Sirosis Hepatis
Penyaji:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
2
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….49
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan global.
Menurut Global Burden Disease tahun 2010, sirosis hati menyebabkan 31 juta
kecacatan yang disesuaikan dengan usia kehidupan atau disebut dengan Disability
Adjusted Life Years (DALYs), sirosis hati juga menyebabkan 1,2% DALYs secara
global pada tahun 2010, dan menyebabkan 1 juta kematian atau 2% dari semua
kematian di seluruh dunia pada tahun tersebut.1 Sirosis hepatis juga merupakan kasus
kematian yang cukup serius di negara berkembang maupun negara maju. Sirosis
hepatis ditandai dengan fibrosis dan struktur yang abnormal, merupakan perubahan
histologis dari berbagai penyakit hati kronis dengan perkembangan penyakit yang
lambat serta dapat timbul akibat adanya zat eksogen, infeksi, alergi, keadaan
imunopatologis, serta proses vaskular atau kesalahan metabolisme yang didapat dari
lahir.2
Hati berperan penting dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Perubahan metabolisme yang diakibatkan disfungsi hati dapat mengakibatkan
perubahan fisiologis dan kimiawi pada tubuh. Dipercaya bahwa hilangnya regulasi hati
dari metabolisme protein dapat mengakibatkan kematian yang cepat pada gagal hati
akut dan perubahan tersebut berperan penting dalam komplikasi dari gagal hati kronis
seperti Hepatic Encephalopathy (HE), asites, dan Protein Calorie Malnutrition
(PCM).3
Di negar maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada
pasien yang berusai 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan panyakit hati
4
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan penyakit dalam. Di Indonesia sirosis
hati lebih sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan. dengan perbandingan
2 – 4 : 1.4
1.2. TUJUAN
1.3. MANFAAT
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan
kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang sirosis hati.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan
waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi
sirosis di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan 4% pasien perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik, serta 0,3% pasien tersebut berakhir
mengalami sirosis hati. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik
dilaporkan 0,3% juga.8
Sirosis berada pada urutan ke-14 sebagai penyebab kematian terbanyak di
seluruh dunia, menyebabkan 1,03 juta kematian per tahun di seluruh dunia, 170.000
kematian per tahun di Eropa, dan 33.539 kematian per tahun di Amerika Serikat.6
Prevalensi sirosis hati yang dirawat di ruang rawat Penyakit Dalam adalah sekitar
3,6% - 8,4% di Jawa dan Sumatera, serta 47,4% dari berbagai penyakit hati yang
dirawat. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun. Di Medan,
dalam kurun waktu 4 tahun, dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 kasus (4%) dari
seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.8,9
2.1.3. Klasifikasi
Secara konvensional sirosis hati dibagi menjadi:8
1. Makronodular, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
2. Mikronodular, dengan besar nodul kurang dari 3mm.
3. Campuran mikro dan makronodular.
2.1.5. Patogenesis
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim hati
disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cedera fibrosis), pembentukan
nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat
adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler berakibat pembentukan vascular
intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan
eferen (vena hepatika) dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.6
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi
ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel kuppfer. Sel stellate
merupakan penghasil utama matrix ekstraseluler (ECM) setelah terjadi cedera pada
hepar. Pembentukan ECM disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblas
yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming
growth factor beta (TGF beta) dan tumor necrosis factor alpha (TNF α)6
Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan
memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah
pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit sehingga material yang
seharusnya di metabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah
sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini
akan menimbulkan hipertensi porta dan penurunan fungsi hepatoseluler.6
lanjut. Meskipun MRI kadang-kadang sulit membedakan antara regenerasi atau nodul
displastik dan karsinoma hepatoseluler, namun merupakan pencitraan terbaik yang
digunakan sebagai studi lanjutan untuk menentukan apakah adanya perubahan bentuk
dan ukuran lesi. Pencitraan CT fase portal dapat digunakan untuk menilai patensi vena
portal, meskipun volume dan arah alirannya tidak dapat ditentukan secara akurat.
