Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

Sirosis Hepatis

Penyaji:

140100196 Arifin M. Siregar


140100215 Maruli Liasna
140100162 Febriana Rahmadani
140100005 Mitra Khairani
140100145 Nanda Reza Javanda
120100249 Ian Rimhot S.

Supervisor : dr. Riri, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
2

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................3


1.1. Latar Belakang ............................................................................................3
1.2. Tujuan .........................................................................................................4
1.3. Manfaat .......................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5


2.1.Sirosis Hepatis...............................................................................................5
2.1.1. Definisi ......................................................................................................5
2.1.2. Epidemiologi ............................................................................................6
2.1.3. Klasifikasi .................................................................................................6
2.1.4. Etiologi ......................................................................................................7
2.1.5. Patogenesis ................................................................................................8
2.1.6. Gejala dan Tanda.......................................................................................8
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................10
2.1.8. Diagnosis ...................................................................................................12
2.1.9. Penatalaksanaan ........................................................................................13
2.1.10. Komplikasi .............................................................................................15
2.1.11. Prognosis .................................................................................................20
2.1.12. Edukasi ....................................................................................................23

BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................24

BAB IV FOLLOW-UP .....................................................................................36

BAB V DISKUSI KASUS .................................................................................42

BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….49
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sirosis hepatis merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan global.
Menurut Global Burden Disease tahun 2010, sirosis hati menyebabkan 31 juta
kecacatan yang disesuaikan dengan usia kehidupan atau disebut dengan Disability
Adjusted Life Years (DALYs), sirosis hati juga menyebabkan 1,2% DALYs secara
global pada tahun 2010, dan menyebabkan 1 juta kematian atau 2% dari semua
kematian di seluruh dunia pada tahun tersebut.1 Sirosis hepatis juga merupakan kasus
kematian yang cukup serius di negara berkembang maupun negara maju. Sirosis
hepatis ditandai dengan fibrosis dan struktur yang abnormal, merupakan perubahan
histologis dari berbagai penyakit hati kronis dengan perkembangan penyakit yang
lambat serta dapat timbul akibat adanya zat eksogen, infeksi, alergi, keadaan
imunopatologis, serta proses vaskular atau kesalahan metabolisme yang didapat dari
lahir.2
Hati berperan penting dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Perubahan metabolisme yang diakibatkan disfungsi hati dapat mengakibatkan
perubahan fisiologis dan kimiawi pada tubuh. Dipercaya bahwa hilangnya regulasi hati
dari metabolisme protein dapat mengakibatkan kematian yang cepat pada gagal hati
akut dan perubahan tersebut berperan penting dalam komplikasi dari gagal hati kronis
seperti Hepatic Encephalopathy (HE), asites, dan Protein Calorie Malnutrition
(PCM).3
Di negar maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada
pasien yang berusai 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan panyakit hati
4

yang sering ditemukan dalam ruang perawatan penyakit dalam. Di Indonesia sirosis
hati lebih sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan. dengan perbandingan
2 – 4 : 1.4

1.2. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah:


1. Dapat mengerti dan memahami tentang sirosis hati.
2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan sirosis hati.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. MANFAAT

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan
kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang sirosis hati.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirosis Hepatis


2.1.1. Definisi
Secara histologi sirosis didefinisikan sebagai proses difus fibrosis hati yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati normal menjadi pembentukan nodul abnormal.
Perkembangan gangguan hati pada sirosis hati dapat terjadi dalam beberapa minggu
sampai bertahun-tahun.5
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regenerative. Gambaran
morfologi dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan
arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik antara pembuluh
darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika).6
Sirosis adalah diagnosis patologis. Penyakit ini ditandai adanya fibrosis yang luas
di sertai regenerasi nodular. Penyebab yang di ketahui di antaranya adalah virus
hepatitis B dan C, hepatitis alkoholoik, hemokromatosis, penyakit hepatolentikular,
dan beberapa jenis obat.7
Secara klinis atau fungsional, sirosis hepatis dibagi atas sirosis hati kompensata
dan sirosis hati dekompensata disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoseluler dan
hipertensi portal.6

Gambar 2.1. Anatomi Hati


6

2.1.2. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan
waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi
sirosis di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan 4% pasien perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik, serta 0,3% pasien tersebut berakhir
mengalami sirosis hati. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik
dilaporkan 0,3% juga.8
Sirosis berada pada urutan ke-14 sebagai penyebab kematian terbanyak di
seluruh dunia, menyebabkan 1,03 juta kematian per tahun di seluruh dunia, 170.000
kematian per tahun di Eropa, dan 33.539 kematian per tahun di Amerika Serikat.6
Prevalensi sirosis hati yang dirawat di ruang rawat Penyakit Dalam adalah sekitar
3,6% - 8,4% di Jawa dan Sumatera, serta 47,4% dari berbagai penyakit hati yang
dirawat. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun. Di Medan,
dalam kurun waktu 4 tahun, dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 kasus (4%) dari
seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.8,9

2.1.3. Klasifikasi
Secara konvensional sirosis hati dibagi menjadi:8
1. Makronodular, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
2. Mikronodular, dengan besar nodul kurang dari 3mm.
3. Campuran mikro dan makronodular.

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:8,10,11


1. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata.
7

2. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik


yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
2.1.4. Etiologi
Tabel 2.1.2 Penyebab SH
 Penyakit hati alkoholik (alcoholic Liver disease/ALD)
 Hepatitis C kronik
 Hepatitis B kronik dengan/atau tanpa hepatitis D
 Steato hepatitis non alkoholik(NASH), hepatitis ini dikaitkan dengan
DM, malnutrisi protein, obesitas penyakit arteri koroner, pemakaian
obat kortikosteroid
 Sirosis bilier primer
 Kolangitis sklerosing primer
 Hepatitis autoimun
 Hemokromatosis herediter
 Penyakit Wilson
 Defisiensi alpha
 Sirosis kardiak
 Galaktosemia
 Fibrosis kistik
 Hepatotoksik akibat obat atau toksin
 Alkohol (18%)
Kerusakan hati akibat alkohol adalah penyebab kebanyakan
kasus sirosis karena etanol terutama di metabolisme dalam
hati. Etanol juga mengubah regenerasi hati melalui mekanisme
yang tidak diketahui yang memudahkan timbulnya sirosis.6
 Methotrexate7

Infeksi parasit tertentu (Schistomiosis)2

Tidak diketahui 14%12
8

2.1.5. Patogenesis
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim hati
disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cedera fibrosis), pembentukan
nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat
adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler berakibat pembentukan vascular
intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan
eferen (vena hepatika) dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.6
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi
ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel kuppfer. Sel stellate
merupakan penghasil utama matrix ekstraseluler (ECM) setelah terjadi cedera pada
hepar. Pembentukan ECM disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblas
yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming
growth factor beta (TGF beta) dan tumor necrosis factor alpha (TNF α)6
Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan
memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah
pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit sehingga material yang
seharusnya di metabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah
sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini
akan menimbulkan hipertensi porta dan penurunan fungsi hepatoseluler.6

