponen dalam sistem hidrolik,

dan pembahasan mengenai sistem hidrolik untuk angkat (lift) dan

sistem hidrolik untuk miring (tilt). Dalam hal ini juga meliputi

penggerak hidrolik, yaitu mengenai definisi dan komponen-

komponen pompa hidrolik sebagai penyuplai tenaga dalam sistem

pengangkat pada forklift ini.

c. Penyajian hasil analisis perhitungan dengan menggunakan program

“Cosmos Work” sebagai acuan pembanding terhadap hasil analisis

perhitungan manual.

3. Pembahasan mengenai operasional dan perawatan dari sistem

pengangkat pada forklift. Operasional yang dimaksud adalah meliputi

prosedur-prosedur dalam mengoperasikan sistem pengangkat pada

forklift, serta prosedur-prosedur keamanan dan keselamatan bagi

operator ataupun bagi orang lain yang berada dalam lingkup kerja

forklift tersebut. Perawatan sistem pengangkat pada forklift akan

meliputi pemeliharaan dan perawatan yang perlu dilakukan.

4. Penyajian data-data hasil perhitungan beserta penjabaran kesimpulan

yang diperoleh selama proses perancangan ini.


BAB II

PERANCANGAN SISTEM PENGANGKAT

2. 1. Peralatan Kerja (Work Equipment)

2.1.1. Garpu (Fork)

Fork merupakan bagian dari sistem pengangkat forklift yang akan

menerima beban secara langsung. Fork juga merupakan peralatan kerja

forklift yang dapat diganti menurut kebutuhan kerja serta jenis dari beban

yang akan diangkat. Fungsi fork adalah sebagai dudukan dari beban atau

materi yang akan diangkat, yang dapat berupa kotak atau pallet. Dalam

pengoperasiannya, diusahakan agar penempatan beban berada pada pangkal

fork untuk meminimalkan terjadinya kerusakan pada konstruksi fork.

2.1.1.1. Perhitungan Fork

Bahan fork dipilih menggunakan Tabel L.1 dan L.12 pada lampiran,

dengan data yang diketahui adalah:

Bahan fork = S 35 C

Kekuatan tarik bahan σB = 52 kg/mm2

Tegangan lentur izin bahan bahan σa = 26 kg/mm2

Kapasitas angkat maksimum Q = 2000 kg

Jumlah fork =2

Setiap batang fork menerima beban kerja masing-masing (seperti yang

terlihat pada Gambar 2.1), dapat ditentukan dari persamaan 2.1.

18
19

1
F= × Q ....................................................................................... (2.1)
2

1
F= × 2000 = 1000 kg
2

Gambar 2.1 Dimensi Fork

Angka keamanan merupakan angka yang digunakan untuk mengevaluasi

keamanan dari suatu bagian mesin. Angka keamanan yang diambil Sf = 1,5.

Beban patah pada batang fork dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.2.

Ff = Sf × F ..................................................................................... (2.2)

Ff = 1,5 × 1000 = 1500 kg

Penampang A-B seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 akan mengalami

pembebanan kombinasi dan akan menghasilkan tegangan dalam berupa

tegangan tarik dan lentur akibat beban patah.

1. Tegangan tarik akibat beban patah dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan 2.3.

Ff
σb = .................................................................................... (2.3)
A

A = a × b .................................................................................. (2.4)
20

Persamaan 2.4 dimasukkan dalam persamaan 2.3, menjadi:

Ff
σb =
a×b

Dengan: A = luas penampang fork (mm²)

a = tebal fork (mm)

b = lebar batang fork (mm)

Sehingga:

1500 33,33
σb = = kg/mm²
45 × b b

2. Tegangan lentur beban lengkung

Untuk menganalisis tegangan lentur pada fork, perlu dilakukan proyeksi

melintang pada batang fork dengan penentuan titik-titik kelengkungan

pada fork seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3

(Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 82).

Dengan: a = tebal fork = 45 mm

b = lebar batang fork (mm)

Co = jarak dari sumbu netral ke serat luar (mm)

Ci = jarak dari sumbu netral ke serat dalam (mm)

e = jarak dari sumbu titik berat ke sumbu netral (mm)

r = jari-jari sumbu netral (mm)

ro = jari-jari serat luar (mm)

ri = jari-jari serat dalam = 20 mm

r = jari-jari sumbu titik berat (mm)


21

Gambar 2.2 Proyeksi horizontal pada lengkungan fork


(Sumber : Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 82)

Gambar 2.3 Proyeksi melintang lengkungan fork pada bidang A-B

a. Jari-jari kelengkungan serat luar (ro) ditentukan oleh persamaan 2.5

(Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 85).

ro = ri + a ........................................................................... (2.5)

ro = 20 + 45 = 65 mm

b. Jari-jari kelengkungan sumbu netral (r) ditentukan oleh persamaan

2.6 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 86).

a
r= ......................................................................... (2.6)
⎛ ro ⎞
ln⎜ ⎟
⎝ ri ⎠
22

45
r= = 38,18 mm
⎛ 65 ⎞
ln⎜ ⎟
⎝ 20 ⎠

c. Jari-jari kelengkungan titik berat ( r ) ditentukan oleh persamaan 2.7

(Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 86).

a
r = ri + ........................................................................... (2.7)
2

45
r = 20 + = 42,5 mm
2

d. Jarak dari sumbu titik berat ke sumbu netral (e) ditentukan oleh

persamaan 2.8 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 85).

e = r − r ............................................................................. (2.8)

e = 42,5 − 38,18 = 4,32 mm

e. Jarak dari sumbu netral ke serat luar (Co) ditentukan oleh persamaan

2.9 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 85).

1
Co = e + × a ................................................................... (2.9)
2

1
Co = 4,32 + × 45 = 26,82 mm
2

f. Jarak dari sumbu netral ke serat dalam (Ci) ditentukan oleh

persamaan 2.10 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 85).

1
Ci = × a − e .................................................................... (2.10)
2

1
Ci = × 45 − 4,32 = 18,18 mm
2
23

Momen lengkung yang terjadi pada fork dapat ditentukan dengan oleh

persamaan 2.11

M = F f × (500 + Ci ) ............................................................... (2.11)

M = 1500 × (500 + 18,18) = 777270 kg.mm

Tegangan lentur akibat momen lentur ditentukan oleh persamaan 2.12

dan persamaan 2.13 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 85).

M × Ci
Pada titik A σ aA = ............................................ (2.12)
A × e × ri

777270 × 18,18 3634,46


σ aA = = kg/mm²
45.b × 4,32 × 20 b

M × Co
Pada titik B σ aB = ........................................... (2.13)
A × e × ro

777270 × 26,82 1649,76


σ aA = = kg/mm²
45.b × 4,32 × 65 b

3. Total tegangan yang terjadi pada batang fork

a. Tegangan tarik dan lentur tarik ditentukan oleh persamaan 2.14

(Suroto, A.,halaman 30).

σ maks = σ aA + σ b ............................................................... (2.14)

3634,46 33,33 3667,79


σ maks = + = kg/mm²
b b b

b. Tegangan tarik dan lentur tekan ditentukan oleh persamaan 2.15

(Suroto, A.,halaman 30).

σ min = −σ aB + σ b .............................................................. (2.15)

1649,76 33,33 1683,09


σ min = − + = kg/mm²
b b b
24

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa tegangan yang terjadi

pada batang fork harus lebih kecil daripada kekuatan tarik bahan

sehingga fork aman dipergunakan. Maka batang fork memiliki lebar

sebagai berikut :

σB ≥ σmaks

3667,79
52 ≥
b

b ≥ 70,53 mm

Lebar fork dipilih = 100 mm

(disesuaikan dengan data manual book Linde R20)

2.1.1.2. Pemeriksaan Kekuatan Fork

Kekuatan fork dapat dibuktikan dengan mencari harga tegangan

yang terjadi pada fork dengan langkah berikut ini :

1. Tegangan akibat momen lentur ditentukan oleh persamaan 2.16 dan

persamaan 2.17 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 52).

M
σa = .................................................................................. (2.16)
z

b × a2
z= ................................................................................ (2.17)
6

dengan : M = momen lentur (kg.mm)

z = modulus penampang (mm³)

sehingga :

100 × 45 2
z= = 33750 mm³
6
25

777270
σa = = 23,03 kg/mm²
33750

2. Tegangan tarik akibat beban patah ditentukan oleh persamaan 2.3

1500
σb = = 0,33 kg/mm²
45 × 100

3. Tegangan total yang dialami fork ditentukan oleh persamaan 2.18

(Suroto, A.,halaman 30).

σ result = σ b + σ a .................................................................... (2.18)

σ result = 0,33 + 23,03 = 23,36 kg/mm²

Karena didapatkan hasil bahwa tegangan terbesar yang dialami fork

adalah tegangan lenturnya, maka keamanan konstruksi ditinjau dari

tegangan lentur izin bahan.

σa ≥ σresult

26 ≥ 23,36

Didapatkan bahwa tegangan lentur izin bahan lebih besar daripada

tegangan yang terjadi pada batang fork, sehingga fork aman untuk

digunakan.

2.1.1.3. Perhitungan Kait Fork

Bahan kait fork dipilih sama dengan bahan fork yang dipilih

menggunakan Tabel L.1 pada lampiran, dengan data sebagai berikut :

Bahan kait fork = S 25 C

Kekuatan tarik bahan σB = 45 kg/mm2

Tegangan lentur izin bahan σa = 26 kg/mm2


26

Angka keamanan Sf = 1,5

Analisis gaya-gaya yang terjadi pada kait fork seperti diperlihatkan pada

Gambar 2.4 menggunakan analogi bahwa kait A merupakan tumpuan sendi

dan kait B merupakan tumpuan rol.

Gambar 2.4 Kait fork

Analisis gaya di titik A dan B ditentukan dengan persamaan berikut :

Gaya horizontal :

∑MB = 0

F × (500 + 45) − FAH × 440 = 0

1000 × (500 + 45) − FAH × 440 = 0

1000 × 545
FAH = = 1238,64 kg
440

∑F = 0

FAH − FBH = 0

FBH = 1238,64 kg

Gaya vertikal :

FAV = F = 1000 kg

FBV = 0
27

Berdasarkan perhitungan tersebut maka dapat diketahui bahwa kait A

mengalami pembebanan yang lebih besar disbanding kait B. maka yang

akan dianalisis adalah kait A saja. Berikut adalah perhitungan kait A dengan

konstruksi seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Penampang kait A

Karena ∑ FX = 0 , maka FAH’ pada Gambar 2.5 besarnya sama dengan FAH

pada Gambar 2.4, yaitu 1238,64 kg.

Penampang X-X’

Kait secara langsung menerima gaya beban dari fingerboard dengan harga

seperti yang telah dihitung di atas, dengan ketentuan beban berada di tengah

dari kait fork.

1. Tegangan lentur akibat momen lentur (Shigley dan Mitchell, 1986,

halaman 52).

⎛ 25 ⎞
M H = FAH × ⎜15 + ⎟
⎝ 2 ⎠

⎛ 25 ⎞
M H = 1238,64 × ⎜15 + ⎟ = 34062,60 kg.mm
⎝ 2 ⎠
28

⎛ 25 ⎞
M V = FAV × ⎜ ⎟
⎝ 2 ⎠

⎛ 25 ⎞
M V = 1000 × ⎜ ⎟ = 12500 kg.mm
⎝ 2 ⎠

Sehingga momen resultannya adalah :

M result = M V + M H

M result = 34062,60 + 12500 = 46562,60 kg.mm

Momen inersia penampang kait ditentukan oleh persamaan 2.19.

1
I= × b × h 3 ......................................................................... (2.19)
12

Dengan : b = lebar kait = 100 mm

h = tebal kait = 25 mm

Sehingga :

1
I= × 100 × 25 3 = 130208,33 mm4
12

Tegangan lentur ditentukan oleh persamaan 2.20.

M result × C
σa = ...................................................................... (2.20)
I

1
Dengan : C= × 25 = 12,5 mm
2

46562,60 × 12,5
Sehingga : σa = = 4,47 kg/mm2
130208,33

2. Tegangan tarik akibat gaya horizontal ditentukan oleh persamaan 2.3.

FAH
σb =
A

Dengan : A = b×h
29

1238,64
Sehingga : σb = = 0,5 kg/mm2
100 × 25

Tegangan normal maksimum ditentukan oleh persamaan 2.21 (Suroto,

A.,halaman 30).

σ total = σ b + σ a ....................................................................... (2.21)

σ total = 0,5 + 4,47 = 4,97 kg/mm2

3. Tegangan geser maksimum akibat gaya vertikal ditentukan oleh

persamaan 2.22 (Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 64).

3 × FAV
τ= ............................................................................. (2.22)
2× A

3 × 1000
τ= = 0,6 kg/mm2
2 × (25 × 100)

Tegangan maksimum total yang terjadi akibat tegangan tarik dan tegangan

geser ditentukan oleh persamaan 2.23 (Suroto, A.,halaman 25).

σ max = σ total 2 + 3τ 2 ..................................................................... (2.23)

σ max = 4,97 2 + 3 × 0,6 2 = 5,08 kg/mm2

Penampang Y-Y’

1. Tegangan lentur akibat momen lentur.

Momen inersia penampang kait ditentukan oleh persamaan 2.19.

1
I= × 100 × 20 3 = 66666,67 mm4
12

1
Dengan : C= × 20 = 10 mm
2

Tegangan lentur ditentukan oleh persamaan 2.20.


30

46562,60 × 10
Sehingga : σa = = 6,98 kg/mm2
66666,67

2. Tegangan tarik akibat gaya vertikal

σb = 0

Tegangan normal total ditentukan oleh persamaan 2.21.

σ total = σ b + σ a

σ total = 0 + 6,98 = 6,98 kg/mm2

3. Tegangan geser akibat gaya vertikal ditentukan oleh persamaan 2.22.

3 × 1238,64
τ= = 0,93 kg/mm2
2 × (20 × 100 )

Tegangan maksimum total yang terjadi akibat tegangan tarik dan tegangan

geser ditentukan oleh persamaan 2.23.

σ max = 6,98 2 + 3 × 0,93 2 = 7,16 kg/mm2

Tegangan tarik bahan yang diizinkan ditentukan oleh persamaan 2.24.

σB
σb = ....................................................................................... (2.24)
Sf

45
σb = = 30 kg/mm2
1,5

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa tegangan maksimal yang

terjadi pada kait fork, tepatnya pada kedua penampang yang dianalisa (X-X’

dan Y-Y’) harus lebih kecil daripada tegangan tarik bahan. Sehingga dapat

diperoleh hasil sebagai berikut :

Tegangan maksimal penampang X-X’ : σ max = 5,08 kg/mm2


31

Tegangan maksimal penampang Y-Y’ : σ max = 7,16 kg/mm2

Tegangan yang terjadi pada penampang kait fork masih lebih kecil

dibanding dengan tegangan tarik izin bahan, sehingga kait fork aman untuk

dipergunakan.

2.1.2. Fingerboard

Gambar 2.6 Spesifikasi fingerboard

Bahan fingerboard dipilih berdasarkan Tabel L.1 dan L.12 pada lampiran,

dengan data-data diketahui sebagai berikut :

Bahan fingerboard = S 25 C

Kekuatan tarik bahan σB = 45 kg/mm2

Tegangan lentur izin bahan bahan σa = 21 kg/mm2

Angka keamanan Sf = 1,5

Penampang A-A’ pada Gambar 2.6 merupakan bagian yang mengalami

tegangan paling besar. Momen yang terjadi pada penampang A-A’ adalah :

1. Momen puntir

M p = 1000 × (500 + 45) = 545000 kg.mm


32

2. Momen lentur / lengkung

M a = 1000 × 197 = 197000 kg.mm

Tegangan-tegangan yang terjadi pada fingerboard adalah :

1. Tegangan lentur akibat momen lentur ditentukan oleh persamaan 2.20,

dengan beberapa data diketahui sebagai berikut :

Momen lentur M = 197000 kg.mm

Tebal fingerboard b = 20 mm

Lebar fingerboard h = 100 mm

Sehingga :

1
C= × 100 = 50 mm
2

1
I= × 20 × 100 3 = 1666666,67 mm4
12

197000 × 50
σa = = 5,91 kg/mm2
1666666,67

2. Tegangan geser akibat puntiran ditentukan oleh persamaan 2.25 (Shigley

dan Mitchell, 1986, halaman 435).