Meskipun jarang digunakan, magnetic resonance angiography (MRA) dapat menilai
perubahan hipertensi portal yang termasuk volume aliran dan arahnya, serta trombosis
vena porta. Satu studi melaporkan bahwa MRI dapat secara akurat mendiagnosis sirosis
dan memberikan korelasi dengan beratnya.6
Biopsi hati merupakan baku emas untuk diagnosis sirosis hepatis. Sensitivitas
dan spesifisitas untuk diagnosis yang akurat dari sirosis dan berbagai etiologi dari 80
menjadi 100 persen, tergantung pada jumlah dan ukuran sampel histologis dan
metodenya. Pengambilan sampel biopsi hati dilakukan melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus. Sebelum prosedur, CBC dengan trombosit
dan waktu pengukuran protrombin harus diperoleh. Pasien harus dianjurkan untuk
menahan diri dari konsumsi aspirin dan obat anti inflamasi non steroid selama 7 sampai
10 hari sebelum biopsi untuk meminimalkan risiko perdarahan.8
2.1.8. Diagnosis
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa ditegakkan
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan
pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu
sulit karena gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.6
Baku emas untuk diagnosis sirosis hepatis adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila
secara klinis, pemeriksaan laboratorium dan radiologi menunjukkan kecenderungan
sirosis hepatis. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya
pendarahan dan kematian.
13
2.1.9. Penatalaksanaan
Sirosis hepatis secara klinis fungsional dibagi atas:
1. Sirosis hepatis kompensata
2. Sirosis hepatis dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal
Penanganan sirosis hepatis kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis
kronik. Hal ini ditujukan untuk mengurangi progresifitas penyakit sirosis hepatis
agar tidak semakin lanjut dan menurunkan terjadinya karsinoma hepatoseluler.
Di Asia Tenggara penyebab tersering adalah HBV dan HCV. Untuk HBV kronis
bisa diberikan preparat interferon secara injeksi atau secara oral dengan preparat
analog nukleosida jangka panjang. Preparat nukleosida analog ini juga bisa
diberikan pada sirosis dekompensata akibat HBV kronis selain penanganan untuk
komplikasinya. Sedang untuk sirosis hepatis akibat HCV kronis bisa diberikan
preparat interferon. Namun pada sirosis hepatis dekompensata pemberian
preparat interferon ini tidak direkomendasikan.6
2.1.10. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterial spontan, perdarahan varises esophagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati
hepatikum, dan kanker hati.6
1. Hipertensi Portal
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering
menimbulkan hipertensi portal. Tekanan vena porta merupakan hasil dari tahanan
16
vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis, tahanan vaskuler
intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat.10
Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan
mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi
merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, meskipun faktor lain
seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi penyebab. Walaupun demikian,
adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi portal karena adanya tahanan
yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral portosistemik ini dibentuk
oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang menghubungkan sistem vena porta
dan vena kava superior dan inferior. Aliran kolateral melalui pleksus vena-vena
esofagus menyebabkan pembentukan varises esofagus yang menghubungkan aliran
darah antara vena porta dan vena kava.10
Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabang-cabang
vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan akan
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika sinistra
menerima aliran darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar.10
2. Asites
Asites adalah manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.
Beberapa faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hepatis adalah
(1) hipertensi porta, (2) hipoalbuminemia, (3) meningkatnya pembentukan dan aliran
limfe hati, (4) retensi natrium, (5) gangguan ekskresi air. Mekanisme primer
penginduksi hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal
ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah
intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh
sel sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan
osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dan tekanan
osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan
terjadinya transudasi cairan dari ruang intravascular ke ruang interstisial sesuai dengan
hukum gaya starling.9
3. Varises Esofagus
Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan
ke dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Hipertensi portal adalah
peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang menetap, sedangkan
18
tekanan dalam keadaan normal sekitar 5 –10 mmHg. Hipertensi portal paling sering
disebabkan oleh sirosis hati. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hati akan terbentuk
varises esofagus, dan sepertiga pasien dengan varises akan terjadi perdarahan yang
serius dari varisesnya dalam hidupnya.10
Perdarahan varises esofagus mempunyai rata-rata morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas lainnya seperti
misalnya ulkus peptikus. Bila tidak diterapi, mortalitas varises esofagus adalah 30–
50%, namun bila dilakukan terapi maka mortalitasnya menurun hingga 20%. Angka
kematian tertinggi terjadi pada beberapa hari pertama hingga beberapa minggu
perdarahan awal, karena itu intervensi dini sangat penting untuk mempertahankan
kelangsungan hidup. Intervensi dini ini diperlukan karena perdarahan pada traktus
gastrointestinal atas potensial mengancam jiwa, sehingga harus ditangani dengan cepat
dan tepat serta mendapatkan penanganan medis yang agresif untuk mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan.10
Pemeriksaan endoskopi diperlukan pada kasus perdarahan varises esofagus
untuk menegakkan diagnosis, menilai varises dan merencanakan penatalaksanaan yang
tepat berdasarkan penyakit dasarnya.10
Penatalaksanaan perdarahan pada varises esofagus dengan terapi farmakologi,
endoskopi antara lain adalah skleroterapi dan ligasi, tamponade balon, transjugular
intrahepatic portosistemic shunt (TIPS), dan operasi.10
Kupfer, penurunan jumlah serta fungsi sel leukosit terutama PMN akibat
hipersplenisme serta penurunan sintesis komplemen (C3) oleh hati, mengakibatkan
penurunan aktifitas opsonisasi dan fagositosis yang memudahkan terjadinya PBS.12
Untuk penanganan PBS diberikan antibiotik golongan sefalosporin generasi
kedua atau sefotaksim, dengan dosis 2 gram intravena tiap 8 jam selama 5 hari.6
5. Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi
pada penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan
hingga berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan
kesadaran tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya.15
Faktor-faktor presipitasi yang sering terjadi pada ensefalopati hepatik dibagi
menjadi tiga jenis yaitu: 1) episodik seperti infeksi, perdarahan saluan cerna atas,
penggunaan berlebihan diuretik, kelainan elektrolit, konstipasi dan tidak diketahui, 2)
rekuren yaitu jika kejadian EH berulang kurang dari 6 bulan, seperti keainan
elektrolit,infeksi, tidak teridentifikasi, konstipasi, penggunaan diuretik dan perdarahan
saluran cerna, 3) persistenjika perubahan perilaku selalu didapatkan.15
Faktor presipitasi lain seperti dehidrasi, diet tinggi protein dan pengaruh obat
yang mempengaruhi sistem saraf pusat serta penyakit lain seperti karsinoma
hepatoseluler.Presipitasi lainnya termasuk konstipasi, alkalosis, dan kekurangan
kalium yang disebabkan oleh diuretik,opioid, hipnotik dan sedatif yaitu obat yang
mengandung amonium atau senyawa amino, parasentasis dengan hipovolemia yang
menyertai, dan shunt porto systemic (termasuk transjugular intrahepatic portosystemic
shunt).15
Ensefalopati hepatik secara klinis, berdasarkan kriteria West Haven, ditandai
dengan perubahan dalam kesadaran dan perilaku mulai dari perubahan pola bangun
tidur dan pelupa (tahap1), kebingungan, perilaku aneh,dan disorientasi (tahap 2),
letargi dan disorientasi yang mendalam (tahap 3),koma (tahap 4).15
20
StadiumEHdibagimenjadigrade0hingga
4,denganderajat0dan1masukdalamEHminimal sertaderajat2-4 masukdalamEHovert.
PemeriksaanMiniMentalStatusExamination (MMSE)dapat
digunakansebagaideteksidinidalammenegakkandiagnosisEH.
Berdasarkan kriteria WestHaven,kasusinisudahmencapai stadium EHderajat3
karena pada kasus ini pasien belum sampai pada tahap
koma.Padapemeriksaanfisikdidapatkanhasilyangmendukungensefalopati hepatik
akibatsirosis hepatisyaitu sklera terlihatikterik,konjungtivaanemis,abdomen
inspeksicembung, venektasivena,dindingperuttegangsertashifting dullness (+).Pada
dada pasien ditemukan spider nevi,
padaekstremitassuperiordaninferiorditemukanlivernail,
palmareritemapadaekstremitassuperior,danedemapittingpadaekstremitas inferior.
6. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik
ginjal, yang ditemukan pada sirosis hepatis tahap lanjut. Sindrom ini sering dijumpai
pada penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter. Sindroma hepatorenal tipe 1
ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin
secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi
glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya
daripada tipe 1.6
2.1.11. Prognosis
Sangat bergantung pada kondisi klinis pasien, umumnya mortalitas hanya terjadi
setelah pasien mengalami fase dekompensasi. Untuk sirosis kompensata saja, angka
kesintasan selama 10 tahun diperkirakan sekitar 90%, namun terjadinya dekompensata
dalam 10 tahun tersebut meningkat 50%.16
Keterangan:
Tabel 2.1.8. Penyebab, diagnosis, terapi, dan prognosis pada sirosis hepatis
Penyebab Diagnosis Terapi Prognosis
22
2.1.12. Edukasi
Diet seimbang 35-40 kkal/kgBB ideal dengan protein 1,2 – 1,5 g/kgBB/hari
Aktivitas fisik untuk mencegah inaktivitas dari atrofi otot, sesuaikan dengan
toleransi pasien
Stop konsumsi alkohol dan merokok
Pembatasan obat-obatan hepatotoksik, obat nefrotoksik, OAINS, isoniazid, asam
valprat, eritromisin, amoksisilin/klavulanat, golongan aminoglikosida (bersifat
nefrotoksis pada sirosis), ketokonazol, klorpromazin, dan ezetimbe.5
BAB III
24
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Imron Dalimunthe
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Mandailing
Agama : Islam
Alamat : Dusun Lubus Nor-nor
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Perut membesar
Telaah
Keluhan ini telah dialami os ± sejak 2 bulan yang lalu. Perut dirasakan
membesar secara perlahan-lahan. Pasien juga mengeluhkan rasa mual disertai
muntah.Nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan lemas dan
25
RPT : -
RPO : -
ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas :(+) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)
ANAMNESA FAMILI: -
BW = 87/ 58 x 100%
= 81 %
Indeks Massa Tubuh = BB/(TB)2
= 47/(1,58)2= 18,8
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterus (+/+),
Pupil : isokor, refleks cahaya direk (+/+)/ indirek (+/+).
Kesan: normal
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Bibir : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tonsil/Faring : T1-T1 / Hiperemis (-)
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat: (-)
Pembesaran kalenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas(-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2O
28
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis, spider nevi (+)
Pergerakan : Ketinggalan bernafas (-)
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Iktus : Tidak teraba
Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V – VI
Peranjakan : 2 jari
Jantung
Batas atas jantung : ICS III sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : LPSD
Auskultasi
Paru
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
29
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk: Simetris membesar
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Lain-lain :-
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : Double sound (+)
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
Undulasi : (+)
Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (+)
LIMFA
: Sulit dinilai
Pembesaran
GINJAL
Ballotement :-
TUMOR :-
PINGGANG
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)
Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Edema + +
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Lain-lain - -
RESUME
ANAMNESA Keluhan : Perut membesar
Utama
Telaah : Perut membesar sejak ± 2 bulan yang lalu. Mual (+),
emesis (+), Nyeri ulu hati (-). Penurunan BB (+), 7 Kg
dalam 4 bulan terakhir. BAK normal. Wajah anemis
(+). Edema pada kedua kaki (+) dirasakan sejak 2
minggu ini. Hipertensi, DM (-). Riwayat jaundice
(+).Riwayat mengonsumsi analgetik dan jamu-jamuan
secara rutin (-). Riwayat konsumsi alkohol dan
transfusi darah (-). Riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama (-)
STATUS Keadaan Umum : Sedang
PRESENS Keadaan Penyakit : Berat
Keadaan Gizi : Normal
33
Medikamentosa:
- Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam
- Inj. Ranitidine 150 mg/12 jam
- Inj. Transamin 1 /8 jam
- Propanolol 2x10 mg
- Spironolakton 1x100 mg
- Inj. Ketolorac 1 /12 jam
- Lactile 1xCI
- Inj. Omeprazole 80 mg/awal = 40 mg/12 jam
2. Foto thorax
35
3. USG Abdomen
4. Endoscopy
5. CT scan abdomen
BAB IV
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
36
Ekstremitas
Edema (-/-/-/-)
Ekstremitas
Edema (-/-/-/-)
Laboratorium
1. 24 November 2018
Albumin menurun (2,5
g/dl)
Darah :
Hb|eritrosit|Ht|MCV|MCH:
8,3 g/dl|3,61
juta/µl|26%|73 fl|23 pg
(kesan anemia dengan
morfologi hipokrom
dengan gambaran
anisopoikilotosis)
Trombosit: 572.000/µl
(trombositosis) dan bentuk
normal
2. 26 November 2018
Hb|RBC|Ht|MCV|MCH:
8,7 g/dl|3,7 juta/dl|26%|70
fl|23,5pg (kesan anemia
dengan morfologi
hipokrom) disertai
gambaran
anisopoikilositosis
Leukosit: 3.700/µl(kesan
leukopenia)
Trombosit: 662.000 (kesan
trombositopenia)
Hepatitis: HBs Ag reaktif
(S/CO 3094,8)
Penanda tumor: AFP
>2.000
38
R/ CT Scan Liver 3
phase (LBP+), dan
spirometri (LBP+)
Tanggal S O A P
29 Lemas Sens: CM - Sirosis - Tirah baring
November TD: 140/70 mmHg Hepatis - Diet hati III
2018
HR: 83x/i std DC - IVFD D5%
RR: 22x/i 10 gtt/i
- Hepatitis
Temp: 35,5C (mikro)
B
Mata: Konj. anemis (-/-), - Inj. Ranitidin
SI (-/-) - Anemia
50 mg iv
Leher: TVJ R-2 cmH2O ec.