2.1.6. Gejala dan Tanda


Perjalanan penyakit sirosis hepatis lambat, asimtomatis dan seringkali tidak
dicurigai sampai adanya komplikasi penyakit hati. Banyak penderita ini sering tidak
terdiagnosis sebagai sirosis hepatis sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu
otopsi. Diagnosis sirosis hepatis asimtomatis biasanya didapat secara insidental ketika
9

tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase) atau penemuan radiologi, sehingga


kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi hati.6
Gejala sirotik bersifat non spesifik: anoreksia, penurunan berat badan badan,
tubuh lemah dan pada penyakit tahap lanjut debilitas yang nyata dapat muncul gagal
hati yang baru mulai dan nyata, biasanya dipicu oleh timbulnya akibat infeksi sitemik
dan perdarahan saluran cerna.13
Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya sudah dalam stadium
dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti perdarahan varises, peritonitis
bakterial spontan, atau ensefalopati hepatis. Gambaran klinis dari penderita sirosis
hepatis adalah mudah lelah, anoreksia, berat badan menurun, atropi otot, ikterus, spider
angioma, splenomegali, asites, caput medusa, palmar eritema, white nails,
ginekomastia, hilangnya rambut pubis dan ketiak pada wanita, asterix (flapping
tremor), foetor hepaticus, dupuytren’s contracture (sirosis akibat alkohol).6
Kadar bilirubin total plasma mungkin normal atau sedikit meningkat dan
tersering terdapat urobilinogen dalam urinaria tetapi tidak bilirubun. Kadar albumin
plasma menurun progresif, karena sel hepar yang sehat telah dig anti dan terdapat
pemingkatan gama globulin. Hampir selalu terdapat hiponatremia yang sebagian besar
karena pengenceran dan defisiensi kalium karena banyak faktor.14

Tabel 2.1.4. Tanda-tanda klinis sirosis hati dan penyebabnya


Tanda Penyebab

 Spider angioma atau spider nevi  Estradiol meningkat


 Palmar eritema  Gangguan metabolisme hormon seks
 Perubahan kuku
 Hipoalbuminemia
 Muehrche’s lines
 Hipoalbuminemia
 Terry’s nails
 Clubbing  Hipertensi portopulmonal

 Osteoartopati hipertrofi  Chronic proliferative periostitis


10

 Kontraktur dupuytren  Proliferasi fibroplastik dan gangguan


deposit kolagen
 Ginekomastia
 Estradiol meningkat
 Hipogonadisme
 Perlukaan gonad primer atau supresi
fungsi hipofisis atau hipotalamus
 Ukuran hati: besar, normal,  Hipertensi portal
mengecil
 Hipertensi portal
 Splenomegali
 Hipertensi portal
 Asites
 Hipertensi portal
 Caput medusa
 Hipertensi portal
 Murmur cruveilhier baungarten
(bising daerah epigastrium)
 Fetor hepaticus  Diametyl sulfide meningkat
 Ikterus  Bilirubin meningkat (sekurang-
kurangnya 2-3 mg/dL)
 Ensefalopati hepatikum2
 Asterix/flapping tremor

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik.
11

Jenis Pemeriksaan Hasil


Aminotransferase: ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat
Alkali fosfatase/ALP Sedikit meningkat
Gamma-glutamil transferase: γGT Korelasi dengan ALP, spesifik
khas akibat alkohol sangat
meningkat
Bilirubin Meningkat pada SH lanjut,
prediksi penting mortalitas
Albumin Menurun pada SH lanjut
Globulin Meningkat terutama IgG
Waktu prothrombin Meningkat/penurunan
produksi faktor V/VII dari hati
Natrium darah Menurun akibat peningkatan
ADH dan aldosteron
Trombosit Menurun (hipersplenism)
Leukosit dan neutrofil Menurun (hipersplenism)
Anemia Makrositik, normositik, dan
mikrositik

Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya


 Serologi virus hepatis
 Auto antibodi (ANA, ASM, Anti LKM) untuk autoimun hepatitis
 Saturasi transferin dan feritinin untuk hemokromatosis
 Ceruloplasmin dan copper untuk penyakit Wilson
 Alpha 1 antitripsin
 AMA untuk sirosis bilier primer
 Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer.6

Pencitraan dengan ultrasonografi (USG), computed tomography (CT) scan, atau


magnetic resonance imaging (MRI) dari hati yang irregular dan nodular serta dengan
gangguan fungsi hati digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dari sirosis hepatis.
CT scan dan MRI pada umumnya lemah dalam mendeteksi perubahan morfologi
berkaitan dengan sirosis pada fase awal, tapi dapat menunjukkan nodularitas dan atrofi
lobar dan perubahan hipertrofi secara akurat, serta asites dan varises pada penyakit
12

lanjut. Meskipun MRI kadang-kadang sulit membedakan antara regenerasi atau nodul
displastik dan karsinoma hepatoseluler, namun merupakan pencitraan terbaik yang
digunakan sebagai studi lanjutan untuk menentukan apakah adanya perubahan bentuk
dan ukuran lesi. Pencitraan CT fase portal dapat digunakan untuk menilai patensi vena
portal, meskipun volume dan arah alirannya tidak dapat ditentukan secara akurat.
Meskipun jarang digunakan, magnetic resonance angiography (MRA) dapat menilai
perubahan hipertensi portal yang termasuk volume aliran dan arahnya, serta trombosis
vena porta. Satu studi melaporkan bahwa MRI dapat secara akurat mendiagnosis sirosis
dan memberikan korelasi dengan beratnya.6
Biopsi hati merupakan baku emas untuk diagnosis sirosis hepatis. Sensitivitas
dan spesifisitas untuk diagnosis yang akurat dari sirosis dan berbagai etiologi dari 80
menjadi 100 persen, tergantung pada jumlah dan ukuran sampel histologis dan
metodenya. Pengambilan sampel biopsi hati dilakukan melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus. Sebelum prosedur, CBC dengan trombosit
dan waktu pengukuran protrombin harus diperoleh. Pasien harus dianjurkan untuk
menahan diri dari konsumsi aspirin dan obat anti inflamasi non steroid selama 7 sampai
10 hari sebelum biopsi untuk meminimalkan risiko perdarahan.8

2.1.8. Diagnosis
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa ditegakkan
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan
pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu
sulit karena gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.6
Baku emas untuk diagnosis sirosis hepatis adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila
secara klinis, pemeriksaan laboratorium dan radiologi menunjukkan kecenderungan
sirosis hepatis. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya
pendarahan dan kematian.
13