M ×r
τ= ............................................................................... (2.25)
J

Dengan : M = momen puntir (kg.mm)

r = jarak tinjau terhadap sumbu titik berat (mm)

J = momen inersia sudut (mm4)

J = I x + I y .............................................................................. (2.26)

1
Ix = × b × h 3 ........................................................................ (2.26a)
12
33

1
Ix = × 20 × 100 3 = 1666666,67 mm4
12

1
Iy = × h × b 3 ........................................................................ (2.26b)
12

1
Iy = × 100 × 20 3 = 66666,67 mm4
12

Maka hasil dari persamaan 2.26a dan 2.26b jika dimasukkan ke dalam

persamaan 2.26 menjadi :

J = 1666666,67 + 66666,67 = 1733333,34 mm4

a. Tegangan geser arah X (arah ke bawah) ditentukan oleh persamaan

2.25 dengan jarak tinjau terhadap titik berat (r) adalah X.

100
Mp ×X 545000 ×
τx = = 2 = 15,72 kg/mm2
J 1733333,34

b. Tegangan geser arah Y (arah ke depan) ditentukan oleh persamaan

2.25 dengan jarak tinjau terhadap titik berat (r) adalah Y.

20
M p ×Y 545000 ×
τy = = 2 = 3,14 kg/mm2
J 1733333,34

c. Tegangan geser akibat beban geser.

F
τ= dengan A = b × h
A

1000
τ= = 0,5 kg/mm2
20 × 100

Tegangan geser total atau resultan ditentukan oleh persamaan 2.27

(Shigley dan Mitchell, 1986, halaman 441).


34

τ result = (τ y +τ ) +τ x
2 2
.......................................................... (2.27)

τ result = (3,14 + 0,5)2 + 15,72 2 = 16,14 kg/mm2

Tegangan normal yang terjadi ditentukan oleh persamaan 2.28 (Suroto, A.,

halaman 30).

σ normal = σ a 2 + 3τ result 2 ................................................................ (2.28)

σ normal = 5,912 + 3 × 16,14 2 = 28,57

Tegangan tarik bahan yang diizinkan ditentukan oleh persamaan 2.24.

σB 45
σb = = = 30
Sf 1,5

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa tegangan normal yang terjadi

pada fingerboard harus lebih kecil dari tegangan tarik izin bahan.

Didapatkan bahwa tegangan normal fingerboard lebih kecil dari tegangan

tarik izin bahan, maka fingerboard tersebut aman untuk digunakan.

Didapatkan pula bahwa tegangan lentur yang terjadi pada fingerboard lebih

kecil dari tegangan lentur izin bahan, maka konstruksi aman dipergunakan.

2.1.3. Tiang (Mast)

Mast merupakan bagian dari forklift yang berfungsi untuk

mengambil, mengangkat, membawa, dan juga sebagai sarana meletakkan

material dari satu tempat pada ketinggian tertentu ke tempat lain dengan

ketinggian yang berbeda. Mast memiliki peranan yang sangat penting dalam
35

unjuk kerja forklift dan juga sangat berpengaruh terhadap besarnya

produktivitas kerja forklift.

Berdasarkan kebutuhan kerjanya, mast memiliki beberapa model

seperti yang ada pada Gambar 2.7 dan 2.8, yaitu :

1. Tipe 2 tingkat (two-stage type).

Pada tipe 2 tingkat ini juga ada beberapa macam. Perbedaan tersebut

biasanya terletak pada jumlah dan posisi silinder angkat atau silinder

miring, konstruksi rel luar dan rel dalam, jumlah rantai, disesuaikan

dengan fungsi dan tujuan masing-masing jenisnya. Berikut beberapa

contoh mast tipe 2 tingkat :

Gambar 2.7 Model mast 2 tingkat


(Sumber : ____,Brosur-brosur Forklift, PT. United Tractors Pandu Engineering)
36

2. Tipe 3 tingkat (three-stage type).

Sama halnya dengan tipe 2 tingkat, tipe 3 tingkat ini juga ada beberapa

macam. Perbedaan tersebut biasanya terletak pada jumlah dan posisi

silinder angkat atau silinder miring, konstruksi rel luar dan rel dalam,

jumlah rantai, disesuaikan dengan fungsi dan tujuan masing-masing

jenisnya. Berikut beberapa contoh mast tipe 3 tingkat :

Gambar 2.8 Model mast 3 tingkat


(Sumber : ____,Brosur-brosur Forklift, PT. United Tractors Pandu Engineering)

Komponen-komponen mast unit meliputi :

1. Tiang / rel luar (outer mast)

Merupakan tiang yang konstruksinya terpasang pada kerangka depan

forklift. Komponen ini dapat bergerak bebas sehingga mampu bergerak

rotasi membentuk sudut ayun ke depan dan belakang. Fungsi dari kolom

luar adalah sebagai rel dari kolom dalam.


37

2. Rel dalam (inner mast)

Komponen ini dapat bergerak bebas seiring dengan gerakan dari piston

silinder angkat sepanjang kolom luar.

3. Rantai (chain)

Berfungsi untuk meneruskan gerakan dari silinder angkat dalam

membawa beban.

4. Roda jalan (roller)

Berfungsi untuk memperkecil gesekan antara kolom luar dan kolom

dalam, serta antara kolom dengan fingerboard.

2.1.3.1. Perencanaan Tiang

Tiang / rel luar merupakan bagian yang mengalami tegangan dan

momen yang lebih besar dibanding kolom dalam karena bagian ini

menerima beban dan kerja secara langsung. Konstruksi rel luar diperlihatkan

pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Penampang rel luar


38

Luasan masing-masing bidang :

A1 = 165 × 20 = 3300 mm2

A2 = (75 − 20 ) × 20 = 1100 mm2

A3 = (75 − 20) × 20 = 1100 mm2

A = A1 + A2 + A3 = 3300 + 1100 + 1100 = 5500 mm2

1. Titik berat rel dapat ditentukan oleh persamaan 2.29 dan 2.30

(Sudibyo,B., 1986, halaman 67).

Luasan (A) Titik berat


x× A y× A
(mm2) x (mm) y (mm)

3300 10 82,5 33000 272250

1100 47,5 10 52250 11000

1100 47,5 155 52250 170500

5500 ∑ 137500 453750

Sumbu X :

∑ x. A
xs = ............................................................................... (2.29)
∑A

137500
xs = = 25 mm
5500

Sumbu Y :

∑ y. A
ys = .............................................................................. (2.30)
∑A

453750
ys = = 82,5 mm
5500
39

Momen inersia ditentukan oleh persamaan 2.31 dan 2.32.

Sumbu X :

2 2 2
I x = I 1 + A1 × y1 + I 2 + A2 × y 2 + I 3 + A3 × y 3 ..................... (2.31)

1
I1 = × 20 × 165 3 = 7486875 mm4
12

1
I2 = × (75 − 20 ) × 20 3 = 36666,67 mm4
12

1
I3 = × (75 − 20) × 20 3 = 36666,67 mm4
12

165
y1 = 82,5 − =0
2

20
y 2 = 82,5 − = 72,5 mm
2

20
y 3 = 82,5 − = 72,5 mm
2

Dengan : y1 = jarak titik berat ke titik berat bidang 1 terhadap sumbu Y

y 2 = jarak titik berat ke titik berat bidang 2 terhadap sumbu Y

y 3 = jarak titik berat ke titik berat bidang 3 terhadap sumbu Y

Sehingga :

I x = 7486875 + 3300 × 0 2 + 36666,67 + 1100 × 72,5 2 + 36666,67 + 1100 × 72,5 2


I x = 19123958,34 mm4

Sumbu Y :

2 2 2
I y = I 1 + A1 × x1 + I 2 + A2 × x 2 + I 3 + A3 × x3 ..................... (2.32)

1
I1 = × 165 × 20 3 = 110000 mm4
12
40

1
× 20 × (75 − 20) = 277291,67 mm4
3
I2 =
12

1
× 20 × (75 − 20) = 277291,67 mm4
3
I3 =
12

20
x1 = 25 − = 15 mm
2

55
x 2 = 20 + − 25 = 22,5 mm
2

55
x3 = 20 + − 25 = 22,5 mm
2

Dengan : x1 = jarak titik berat ke titik berat bidang 1 terhadap sumbu X

x 2 = jarak titik berat ke titik berat bidang 2 terhadap sumbu X

x3 = jarak titik berat ke titik berat bidang 3 terhadap sumbu X

Sehingga :

I y = 110000 + 3300 × 15 2 + 277291,67 + 1100 × 22,5 2 + 277291,67 + 1100 × 22,5 2


I y = 2520833,34 mm4

2. Kekuatan rel luar

Bahan rel dipilih menggunakan Tabel L.12 pada lampiran, dengan data

diketahui sebagai berikut :

Bahan rel = S 35 C

Tegangan lentur bahan σA = 26 kg/mm2

Kekuatan rel ini akan paling teruji ketika mengalami pembebanan

dengan harga momen maksimum yaitu pada saat tinggi angkat

maksimum.

Tinggi angkat rel maksimum h = 4655 mm


41

Momen yang terjadi pada rel luar dengan posisi rel seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Posisi pembebanan pada rel

Beban yang bekerja adalah berdasarkan persamaan 2.2

F f = 1500 kg

M A = 1500 × 730 = 1095000 kg.mm

Karena pada forklift tipe Linde R20 mast tidak mengalami posisi miring,

maka dapat diketahui momen maksimum yang terjadi pada rel yaitu :

M max = 1095000 kg.mm

Tegangan pada rel akibat momen lentur ditentukan oleh persamaan :

M max × y s
σa =
Ix

Dengan : y s = titik berat (mm)

I x = momen inersia sumbu X

1095000 × 82,5
Sehingga : σ a = = 4,72 kg/mm2
19123958,34
42

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa tegangan lentur yang

terjadi pada rel harus lebih kecil daripada tegangan lentur izin bahan,

sehingga :

σa ≤ σA

4,72 ≤ 26

Diketahui bahwa tegangan lentur yang terjadi pada rel masih lebih kecil

daripada tegangan lentur izin bahan, maka rel hasil perancangan aman

untuk digunakan.

Rel juga akan mengalami beban tekuk. Pemeriksaan tehadap beban

tekuk ditentukan oleh persamaan 2.33 dan 2.34. Dengan persyaratan

bahwa koefisien kerampingan rel harus lebih besar daripada koefisien

kerampingan minimum Euler yaitu pada harga 100 untuk baja.

Lk
λ= ..................................................................................... (2.33)
i

Dengan : Lk = n × L

I
i= ..................................................................................... (2.34)
A

Dengan : I = momen inersia (mm4) = 19123958,34 mm4

A = luasan bidang (mm2) = 5500 mm2

λ = koefisien kerampingan

n = faktor pemasangan

Sehingga :

19123958,34
i= = 58,97 mm
5500
43

Dianalogikan bahwa pemasangan rel dengan metode jepit-bebas, oleh

karena itu n = 2 (Sudibyo, B., 1986, halaman 37). Maka :

2 × 4655
λ= = 157,88
58,97

Didapatkan bahwa koefisien kerampingan batang rel memiliki harga

lebih besar daripada koefisien kerampingan minimum Euler (yaitu pada

harga 100 untuk baja).

157,88 ≥ 100

Maka memenuhi persyaratan dan rel hasil perancangan aman untuk

dipergunakan.

2.1.3.2. Perencanaan Roda Jalan (Roller)

Roller ini terletak pada rel luar serta pada fingerboard. Fungsinya

adalah untuk memperkecil gesekan antara rel luar dengan rel dalam serta rel

dengan fingerboard. Roller yang dipergunakan ada 8 buah. Posisi roller pada

rel luar dan fingerboard dapat diperhatikan pada Gambar 2.11 dan 2.12.

1. Analisis gaya yang terjadi pada roller yang terpasang di fingerboard

posisi tegak lurus fork miring 2° ke bawah fork miring 4° ke atas

Gambar 2.11 Posisi roller pada fingerboard


44

a. Fork pada posisi tegak lurus (α = 0°)

∑MA = 0

RB × 350 − F × 730 = 0

F × 730
RB =
350

1500 × 730
RB = = 3128,57 kg (→)
350

R A = R B = 3128,57 kg (←)

b. Fork miring ke bawah (α = 2°)

∑MA = 0

R B × 350 − F × 730. cos 2° = 0

F × 730. cos 2°
RB =
350

1500 × 730. cos 2°


RB = = 3126,67 kg (→)
350

R A = R B = 3126,67 kg (←)

c. Fork miring ke atas (α = 4°)

∑MA = 0

R B × 350 − F × 730. cos 4° = 0

F × 730. cos 4°
RB =
350

1500 × 730. cos 4°


RB = = 3120,95 kg (→)
350

R A = R B = 3120,95 kg (←)
45

2. Analisis gaya yang terjadi pada roller yang terpasang di rel

posisi tegak lurus fork miring 2° ke bawah fork miring 4° ke atas

Gambar 2.12 Posisi roller pada rel

a. Fork pada posisi tegak lurus dengan rel (α = 0°)

∑MC = 0

R D × 350 − F × 730 = 0

F × 730
RD =
350

1500 × 730
RD = = 3128,57 kg (←)
350

RC = RD = 3128,57 kg (→)

b. Fork miring ke bawah (α = 2°)

∑MC = 0

R D × 350 − F × 730. cos 2° = 0

F × 730. cos 2°
RD =
350

1500 × 730. cos 2°


RD = = 3126,67 kg (→)
350
46

RC = RD = 3126,67 kg (←)

c. Fork miring ke atas (α = 4°)

∑MC = 0

R D × 350 − F × 730. cos 4° = 0

F × 730. cos 4°
RD =
350

1500 × 730. cos 4°


RD = = 3120,95 kg (→)
350

RC = RD = 3120,95 kg (←)

Dari hasil analisis gaya-gaya di atas, didapatkan bahwa reaksi maksimum

terjadi di titik C dengan posisi fork tegak lurus dengan rel. RC = 3128,57 kg.

3. Pemilihan roller

Dari hasil perhitungan gaya reaksi roller, maka dapat dipilih jenis roller

silinder tipe N307 menggunakan Tabel L.2 pada lampiran.

Diameter dalam d = 35 mm

Diameter luar D = 80 mm

Kapasitas nominal dinamik spesifik C = 3850 kg

Kecepatan angkat maksimum v = 600 mm/s

Putaran roller ditentukan oleh persamaan 2.35.

π × D×n
v= ................................................................................. (2.35)
60

60 × v
n=
π ×D
47

60 × 600
n= = 143,24 rpm
π × 80

Kecepatan roller pada rel dan fingerboard adalah setengah kalinya dari

kecepatan angkat maksimum, sehingga :

143,24
n= = 71,62 rpm
2

Faktor kecepatan untuk bantalan rol ditentukan oleh persamaan 2.36

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 136).

3
⎛ 33,3 ⎞ 10
fn = ⎜ ⎟ ................................................................................ (2.36)
⎝ n ⎠

3
⎛ 33,3 ⎞ 10
fn = ⎜ ⎟ = 0,79
⎝ 71,62 ⎠

Faktor umur ditentukan oleh persamaan 2.37 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,

1997, halaman 136).

C
fh = fn × ................................................................................... (2.37)
P

Dengan : C = kapasitas normal dinamik spesifik (kg)

P = beban reaksi maksimal pada roller = 3128,57 kg

Sehingga :

3850
f h = 0,79 × = 0,97
3128,57

Umur nominal ditentukan oleh persamaan 2.38.