Thorax: - Inf. Dextros
penyakit
SP: vesikuler 5% 20 gtt/i iv
kronik
ST: - - Neb. Ventolin
Abdomen: 2,5 mg/ 18
Simetris membesar, jam iv
soepel, H/L/R sulit dinilai
- Ambroxol
Ekstremitas 3x1 PO
Edema (-/-/-/-) - Tenofovir
Gastroskopi 1x30 mg PO
Kesimpulan: Gastropati + - Omeprazol
Gastritis Antrum
2x1 mg iv
- Lactile 1xCI
40
Thorax:
42
Simetris - Inj.
SP: vesikuler Cefotaxim 1
ST: - g/8 jam/IV
Abdomen: - Inj.
Simetris membesar, Ranitidine 50
soepel, H/L/R sulit dinilai
mg/12 jam/IV
Ekstremitas - Inj.
Edema (-/-/-/-) Furosemide
20 mg/12
jam/IV
- Inj. Ketorolac
30 mg (jika
nyeri)
- Spironolakton
1 x 100 mg
- Propanolol 2
x 10 mg
- Curcuma 3 x
1
- Ciprofloxacin
2 x 500 mg
R/ Susul CT Scan
Abdomen
43
BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Definisi: - Pasien mengalami perut yang
Sirosis hati adalah suatu keadaan membesar sejak ± 2 bulan yang
patologis yang menggambarkan lalu. Perut dirasakan membesar
stadium akhir fibrosis hepatik yang secara perlahan-lahan. Pasien
berlangsung progresif yang ditandai juga mengeluhkan rasa mual
dengan distorsi dari arsitektur hepar disertai muntah. Nyeri ulu hati
dan pembentukan nodulus regeneratif. disangkal oleh pasien.
Manifestasi Klinis: - Pasien juga mengeluhkan
- Perasaan mudah lelah dan lemah lemas dan mengalami
- Selera makan berkurang penurunan nafsu makan sejak
- Perasaan perut kembung 4 bulan yang lalu. Terjadi
- Mual penurunan berat badan ± 7 Kg
- Berat badan menurun dalam 4 bulan, dengan berat
- Pada laki-laki dapat timbul badan turun dari 63 Kg
impotensi, testis mengecil, dan dada menjadi 56 Kg.
membesar - BAK berwarna merah, nyeri
- Kerontakan rambut dada saat berkemih, BAK berpasir
- Gangguan tidur
44
4. Kelainan metabolik:
hemokromatosis, penyakit Wilson,
defisiensi α1- antitripsin, diabetes
melitus, glikogenosis tipe IV,
galaktosemia, tirosinemia, fruktosa
intoleran.
5. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.
• Anemia
Penatalaksanaan: Penatalaksanaan pada pasien:
- Tirah baring - Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam
- Hentikan konsumsi alkohol dan bahan - Inj. Ranitidine 150 mg/12 jam
toksik lainnya - Inj. Transamin 1 /8 jam
- Kortikosteroid atau imunosupresif - Propanolol 2x10 mg
dengan dosis 4060 mg per hari - Spironolakton 1x100 mg
- Pada hemokromatosis, dilakukan - Inj. Ketolorac 1 /12 jam
flebotomi setiap minggu hingga - Lactile 1xCI
konsentrasi besi menjadi normal dan - Inj. Omeprazole 80 mg/awal = 40
diulang sesuai kebutuhan mg/12 jam
- Pada hepatitis B, diberikan lamivudin
(terapi lini I) diberikan 100 mg secara
oral etiap hari selama 1 tahun.
Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali
seminggu selama 46 bulan
- Pada hepatitis C kronik, diberikan
kombinasi interferon dan ribavirin.
Interferon diberikan secara suntikan 5
MIU 3 kali seminggu dan
dikombinasikan dengan ribavirin
8001000 mg/hari selama 6 bulan
- Pada pasien dengan asites, diet rendah
garam, diberikan sprinolakton,
100200 mg sekali sehari makimal
400 mg, bila respon tidak adekuat
dikombinasi furosemid, 2040
48
KESIMPULAN
- Pasien laki-laki 52 tahun a.n Imron Dalimunthe didiagnosa dengan sirosis hepatis
dekompensata berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dirawat inap di RS
H. Adam Malik Medan dan telah ditatalaksana dengan tirah baring, diet hati III,
IVFD D5% 10 gtt/I mikro, Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam, Inj. Ranitidine 150 mg/12
jam, Inj. Transamin 1 /8 jam, Propanolol 2x10 mg, Spironolakton 1x100 mg, Inj.
Ketolorac 1 /12 jam, Lactile 1xCI, Inj. Omeprazole 80 mg/awal = 40 mg/12 jam
DAFTAR PUSTAKA
50
1. Mokdad AA, Lopez AD, Shahraz S, Lozano R, Mokdad AH, Stanaway J, et al.
Liver Cirrhosis Mortality in 187 Countries Between 1980 and 2010: A
Systematic Analysis. BioMed Cent. 2014;12(145):1–24.
2. Wiegand J, Berg T. The Etiology, Diagnosis and Prevention of Liver Cirrhosis.
Dtsch Arztebl Int. 2013;110(6):85–91.
3. Eghtesad S, Poustchi H, Malekzadeh R. Malnutrition in Liver Cirrhosis: The
Influence of Protein and Sodium. Middle East J Dig Dis. 2013;5(2):65–75.
4. Ruiz-Margain A, Macias-Rodriguez RU, Duarte-Rojo A, Rios-Torres SL,
Espinosa-Cuevas A, Torre A. Malnutrition Assessed Through Phase Angle and
Its Relation to Prognosis in Patients with Compensated Liver Cirrhosis: A
Prospective Cohort Study. Elsevier Ltd. 2015;1–6.
5. David C Wolf. 2017. Chirrosis. Accessed:
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview (20Januari 2018)
6. Nurjanah, Siti. 2014. Sirosis Hati dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
7. Rubenstein, D., Wayne, D., dan Bradley, J.2007. Klinis Kedokteran. 6 ed.
Jakarta: EMS. 41
8. Jurnal :Medicinus: Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati;2008)
9. Price dan Wilson. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
10. Netiana, Sri Herawati Juniati. 2012. Varises Esofagus. Surabaya: FK Universitas
Airlangga
11. Ayu Yuli Gayatri, Anak Agung; Wibawa, I Dewa Nyoman. 2012. Peritonitis
Bakterial Spontan Pada Sirosis Hati Dan Hubungannya Dengan Beberapa
Faktor Risiko. Bali. Accessed
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3750 (20Januari 2018)
51
12. S. Paul Starr, Md, And Daniel Raines, Md. 2011. Cirrhosis: Diagnosis,
Management, and Prevention. accessed:
http://www.aafp.org/afp/2011/1215/p1353.html (20Januari 2018)
13. Kumar, V., Cotran, RS., dan Robbins, SL. 2013. Buku Ajar Patologi. 7 ed.
Jakarta: EGC. 908
14. Baron,2013. Kapita Selekta Patologi Klinik.EGC. Jakarta. 226-227)
15. Sulistiyani, A. 2016. Ensefalopati Hepatik et causa Sirosis Hepatis
Dekompensata pada Laki-Laki Usia 57 Tahun. Accessed:
http://jukeunila.com/wp-
content/uploads/2016/06/RECHECK_Asih_Sulistiyani__Dwi_Indria_Anggrain
i.pdf(20Januari 2018)
16. Tanto, Chris., et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI, 697