2.1.9. Penatalaksanaan
Sirosis hepatis secara klinis fungsional dibagi atas:
1. Sirosis hepatis kompensata
2. Sirosis hepatis dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal
Penanganan sirosis hepatis kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis
kronik. Hal ini ditujukan untuk mengurangi progresifitas penyakit sirosis hepatis
agar tidak semakin lanjut dan menurunkan terjadinya karsinoma hepatoseluler.
Di Asia Tenggara penyebab tersering adalah HBV dan HCV. Untuk HBV kronis
bisa diberikan preparat interferon secara injeksi atau secara oral dengan preparat
analog nukleosida jangka panjang. Preparat nukleosida analog ini juga bisa
diberikan pada sirosis dekompensata akibat HBV kronis selain penanganan untuk
komplikasinya. Sedang untuk sirosis hepatis akibat HCV kronis bisa diberikan
preparat interferon. Namun pada sirosis hepatis dekompensata pemberian
preparat interferon ini tidak direkomendasikan.6

Tabel 2.1.7. Tata laksana Sirosis Hepatis dengan Komplikasi

Komplikasi Terapi Dosis


Asites  Tirah baring
 5,2 gram/hari
 Diet rendah garam
 100-200 mg/hari maks 400
 Obat antidiuretik: diawali
mg
dengan spironolakton bila
 20-40 mg/hari, maks 160
respon tidak adekuat
mg/hari
dikombinasi furosemid
 8-10 g IV per liter cairan
 Parasintesis bila asites sangat
parasintesis (jika>5L)
besar, hingga 4-6 L dan
dilindungi pemberian
albumin
14

 Retriksi cairan  Direkomendasikan jika


natrium serum kurang 120-
125 mmol/L
Ensefalopati  Laktulosa  30-45 ml sirup oral 3-4
hepatikum
kali/hari atau 300 ml enema
sampai 2-4 kali BAB/hari
dan perbaikan status mental
 4-12 gr oral/hari dibagi tiap
 Neomisin
6-8 jam; dapat ditambahkan
ada pasien yang refrakter
laktulosa
Varises  Propanolol  40-80 mg oral 2x/hari
esophagus
 Isosorbid mononitrat  20 mg oral 2x/hari
 Saat perdarahan akut
diberikan somatostatin atau
okreotid diteruskan
skleroterapi atau ligase

Peritonitis  Pasien asites dengan jumlah  2 g IV tiap 8 jam


bakterial
spontan sel PMN > 250/mm3
mendapat profilaksis untuk
mencegah PBS dengan
 1,5 g per kg IV dalam 6 jam,
sefotaxim dan albumin
1 g per kg IV hari ke 3
 Albumin

 400 mg oral 2x/hari untuk


 Norfloksasin terapi, 400 mg oral 2
kali/hari selama 7 hari untuk
perdarahan gastrointestinal,
15

400 mg oral/hari untuk


profilaksis
 Trimethoprim/  1 tablet oral/hr untuk
Sulfamethoxazole profilaksis, 1 tablet oral 2x/hr
selama 7 hari untuk
perdarahan gastrointestinal
Sindrom Transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif menurunkan
hepatorenal hipertensi porta dan memperbaiki HRS serta menurunkan perdarahan
gastrointestinal. Bila terapi medis gagal dipertimbangkan untuk
transplantasi hati merupakan terapi definitif. 2

Indikasi pemberian albumin pada sirosis hepatis


Terdapat berbagai indikasi untuk memberikan infus albumin bagi pasien
sirosis hati, seperti memperbaiki kondisi umum, mengatasi asites atau sindroma
hepatorenal. Dari sekian banyak alasan pemberian abumin ada empat indikasi
yang di tunjang oleh data uji klinis ang memadai, yaitu:
1. Peritonitis bakterialis spotan
2. Sindroma hepatorenal
3. Sebagai pengembang plasma sesudah parasentesis volume besar (>5 liter)
4. Meningkatkan respon terapi diuretika.10

2.1.10. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterial spontan, perdarahan varises esophagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati
hepatikum, dan kanker hati.6

1. Hipertensi Portal
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering
menimbulkan hipertensi portal. Tekanan vena porta merupakan hasil dari tahanan
16

vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis, tahanan vaskuler
intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat.10
Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan
mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi
merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, meskipun faktor lain
seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi penyebab. Walaupun demikian,
adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi portal karena adanya tahanan
yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral portosistemik ini dibentuk
oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang menghubungkan sistem vena porta
dan vena kava superior dan inferior. Aliran kolateral melalui pleksus vena-vena
esofagus menyebabkan pembentukan varises esofagus yang menghubungkan aliran
darah antara vena porta dan vena kava.10
Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabang-cabang
vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan akan
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika sinistra
menerima aliran darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar.10

Sistem vena porta tidak


mempunyai katup, sehingga
tahanan pada setiap level antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan
menimbulkan aliran darah yang retrograde dan transmisi tekanan yang meningkat.
17

Anastomosis yang menghubungkan vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat


membesar agar aliran darah dapat menghindari (bypass) tempat yang obstruksi
sehingga dapat secara langsung masuk dalam sirkulasi sistemik.10
Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan menggunakan
wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan antara sirkulasi porta dan
sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG) sebesar 10–12 mmHg diperlukan
untuk terbentuknya varises. HVPG yang normal adalah sekitar 5–10 mmHg.
Pengukuran tunggal berguna untuk menentukan prognosis dari sirosis yang
kompensata maupun yang tidak kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna
untuk memonitoring respon terapi obat-obatan dan progresifitas penyakit hati.10

2. Asites
Asites adalah manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.
Beberapa faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hepatis adalah
(1) hipertensi porta, (2) hipoalbuminemia, (3) meningkatnya pembentukan dan aliran
limfe hati, (4) retensi natrium, (5) gangguan ekskresi air. Mekanisme primer
penginduksi hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal
ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah
intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh
sel sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan
osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dan tekanan
osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan
terjadinya transudasi cairan dari ruang intravascular ke ruang interstisial sesuai dengan
hukum gaya starling.9

3. Varises Esofagus
Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan
ke dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Hipertensi portal adalah
peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang menetap, sedangkan
18

tekanan dalam keadaan normal sekitar 5 –10 mmHg. Hipertensi portal paling sering
disebabkan oleh sirosis hati. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hati akan terbentuk
varises esofagus, dan sepertiga pasien dengan varises akan terjadi perdarahan yang
serius dari varisesnya dalam hidupnya.10
Perdarahan varises esofagus mempunyai rata-rata morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas lainnya seperti
misalnya ulkus peptikus. Bila tidak diterapi, mortalitas varises esofagus adalah 30–
50%, namun bila dilakukan terapi maka mortalitasnya menurun hingga 20%. Angka
kematian tertinggi terjadi pada beberapa hari pertama hingga beberapa minggu
perdarahan awal, karena itu intervensi dini sangat penting untuk mempertahankan
kelangsungan hidup. Intervensi dini ini diperlukan karena perdarahan pada traktus
gastrointestinal atas potensial mengancam jiwa, sehingga harus ditangani dengan cepat
dan tepat serta mendapatkan penanganan medis yang agresif untuk mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan.10
Pemeriksaan endoskopi diperlukan pada kasus perdarahan varises esofagus
untuk menegakkan diagnosis, menilai varises dan merencanakan penatalaksanaan yang
tepat berdasarkan penyakit dasarnya.10
Penatalaksanaan perdarahan pada varises esofagus dengan terapi farmakologi,
endoskopi antara lain adalah skleroterapi dan ligasi, tamponade balon, transjugular
intrahepatic portosistemic shunt (TIPS), dan operasi.10