10
Lh = 500 × f h 3 .............................................................................. (2.38)

10

Lh = 500 × 0,97 3 = 451,73 jam


48

4. Poros roller

Data-data untuk poros roller adalah sebagai berikut :

Diameter poros roller ds = 35 mm

Bahan poros = S 25 C

Tegangan lentur bahan σA = 21 kg/mm²

Konstruksi poros roller tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Poros roller

Momen lentur poros roller adalah :

M s = 3128,57 × 15 = 46928,55 kg.mm

Tegangan lentur yang terjadi pada poros roller akibat beban ditentukan oleh

persamaan 2.39 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 12).

10,2 × M s
σa = 3
............................................................................. (2.39)
ds

10,2 × 46928,55
σa = = 11,16 kg/mm²
35 3

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa tegangan lentur yang terjadi

pada poros harus lebih kecil daripada tegangan lentur izin bahan.
49

σa ≤ σA

11,16 ≤ 21

Didapatkan bahwa tegangan lentur yang terjadi masih lebih kecil dibanding

tegangan lentur izin bahan, maka poros roller ini aman untuk dipergunakan.

2.1.3.3. Perencanaan Rantai

Rantai pada unit mast ini pada satu sisi terikat dengan fingerboard

dan pada sisi yang lain terpasang pada penghubung rel luar (outer mast).

Panggunaan rantai ini memberi keuntungan karena rantai ini mempunyai

kekuatan yang besar sehingga mampu untuk meneruskan daya yang besar

pula, tidak memerlukan tegangan awal, dan mudah dalam pemasangannya.

Di sisi lain, rantai juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain tidak

mampu untuk digunakan pada variasi kecepatan yang terlalu tinggi,

menimbulkan kebisingan akibat gesekan yang terjadi.

Rantai yang dipakai adalah rantai dengan model roller chains. Rantai

dengan model tersebut merupakan transmisi tanpa slip dengan kecepatan

maksimum 600 m/menit atau 10000 mm/s. kecepatan angkat maksimum

adalah 600 mm/s dengan kecepatan rantai setengah dari kecepatan angkat

maksimum, yaitu 300 mm/s, sehingga penggunaan dan pemilihan rantai rol

telah tepat serta memenuhi persyaratan. Beban tarik yang dialami oleh rantai

ditentukan oleh persamaan 2.40.

Ft rantai = Q + W f − fg + Wroller ............................................................ (2.40)

Dengan : Q = kapasitas angkat maksimum (kg)


50

W f − fg = berat fork-fingerboard backrest (kg)

Wroller = berat roller (kg)

Sehingga :

Ft rantai = 3000 + 300 + 20 = 3320 kg

Jumlah rantai yang dipergunakan n=2

Maka beban untuk setiap rantai adalah :

3320
F1rantai = = 1660 kg
2

Pemilihan rantai dilakukan dengan memperhatikan Tabel L.3 pada lampiran.

Berdasarkan Tabel L.3 maka dipilih Rantai No. #60-3 dengan beban

maksimum yang diizinkan = 1850 kg.

Rantai mengalami beban tambahan berupa gaya yang disebabkan

oleh pengaruh gaya sentrifugal pada rantai. Besarnya beban ini ditentukan

oleh persamaan 2.41 (Ir. M. J. Djokosetyardjo, 1990, halaman 18).

FC = m × v 2 .................................................................................... (2.41)

Dengan : m = berat rantai = 4,54 kg

v = kecepatan gerak rantai = 300 mm/s = 0,3 m/s

Sehingga :

FC = 4,54 × 0,3 2 = 0,41 N

FC = 0,04 kg

Oleh karena gaya sentrifugal yang dihasilkan memiliki harga yang relative

kecil, maka dapat diabaikan.


51

1. Pemeriksaan kekuatan rantai

Luasan untuk tiap-tiap bagian rantai adalah sebagai berikut :

π
a. Pena A1 = × D2
4

Dengan : D = diameter pena = 5,96mm

π
Sehingga : A1 = × 5,96 2 = 27,9 mm²
4

π
b. Rol A2 = × R2
4

Dengan : R = diameter rol = 11,91 mm

π
Sehingga : A2 = × 11,912 = 111,41 mm²
4

c. Plat mata rantai A3 = T × (H − D )

A4 = T × (h − D )

Dengan : T = tebal mata rantai = 2,4 mm

H = lebar mata rantai = 18,1 mm

h = lebar mata rantai =15,6 mm

Sehingga : A3 = 2,4 × (18,1 − 5,96 ) = 29,14 mm²

A4 = 2,4 × (15,6 − 5,96 ) = 23,14 mm²

Tegangan yang terjadi pada tiap-tiap bagian rantai adalah sebagai berikut :

a. Pena

1660
Tegangan geser τ= = 59,5 kg/mm²
27,9

Ma
Tegangan lentur σa = ................................................... (2.42)
Wa
52

Dengan : M a = momen lentur (kg.mm)

π
Wa = momen tahanan terhadap lentur (mm³) = × D3
32

Sehingga dengan menggunakan persamaan 2.42 maka dapat diperoleh :

1660 × 2,4
σa = = 191,68 kg/mm²
π
× 5,96 3

32

Tegangan ideal yang terjadi dapat ditentukan oleh persamaan 2.23.

σ b = σ a 2 + 3τ 2

σ b = 191,68 2 + 3 × 59,5 2 = 217,63 kg/mm²

b. Rol

1660
Tegangan geser τ= = 14,9 kg/mm²
111,41

Tegangan lentur ditentukan oleh persamaan 2.42.

1660 × 2,4
σa = = 24,02 kg/mm²
π
× 11,91 3

32

Tegangan ideal yang terjadi ditentukan oleh persamaan 2.23.

σ b = 24,02 2 + 3 × 14,9 2 = 35,26 kg/mm²

c. Plat mata rantai

160
Tegangan tarik untuk A3 σ b = = 57 kg/mm²
29,14

1660
Tegangan tarik untuk A4 σ b = = 71,74 kg/mm²
23,14

Angka keamanan yang dipilih untuk rantai adalah Sf = 10


53

Tegangan maksimum yang terjadi pada bagian-bagian rantai adalah :

Pena σ max = 10 × 217,63 = 2176,3 kg/mm²

Rol σ max = 10 × 35,26 = 352,6 kg/mm²

Plat mata rantai σ max = 10 × 71,74 = 717,4 kg/mm²

Batas kekuatan dari rantai yang telah dipilih adalah σ B = 9600 kg/mm²

Ditentukan persyaratan bahwa tegangan maksimum yang terjadi harus lebih

kecil daripada kekuatan tarik rantai.

Didapatkan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah lebih kecil

dibanding kekuatan tarik rantai.

σmax ≤ σB

2176,3 ≤ 9600

Maka, rantai yang telah dipilih aman untuk dipergunakan.

2. Perhitungan baut pengikat rantai

Beban yang terjadi pada baut adalah :

Wb = F1rantai = 1660 kg

Bahan baut pengikat rantai dipilih dari tabel L.4 pada lampiran.

Bahan baut = FC30

Kekuatan tarik σB = 30 kg/mm²

Faktor keamanan Sf = 7 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 296)

Tegangan lentur yang diizinkan ditentukan oleh persamaan 2.43 (Sularso

dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 301).

σB
σa = ........................................................................................ (2.43)
Sf
54

30
σa = = 4,29 kg/mm²
7

Diameter inti baut ditentukan oleh persamaan 2.44 (Sularso dan Kiyokatsu

Suga, 1997, halaman 296).

4 × Wb
db ≥ ...................................................................... (2.44)
π × σ a × 0,64

4 × 1660
db ≥
π × 4,29 × 0,64

d b ≥ 27,74 mm

Berdasarkan Tabel L.5 maka dipilih baut M30.

Pemeriksaan terhadap tegangan lentur ditentukan oleh persamaan 2.45

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 296).

Wb
≤ σ a ......................................................................... (2.45)
π 2
× 0,8 × d b
4

1660
≤ 4,29
π
× 0,8 × 26,2112
4

3,85 ≤ 4,29

Tegangan lentur yang dialami baut lebih kecil dibanding tegangan lentur

izin dari bahan, sehingga baut yang dipilih aman untuk dipergunakan.

3. Perhitungan mur

Bahan mur dipilih berdasarkan Tabel L.4 pada lampiran.

Bahan mur = FC30

Kekuatan tarik σB = 30 kg/mm²


55

Faktor keamanan Sf = 7 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 296)

Tegangan lentur yang diizinkan ditentukan oleh persamaan 2.43

σB 30
σa = = = 4,29 kg/mm²
Sf 7

Tegangan geser izin ditentukan oleh persamaan 2.46 (Sularso dan Kiyokatsu

Suga, 1997, halaman 299).

τ a = 0,5 × σ a .................................................................................. (2.46)

τ a = 0,5 × 4,29 = 2,145 kg/mm²

Tekanan permukaan izin dapat dilihat pada Tabel L.6 pada lampiran.

q a = 1,5 kg/mm²

Dari tabel L.5 pada lampiran, maka dapat diketahui dimensi mur M30

sebagai berikut :

Diameter luar ulir dalam D = 30 mm

Diameter inti ulir dalam D1 = 26,211 mm

Diameter efektif ulir dalam D2 = 27,727 mm

Tinggi kaitan gigi dalam H = 1,894 mm

Jarak bagi (pitch) P = 3,5

Jumlah ulir mur ditentukan oleh persamaan 2.47 (Sularso dan Kiyokatsu

Suga, 1997, halaman 297).

Wb
Z≥ ....................................................................... (2.47)
π × D2 × h × q a

1660
Z≥
π × 27,727 × 1,894 × 1,5

Z ≥ 6,71 maka jumlah ulir direncanakan Z = 7


56

Tinggi mur ditentukan oleh persamaan 2.48 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,

1997, halaman 297).

H ≥ Z × P ...................................................................................... (2.48)

H ≥ 7 × 3,5

H ≥ 24,5

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa tinggi mur adalah antara 0,8

sampai dengan 1 kali diameter mur (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997,

halaman 297).

H ≥ (0,8 − 1)D

H ≥ (0,8 − 1)30

H ≥ 27 maka tinggi mur direncanakan H = 30mm

H 30
Maka jumlah ulir mur koreksi adalah : Z'= = = 8,57
P 3,5

Tegangan geser akar ulir baut ditentukan oleh persamaan 2.49 (Sularso dan

Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 297).

Wb
τb = ................................................................. (2.49)
π × D1 × k × P × Z

Dengan : harga k untuk ulir metris k ≈ 0,84

Sehingga :

1660
τb = = 0,8 kg/mm²
π × 26,211 × 0,84 × 3 × 8,57

Tegangan geser akar ulir mur ditentukan oleh persamaan 2.50 (Sularso dan

Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 297).


57

Wb
τn = .................................................................. (2.50)
π ×D× j×P×Z

Dengan : harga j untuk ulir metris j ≈ 0,75

Sehingga :

1660
τn = = 0,78 kg/mm²
π × 30 × 0,75 × 3 × 8,57

Didapatkan bahwa tegangan geser baut maupun tegangan geser mur lebih

kecil daripada tegangan geser izin bahan, sehingga baut dan mur aman untuk

dipergunakan.

2. 2. Sistem Hidrolik (Hydraulic System)

2.2.1. Pengertian Dasar

Sistem hidrolik merupakan pengalihan beberapa gaya dan gerak

dalam mesin dengan menggunakan media zat cair atau fluida. Forklift ini

dalam unjuk kerja dan gayanya akan menggunakan sistem hidrolik.

Keuntungan-keuntungan penting yang dapat diberikan oleh penggerak

hidrolik adalah :

1. Pemindahan gaya dan daya yang besar. Suku cadang hidrolik adalah

sederhana, mantap dan sangat mudah dalam pemeliharaan.

2. Pengaturan gerak dan kecepatan dapat dilakukan dengan cepat dan

mudah.

3. Perbandingan pemindahan yang besar. Pada operasional sistem hidrolik,

dapat dengan mudah dan sederhana untuk menurunkan kecepatan dari


58

nilai tertentu menjadi nilai yang lain, yaitu dengan cara mengatur debit

pompa, pengaturan katub dan pengurangan tekanan.

4. Pembalikan sederhana terhadap arah dan gerakan dapat terjadi tanpa

sedikitpun kehilangan energi serta gerak yang tetap lancar.

5. Kecermatan besar dalam penghubungan.

6. Unsur-unsur hidrolik tidak memerlukan banyak tempat dan mampu

disusun dengan baik.

Hal-hal yang dapat merugikan serta membatasi kerja dari sistem

hidolik adalah :

1. Kondisi minyak hidrolik (temperatur, viskositas, dan lain-lain) yang

berpotensi mempengaruhi kondisi kerja sistem hidrolik.

2. Kehilangan daya yang disebabkan adanya gesekan minyak, aliran-aliran

palsu yang berupa gesekan oleh pusaran-pusaran dalam aliran.

3. Instalasi sistem hidrolik harus disusun secara cermat.

4. Getaran yang menghentak tidak beraturan.

5. Sambungan-sambungan yang dapat lepas akibat dari getaran ataupun

pemasangan yang kurang cermat.

2.2.2. Komponen-Komponen Sistem Hidrolik

2.2.2.1. Pembangkit Tenaga

Pompa merupakan sumber tenaga aliran minyak hidrolik yang dapat

mengubah energi mekanik menjadi energi hidrolik. Di dalam dunia industri,

pompa secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :


59

a. Pompa hidrostatik (positive displacement pumps)

Pompa ini merupakan penggerak statis. Minyak yang berada di dalam

pompa berada pada tekanan statis. Tipe-tipe dari pompa ini adalah :

1. Pompa roda gigi (gear pump)

Pompa ini terdiri dari dua roda gigi dengan roda gigi pertama diputar

dari luar dan kemudian akan memutar roda gigi yang kedua. Dengan

terjadinya putaran tersebut, fluida kerja atau minyak hidrolik akan

naik dari tangki oli (reservoir) menuju pompa. Beberapa jenis pompa

roda gigi dapat diperhatikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Jenis-jenis pompa roda gigi


(Sumber : Esposito, A.., Fluid Power with Aplication , halaman 181-184)

2. Vane pump

Jenisnya adalah unbalanced, balanced vane pump.

3. Piston pump

Jenisnya adalah axial, radial piston pump.

b. Pompa hidrodinamik (non positive displacement pumps)

Pompa ini umumnya dipergunakan untuk tekanan rendah dan aliran

debit tinggi, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.15.


60

Gambar 2.15 Pompa hidrodinamik


(Sumber : Esposito, A.., Fluid Power with Aplication , halaman 178)

2.2.2.2. Penghasil Tenaga (Aktuator)

Tenaga hidrolik dapat ditransformasikan menjadi bentuk tenaga

mekanis yang bergerak lurus ataupun berputar. Yang bergerak lurus disebut

silinder hidrolik, dan untuk yang bergerak berputar disebut sebagai motor

hidrolik.

1. Silinder hidrolik

Silinder hidrolik ini terdiri dari sebuah silinder dan batang torak (piston)

dengan toraknya. Berdassarkan proses kerjanya, silinder dibagi atas

silinder kerja tunggal (single acting) dan silinder kerja ganda (double

acting). Ini diperlihatkan pada Gambar 2.16.

Single acting Double acting

Gambar 2.16 Silinder hidrolik


(Sumber : Esposito, A.., Fluid Power with Aplication , halaman 221 dan 223)
61

2. Motor hidrolik

Motor hidrolik dapat mengatur semua berbagai prose gerak dalam

system pengendali hidrolik. Kecepatan penggerak dipengaruhi oleh

kecepatan aliran fluida. Pengaturan aliran fluida ini dapat dilakukan

dengan katub ataupun dengan pengaturan pompa hidrolik.

2.2.2.3. Pengontrol Sistem Hidrolik (Katub)

Katub hidrolik mempunyai fungsi untuk mengarahkan aliran fluida

dari pompa ke silinder, mengontrol tekanan dan kapasitas aliran fluida, dan

menjaga dari kerusakan komponen hidrolik. Menurut kegunaanya, katub

dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu :

1. Katub pengarah (directional control valve)

Katub ini berfungsi mengarahkan aliran minyak serta menjadi penentu

dalam memulai maupun mengakhiri gerakan dari silinder. Cara kerjanya

adalah mengarahkan dan menyuplai fluida dari pompa ke silinder

hidrolik serta mengalirkan kembali fluida tersebutdari silinder ke tangki

fluida. Tipe-tipe dari katub pengarah ini adalah :

a. Katub searah (check valve)

Katub yang memungkinkan aliran bergerak pada satu arah.

b. Directional valve

Katub pengarah dengan menggunakan spool secara manual, mekanis,

hidrolik (pilot operated).


62

c. Shut-off valve

Katub yang bekerja pada dua kondisi yaitu terbuka dan tertutup.

d. Shuttle valve

Katub pengarah aliran ke tujuan tertentu atas dasar perubahan

tekanan.

Contoh bentuk dari katub pengarah ini diperlihatkan seperti pada

Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Katub pengarah


(Sumber : Esposito, A.., Fluid Power with Aplication , halaman 275)

2. Katub pengontrol tekanan (pressure control valve)

Katub ini berfungsi sebagai pembatas dan pengatur tekanan kerja

sehingga tidak melebihi dari yang diinginkan. Cara kerja katub ini

berdasarkan keseimbangan gaya pegas dengan gaya akibat tekanan

fluida. Katub pengontrol tekanan memiliki beberapa tipe sesuai

fungsinya, yaitu :

a. Katub pembebas (pressure relief valve)

Katub ini terletak pada hamper setiap sistem hidrolik serta terletak

dekat keluaran (outlet) pompa yang dihubungkan dengan tangki


63

fluida. Katub ini disebut juga katub penganman. Cara kerjanya

adalah apabila tekanan fluida yang masuk ke dalam katub lebih besar

daripada tekanan pegas, maka katub akan membuka dan mengalirkan

fluida tersebut kembali ke tangki.

b. Katub tekanan balik (counterbalanced valve)

Katub ini berfungsi untuk membatasi tekanan balik atau mencegah

benda yang sedang dikontrol jatuh bebas.

Contoh bentuk dari katub pengontrol tekanan ini diperlihatkan pada

Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Katub pengontrol tekanan


(Sumber : Esposito, A.., Fluid Power with Aplication , halaman 289)

c. Katub pengontrol aliran (flow control valve)

Katup ini berfungsi untuk mengontrol kapasitas aliran dari pompa ke

silinder ataupun dari silinder ke silinder lain. Katub ini akan mengatur

kecepatan aliran dari torak sislinder.


64

2.2.2.4. Sistem Distribusi

Aliran fluida dalam sistem hidrolik melalui beberapa komponen.

Peralatan yang dipergunakan untuk mencapai antar komponen adalah

konduktor, pipa, dan fitting. Peralatan tersebut mengalirkan atau membawa

minyak dari tangki (reservoir) ke sistem operasi ataupun kembali ke tangki.

Pemilihan komponen tersebut berdasarkan tekanan dan aliran fluida.

2.2.2.5. Fluida Hidrolik

Sistem hidrolik menggunakan fluida sebagai media kerja untuk

meneruskan energi. Karakteristik fluida yang berupa minyak tersebut

memiliki pengaruh yang krusial terhadap unjuk kerja serta kemantapan dari

peralatan hidrolik.

Pilihan tepat atas fluida menjadi syarat penting untuk mencapai

kemantapan kerja, efisiensi, kegunaan serta umur pakai yang panjang.

Fluida tersebut harus mampu melaksanakan tugasnya untuk mengalihkan

beberapa gaya, melumasi bagian-bagian bergerak dalam pompa atau silinder

hidrolik, meredam suara bising dan getaran yang ditimbulkan oleh hentakan

tekanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fluida hidrolik

adalah :

1. Good lubricity, yaitu kemampuan untuk dapat melumasi komponen-

komponen yang bergesekan.


65

2. Ideal viscosity, yaitu memiliki tingkat kekentalan atau tingkat

kemampuan tahan fluida untuk mengalir pada suhu tertentu yang sesuai

dengan kebutuhan.

3. Chemical and environmental stability, yaitu keadaan fluida yang harus

tetap stabil ketika menghadapi reksi kimiawi ataupun perubahan

lingkungan.

4. Compatibility with system material, yaitu fluida harus cocok dengan

material yang dipergunakan.

5. Lange bulk modulus, ,yaitu memiliki harga modulus yang baik.

6. Fire resistanca, yaitu fluida tidak mudah terbakar.

7. Good heat transfer capability, yaitu fluida memiliki kemampuan

memindahkan atau mentransfer panas dengan baik.

8. Low density, yaitu fluida memiliki berat jenis yang kecil.

9. Foam resistance, yaitu mampu menghindarkan terbentuknya buih atau

memisahkan dengan cepat dari udara yang terbentuk.

10. Non toxid, yaitu tidak beracun.

11. Low volatility, yaitu tidak mudah menguap.

12. Inexpensive, yaitu tidak mahal.

13. Readily available, yaitu mudah untuk diperoleh.

Berdasarkan pembuatan dan susunannya, fluida hirolik dapat

dibedakan menjadi beberapa tipe, antara lain :

1. Minyak standar dengan basis mineral.


66

Contohnya : minyak poros, minyak mesin, minyak vaselin, minyak

silinder.

2. Minyak campuran dan cairan berair.

Contohnya : emulsi minyak dalam air (1-10% minyak), emulsi dari air

dalam minyak (50-60% minyak), campuran dari air dan glikol.

3. Minyak sintetis

Contohnya : ester asam fosfor, hidrokarbon fluor, ester silika.

Fluida hidrolik ini juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe

berdasarkan kegunaannya, yaitu sebagai berikut :

1. Minyak mineral atau standar (petrolium oil)

Fluida ini dipergunakan untuk keadaan normal.

2. Fire resistance fluid

Merupakan minyak yang tahan terhadap temperatur tinggi dan tidak

mudah terbakar.

3. Minyak tahan temperatur rendah

Contohnya adalah minyak tanah yang dicampur gliserin, spiritus, dan

minyak tanah murni.

4. Conventional most severe engine type oil

Contohnya adalah fluida yang digunakan pada sistem transmisi.


67

2.2.3. Sistem Hidrolik Angkat (Lift) dan Miring (Tilt)

2.2.3.1. Diagram Sirkuit Sistem Hidrolik

Sistem hidrolik angkat dan miring merupakan pengalihan gaya atau

daya dari mesin menjadi gaya angkat atau miring dengan menggunakan

bantuan minyak hidrolik sebagai zat kerja. Mekanisme kerjanya dapat

diperhatikan pada Gambar 2.19. Tenaga penggerak dari mesin forklift akan

menggerakkan pompa hidrolik dan mengalirkan minyak hidrolik dari tangki

(reservoir) melalui control valve yaitu relief valve, lift valve, atau tilt valve.

Ketika tuas diposisikan untuk angkat, maka minyak hidrolik akan

mengalir menuju katub angkat (lift valve) dan selanjutnya menuju silinder

angkat (lift cylinder). Minyak hidrolik akan mengisi bagian bawah dari

silinder sehingga silinder akan menaikkan garpu (fork) menuju ketinggian

yang diinginkan oleh operator.

Apabila akan melakukan gerak turun, maka untuk menekan minyak

menuju reservoir digunakan berat beban peralatan kerja itu sendiri. Untuk

menjaga agar gerak turun pada silinder angkat dapat berjalan dengan baik,

maka akan digunakan katub pengontrol turun (down control (safety) valve /

controlled exhaust). Katub ini berfungsi untuk mengontrol aliran fluida cair

yang keluar dari silinder angkat dengan cara mengalirkannya melalui lubang

kecil (orifice). Dengan mekanisme tersebut, akan menghasilkan komponen

dapat meluncur ke bawah dengan kecepatan yang terkontrol baik.

Pada saat menginginkan posisi peralatan kerja menjadi miring, maka

setelah tuas perintah miring digeser, aliran minyak dapat mengalir menuju
68

karub miring (tilt valve). Cara kerja untuk fork miring ke atas dan ke bawah

pada hakikatnya sama dengan untuk mekanisme pengangkatan dan

penurunan beban, karena menggunakan jenis silinder yang sama yakni

single acting. Ketika miring ke atas, minyak hidrolik dialirkan menuju

bawah silinder sehingga mendorong beban pada posisi yang diinginkan.

Untuk mekanisme miring ke bawah, digunakan berat beban itu sendiri,

dengan dibantu oleh safety valve. Sudut kemiringan pada fork bertujuan

untuk memudahkan pengoperasian bongkar muat beban serta menjaga

kestabilan forklift pada saat mengangkut beban. Apabila tekanan melebihi

dari tekanan kerja yang seharusnya, relief valve akan membatasi tekanan dan

mengalirkan kembali minyak hidrolik ke reservoir.

Gambar 2.19 Mekanisme kerja sistem hidrolik angkat dan miring


(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)
69

2.2.3.2. Silinder Hidrolik

2.2.3.2.1. Analisis Gaya Pembebanan

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Silinder ini merupakan tipe single acting yaitu silinder yang hanya

memiliki satu arah gerakan oleh tenaga dari pompa. Arah gerakan itu

berfungsi untuk menaikkan peralatan kerjanya, sedangkan untuk gerak turun

dengan memanfaatkan berat beban peralatan itu sendiri.

Kapasitas beban adalah 2000 kg. pada saat akan mengangkat beban

tersebut, peralatan pengangkat memerlukan gaya yang lebih besar daripada

kapasitas angkatnya. Hal tersebut juga karena adanya gaya gesek pada

silinder hidrolik dan puli rantai yang bekerja pada saat pengangkatan.

Berikut ini merupakan analisis gaya angkat untuk satu buah silinder. Dari

Gambar 2.27 maka dapat disusun suatu persamaan 2.51.

Gambar 2.20 Tegangan tali

F = Fw + Fr .................................................................................. (2.51)
70

1
Fw = ×Q
2

Fr = 5% × Fw

1 1
F= × Q + 0,05 × × Q
2 2

1 1
F= × 2000 + 0,05 × × 2000 = 1050 kg
2 2

Dengan : F = gaya yang diperlukan untuk menggerakkan rantai (kg)

Fr = hambatan oleh gesekan (kg)

Q = kapasitas angkat = 2000 kg

Fw = beban angkat (kg)

Dalam perhitungan gaya untuk mengangkat beban ke atas akan terjadi

percepatan, maka gaya yang menggerakkan rantai menjadi :

3
F'= ×F
2

3
F'= × 1050 = 1575 kg
2

Perhitungan gaya untuk mengangkat beban ke atas tidak hanya

memperhatikan jumlah tegangan rantai yang terpasang pada rol puli, tetapi

juga memperhitungkan komponen lainnya, yaitu fork, fingerboard dan mast.

Gaya untuk mengangkat beban ke atas pada satu buah silinder angkat

ditentukan oleh persamaan 2.49.

FA = F '+W f + Wm + Wother ............................................................. (2.52)

Dengan : F’ = gaya untuk menggerakkan rantai = 1575 kg

Wf = berat fork ≈ 350 kg


71

Wm = berat mast ≈ 875 kg

Wother = berat peralatan kerja lain ≈ 500 kg

Sehingga :

FA = 1575 + 350 + 875 + 500 = 3300 kg

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Silinder miring ini termasuk dalam tipe double acting yang mampu

bekerja pada dua arah, yaitu untuk miring ke depan (extending) dan miring

ke belakang (retracting). Untuk mengetahui gaya yang bekerja pada silinder

miring, maka perlu dilakukan analisis gaya pada beberapa posisi.

1. Kedudukan fork tegak lurus dengan mast ( α = 0 0 )

Gambar 2.21 Kedudukan fork tegak lurus mast


72

Dari gambar 2.21 dapat diperoleh suatu persamaan :

θ = 00

∑M A =0

− FT × cos θ × 350 − FT × sin θ × 0 + Q × 590 = 0

− FT × cos 0° × 350 − FT × sin 0° × 0 + 2000 × 590 = 0

− 350 × FT + 1180000 = 0

1180000
FT = = 3371,429 kg
350

2. Kedudukan fork miring 2 0 ke bawah ( α = 2 0 )

Gambar 2.22 Kedudukan fork miring 2° ke bawah

Dari gambar 2.22 dapat diperoleh persamaan :

0,21
tan θ =
127,79
73

0,21
θ = arc tan = 0,094 0
127,79

∑M A =0

− FT × cos θ × 350 × cos 2° − FT × sin θ × 350 × sin 2° + Q × 590 × cos 2° = 0

− FT × cos 0,094° × 350 × cos 2° − FT × sin 0,094° × 350 × sin 2° + 2000 × 590 × cos 2° = 0

− 349,786 × FT − 0,02 × FT + 1179281,176 = 0

1179281,176
FT = = 3371,243 kg
349,806

3. Kedudukan fork miring 4 0 ke atas ( α = 4 0 )

Gambar 2.23 Kedudukan fork miring 4° ke atas

Dari Gambar 2.23 dapat diperoleh persamaan :

8,77
tan θ =
164,02
74

8,77
θ = arc tan = 3,06 0
164,02

∑M A =0

− FT × cos θ × 350 × cos 4° − FT × sin θ × 350 × sin 4° + Q × 590 × cos 4° = 0

− FT × cos 3,06° × 350 × cos 4° − FT × sin 3,06° × 350 × sin 4° + 2000 × 590 × cos 4° = 0

− 348,649 × FT − 1,303 × FT + 1177125,579 = 0

1177125,579
FT = = 3363,677 kg
349,952

2.2.3.2.2. Batang Silinder

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Batang silinder ketika didorong ke atas untuk mengangkat beban

mengalami beban tekan pada sumbu batangnya, sehingga akan terjadi efek

tekukan (buckling). Perhitungan batang silinder yang mengalami tekukan

dapat ditentukan dngan menggunakan persamaan 2.53 yang merupakan

rumus Euler (Nieman, Gustav, halaman 50).

π3 ×E×I
F= 2
............................................................................... (2.53)
Lk × S f

dengan : F = gaya dorong satu buah silinder angkat = 3300 kg (32373 N)

E = modulus elastisitas, untuk bahan baja = 2,1 × 10 5 N/mm 2

Lk = panjang tekuk bebas tergantung penjepitan batang = n × L

π
I = momen inersia, untuk penampang lingkaran = × d 4 (mm 4 )
64

Sf = angka keamanan, berada diantara 3-6 dan diambil harga 4


75

n = 1, untuk sendi-sendi

L = panjang langkah (stroke) = 3000 mm

Untuk mencari diameter batang silinder angkat, dapat dihitung

menggunakan persamaan 2.54.

F × S f × n 2 × L2 × 64
d≥4 ........................................................... (2.54)
π3×E

32373 × 4 × 12 × 3000 2 × 64
d≥4
π 3 × 2,1 × 10 5

d ≥ 58,18 mm, diameter batang silinder angkat direncanakan d = 60 mm.

Pemeriksaan terhadap berlakunya rumus Euler dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan 2.55 dan 2.56.