4. Peritonitis Bakterial Spontan


Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) adalah komplikasi serius pada pasien sirosis
dengan asites. PBS didefinisikan sebagai infeksi cairan asites tanpa dapat ditemukan
penyebab dari intraabdominal yang dapat diterapi secara bedah. Disebut PBS bila
didapatkan peningkatan sel polimorfonuklear PMN melebihi 250/mm3 dengan atau
tanpa bakteriemia yang diisolasi dari dalam cairan asites.11
Derajat sirosis hati adalah kategori beratnya gangguan fungsi hati. Pada pasien
sirosis terutama dengan derajat berat (Child C) akan terjadi penurunan fungsi sel
19

Kupfer, penurunan jumlah serta fungsi sel leukosit terutama PMN akibat
hipersplenisme serta penurunan sintesis komplemen (C3) oleh hati, mengakibatkan
penurunan aktifitas opsonisasi dan fagositosis yang memudahkan terjadinya PBS.12
Untuk penanganan PBS diberikan antibiotik golongan sefalosporin generasi
kedua atau sefotaksim, dengan dosis 2 gram intravena tiap 8 jam selama 5 hari.6

5. Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi
pada penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan
hingga berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan
kesadaran tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya.15
Faktor-faktor presipitasi yang sering terjadi pada ensefalopati hepatik dibagi
menjadi tiga jenis yaitu: 1) episodik seperti infeksi, perdarahan saluan cerna atas,
penggunaan berlebihan diuretik, kelainan elektrolit, konstipasi dan tidak diketahui, 2)
rekuren yaitu jika kejadian EH berulang kurang dari 6 bulan, seperti keainan
elektrolit,infeksi, tidak teridentifikasi, konstipasi, penggunaan diuretik dan perdarahan
saluran cerna, 3) persistenjika perubahan perilaku selalu didapatkan.15
Faktor presipitasi lain seperti dehidrasi, diet tinggi protein dan pengaruh obat
yang mempengaruhi sistem saraf pusat serta penyakit lain seperti karsinoma
hepatoseluler.Presipitasi lainnya termasuk konstipasi, alkalosis, dan kekurangan
kalium yang disebabkan oleh diuretik,opioid, hipnotik dan sedatif yaitu obat yang
mengandung amonium atau senyawa amino, parasentasis dengan hipovolemia yang
menyertai, dan shunt porto systemic (termasuk transjugular intrahepatic portosystemic
shunt).15
Ensefalopati hepatik secara klinis, berdasarkan kriteria West Haven, ditandai
dengan perubahan dalam kesadaran dan perilaku mulai dari perubahan pola bangun
tidur dan pelupa (tahap1), kebingungan, perilaku aneh,dan disorientasi (tahap 2),
letargi dan disorientasi yang mendalam (tahap 3),koma (tahap 4).15
20

StadiumEHdibagimenjadigrade0hingga
4,denganderajat0dan1masukdalamEHminimal sertaderajat2-4 masukdalamEHovert.
PemeriksaanMiniMentalStatusExamination (MMSE)dapat
digunakansebagaideteksidinidalammenegakkandiagnosisEH.
Berdasarkan kriteria WestHaven,kasusinisudahmencapai stadium EHderajat3
karena pada kasus ini pasien belum sampai pada tahap
koma.Padapemeriksaanfisikdidapatkanhasilyangmendukungensefalopati hepatik
akibatsirosis hepatisyaitu sklera terlihatikterik,konjungtivaanemis,abdomen
inspeksicembung, venektasivena,dindingperuttegangsertashifting dullness (+).Pada
dada pasien ditemukan spider nevi,
padaekstremitassuperiordaninferiorditemukanlivernail,
palmareritemapadaekstremitassuperior,danedemapittingpadaekstremitas inferior.

6. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik
ginjal, yang ditemukan pada sirosis hepatis tahap lanjut. Sindrom ini sering dijumpai
pada penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter. Sindroma hepatorenal tipe 1
ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin
secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi
glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya
daripada tipe 1.6

2.1.11. Prognosis
Sangat bergantung pada kondisi klinis pasien, umumnya mortalitas hanya terjadi
setelah pasien mengalami fase dekompensasi. Untuk sirosis kompensata saja, angka
kesintasan selama 10 tahun diperkirakan sekitar 90%, namun terjadinya dekompensata
dalam 10 tahun tersebut meningkat 50%.16

Tabel 2.1.9 Prognosis dengan Sistem Penilaian Child Turcotte Pugh 2


21

Keterangan:

1. Child-Turcotte-Pugh A: 5-6 poin (prognosis baik: angka kesintasan 1 dan


2 tahun pertama= 100% dan 85%)
2. Child-Turcotte-Pugh B: 7-9 poin (prognosis sedang: angka kesintasan 1
dan 2 tahun pertama= 81% dan 60%)
3. Child-Turcotte-Pugh C: 10-15 (prognosis buruk: angka kesintasan 1 dan
2 tahun pertama= 45% dan 35%)

Tabel 2.1.8. Penyebab, diagnosis, terapi, dan prognosis pada sirosis hepatis
Penyebab Diagnosis Terapi Prognosis
22

Sirosis Anamnesis Stop konsumsi Pada pasien


Alkohol Jumlah dan durasi konsumsi alkohol. yang sudah
alkohol, pada pria dapat terjadi Medikamentosa: sirosis alkohol
gejala ginekomastia (rambut glukokortikoid, dan masih
tubuh menghilang, atrofi testis) pentoxifylline tetap
Pada alkoholik berat dapat terjadi mengonsumsi
anemia hemolitik (spur cells dan alkohol maka
akantosit): zieve syndrome, nodul angka bertahan
biasanya berdiameter <3mm 5 tahun sebesar
(mikronodul), perbandingan <50%
serum AST:ALT = 2:1