Lk
λ= ........................................................................................... (2.55)
i

I
i=
A

π ×d4 d
i= 64 = ....................................................................... (2.56)
π ×d2 2
4

Persamaan 2.56 dimasukkan ke dalam persamaan 2.55 menjadi :

Lk × 4
λ=
d

dengan : λ = koefisien kerampingan

i = jari-jari inersia (mm)

Persyaratan untuk rumusan Euler adalah harga koefisien kerampingan untuk

baja harus lebih besar sama dengan seratus (Niemann, Gustav, halaman 50).
76

Lk × 4
≥ 100
d

3000 × 4
≥ 100
60

200 ≥ 100

Koefisien kerampingan silinder angkat lebih besar daripada koefisien

kerampingan minimum Euler sehingga batang silinder aman untuk

dipergunakan. Konstruksi silinder angkat diperlihatkan pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24 Silinder angkat

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Silinder miring dipergunakan untuk memiringkan fork ke bawah 2°

dan ke atas 4°. Gaya-gaya yang dialami oleh silinder miring diperoleh dari

perhitungan sebelumnya sebagai berikut :


77

Kedudukan fork

+ 40 00 − 20

3369,194 3371,429 3371,243

Dalam perhitungan diameter batang silinder miring, gaya yang

menjadi perhatian adalah gaya yang terbesar. Dari hasil perhitungan gaya

saat kondisi miring, dapat disimpulkan bahwa gaya yang digunakan untuk

perhitungan adalah F = 3371,429 kg.

Jika perhitungan untuk satu buah silinder miring, gaya pada silinder

1
miring menjadi : F = × 3371,429 = 1685,715 kg (16539,591 N)
2

Diameter batang silinder miring dapat ditentukan menggunakan

persamaan 2.54, dengan data yang diketahui adalah :

Angka keamanan, berada diantara 3-6 Sf = 4

Posisi sendi-sendi n = 1

Panjang langkah (stroke) L = 40 mm

Sehingga :

16539,591 × 4 × 12 × 40 2 × 64
d≥4
π 3 × 2,1 × 10 5

d ≥ 5,679 mm

Diameter batang silinder miring direncanakan d = 20 mm

Pemeriksaan berlakunya rumus Euler dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan 2.55 dan 2.56. Persyaratan untuk rumusan Euler


78

adalah harga koefisien kerampingan untuk baja harus lebih besar sama

dengan seratus.

Lk × 4
≥ 100
d

40 × 4
≥ 100
20

8 < 100

Rumusan Euler tidak dapat dipergunakan karena batang tidak berada

dalam daerah elastis sehingga dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.57, 2.58 serta 2.59 berupa rumus Von Tetmayer (Suroto, A.,

halaman 39).

σ k = 310 − 1,14 × d ..................................................................... (2.57)

σ k = 310 − 1,14 × 20 = 287,2 N/mm²

π
Fk = × d 2 × σ k ........................................................................ (2.58)
4

π
Fk = × 20 2 × 287,2 = 90226,54 N
4

dengan : σ k = tegangan tekuk (N/mm2)

Fk = gaya tekuk (N)

Persyaratan rumus Von Tetmayer adalah gaya tekuk yang diizinkan harus

lebih besar daripada gaya yang terjadi pada batang, sehingga dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.56.

Fk
F'= ....................................................................................... (2.59)
Sf
79

90226,54
F'= = 22556,635 N >>> 16539,591 N
4

Gaya tekuk yang diizinkan lebih besar daripada gaya yang terjadi pada

silinder miring sehingga silinder miring aman untuk dipergunakan.

Konstruksi dari silinder miring seperti diperlihatkan pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25 Silinder miring

2.2.3.2.3. Piston Silinder

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Perhitungan tekanan sistem pada silinder angkat dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan 2.57.

F
P= ............................................................................................ (2.60)
A
80

F
P= .................................................................................. (2.61)
π 2
× Dd
4

dengan : A = luasan piston silinder angkat (mm2)

Dd = diameter piston silinder (mm)

F = gaya pada silinder angkat = 1950 kg (19129,5 N)

Jika diameter piston silinder angkat dirancang Dd = 65 mm, maka tekanan

kerja sistem seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.26 dapat ditentukan

dengan menggunakan persamaan 2.61.

3300
P= = 0,99 kg/mm 2 (99 kg/cm 2 = 9,88 × 10 6 N/m 2 )
π × 65 2
4

Gambar 2.26 Tekanan pada silinder angkat

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Perhitungan tekanan sistem dari silinder miring saat kondisi beban yang

paling besar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.62.


81

F
P= ...................................................................... (2.62)
(
π × Dd 2 − d 2
4
)
dengan : F = gaya pada silinder miring = 1683,993 kg (16539,591 N)

d = diameter batang silinder = 20 mm

Jika diameter piston silinder miring dirancang Dd = 50 mm, tekanan kerja

sistem seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.27 adalah :

1683,993
P= = 0,858 kg/mm 2 (85,8 kg/cm 2 = 8,56 × 10 6 N/m 2 )
π × 50 2
4

Gambar 2.27 Tekanan pada silinder miring

2.2.3.2.4. Tebal Dinding Silinder

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Tebal dinding silinder dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

2.63 (Niemann, Gustav, halaman 42).

Pm × Dd
t= ................................................................................... (2.63)
2×σ b

dengan : Pm = tekanan maksimum = P × fk (kg/mm 2 )


82

P = tekanan silinder angkat = 0,59 kg/mm 2

Dd = diameter piston silinder = 65 mm

σB
σ b = tegangan tarik bahan izin = (kg/mm 2 )
Sf

σ B = tegangan tarik bahan (kg/mm 2 )

Fk = faktor kejut = 1,5

Sf = angka keamanan = 2

Dengan menggunakan tabel L.1, bahan silinder angkat adalah S30C yang

memiliki kekuatan tarik σ B = 48 kg/mm 2 , sehingga:

48
σb = = 24 kg/mm 2 .
2

Tekanan maksimum silinder : Pm = 0,59 × 1,5 = 0,885 kg/mm 2

Tebal dinding silinder menjadi :

0,885 × 65
t= = 1,2 mm
2 × 24

Tebal dinding silinder angkat direncanakan t = 5 mm

Diameter luar silinder angkat ditentukan oleh persamaan 2.64.

Dl = Dd + 2 × t (2.64)

Dl = 65 + 2 × 5 = 75 mm

Pemeriksaan tegangan tarik maksimum yang terjadi dalam silinder angkat

ditentukan oleh persamaan 2.65 dan 2.66. (Niemann, Gustav, halaman 42).

σ m = q × σ (2.65)
83

2
⎛ Dl ⎞
⎜⎜ − 1⎟⎟
D
q = 1+ ⎝ d ⎠ (2.66)
⎛ Dl Dd ⎞
⎜⎜ − ⎟⎟
⎝ Dd Dl ⎠

Dengan : q = faktor tegangan maksimum

σ = tegangan tarik silinder


2
⎛ 75 ⎞
⎜ − 1⎟
65 ⎠
sehingga : q = 1 + ⎝ = 1,536
⎛ 75 65 ⎞
⎜ − ⎟
⎝ 65 75 ⎠

Tegangan tarik silinder angkat dapat ditentukan dengan mengolah

persamaan 2.63 menjadi :

0,855 × 65
σ= = 5,56 kg/mm²
2×5

Dengan menggunakan persamaan 2.65, maka dapat diperoleh tegangan tarik

maksimum silinder.

σ m = 1,536 × 5,56 = 8,54 kg/mm² << σ a = 24 kg/mm²

Tegangan tarik maksimum pada silinder angkat lebih kecil daripada

tegangan tarik bahan sehingga silinder angkat aman untuk dipergunakan.

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Metode perhitungan silinder miring sama dengan yang ada pada silinder

angkat, sehingga dapat diperoleh hasil perhitungan :

Bahan silinder miring = S 30 C

Tekanan maksimum silinder Pm = 1,021 × 1,5 = 1,53 kg/mm 2


84

1,53 × 50
Tebal dinding silinder t= = 1,59 mm
2 × 24

Tebal dinding silinder miring rencana t = 5 mm

Diameter luar silinder miring Dl = 50 + 2 × 5 = 60 mm

2
⎛ 60 ⎞
⎜ − 1⎟
50 ⎠
Faktor tegangan maksimum q = 1+ ⎝ = 1,11
⎛ 60 50 ⎞
⎜ − ⎟
⎝ 50 60 ⎠

1,53 × 50
Tegangan tarik silinder miring σ= = 7,65 kg/mm²
2×5

Tegangan tarik maksimum silinder miring σ m = 1,11 × 7,65 = 8,49 kg/mm²

Tegangan tarik maksimum pada silinder miring lebih kecil daripada

tegangan tarik bahan sehingga silinder miring aman untuk dipergunakan.

2.2.3.2.5. Debit Aliran Sistem Hidrolik

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Untuk menghitung debit aliran fluida pada silinder angkat, maka kecepatan

angkat dari peralatan kerja yang direncanakan adalah sebagai berikut :

Angkat (lifting) v = 600 mm/s

Turun (lowering) v = 400 mm/s

Aliran fluida akan dianalisis pada saat sistem mencapai kecepatan angkat

maksimum, sehingga dapat diperoleh :

1
v= × 600 = 300 mm/s
2

Waktu angkat silinder dapat diperoleh dengan persamaan 2.67.


85

L
ta = ............................................................................................ (2.67)
v

3000
ta = = 10 s
300

Debit aliran untuk sebuah silinder dapat ditentukan dengan persamaan 2.68.

Q = v × A ....................................................................................... (2.68)

π 2
Dengan A = × Dd , sehingga dapat diperoleh persamaan 2.69.
4

π 2
Q = v× × Dd ............................................................................. (2.69)
4

π
Q = 300 × × 65 2 = 995492,172 mm³/s ( 9,95 × 10 −4 m³/s)
4

Debit aliran untuk dua buah silinder angkat adalah :

Q' = 2 × 9,95 × 10 −4 = 1,99 × 10 −3 m³/s

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Metode perhitungan debit aliran silinder miring sama seperti perhitungan

pada silinder angkat, sehingga dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

Kecepatan piston silinder miring v = 20 mm/s

Diameter piston silinder D d = 50 mm

Debit aliran untuk satu buah silinder miring dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan 2.69.

π
Q = 20 × × 50 2 = 39269,91 mm³/s ( 3,93 × 10 −5 m³/s)
4

Debit aliran untuk dua buah silinder miring adalah :

Q' = 2 × 3,93 × 10 −5 = 7,86 × 10 −5 m³/s


86

2.2.3.3. Selang Hidrolik

Selang hidrolik dipergunakan dalam sistem hidrolik berfungsi untuk

menghubungkan dan mengalirkan fluida atau minyak hidrolik pada

instalasihidrolik dari tangki ke silinder hidrolik, meredam getaran dari dalam

maupun dari luar instalasi, serta kepraktisan dalam pemasangan dan

penyambungan karena sifatnya yang fleksibel. Faktor lain yang perlu

menjadi perhatian dalam memilih selang adalah tekanan kerja sistem, debit

aliran fluida, temperatur kerja minyak, jenis minyak hidrolik.

Pemasangan pipa atau selang tidak boleh sembarangan seperti

diperlihatkan pada Gambar 2.28. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian

adalah memberi kelonggaran untuk mencegah selang tertekuk, mencegah

selang terpuntir, memperhatikan kondisi perubahan bentuk saat selang

bekerja ataupun tidak bekerja, memasang dengan rapi serta menghindari

selang saling menumpuk, memasang selang jauh dari bagian yang panas.

Gambar 2.28 Pemasangan selang hidrolik


(Sumber : Esposito, Anthony, 1994, Fluid Power with Applications, Prentice-Hall
International Inc., halaman 136)
87

Kecepatan aliran dalam pipa atau selang dapat ditentukan ketika

debit aliran dalam silinder selalu sama dengan debit aliran dalam selang atau

pipa, sehingga dapat disusun menjadi suatu persamaan 2.70.

Q silinder = Q pipa

π 2 π 2
v× × Dd = v p × × Dp
4 4

2
Dd
vp = 2
× v .................................................................................. (2.70)
Dp

Dengan : D p = diameter dalam pipa (mm)

Dd = diameter piston silinder (mm)

v p = kecepatan aliran dalam pipa (mm/s)

v = kecepatan piston silinder (mm/s)

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Dari Tabel L.7 pada lampiran, dapat diperoleh data-data mengenai pipa

sebagai berikut :

Diameter pipa Dp = ¾ inch = 19,05 mm

Diameter luar pipa D PL = 1,05 inch = 26,67 mm

Tebal t = 0,113 inch = 2,87 mm

Luas penampang A = 0,533 inch² = 13,54 mm²

Kecepatan aliran dalam pipa ditentukan oleh persamaan 2.70.

65 2
vp = × 300 = 3333,33 mm/s = 3,33 m/s
19,05 2
88

Dari Tabel L.8 pada lampiran, pipa yang digunakan mampu menahan

tekanan hingga 200 bar ( 20 × 10 6 N/m²) sehingga kecepatan kritis pada

tekanan tersebut (dengan menggunakan Tabel L.9 pada lampiran) mencapai

4mm/s. Kecepatan aliran dalam pipa menuju silinder angkat lebih kecil

daripada kecepatan kritisnya sehingga penggunaan dan pemilihan pipa telah

memenuhi persyaratan.

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Dari Tabel L.7 pada lampiran, diperoleh data mengenai pipa yaitu sebagai

berikut :

Diameter pipa Dp = ¾ inch = 19,05 mm

Diameter luar pipa DPL = 1,05 inch = 26,67 mm

Tebal t = 0,113 inch = 2,87 mm

Luas penampang A = 0,533 inch² = 13,54 mm²

Kecepatan aliran dalam pipa dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.70.

50 2
vp = × 20 = 137,78 mm/s = 0,14 m/s
19,05 2

Kecepatan aliran dalam pipa menuju silinder miring lebih kecil daripada

kecepatan kritisnya sehingga penggunaan dan pemilihan pipa telah

memenuhi persyaratan.
89

2.2.3.4. Pompa Hidrolik

2.2.3.4.1. Rugi-Rugi pada Instalasi

1. Kerugian karena kekasaran permukaan

Kerugian ini disebabkan karena adanya gesekan-gesekan dalam pipa

sehingga menggunakan rumusan menurut Darcy Waibach pada persamaan

2.71 (Esposito, Anthony, 1994, halaman 147).

⎛ L ⎞ ⎛ v2 ⎞
P1 = f × ⎜ ⎟×⎜ ⎟ × δ .......................................................... (2.71)
⎜D ⎟ ⎜ 2× g ⎟
⎝ p ⎠ ⎝ ⎠

dengan : L = panjang pipa (m)

v = kecepatan aliran rata-rata (m/s)

f = faktor gesekan

Dp = diameter pipa (m)

δ = berat jenis (N/m3)

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Data yang diketahui sebagai berikut :

Panjang pipa L = 5m

Kecepatan aliran rata-rata v = 3333,33 mm/s (3,33 m/s)

Berat jenis δ = 0,9 gr/cm2 = 8829 N/m3

Harga angka Reynold (Re) dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.72 (Esposito, Anthony, 1994, halaman 147).

v × Dp
Re = ................................................................................... (2.72)
υ

dengan : υ = viskositas kinematik = 46 mm2/s


90

3333,33 × 19,05
sehingga : Re = = 1380,43 < 2300
46

Dari Tabel L.10 pada lampiran, harga angka Reynold lebih kecil daripada

batas 2300, sehingga termasuk dalam aliran laminer. Karena merupakan

aliran laminer, maka faktor gesekan pada pipa berlaku persamaan 2.73.

64
f = .......................................................................................... (2.73)
Re

64
f = = 0,046
1380,43

Kerugian tekanan karena kekasaran permukaan adalah :

⎛ 5 ⎞ ⎛ 3,33 2 ⎞
P1 = 0,046 × ⎜ ⎟ × ⎜⎜ ⎟⎟ × 8829 = 60246,78 N/m²
⎝ 0,01905 ⎠ ⎝ 2 × 9,81 ⎠

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Kerugian tekanan akibat kekasaran permukaan pada silinder miring juga

menggunakan metode yang sama dengan silinder angkat, sehingga hasil

perhitungan diperlihatkan dalam tabel berikut.

Data yang diketahui sebagai berikut :

Panjang pipa L = 85 mm

Kecepatan aliran rata-rata v = 137,78 mm/s (0,14 m/s)

Berat jenis δ = 0,9 gr/cm2 = 8829 N/m3

Harga angka Reynold (Re) dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.72 (Esposito, Anthony, 1994, halaman 147).

v × Dp
Re = ................................................................................... (2.72)
υ

dengan : υ = viskositas kinematik = 46 mm2/s


91

137,78 × 19,05
sehingga : Re = = 57,06 < 2300
46

Dari Tabel L.10 pada lampiran, harga angka Reynold lebih kecil daripada

batas 2300, sehingga termasuk dalam aliran laminer. Karena merupakan

aliran laminer, maka faktor gesekan pada pipa berlaku persamaan 2.73.

64
f = .......................................................................................... (2.73)
Re

64
f = = 1,12
57,06

Kerugian tekanan karena kekasaran permukaan adalah :

⎛ 0,085 ⎞ ⎛ 0,14 2 ⎞
P1 = 0,046 × ⎜ ⎟ × ⎜⎜ ⎟⎟ × 8829 = 1,81 N/m²
⎝ 0,01905 ⎠ ⎝ 2 × 9,81 ⎠

Rugi
Panjang Diameter Kecepatan Gesekan
Silinder tekanan
pipa (mm) pipa (mm) (m/s) f
P1(N/m2)

Angkat 5000 19,05 3,33 0,046 60246,78

Miring 85 19,05 0,14 0,046 1,81

2. Kerugian karena katub (katub pengontrol)

Kerugian karena katub dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

2.74 (Yeaple, Frank, halaman 245).

k × v2 ×δ
P2 = ............................................................................... (2.74)
2× g

dengan : k = faktor hambatan katub

v = kecepatan aliran (m/s)

δ = berat jenis = 8829 N/m2


92

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Kerugian karena katub dengan faktor hambatan katub k = 3, dapat diperoleh

hasil:

3 × 3,33 2 × 8829
P2 = = 14970,02 N/m²
2 × 9,81

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Kerugian tekanan karena katub pada silinder miring juga menggunakan

metode yang sama dengan silinder angkat.

3 × 0,14 2 × 8829
P2 = = 26,46 N/m²
2 × 9,81

Sehingga hasil perhitungan diperlihatkan dalam tabel berikut.

Kecepatan faktor Rugi katub


Silinder
(m/s) hambatan k (N/m2)

Angkat 3,33 3 14970,02

Miring 0,14 3 26,46

3. Kerugian karena perubahan diameter

Kerugian karena perubahan diameter dapat ditentukan dengan persamaan

2.74, dengan : k = faktor hambatan karena perubahan penampang

n = jumlah perubahan penampang


93

a. Silinder angkat (lift cylinder)

Kerugian karena perubahan penampang dengan faktor hambatan akibat

perubahan penampang k = 0,3 dan jumlah perubahan penampang n = 2,

dapat diperoleh hasil :

2 × 0,3 × 3,33 2 × 8829


P3 = = 2994 N/m²
2 × 9,81

b. Silinder miring (tilt cylinder)

Kerugian tekanan karena perubahan penampang pada silinder miring juga

menggunakan metode yang sama dengan silinder angkat.

2 × 0,3 × 0,14 2 × 8829


P3 = = 5,29 N/m²
2 × 9,81

Sehingga hasil perhitungan diperlihatkan dalam tabel berikut :

Jumlah Kecepatan Faktor Rugi


Silinder
n (m/s) hambatan k (N/m2)

Angkat 2 3,33 0,3 2994,00

Miring 2 0,14 0,3 5,29

4. Total kerugian

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui harga total kerugian-kerugian

dari insralasi hidrolik, yaitu :

Silinder P1(N/m2) P2(N/m2) P3(N/m2) Prugi(N/m2)

Angkat 60246,78 14970,02 2994 78160,80

Miring 1,81 26,46 5,29 33,56


94

Tekanan kerja sistem merupakan penjumlahan antara tekanan kerja

dan rugi tekanan yang terjadi dalam sistem, sehingga dapat diperoleh hasil :

Silinder angkat P = 9,88 × 10 6 + 78160,80 ≈ 9,96 × 10 6 N/m 2

Silinder miring P = 8,56 × 10 6 + 33,56 ≈ 8,56 × 10 6 N/m 2

Daya output pompa hidrolik dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.75.

P×Q
Np = ................................................................. (2.75)
η mek × η vol × 1000

dengan : P = tekanan kerja sistem = 9,96 × 10 6 N/m²

Q = debit aliran fluida (m3/s)

η mek = efisiensi mekanik = 0,9

η mek = efisiensi volumetrik = 0,9

Debit pompa merupakan jumlah debit aliran minyak hidrolik dari silinder

hidrolik angkat dan miring yang terpasang secara pararel, sehingga debit

pompa menjadi :

Q = 1,99 × 10 −3 + 7,86 × 10 −5 = 2,07 × 10 −3 m3/s

Maka daya pompa hidrolik pada saat bekerja adalah :

9,96 × 10 6 × 2,07 × 10 −3
Np = = 25,45 kW (34,11 HP)
0,9 × 0,9 × 1000

Daya yang diperlukan oleh pompa dalam operasional peralatan hidrolik

untuk mengangkat beban (lift) serta bergerak miring (tilt) masih berada

dalam kemampuan mesin penggerak yaitu 55 HP sehingga perencanaan

telah sesuai dan memenuhi persyaratan.


95

2.2.3.4.2. Konstruksi Pompa Hidrolik

Pompa yang digunakan dalam instalasi hidrolik forklift ini adalah

pompa hidrolistik dengan jenis pompa roda gigi dengan beberapa

pertimbangan mendasar. Pompa roda gigi (gear pump) memiliki bentuk

desain yang sederhana tetapi mampu menghasilkan tekanan tinggi, mudah

dibuat tetapi kuat, tidak terlalu peka terhadap fluida hidrolik yang

digunakan, serta harganya relatif lebih murah.

Perhitungan terhadap konstruksi pompa roda gigi sebagai berikut :

Tekanan kerja sistem P = 9,96 × 10 6 N/m 2

Debit aliran Q = 2,07 × 10 −3 m 3 /s

Daya pompa Np = 25,45 kW (34,11 HP)

Daya motor N = 41,2 kW (55 HP)

Putaran roda gigi n = 1800 rpm

Modul roda gigi m = 4 (dari Tabel L.13 pada lampiran)

Sudut tekanan pahat α 0 = 20 0

Perbandingan gigi i= 1

Jumlah gigi z1 = z 2 = 20

Diameter luar atau kepala roda gigi dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.76 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 219).

d k = ( z + 2 ) × m ................................................................................. (2.76)

d k = (20 + 2 ) × 4 = 88 mm
96

Diameter kaki roda gigi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

di bawah ini (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 248).

d f = (z − 2) × m

d f = (20 − 2 ) × 4 = 72 mm

Volume per satuan putaran (displacement volume of pump) dapat ditentukan

menggunakan persamaan 2.77 (Esposito, Anthony, 1994, halaman 182).

VD =
π
4
( 2
× dk − d f
2
)× b ................................................................ (2.77)
dengan :b = lebar gigi (mm)

π
VD =
4
( )
× 88 2 − 72 2 × b = 2010,62 × b mm (0,2 × b ) dm³

Debit pompa (theoretical pump flow rate) dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan 2.78 (Esposito, Anthony, 1994, halaman 182).

Q = V D × n ..................................................................................... (2.78)

dengan : Q = debit pompa (lpm) = 2,07 × 10 −3 m 3 /s (124,20 lpm∗)

*lpm = liter per menit

89,40 = 0,20 × b × 1800

89,40
Sehingga lebar gigi = b = = 0,248 dm (24,8 mm)
0,20 × 1800

Lebar dari gigi direncanakan b = 30 mm


97

2.2.3.4.3. Pemeriksaan Kekuatan Pompa Roda Gigi

Kekuatan pompa roda gigi dilihat dari pemenuhan terhadap beberapa

persyaratan mengenai gigi pada pompa roda gigi. Berikut ini merupakan

langkah-langkah dalam pemeriksaan kekuatan pompa roda gigi.

Diameter lingkaran jarak bagi dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.79 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 220).

d = z × m ....................................................................................... (2.79)

d = 20 × 4 = 80 mm

Kelonggaran puncak dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.80

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 219)

c k = 0,25 × m ................................................................................. (2.80)

c k = 0,25 × 4 = 1 mm

Kelonggaran sisi C0 = 0;

Kecepatan keliling roda gigi dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan 2.81 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 238).

π ×d ×n
v= ................................................................................. (2.81)
60 × 1000

π × 80 × 1800
v= = 7,54 m/s
60 × 1000

Faktor dinamis merupakan faktor koreksi terhadap kecepatan keliling roda

gigi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.82 dari tabel L.11

pada lampiran (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 240).

6
fv = ......................................................................................... (2.82)
6+v
98

6
fv = = 0,44
6 + 7,54

Gaya tangensial pada permukaan roda gigi dapat ditentukan menggunakan

persamaan 2.83 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 238).

102 × N p
Ft = ............................................................................... (2.83)
v

dengan : Np = daya pompa (kW)

Gaya tangensial untuk mekanisme angkat adalah :

102 × 25,61
Ft = = 346,45 kg
7,54

Gaya tangensial pada daya mesin maksimum adalah :

102 × 41,2
Ft = = 557,35 kg
7,54

Bahan roda gigi diambil dari Tabel L.12 pada lampiran, dengan data-data

yang diketahui :

Bahan roda gigi = SNC 21

Kekuatan tarik σ B = 80 kg/mm2

Tegangan lentur izin σ a = 35 kg/mm2

Faktor tegangan kontak kH = 0,569 (dari Tabel L.17 pada lampiran)

Lebar roda gigi terhadap beban lentur izin dapat ditentukan menggunakan

persamaan 2.84 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 240).

F1 = σ a × b × m × Y × f v .................................................................. (2.84)

Ft
b≥
σ a × m × Y × fv
99

Faktor bentuk gigi (Y) dapat diperoleh dari Tabel L.14 pada lampiran,

dengan jumlah gizi z = 20 memilki harga Y = 0,320, sehingga diperoleh :

557,35
b≥
35 × 4 × 0,32 × 0,44

b ≥ 28,27 mm

Lebar roda gigi terhadap beban tekan terhadap gidi dapat ditentukkan

dengan menggunakan persamaan 2.85 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997,

halaman 243).

2 × z2
Ft = f v × k H × b × d × ........................................................ (2.85)
z1 + z 2

Ft z + z2
b≥ × 1
f v × k H × d 2 × z2

557,35 20 + 20
b≥ ×
0,44 × 0,569 × 80 2 × 20

b ≥ 27,83 mm

Lebar roda gigi hasil perhitungan tersebut lebih kecil daripada lebar roda

gigi rencana sehingga aman untuk dipergunakan.

Persyaratan lain disebutkan bahwa perbandingan antara lebar roda gigi

dengan modul gigi haruslah di antara harga 6–10, sehingga dapat diperoleh

persamaan 2.86 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 246).

b
6≤ ≤ 10 (2.86)
m

30
6≤ ≤ 10
4

6 ≤ 7,5 ≤ 10
100

Perbandingan antara lebar roda gigi dengan modal gigi telah berada di antara

6-10, sehingga roda gigi rancangan aman untuk dipergunakan

Perbandingan diameter jarak bagi roda gigi dengan lebar gigi harus

lebih besar dari harga 1,5 sehingga dapat diperoleh persamaan 2.85 (Sularso

dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 246).

d
> 1,5
b

80
> 1,5
30

2,67 > 1,5

Perbandingan diameter jarak bagi dan lebar gigi telah memenuhi persyaratan

sehingga pompa roda gigi rancangan aman dipergunakan.

2.2.3.5. Katub

Dalam operasional peralatan kerja angkat dan miring menggunakan

beberapa macam katub pengontrol. Katub pengontrol tekanan (pressure

control valve) berfungsi mengurangi tekanan dalam sistem dengan cara

menjaga kesetimbangan antara gaya pegas dengan gaya akibat tekanan

fluida. Jenis katub pengontrol tekanan yang dipergunakan diantaranya katub

pembebas (relief valve). Katub ini terletak di keluaran (outlet) pompa yang

terhubungkan ke tangki hidrolik. Katub ini membatasi tekanan kerja dengan

cara mengalirkan kembali cairan fluida ke dalam tangki, misalnya ketika

menerima beban kejut atau beban yang melebihi kapasitasnya. Katub ini

bekerja sedikit di atas tekanan kerja sistem serta di bawah tekanan


101

maksimum pompa. Katub pengontrol lainnya yang penting dalam

mekanisme peralatan angkat serta miring pada forklift adalah :

1. Katub angkat (lift valve)

Pada saat tuas angkat (lift lever) ditarik, valve spool akan bergerak ke atas.

Tekanan minyak menekan bola ke dalam lagi atau kembali menekan gaya

pegas. Aliran minyak akan menjadi terbuka dan mengalir menuju silinder

angkat. Jika tuas angkat tersebut didorong atau ditekan ke depan, detektor

valve spool akan bergerak ke bawah dan membuka aliran minyak dari

silinder angkat menuju ke tangki. Turunnya garpu dan inner mast sebagai

akibat dari beratnya sendiri.

2. Katub miring (tilt valve)

Supaya gerakan dari miring depan dan belakang mast dapat berjalan dengan

aman, maka katub miring memiliki komponen check valve dan tilt lock

valve. Check valve berfungsi untuk mencegah aliran balik dari fluida

hidrolik. Tilt lock valve yang dilengkapi dengan tilt spool berfungsi untuk

menjaga agar aliran fluida ke silinder dapat sesuai dengan yang dikehendaki.

Mekanisme untuk miring depan dengan menekan tuas miring (tilt lever)

sehingga valve spool akan bergerak ke bawah. Fluida akan menekan ke

bawah menyebabkan bola melawan gaya pegas dan fluida masuk ke dalam

lubang (D spool) serta menekan tilt lock valve ke bawah. Fluida yang berada

dalam silinder oli dialirkan dari lubang (pintu atau port). Tilt lock valve ini

akan menjaga tekanan ke bawah pada saat mast terdorong ke depan. Apabila

tiba-tiba mesin mati serta tuas miring berada dalam posisi bekerja, tekanan
102

minyak yang digunakan untuk mendorong tilt lock valve akan kembali ke

posisi netral. Pegas kembali menekan piston serta menutup katub tersebut.

Minyak yang akan mengalir kembali ke dalam tangki akibat mesin mati

dapat ditahan. Jika akan miring ke belakang, tuas miring ditarik dan valve

spool akan menekan ke atas. Fluida dari silinder bagian bawah akan

menekan gaya pegas ke depan untuk membuka aliran serta kembali ke

tangki. Jika mesin mati secara tiba-tiba, check valve ini yang akan mencegah

fluida kembali ke tangki.

Katub pengontrol aliran yang dipergunakan dalam operasional peralatan

kerja berfungsi untuk mengontrol kapasitas aliran dari pompa menuju

silinder ataupun proses sebaliknya. Katub ini juga akan mengatur kecepatan

piston tergantung dari banyaknya fluida yang mengalir ke silinder angkat

dan miring.

Katub pengarah yang dipergunakan dalam operasional peralatan kerja

berfungsi sebagai pemicu atau dengan kata lain sebagai saklar yang akan

memulai dan mengakhiri setiap gerakan dari fluida. Katub ini akan

mengarahkan gerak dari fluida. Untuk silinder kerja angkat menggunakan

silinder kerja tunggal dan katub pengarah berbentuk T-spool yang memiliki

3 buah lubang yaitu lubang suplai, kembali, dan silinder. Silinder miring

menggunakan silinder kerja ganda D-spool. Spool ini memimiki 4 buah

lubang yaitu lubang suplai, lubang kembali, serta 2 lubang silinder.


103

2.2.3.6. Fluida Hidrolik

Fluida hidrolik menggunakan jenis petroleum atau mineral oil.