Sirosis Laboratorium: sirosis hep. C: anti Lamivudine,


karena HCV, RNA serologis Hepatitis B: Adefovir,
virus HbsAg, anti-HBs, HBeAg, anti telbivudine,
hepatitis HBe, dan HBV DNA kuantitatif entecavir,
tenofovir,
interferon/PEG
IFN+Ribavirin
Sirosis Sirosis bilier primer Sirosis bilier PSC dapat
Bilier Anamnesa: primer: berkembang
rasa lelah, pruritus (intermiten, ursodeoxycholic menjadi
biasa pada sore malam hari) acid (UDCA) 13- karsinoma13
Pemeriksaan fisik: 15 mg/kg/hari.
hiperpigmentasi, xanthelesma, Pruritus:
xantoma, likenifikasi karena antihistamin,
garukan narcotic receptor
Laboratorium: antagonis
serum ALT dan AST meningkat, (naltrexone) dan
tes AMA (+) rifampin.
Primary sclerosing cholangitis Cholestiramine.
(PSC) Plasmapheresis.
Anamnesa: rasa lelah, pruritus, PSC: UDCA 20
steatorhea, defisiensi vitamin larut mg/kg/hr.
lemak endoscopic
Laboratorium: serum alkaline dilatation.
phospatase (ALP) meningkat 2x, Transplantasi hati
23

endoscopic retrograde cholangio


Pancreatography (ERCP):
striktur15

2.1.12. Edukasi
 Diet seimbang 35-40 kkal/kgBB ideal dengan protein 1,2 – 1,5 g/kgBB/hari
 Aktivitas fisik untuk mencegah inaktivitas dari atrofi otot, sesuaikan dengan
toleransi pasien
 Stop konsumsi alkohol dan merokok
 Pembatasan obat-obatan hepatotoksik, obat nefrotoksik, OAINS, isoniazid, asam
valprat, eritromisin, amoksisilin/klavulanat, golongan aminoglikosida (bersifat
nefrotoksis pada sirosis), ketokonazol, klorpromazin, dan ezetimbe.5

BAB III
24

LAPORAN KASUS

Nomor Rekam Medis: 01.05.53.86


Tanggal masuk: 22/11/2018 Dokter Ruangan:
dr. Anwar

Jam: 12.02 Dokter Chief of Ward:


dr. Dina / dr. Ferry

Ruang: RA2 3.2.6 Dokter Penanggung


Jawab Pasien: dr.
Leonardo, Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Imron Dalimunthe
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Mandailing
Agama : Islam
Alamat : Dusun Lubus Nor-nor

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Perut membesar
Telaah
Keluhan ini telah dialami os ± sejak 2 bulan yang lalu. Perut dirasakan
membesar secara perlahan-lahan. Pasien juga mengeluhkan rasa mual disertai
muntah.Nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan lemas dan
25

mengalamipenurunan nafsu makan sejak 4 bulan yang lalu. Terjadi penurunan


berat badan ± 7 Kg dalam 4 bulan,dengan berat badan turun dari 63 Kg menjadi 56
Kg.
BAK berwarna merah, nyeri saat berkemih, BAK berpasir disangkal oleh
pasien. BAB dalam batas normal. Keluhan perdarahan lain berupa mimisan dan
gusi berdarah disangkal. Riwayat wajah pucat dialami oleh pasien sejak 1 minggu
ini. Pasien juga mengeluhkan kaki bengkak pada kedua kaki yang dirasakan sejak
2 minggu ini. Kaki bengkak dirasakan secara tiba-tiba.
Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal. Riwayat
penyakit kuning dijumpai. Riwayat penggunaan obat-obatan pereda nyeri secara
rutin dan minum jamu-jamuan disangkal.Riwayat konsumsi alcohol dan transfusi
darah disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
disangkal.

RPT : -

RPO : -

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas :(+) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)

Saluran Batuk-batuk :(+) Asma, bronchitis: ( - )


Pernafasan Dahak :(+) Lain-Lain :(-)

Saluran Nafsu Makan : Menurun Penurunan BB : ( + )

Pencernaan Keluhan Mengunyah : ( - ) Keluhan Defekasi: ( + )


26

Keluhan Perut :(+) Lain-lain :(-)


Mual, benjolan

Saluran Sakit BAK :(-) BAK tersendat :(-)


Urogenital Mengandung Batu :(-) Keadaan urin : Kuning
Jernih
Haid :(-) Lain-lain :(-)

Sendi dan Sakit pinggang :(-) Keterbatasan Gerak: ( - )


Tulang Keluhan persendian : ( - ) Lain-lain :(-)

Endokrin Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)


Poliuri :(-) Perubahan Suara :(-)
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)

Saraf Pusat Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)


Lain-lain :(-)

Darah dan Pucat :(+) Perdarahan :(-)


Pembuluh Petechie :(-) Purpura :(-)
Darah Lain-lain :(-)

Sirkulasi Claudicatio Intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)


Perifer

ANAMNESA FAMILI: -

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos mentis Pancaran wajah :Lemah
27

Tekanan darah : 120/80 mmHg Sikap paksa :(-)


Nadi : 110x/menit Refleks fisiologis: ( + )
Pernafasan : 30x/menit Refleks patologis: ( -)
Temperatur : 37,6° C

Keadaan Gizi : Normal


Berat Badan : 47 kg
Tinggi Badan : 158 cm

BW = 87/ 58 x 100%
= 81 %
Indeks Massa Tubuh = BB/(TB)2
= 47/(1,58)2= 18,8

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterus (+/+),
Pupil : isokor, refleks cahaya direk (+/+)/ indirek (+/+).
Kesan: normal
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Bibir : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tonsil/Faring : T1-T1 / Hiperemis (-)

LEHER
Struma tidak membesar, tingkat: (-)
Pembesaran kalenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas(-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2O
28

Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis, spider nevi (+)
Pergerakan : Ketinggalan bernafas (-)

Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Iktus : Tidak teraba

Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V – VI
Peranjakan : 2 jari

Jantung
Batas atas jantung : ICS III sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : LPSD

Auskultasi
Paru

Suara pernafasan : Vesikuler


Suara tambahan :-
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-), Heart
rate:110x/menit, reguler, intensitas: sedang

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
29

Palpasi : Stem fremitus kanan>kiri, kesan mengeras pada lapangan tengah


paru kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, kesan sonor memendek pada
lapangan tengah paru kanan.
Auskultasi : SP = Vesikuler
ST = -

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk: Simetris membesar
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Lain-lain :-

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : Double sound (+)

Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
Undulasi : (+)

Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (+)

Pembesaran : Sulit dinilai


Permukaan : Sulit dinilai
Pinggir : Sulit dinilai

Ukuran : Sulit dinilai


Konsistensi : Sulit dinilai
Nyeri tekan : Sulit dinilai
30

LIMFA
: Sulit dinilai
Pembesaran

GINJAL
Ballotement :-

TUMOR :-

PINGGANG
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)
Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi : (-)
Lokasi : (-)
Jari tubuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab : (-)
Sianosis : (-)
Eritema Palmaris : (+)
Lain-lain : (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


31

Edema + +
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -
Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN (Tanggal: 24November 2018)