Fluida ini akan memberikan perlindungan terhadap ketahanan korosi,

oksidasi, serta operasi. Temperatur kerjanya berada pada kisaran -40 °C

sampai 80 °C. Berdasarkan Tabel L.14 pada lampiran, fluida ini memiliki

viskositas menurut standar ISO viscosity classification for liquid lubricants

(ISO 3448, DIN 51519) yaitu ISO VG 46 seperti misalnya mineral oil HVLP

atau SAE 20W dengan angka viskositasnya adalah 46 mm²/s. kondisi kerja

pada area kering beriklim tropis dengan temperatur sekitar 40 °C atau lebih.

2.3. Analisis perhitungan Cosmos Work

Selain dilakukan dengan cara perhitungan manual, analisis juga

dilakukan menggunakan program “Cosmos Work”. Dalam Cosmos Work

ini, hasil yang didapatkan adalah dalam vonMises criterion.

(σ 1 − σ 2 )2 + (σ 2 − σ 3 )2 + (σ 1 − σ 3 )2
σ vonMises = ......................... (2.86)
2

σ lim it
FOS = .............................................................................. (2.87)
σ vonMises

Data-data hasil analisis dengan menggunakan program Cosmos

Work adalah sebagai berikut :

1. Fork dan kait

Bahan yang digunakan = AISI 1020

Tensile strength = 420,507 N/mm²

Yield strength = 351,571 N/mm²


104

Beban tiap fork = 15000 N

FOS yang dihasilkan =1

σ vonMises yang dihasilkan = 3,408 × 10 8 dan 3,511 × 10 8 N/m²

Maka diambil nilai yang terbesar yaitu 3,511 × 10 8 N/m² = 351,1 N/mm²

Maka σ lim it = FOS × 351,1 = 1 × 351,1 = 351,1 N/mm²

Reaction force pada beban terpusat Reaction force pada beban merata

16691 N (↓) 16751 N (↓)

17249 N (→) 17281 N (→)

390,1 N (←) 411,81 N (←)

423,19 N (→) 437,01 N (→)

Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini :

Gambar 2.29 FOS pada fork dan kait dengan pembebanan terpusat
105

Gambar 2.30 STRESS pada fork dan kait dengan pembebanan terpusat

Gambar 2.31 FOS pada fork dan kait dengan pembebanan merata
106

Gambar 2.32 STRESS pada fork dan kait dengan pembebanan merata

2. Fingerboard dan penggantung

Bahan yang digunakan = Alloy Steel

Tensile strength = 723,826 N/mm²

Yield strength = 620,422 N/mm²

Beban yang diterapkan :

pada beban terpusat pada beban merata

16691 N (↓) 16751 N (↓)

17249 N (→) 17281 N (→)

390,1 N (←) 411,81 N (←)

423,19 N (→) 437,01 N (→)


107

FOS yang dihasilkan = 1,4

σ vonMises yang dihasilkan = 4,509 × 10 8 dan 4,515 × 10 8 N/m²

Maka diambil nilai yang terbesar yaitu 4,515 × 10 8 N/m² = 451,5 N/mm²

Maka σ lim it = FOS × 451,5 = 1,4 × 451,5 = 632,1 N/mm²

Reaction force yang dihasilkan :

pada beban terpusat = 36093 N (↓) dan 37200 N (↓)

pada beban merata = 37254 N (↓) dan 37293 N (↓)

Maka diambil pembulatan nilai reaction force berdasarkan nilai yang

terbesar yaitu 37300 N (↓)

Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini :

Gambar 2.33 FOS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban terpusat
108

Gambar 2.34 STRESS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban terpusat

Gambar 2.35 FOS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban merata
109

Gambar 2.36 STRESS pada fingerboard akibat fork dan kait berbeban merata

3. Penutup fingerboard

Bahan yang digunakan = Alloy Steel

Tensile strength = 723,826 N/mm²

Yield strength = 620,422 N/mm²

Beban yang diterapkan = 37300 N (↓)

FOS yang dihasilkan = 1,3

σ vonMises yang dihasilkan = 4,667 × 10 8 N/m² = 466,7 N/mm²

Maka σ lim it = FOS × 451,5 = 1,3 × 466,7 = 606,71 N/mm²

Reaction force yang dihasilkan adalah 37322 N (↓) dan 37302 N (↓)

Maka diambil pembulatan nilai reaction force yaitu 37400 N (↓)

Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini :


110

Gambar 2.37 FOS pada penutup fingerboard

Gambar 2.38 STRESS pada penutup fingerboard


111

4. Penghubung fingerboard dengan mast

Bahan yang digunakan = Alloy Steel

Tensile strength = 723,826 N/mm²

Yield strength = 620,422 N/mm²

Beban yang diterapkan = 37400 N (↓)

FOS yang dihasilkan = 1,2

σ vonMises yang dihasilkan = 5,384 × 10 8 N/m² = 538,4 N/mm²

Maka σ lim it = FOS × 451,5 = 1,2 × 538,4 = 646,08 N/mm²

Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini :

Gambar 2.39 FOS pada penghubung/penggantung fingerboard


112

Gambar 2.40 STRESS pada penghubung/penggantung fingerboard

5. Poros penyangga sproket

Bahan poros = Alloy Steel

Tensile strength = 723,826 N/mm²

Yield strength = 620,422 N/mm²

Bahan penyangga poros = Cast Alloy Steel

Tensile strength = 448,082 N/mm²

Yield strength = 241,275 N/mm²

Beban yang diterapkan = 40000 N (↓)

FOS yang dihasilkan = 2,1

σ vonMises yang dihasilkan = 1,427 × 10 8 N/m² = 142,7 N/mm²

Maka σ lim it = FOS × 451,5 = 2,1 × 142,7 = 299,67 N/mm²

Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini :


113

Gambar 2.41 FOS pada rangkaian penyangga sproket

Gambar 2.42 STRESS pada rangkaian penyangga sproket


114

6. Rangkaian total

FOS yang dihasilkan = 1,1

σ vonMises yang dihasilkan = 3,413 × 10 8 N/m² = 341,3 N/mm²

Maka σ lim it = FOS × 451,5 = 1,1 × 341,3 = 375,43 N/mm²

Hasil analisis dengan menggunakan Comos Work ini telah

memperlihatkan nilai FOS sebesar 1,1 yang berarti bahwa rangkaian

total ini aman untuk dipergunakan.

Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini :

Gambar 2.43 FOS pada rangkaian total


115

Gambar 2.44 STRESS pada rangkaian total


BAB III

OPERASIONAL DAN PERAWATAN

3.1. Operasional

Operasional ini adalah mencakup area tata cara pemakaian forklift

pada umumnya, dan khususnya pada sistem pengangkatnya. Hal-hal

mengenai operasional selalu dikaitkan dengan keselamatan dan keamanan

kerja. Hal ini dimaksudkan supaya dalam pengoperasian forklift tidak ada

pihak yang dirugikan atau menjadi korban karena kecerobohan operator

maupun pihak lain yang berada dalam area pengoperasian forklift. Manuver

forklift dapat diperhatikan pada Gambar 3.1.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh operator

maupun pihak lain yang berada di lingkungan operasional forklift, antara

lain:

1. Loads

Operator harus memperhatikan jenis beban yang akan diangkut.

Pemilihan jenis peralatan kerja sangat dipengaruhi oleh jenis beban

tersebut. Pemilihan peralatan kerja yang tepat dan sesuai dengan jenis

beban akan memudahkan dan akan semakin menambah efisiensi kerja

forklift. Jenis beban tersebut misalnya kotak, bulat, pallet, gelondongan,

dan masih banyak jenis beban yang lain. Hal ini seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 3.2 dan 3.3.

116
117

a. Operator menggunakan waktu persiapan sebaik mungkin untuk

menyetel fork supaya beban berada pada posisi yang tepat ketika

dibawa. Setel fork agak ke luar untuk beban yang lebar. Setelah itu

jangan lupa untuk mengunci kait fork supaya posisinya tidak

bergeser.

b. Susun beban sesuai ukurannya dengan penyusunan seperti piramida.

Gunakan tali untuk mengikat jikalau dibutuhkan keamanan yang

lebih.

c. Jenis beban yang panjang atau lebar lebih tidak stabil daripada beban

lainnya. Untuk itu operator harus jeli menentukan titik beban (load

center) dan kapasitas forklift. Beban yang panjang ataun lebar juga

akan membutuhkan ruangan yang lebih banyak untuk forklift

melakukan manuver, sehingga operator harus lebih berhati-hati.

2. Raised fork

Operator harus melarang siapapun juga termasuk dirinya sendiri untuk

berjalan ataupun berdiri di bawah fork ketika sedang dinaikkan, seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 3.4.

3. No lifting

Baik operator maupun pihak manapun harus menyadari bahwa forklift

bukanlah elevator untuk manusia. Operator jangan pernah mencoba

menaikkan seseorang tampa menggunakan tempat khusus yang memang

telah dirancang untuk tujuan tersebut dengan aman, seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 3.4.


118

4. Chain slack

Rantai yang slip mengindikasikan adanya ketidakberesan dalam

mekanisme pengangkatan. Ketika menghadapi masalah tersebut,

operator maupun pihak manapun dilarang mencoba untuk

memperbaikinya. Operator harus segera menghubungi maintenance

forklift tersebut untuk dapat segera diperbaiki.

3.2. Perawatan

Kegiatan perawatan (maintenance) adalah suatu kegiatan menjaga dan

memelihara fasilitas peralatan, bahkan juga melakukan perbaikan jikalau

fasilitas tersebut memerlukannya. Hal ini dilakukan semata-mata dengan

tujuan menunjang efisiensi fasilitas tersebut. Kegiatan maintenance

dilakukan secara periodik sesuai dengan petunjuk dan standarisasinya.

Tujuan dari kegiatan maintenance ini adalah untuk menjaga dan memelihara

kondisi fisik dan kondisi kerja suatu peralatan, dalam hal ini khususnya

sistem pengangkat pada forklift, memperpanjang umur pakai dari peralatan,

menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta menjaga

kelangsungan atau kontinuitas proses produksi.

Adapun beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam kegiatan

maintenance ini adalah :

1. Mengecek peralatan sistem pengangkat

Peralatan-peralatan kerja juga mempunyai tingkat kelayakan pakai,

sehingga apabila peralatan kerja tersebut tidak sesuai standar maka perlu
119

dilakukan perbaikan bahkan penggantian jika kerusakan tidak dapat

diperbaiki. Peralatan dalam sistem pengangkat yang perlu diperiksa

pertama adalah pada bagian fork dan kait fork, dikarenakan bagian inilah

yang menumpu beban secara langsung. Kemudian dilanjutkan pada

bagian lain seperti rantai, roller dan rel. Hal ini dapat diperhatikan pada

Gambar 3.5 yaitu mengenai pemeriksaan kondisi dan koordinasi rantai

terhadap sistem kerja forklift.

2. Mengganti minyak pelumas

Minyak pelumas / oli pada sistem hidrolik pengangkat perlu menjadi

perhatian serius pihak maintenance. Jangan sampai kondisi oli ada

dalam keadaan tidak layak pakai ataupun habis pada saat forklift

beroperasi. Bagian lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan

adalah oli pada transmisi, oli roda gigi, gemuk pada bagian tertentu

jangan dibiarkan kering atau habis, serta perhatikan kondisi sil. Hal ini

seperti diperlihatkan pada Gambar 3.6.

3. Mengganti filter

Filter yang perlu diganti secara berkala adalah filter hidrolik dan filter

transmisi. Hal ini seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.6.

4. Mengecek fungsi kerja control lever

Merupakan tuas untuk menggerakkan peralatan kerja seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 3. Pada forklift Linde R20 ini, tuas 1

berfungsi sebagai lift control lever, tuas 2 berfungsi sebagai reach


120

control lever, serta tuas 3 berfungsi sebagai tilt control lever. Hal ini

dapat diperhatikan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.1 Manuver operasi forklift


(Sumber : ____ , Brosur-brosur Forklift, PT. United Tractors Pandu Engineering)

Gambar 3.2 Loads position 1


(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)

Gambar 3.3 Loads position 2


(Sumber : www.free-training.com)
121

a. Raised fork b. No lifting


Gambar 3.4. Raised fork dan No lifting
(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)

Gambar 3.5. Maintenance rantai


(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)

1. Pipa hidrolik 2. Penutup filter 3. Filter

Gambar 3.6. Maintenance pada sistem hidrolik


(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)
122

1. Lift control lever


2. Reach control lever
3. Tilt control lever

Gambar 3.7. Control lever


(Sumber : ____, Linde Electric Reach Truck Manual Book)
BAB IV

KESIMPULAN DAN PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Analisis dan perhitungan dalam Tugas Akhir PERANCANGAN

SISTEM PENGANGKAT PADA FORKLIFT menghasilkan spesifikasi

data-data. Berikut ini merupakan hasil yang diperoleh berdasarkan analisis

dan perhitungan.

1. Kapasitas Angkat (Q) = 2000 kg

2. Garpu (Fork)

No. Spesifikasi Dimensi

1. Tipe Tappered fork

2. Bahan S 25 C

3. Kekuatan tarik ( σ B ) 45 kg/mm²

4. Jumlah 2

5. Tegangan total ( σ result ) 23,36 kg/mm²

6. Sudut miring fork 2° (ke bawah) dan 4° (ke atas)

3. Fingerboard

No. Spesifikasi Dimensi

1. Bahan S 25 C

123
124

2. Kekuatan tarik ( σ B ) 45 kg/mm²

3. Jumlah 1

4. Tegangan normal ( σ normal ) 28,57 kg/mm²

4. Tiang (Mast)

No. Spesifikasi Dimensi

1. Tipe Dual stage, wide visible mast (mast V)

2. Komponen Dua buah rel (luar dan dalam), dua buah rantai

3. Bahan S 35 C

4. Tegangan lentur izin bahan ( σ A ) 26 kg/mm²

5. Tegangan lentur rel ( σ a ) 3,15 kg/mm²

6. Momen maksimum rel ( M max ) 730000 kg.mm

7. Tinggi angkat maksimum 4655 mm

8. Berat 500 kg

5. Roda Jalan (Roller)

No. Spesifikasi Dimensi

1. Jumlah 8

2. Tipe roller Rol silindris N307

3. Gaya terbesar (Rc) 2085,71 kg pada posisi fork tegak lurus rel

4. Diameter dalam / luar 35 mm / 80 mm

5. Putaran 71,62
125

6. Umur nominal (Lh) 1765,28 jam

7. Bahan poros roller S 25 C

8. Diameter poros (ds) 35 mm

9. Tegangan lentur poros ( σ a ) 6,63 kg/mm²

6. Rantai

No. Spesifikasi Dimensi

1. Jumlah 2

2. Tipe roller Rantai rol (roller chain)

3. Nomor rantai #60-3

4. Batas Kekuatan tarik ( σ b ) 9600 kg/mm²

5. Tegangan maksimum bagian ( σ max ) 2176,3 kg/mm²

6. Bahan baut, mur pengikat rantai FC 30 (baja cor)

7. Kekuatan tarik ( σ B ) 30 kg/mm²

8. Tegangan lentur baut ( σ a ) 3,85 kg/mm²

9. Tipe baut / mur M30

7. Sistem hidrolik angkat (lift) dan miring (tilt)

Spesifikasi Silinder angkat (lift) Silinder miring (tilt)

Tipe silinder single acting double acting

Jumlah silinder 2 2

Bahan silinder S 30 C S 30 C
126

Kekuatan tarik ( σ B ) 48 kg/mm² 48 kg/mm²

Beban silinder (F) 1950 kg 3371,986 kg

Diameter batang silinder (d) 55 mm 20 mm

Diameter piston (Dd) 65 mm 50 mm

Tebal silinder (t) 5 mm 5 mm

Diameter luar silinder (Dl) 75 mm 60 mm

Langkah /stroke 3000 mm 40 mm

Tekanan kerja sistem (P) 0,59 kg/mm² 1,021 kg/mm²

Tegangan maksimum ( σ m ) 8,54 kg/mm² 8,49 kg/mm²

Kecepatan angkat (v) 300 mm/s 20 mm/s

Debit aliran (Q) 1,99 × 10 −3 m³/s 7,86 × 10 −5 m³/s

Diameter selang (Dp) 19,05 mm 19,05 mm

Tebal selang (t) 2,87 mm 2,87 mm

Kecepatan aliran (v) 3,33 m/s 0,14 m/s

Fluida hidrolik Mineral oil HVLP ISO VG 46 atau SAE 20W

Viskositas fluida ( υ ) 46 mm²/s

8. Pompa hidrolik

No. Spesifikasi Dimensi

1. Tipe Pompa roda gigi (gear pump)

2. Daya yang dibutuhkan (Np) 25,61 kW

3. Putaran roda gigi (n) 1800 rpm


127

4. Perbandingan gigi (i) 1

5. Jumlah gigi (z) 20

6. Bahan roda gigi SNC 21

7. Kekuatan tarik ( σ B ) 80 kg/mm²

8. Diameter lingkaran jarak bagi (d) 80 mm

9. Lebar gigi (b) 30 mm

10. Kecepatan keliling (v) 7,54 m/s

Selain dilakukan analisis dengan menggunakan perhitungan manual,

juga dilakukan analisis dengan menggunakan program Cosmos Work.