DARAH KEMIH TINJA


Hb: 8,3 g/dL Warna: Kuning keruh Warna: Kuning
Eritrosit: 3,61 x 106/mm3 Glukosa : - Konsistensi: Lembek
Leukosit: 4,060 x Bilirubin : - Darah : -
103/mm3 Keton : - Lendir : -
Trombosit: 101x 103/mm3 Protein : - Mikroskopik
Ht: 26% Nitrit : - Telur cacing: -
Amoeba : -
Leukosit : + Eritrosit : 0-1
Hitung Jenis: Darah : - Leukosit : 0-1
Eosinofil: 11,60%
Basofil: 2,00% FCM
Neutrofil: 36,80% Eritrosit : 4.7 µl
Limfosit: 36,50% Leukosit : 8.5 µl
Monosit: 13,10% Epitel : 2.6 µl
Casts : 0.80 µl
Kristal : 0.0 µl
Albumin: 2,5 g/dL Bakteri : 38.1 µl
Path Cast : 0.67 µl
32

RESUME
ANAMNESA Keluhan : Perut membesar
Utama
Telaah : Perut membesar sejak ± 2 bulan yang lalu. Mual (+),
emesis (+), Nyeri ulu hati (-). Penurunan BB (+), 7 Kg
dalam 4 bulan terakhir. BAK normal. Wajah anemis
(+). Edema pada kedua kaki (+) dirasakan sejak 2
minggu ini. Hipertensi, DM (-). Riwayat jaundice
(+).Riwayat mengonsumsi analgetik dan jamu-jamuan
secara rutin (-). Riwayat konsumsi alkohol dan
transfusi darah (-). Riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama (-)
STATUS Keadaan Umum : Sedang
PRESENS Keadaan Penyakit : Berat
Keadaan Gizi : Normal
33

zMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos mentis


Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 110x/i
Pernafasan : 30x/i
Temperatur : 37,6°C
Kepala
Mata: Anemis (+/+), Sklera Ikterik (+/+), pupil isokor
Telinga/Hidung/Mulut: Dalam batas normal
Leher: Dalam batas normal
Thoraks
Inspeksi: Spider nevi (+)
Auskultasi:
- Suara pernafasan: Vesikuler
- Suara tambahan: -
Abdomen
Inspeksi:
- Simetris membesar

Palpasi: Hepar : sulit dinilai


R/L : Sulit dinilai
Undulasi (+)
Perkusi: Shifting dullness (+)
Auskultasi : Double sound (+)
Ekstremitas
- Eritema Palmaris (+/+)
- Edema (+/+)

LABORATORIUM Hb: 8,3 g/dL


RUTIN Eritrosit: 3,61 x 106/mm3
Leukosit: 4,060 x 103/mm3
Trombosit: 101 x 103/mm3
Ht: 26%
Albumin: 2,5 g/dL
34

Kemih: Warna: Kuning jernih

Tinja: Warna: hitam


Konsistensi: Lembek
DIAGNOSA BANDING 1. Sirosis hepatis std. dekompensata + anemia
2. Hepatoma + anemia
3. Abses liver + anemia

DIAGNOSA Sirosis hepatis std. dekompensata + anemia


SEMENTARA

PENATALAKSANAAN Aktivitas: Tirah baring

Diet: Diet hati

Tindakan suportif: IVFD NaCl 0,9%20 gtt/menit mikro

Medikamentosa:
- Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam
- Inj. Ranitidine 150 mg/12 jam
- Inj. Transamin 1 /8 jam
- Propanolol 2x10 mg
- Spironolakton 1x100 mg
- Inj. Ketolorac 1 /12 jam
- Lactile 1xCI
- Inj. Omeprazole 80 mg/awal = 40 mg/12 jam

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan LanjutanAD


1. Lab: darah rutin, LFT, viral marker, fungsi hati

2. Foto thorax
35

3. USG Abdomen

4. Endoscopy

5. CT scan abdomen

BAB IV

FOLLOW UP

Tanggal S O A P
36

23 Benjolan Sens: CM - Sirosis - Tirah baring


November perut TD: 130/80 mmHg Hepatis - Diet hati III
2018 kanan atas
HR: 91x/i std DC - Inj. Ranitidin
RR: 23x/i 50 mg iv
- Anemia
Temp: 36,1C - Inf. Dextros
ec.
Mata: Konj. anemis (-/-), 5% 20 gtt/i iv
SI (-/-) penyakit
kronik - Ambroxol
Leher: TVJ R-2 cmH2O
Thorax: 3x1 PO

SP: vesikuler - Lactile 1xCI


ST: -
Abdomen:
Simetris membesar,
soepel, H/L/R sulit dinilai

Ekstremitas
Edema (-/-/-/-)

26 Lemas Sens: CM - Sirosis - Tirah baring


November TD: 150/80 mmHg Hepatis std - Diet hati III
2018
HR: 84x/i DC - IVFD D5%
RR: 22x/i 10 gtt/i
- Anemia ec.
Temp: 36,3 (mikro)
penyakit
kronik - Inj. 40 mg/12
Mata: Konj. anemis (-/-),
SI (+/+) jam
- Hepatitis B
- Ambroxol
Leher: TVJ R-2 cmH2O 3x1 PO
- Tenofovir
Thorax: 1x30 mg PO
Simetris - Omeprazol
SP: vesikuler 2x1 mg iv
37

ST: - - Lactile 1xCI


- Spironolakton
Abdomen: 1 x 100 mg
Simetris membesar,
soepel, H/L/R sulit dinilai

Ekstremitas
Edema (-/-/-/-)

Laboratorium
1. 24 November 2018
Albumin menurun (2,5
g/dl)
Darah :
Hb|eritrosit|Ht|MCV|MCH:
8,3 g/dl|3,61
juta/µl|26%|73 fl|23 pg
(kesan anemia dengan
morfologi hipokrom
dengan gambaran
anisopoikilotosis)
Trombosit: 572.000/µl
(trombositosis) dan bentuk
normal
2. 26 November 2018
Hb|RBC|Ht|MCV|MCH:
8,7 g/dl|3,7 juta/dl|26%|70
fl|23,5pg (kesan anemia
dengan morfologi
hipokrom) disertai
gambaran
anisopoikilositosis
Leukosit: 3.700/µl(kesan
leukopenia)
Trombosit: 662.000 (kesan
trombositopenia)
Hepatitis: HBs Ag reaktif
(S/CO 3094,8)
Penanda tumor: AFP
>2.000
38

27 Lemas Sens: CM - Sirosis - Tirah baring


November TD: 120/70 mmHg Hepatis std - Diet hati III +
2018
HR: 78x/i DC ekstra putih
RR: 20x/i telur 6
- Anemia ec.
Temp: 36,1 C butir/hari
penyakit
kronik - IVFD D5%
Mata: conjunctiva anemis
(-/-), ikterik (-/-) 10 gtt/I mikro
- Hepatitis B
- Inj.
Leher: TVJ R-2 cmH2O Cefotaxim 1
g/8 jam/IV
Thorax: - Inj.
Simetris Ranitidine 50
SP: vesikuler mg/12 jam/IV
ST: - - Inj.
Furosemide
Abdomen:
20 mg/12
Simetris membesar,
soepel, H/L/R sulit dinilai jam/IV
- Inj. Ketorolac
Ekstremitas 30 mg (jika
Edema (-/-/-/-) nyeri)
Laboratorium - Spironolakton
 Urinalisis 1 x 100 mg
Urine lengkap:
Leukosit: + - Propanolol 2
FCM: Leukosit: 8,5/µl x 10 mg
- Curcuma 3 x
1
- Ciprofloxacin
2 x 500 mg
39

R/ CT Scan Liver 3
phase (LBP+), dan
spirometri (LBP+)
Tanggal S O A P
29 Lemas Sens: CM - Sirosis - Tirah baring
November TD: 140/70 mmHg Hepatis - Diet hati III
2018
HR: 83x/i std DC - IVFD D5%
RR: 22x/i 10 gtt/i
- Hepatitis
Temp: 35,5C (mikro)
B
Mata: Konj. anemis (-/-), - Inj. Ranitidin
SI (-/-) - Anemia
50 mg iv
Leher: TVJ R-2 cmH2O ec.
Thorax: - Inf. Dextros
penyakit
SP: vesikuler 5% 20 gtt/i iv
kronik
ST: - - Neb. Ventolin
Abdomen: 2,5 mg/ 18
Simetris membesar, jam iv
soepel, H/L/R sulit dinilai
- Ambroxol
Ekstremitas 3x1 PO
Edema (-/-/-/-) - Tenofovir

Gastroskopi 1x30 mg PO
Kesimpulan: Gastropati + - Omeprazol
Gastritis Antrum
2x1 mg iv
- Lactile 1xCI
40

30 Nyeri Sens: CM - SH stad. DC - Tirah baring


November perut TD: 130/80 mmHg
- Hep. B - Diet hati III
2018 kanan atas
(+) HR: 90x/i - IVFD D5%
RR: 24x/i - Anemia ec.
10 gtt/i
Temp: 36º C penyakit
(mikro)
Mata: Konj. anemis (+/+), kronik
- Inj. Ranitidin
SI (+/+)
Leher:Trakea Medial, 50 mg iv
danTVJ R-2 cmH2O - Ambroxol
Thorax: 3x1 PO
SP: Vesikuler - Tenofovir
ST: - 1x30 mg PO
Abdomen:
- Omeprazol
Simetris membesar,
soepel, H/L/R sulit dinilai 2x1 mg iv
- Lactile 1xCI
Ekstremitas
R/ Cek DR, RFT,
Eritema palmaris (+), dan Albumin,
edema (-) LFT(LBP+), CT
Scan 3 fase hari ini
Laboratorium
Hb|RBC|Ht|MCV|MCH:
8,4 g/dl|3,7 juta/µl|26%|70
fl|22,7 pg (anemia
hipokrom) disertai
gambaran
anisopoikilositosis (tear
drop, target cell, dan
ovulosit)
Trombosit: 544.000/µl
(trombositopenia) dan
bentuk normal
Waktu protrombin: 16,5’’
APTT: 43,2’’
Ferritin: 0,5 ng/mL
Besi: 57 µg/dl
TIBC: 443 µg/dl
Bilirubin total: 2,6 mg/dl
41

Bilirubin direk: 1,7 mg/dl


ALP: 193 U/L
AST/SGOT: 212 U/L
ALT/SGPT: 87 U/L
Albumin|Globulin: 2,7
g/dl|4,6 g/dl
Na|K|Cl: 129 mEq/L|3,5
mEq/L|94 mEq/L
HbeAg: nonreaktif

3 Nyeri Sens: CM - SH stad. DC - Tirah baring


Desember perut TD: 120/70 mmHg
- Hep. B - Diet hati III +
2018 kanan atas
(+) HR: 78x/i ekstra putih
RR: 20x/i - Anemia ec.
telur 6
Temp: 36,1 C penyakit
butir/hari
Mata: conjunctiva anemis kronik
- IVFD D5%
(+/+), ikterik (+/+)
Leher: TVJ R-2 cmH2O 10 gtt/I mikro

Thorax:
42

Simetris - Inj.
SP: vesikuler Cefotaxim 1
ST: - g/8 jam/IV
Abdomen: - Inj.
Simetris membesar, Ranitidine 50
soepel, H/L/R sulit dinilai
mg/12 jam/IV
Ekstremitas - Inj.
Edema (-/-/-/-) Furosemide
20 mg/12
jam/IV
- Inj. Ketorolac
30 mg (jika
nyeri)
- Spironolakton
1 x 100 mg
- Propanolol 2
x 10 mg
- Curcuma 3 x
1
- Ciprofloxacin
2 x 500 mg

R/ Susul CT Scan
Abdomen
43

BAB V
DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Definisi: - Pasien mengalami perut yang
Sirosis hati adalah suatu keadaan membesar sejak ± 2 bulan yang
patologis yang menggambarkan lalu. Perut dirasakan membesar
stadium akhir fibrosis hepatik yang secara perlahan-lahan. Pasien
berlangsung progresif yang ditandai juga mengeluhkan rasa mual
dengan distorsi dari arsitektur hepar disertai muntah. Nyeri ulu hati
dan pembentukan nodulus regeneratif. disangkal oleh pasien.
Manifestasi Klinis: - Pasien juga mengeluhkan
- Perasaan mudah lelah dan lemah lemas dan mengalami
- Selera makan berkurang penurunan nafsu makan sejak
- Perasaan perut kembung 4 bulan yang lalu. Terjadi
- Mual penurunan berat badan ± 7 Kg
- Berat badan menurun dalam 4 bulan, dengan berat
- Pada laki-laki dapat timbul badan turun dari 63 Kg
impotensi, testis mengecil, dan dada menjadi 56 Kg.
membesar - BAK berwarna merah, nyeri
- Kerontakan rambut dada saat berkemih, BAK berpasir
- Gangguan tidur
44

- Demam tidak begitu tinggi disangkal oleh pasien. BAB


- Perdarahan gusi dalam batas normal. Keluhan
- Gangguan siklus haid perdarahan lain berupa
- Perubahan mental mimisan dan gusi berdarah
- Sukar konsentrasi disangkal.
- Wajah pucat dialami oleh
pasien sejak 1 minggu ini.
Pasien juga mengeluhkan kaki
bengkak pada kedua kaki yang
dirasakan sejak 2 minggu ini.
Anamnesa Kaki bengkak dirasakan secara
- Mudah lelah, selera makan berkurang tiba-tiba.
- Perut kembung, mual, berat badan
menurun
- Pada laki-laki, impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar,
hilangnya dorongan seksualitas
- Pada stadium dekompensata, gejala
lebih menonjol terutama bila terjadi
kegagalan hati dan hipertensi portal,
seperti hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tidak terlalu
tinggi
- Gangguan pembekuan darah:
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid
- Ikterus dengan choluria
- Hematemesis dan/atau melena
45