Kedua metode tersebut menghasilkan perbedaan hasil akhir yang diperoleh.

Terjadi perbedaan hasil tersebut disebabkan karena adanya perbedaan

penggunaan bahan dalam perhitungan manual dan perhitungan Cosmos

Work. Selain itu juga disebabkan karena perhitungan dengan menggunakan

program Cosmos Work mengolah data dengan lebih kompleks dan

mendetail dibandingkan dengan perhitungan secara manual.

Berikut ini merupakan hasil komparasi yang diambil dari analisis

beberapa part yang diperoleh dari kedua metode tadi.

Pembanding Manual Cosmos Work

Dimensi part Sama Sama

2000 kg (19640 N) 20000 N


Beban
Sf =1,5 maka beban = 29460 N Sf =1,5 maka beban = 30000 N
128

Bahan = S25C

σ B = 45 kg/mm²

Fork (441,9 N/mm²)


Bahan = AISI 1020
σ result = 23,36 kg/mm²
σ B = 420,507 N/mm²
(229,4 N/mm²)
σ a = 351,571 N/mm²
Bahan = S25C
σ lim it = 351,1 N/mm²
σ B = 45 kg/mm²

Kait (441,9 N/mm²)

σ max = 8,505 kg/mm²

(83,52 N/mm²)

Bahan = S25C
Bahan = Alloy Steel
σ B = 45 kg/mm²
σ B = 723,826 N/mm²
Fingerboard (441,9 N/mm²)
σ a = 620,422 N/mm²
σ normal = 42,855 kg/mm²
σ lim it = 632,1 N/mm²
(420,84 N/mm²)

4.2. Penutup

Demikianlah hasil analisis dan perhitungan dalam Tugas Akhir

PERANCANGAN SISTEM PENGANGKAT PADA FORKLIFT. Penulis

telah berusaha dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini sesuai

dengan segenap kemampuan yang dimiliki. Penulis menyadari bahwa masih


129

cukup banyak kekurangan dalam penyusuna Tugas Akhir ini. Oleh karena

itu, penulis sangat berterima kasih atas saran maupun kritik, demi

peningkatan mutu dan eksistensi di masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Djokosetyohardjo, M.J., 1990, Mesin Pengangkat I, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Esposito, A., 1994, Fluid Power with Applications, Prentice-Hall International Inc.

Krist, T., 1989, Hidraulika, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Niemann, G., 1992, Elemen Mesin Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Rudenko, N., 1996, Mesin Pengangkat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Shigley, J.E. dan Mitchell, L., 1986, Perencanaan Teknik Mesin Jilid I, Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Sularso dan Suga, K., 1997, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.

Suroto, A., Strength of Materials, ATMI Press, Surakarta.

_____, 2003, Brosur-Brosur Forklift, PT. United Tractors Pandu Engineering,


Jakarta.

_____, 2003, Diktat-Diktat Forklift, PT. United Tractors Pandu Engineering, Jakarta.

_____, Forklift Operation and Safety Course Menu, http://www.free-training.com;


Diaksees bulan April 2005.

_____, 2001, International Vehicle Technology Magazine: Lift Truck and Materials
Handling Equipment Edition, UK and International Press.

_____, Linde Electric Reach Truck Manual Book.

_____, Power Industrial Truck-Operator Training, http://www.osha.com; Diaksees


bulan April 2005.

_____, 2001, Pressure Fluids-Notes for Selection, HAWE Hydraulic.

_____, 1990, Tabel Elemen Mesin, ATMI Press, Surakarta.


LAMPIRAN
Tabel L.1 Baja karbon konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin
(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 3)
Standar dan macam Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik Keterangan
(kg/mm2)
Baja karbon konstruksi S25C Penormalan 45
mesin (JIS G 4501) S30C “ 48
S35C “ 52
S40C “ 55
S45C “ 58
S50C “ 62
S55C “ 66
Batang baja yang difinis S35C-D - 53 Ditarik dingin,
dingin S45C-D - 60 digerinda,
S55C-D - 72 dibubut, atau
gabungan antara
hal-hal tersebut

Tabel L.2 Bantalan rol silindris


(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 146)
Nomor bantalan Kapasitas Kapasitas
nominal dinamis nominal statis
Ukuran luar (mm) spesifik spesifik
d D B Dr dr r r1 C (kg) Co (kg)

N304 NU304 20 52 15 44,5 20,5 2 1 1630 880


N305 NU305 25 62 17 53 35 2 2 2240 1290
N306 NU306 30 72 19 62 42 2 2 2290 1820
N307 NU307 35 80 21 68,2 46,2 2,5 2 3850 2460
N308 NU308 40 90 23 77,5 53,5 2,5 2,5 4600 3000
N309 NU309 45 100 25 86,5 58,5 2,5 2,5 6200 4200
N310 NU310 50 110 27 95 65 3 3 6750 4900
N311 NU311 55 120 29 104,5 70,5 3 3 8650 6400
N312 NU312 60 130 31 113 77 3,5 3,5 9700 7250
Tabel L.3 Ukuran rantai rol
(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 192)

[Ukuran umum]
Nomor Jarak Diameter Lebar rol Plat mata rantai Diameter
rantai bagi P rol W Tebal Lebar Lebar pena
R T H h D
60 19,05 11,91 12,70 2,4 18,1 15,6 5,96

[Ukuran individual]
Nomor Rang- Pan- L1 L2 Pan- Jarak Jenis Batas Batas Beban Berat Jumlah
rantai kaian jang jang sum- pena kekuatan kekuatan maksi- kasar sambungan
pena pena bu tarik tarik mum (kg) setiap
L1+L2 offset rang- JIS rata-rata yang satuan
L kaian kg/mm2 kg/m2 diizin-
C kan
(kg)
# 60 1 28,1 12,85 15,25 28,2 3200 4450 740 1,53
# 60-2 2 51,0 24,25 26,75 52,6 6400 8900 1260 3,04
# 60-3 3 73,8 35,65 38,15 75,5 9600 13350 1850 4,54
22,8 Keling 160
# 60-4 4 96,6 47,05 49,55 98,3 12800 17800 2440 6,04
# 60-5 5 119,5 58,5 61,0 121,2 16000 22250 2880 7,54
# 60-6 6 142,4 69,9 72,5 144,0 19200 26700 3400 9,05
Tabel L.4 Besi cor kelabu
(Sumber:_____ ,Tabel ElemenMesin, ATMI Press)
Lambang Tebal utama coran Kekuatan tarik Kekerasan
(mm) (kg/mm2) (kg/mm2)

4-8 24 255
8-15 22 235
FC 20
15-30 20 223
30-50 17 217

4-8 28 269
8-15 26 248
FC 25
15-30 25 241
30-50 22 229

4-8 31 269
FC 30 8-15 30 262
15-30 27 248

15-30 35 277
FC 35
30-50 32 269
Tabel L.5 Ukuran standar ulir kasar metris (JIS B 0205)
(Sumber: Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 290)

Ulir Jarak bagi Tinggi Ulir dalam


1 2 3 P kaitan H1 Diameter Diameter Diameter
luar D efektif D2 dalam D1
Ulir luar
Diameter Diameter Diameter
luar d efektif d2 inti d1
M6 1 0,541 6,000 5,350 4,917
M7 1 0,541 7,000 6,350 5,917
M8 1,25 0,677 8,000 7,188 6,647
M9 1,25 0,677 9,000 8,188 7,647
M 10 1,5 0,812 10,000 9,026 8,376
M 11 1,5 0,812 11,000 10,026 9,376
M 12 1,75 0,947 12,000 10,863 10,106
M 14 2 1,083 14,000 12,701 11,835
M 16 2 1,083 16,000 12,701 13,835
M 18 2,5 1,353 18,000 16,376 15,294
M 20 2,5 1,353 20,000 18,376 17,294
M 22 2,5 1,353 22,000 20,376 19,294
M 24 3 1,624 24,000 22,051 20,752
M 27 3 1,624 27,000 25,051 23,752
M 30 3,5 1,894 30,000 27,727 26,211
M 33 3,5 1,894 33,000 30,727 29,211
M 36 4 2,165 36,000 34,402 31,670
M 39 4 2,165 39,000 36,402 34,670
M 42 4,5 2,436 42,000 39,007 37,129
M 45 4,5 2,436 45,000 42,007 40,129
M 48 5 2,706 48,000 44,752 42,587
M 52 5 2,706 52,000 48,752 46,587
M 56 5,5 2,977 56,000 52,428 50,046
M 60 5,5 2,977 60,000 56,428 54,046
M 64 6 3,248 64,000 60,103 57,505
M 68 6 3,248 68,000 64,103 61,505

Catatan: (1) Kolom 1 merupakan pilihan utama. Kolom 2 atau 3 hanya dipilih jika terpaksa
Tabel L.6 Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir
(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 298)

Tekanan permukaan yang diizinkan


Bahan
qa (kg/mm2)
Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak
Baja liat atau
Baja liat 3 1
perunggu
Baja liat atau
Baja keras 4 1,3
perunggu
Baja keras Besi cor 1,5 0,5

Tekanan permukaan yang diizinkan


Bahan Kecepatan luncur
qa (kg/mm2)

Perunggu Kecepatan rendah 1,8-2,5

Perunggu 3,0 m/min atau kurang 1,1-1,8


Baja Besi cor 3,4 m/min atau kurang 1,3-1,8
Perunggu 0,6-1,0
Besi cor 6,0 – 12 m/min 0,4-0,7
Perunggu 15,0 m/min atau lebih 0,1-0,2
Tabel L.7 Ukuran diameter pipa
(Sumber: Esposito, Anthony, 1994, halaman 150)

Ukuran nominal Diameter luar Diameter dalam Ketebalan


Luas (inchi2)
pipa (inchi) (inchi) (inchi) (inchi)
1/8 0,405 0,269 0,068 0,0568
1/4 0540 0,364 0,088 0,1041
3/8 0,675 0,493 0,091 0,1041
1/2 0,840 0,622 0,109 0,304
3/4 1,050 0,824 0,113 0,533
1 1,315 1,049 0,133 0,864
1¼ 1,660 1,380 0,140 1,496
1½ 1,900 1,610 0,145 2,036
2 2,375 2,067 0,154 3,36
2½ 2,875 2,469 0,203 4,79
3 3,500 3,068 0,216 7,39
3½ 4,000 3,548 0,226 9,89
4 4,500 4,026 0,237 12,73
5 5,563 5,047 0,258 20,01
6 6,625 6,065 0,280 28,89
8 8,625 7,981 0,322 50,0
10 10,750 10,020 0,365 78,9
12 12,750 11,938 0,406 111,9
Tabel L.8 Tekanan zat cair dalam pipa (DIN 2391)
(Sumber: Krist, Thomas, Dr.-Ing, 1989, halaman 177)

Diameter luar Tekanan P yang diizinkan (bar) pada dinding s (mm)


pipa (mm) 0,5 0,75 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0
4 204 368 613 - - - - - -
5 - 262 408 - - - - - -
6 - - 306 613 1220 1800 - - -
8 - - 233 420 700 1165 - - -
10 - - 175 300 467 700 - - -
12 - - 140 233 350 500 - - -
14 - - 132 214 315 413 558 - -
15 - - 120 196 286 372 496 - -
16 - - 112 180 262 338 446 - -
18 - - 98 156 225 286 372 - -
20 - - - 140 196 248 320 496 -
22 - - - 124 175 220 280 - -
25 - - - 106 150 186 235 350 495
28 - - - 95 130 - 203 298 412
30 - - - 86 120 148 185 270 372
35 - - - - 102 - 154 220 298
38 - - - - - 112 140 198 -

Tabel L.9 Kecepatan kritis pada pipa


(Sumber: Krist, Thomas, Dr.-Ing, 1989, halaman 45)
Macam pipa tekanan P (bar) Kecepatan maksimal aliran v (m/s)
Pipa-pipa hingga 63 3
hingga 160 4
hingga 320 5
Pipa balik 2
Pipa isap 1,5
Tabel L.10 Diagram Moody
(Sumber: Esposito, Anthony, 1994, halaman 150)

Tabel L.11 Faktor dinamis fv


(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 240)
3
Kecepatan rendah v = 0,5-10 m/s fv =
3+ v

6
Kecepatan sedang v = 5-20 m/s fv =
6+v

5,5
Kecepatan tinggi v = 20-50 m/s fv =
5,5 + v
Tabel L.12 Tegangan lentur yang diizinkan σ a pada bahan roda gigi

(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 241)

Kekerasan Tegangan lentur


Kekuatan tarik
Kelompok bahan Lambang bahan (Brinell) yang diizinkan
σ B (kg/mm2) σ a (kg/mm2)
HB

FC 15 15 140-160 7
FC 20 20 160-180 9
Besi cor
FC 25 25 180-240 11
FC 30 30 190-240 13

SC 42 42 140 12
Baja cor SC 46 46 160 19
SC 49 49 190 20

S 25 C 45 123-183 21
Baja karbon untuk
S 35 C 52 149-207 26
konstruksi mesin
S 45 C 58 167-229 30

400 (dicelup
S 15 CK 50 dingin dalam 30
Baja paduan
minyak)
dengan pengerasan
kulit 600 (dicelup
SNC 21 80
dingin dalam 30
SNC 22 100
air)
SNC 1 75 212-255 35-40
Baja khrom nikel SNC 2 85 248-302 40-60
SNC 3 95 269-321 40-60

Perunggu 18 85 5
Logam delta 35-60 - 10-20
Perunggu fosfor
(coran) 19-30 80-100 5-7
Perunggu nikel
(coran) 64-90 180-260 20-30

Damar phenol, dll 3-5


Tabel L.13 Faktor bentuk gigi
(Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1997, halaman 240)
Jumlah gigi Jumlah gigi
Y Y
z z
10 0,201 25 0,339
11 0,226 27 0,349
12 0,245 30 0,358
13 0,261 34 0,371
14 0,276 38 0,383
15 0,289 43 0,396
16 0,295 50 0,408
17 0,302 60 0,421
18 0,308 75 0,434
19 0,314 100 0,446
20 0,320 150 0,459
21 0,327 300 0,471
23 0,333 Batang gigi 0,484

Tabel L.14 Pilihan viskositas


(Sumber : ____ , Pressure Fluids-Notes for Selection, HAWE Hydraulic)

Guide lines for selection

▪ VG10, VG15
Systems intended for short time operation
or use in the open or for clamping devices.
Systems intended for continuous operation
(for use in the open, operation in winter)

▪ VG22, VG32
General application
(for use in the open, operation in summer
only)

▪ VG46, VG68
Systems in tropical conditions at ambient
temperatures up to 40°C or closed rooms
Temperature during start not lower than
20°C)

Anda mungkin juga menyukai