- Perubahan mental, gampang lupa,


sukar konsentrasi, agitasi, sampai
koma

Pemeriksaan Fisik - Konjungtiva palpebra


- Konjungtiva mata anemis inferior pucat (+/+), sklera
- Sklera ikterik ikterik (+/+)
- Dyspnoe - Spider nevi (+)
- Spider nevi - Hati sulit dinilai
- Eritema palmar - Shifting dullness (+)
- Kolateral vena - Eritema palmaris (+)
- Asites - Sesak napas (+)
- Splenomegali - Penurunan berat badan 7 kg
- Invers albumin-globulin dalam 4 bulan terakhir, dari
- Hematemesis/melena 63 kg menjadi 56 kg
- Nyeri tekan regio epigastrium
- Edema
Etiologi:
1. Virus hepatitis B, C, dan D. Pada pasien ditemukan hasil
imunoserologi HbsAg yang positif,
2. Alkohol. menandakan adanya hepatitis B
pada pasien.
3. Obat-obatan atau toksin.
46

4. Kelainan metabolik:
hemokromatosis, penyakit Wilson,
defisiensi α1- antitripsin, diabetes
melitus, glikogenosis tipe IV,
galaktosemia, tirosinemia, fruktosa
intoleran.
5. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.

6. Gagal jantung dan obstruksi aliran


vena hepatika.
7. Gangguan imunitas.

8. Sirosis biliaris primer


dan sekunder.
9. Idiopatik atau kriptogenik.

Pemeriksaan Laboratorium: Darah Rutin:


• ALT dan ALS normal atau sedikit  Hb: 8,3 g/dL
 Eritrosit: 3,61 x 106/mm3
meningkat  Leukosit: 4,060 x
• ALP sedikit meningkat 103/mm3
 Trombosit: 101 x
• γGT korelasi dengan ALP 103/mm3
 Ht: 26%
• Bilirubin meningkat pada SH lanjut  Albumin:
2,5 g/dL
• Albumin menurun pada SH lanjut Rencana:
• Globulin meningkat terutama IgG - Lab: darah rutin, LFT, viral marker,
fungsi hati
• Waktu protrombin meningkat - Foto thorax
- USG abdomen
• Natrium darah menurun - Endoscopy
- CT-scan abdomen
• Trombosit, leukosit dan neutrofil
menurun
47

• Anemia
Penatalaksanaan: Penatalaksanaan pada pasien:
- Tirah baring - Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam
- Hentikan konsumsi alkohol dan bahan - Inj. Ranitidine 150 mg/12 jam
toksik lainnya - Inj. Transamin 1 /8 jam
- Kortikosteroid atau imunosupresif - Propanolol 2x10 mg
dengan dosis 4060 mg per hari - Spironolakton 1x100 mg
- Pada hemokromatosis, dilakukan - Inj. Ketolorac 1 /12 jam
flebotomi setiap minggu hingga - Lactile 1xCI
konsentrasi besi menjadi normal dan - Inj. Omeprazole 80 mg/awal = 40
diulang sesuai kebutuhan mg/12 jam
- Pada hepatitis B, diberikan lamivudin
(terapi lini I) diberikan 100 mg secara
oral etiap hari selama 1 tahun.
Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali
seminggu selama 46 bulan
- Pada hepatitis C kronik, diberikan
kombinasi interferon dan ribavirin.
Interferon diberikan secara suntikan 5
MIU 3 kali seminggu dan
dikombinasikan dengan ribavirin
8001000 mg/hari selama 6 bulan
- Pada pasien dengan asites, diet rendah
garam, diberikan sprinolakton,
100200 mg sekali sehari makimal
400 mg, bila respon tidak adekuat
dikombinasi furosemid, 2040
48

mg/hari, maksimal 160 mg/hari, dan


restriksi cairan.
- Pada pasien dengan ensefalopati
hepatikum, diberikan laktulosa, 3045
mL sirup oral 34 kali/hari atau 300
mL enema sampai 24 kali BAB/hari
dan perbaikan status mental.
Neomisin, 412 g oral/hari dibagi tiap
68 jam; dapat ditambahkan pada
pasien refrakter laktulosa
- Pada pasien dengan varises esofagus,
diberikan propanolol, 4080 mg oral 2
kali/hari. Isosorbid mononitrat, 20 mg
oral 2 kali/hari. Saat perdarahan akut
diberikan somatostatin atau okreotid
diteruskan sleroterapi atau ligasi
endoskopi
BAB VI

KESIMPULAN

- Pasien laki-laki 52 tahun a.n Imron Dalimunthe didiagnosa dengan sirosis hepatis
dekompensata berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dirawat inap di RS
H. Adam Malik Medan dan telah ditatalaksana dengan tirah baring, diet hati III,
IVFD D5% 10 gtt/I mikro, Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam, Inj. Ranitidine 150 mg/12
jam, Inj. Transamin 1 /8 jam, Propanolol 2x10 mg, Spironolakton 1x100 mg, Inj.
Ketolorac 1 /12 jam, Lactile 1xCI, Inj. Omeprazole 80 mg/awal = 40 mg/12 jam

DAFTAR PUSTAKA
50

1. Mokdad AA, Lopez AD, Shahraz S, Lozano R, Mokdad AH, Stanaway J, et al.
Liver Cirrhosis Mortality in 187 Countries Between 1980 and 2010: A
Systematic Analysis. BioMed Cent. 2014;12(145):1–24.
2. Wiegand J, Berg T. The Etiology, Diagnosis and Prevention of Liver Cirrhosis.
Dtsch Arztebl Int. 2013;110(6):85–91.
3. Eghtesad S, Poustchi H, Malekzadeh R. Malnutrition in Liver Cirrhosis: The
Influence of Protein and Sodium. Middle East J Dig Dis. 2013;5(2):65–75.
4. Ruiz-Margain A, Macias-Rodriguez RU, Duarte-Rojo A, Rios-Torres SL,
Espinosa-Cuevas A, Torre A. Malnutrition Assessed Through Phase Angle and
Its Relation to Prognosis in Patients with Compensated Liver Cirrhosis: A
Prospective Cohort Study. Elsevier Ltd. 2015;1–6.
5. David C Wolf. 2017. Chirrosis. Accessed:
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview (20Januari 2018)
6. Nurjanah, Siti. 2014. Sirosis Hati dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
7. Rubenstein, D., Wayne, D., dan Bradley, J.2007. Klinis Kedokteran. 6 ed.
Jakarta: EMS. 41
8. Jurnal :Medicinus: Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati;2008)
9. Price dan Wilson. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
10. Netiana, Sri Herawati Juniati. 2012. Varises Esofagus. Surabaya: FK Universitas
Airlangga
11. Ayu Yuli Gayatri, Anak Agung; Wibawa, I Dewa Nyoman. 2012. Peritonitis
Bakterial Spontan Pada Sirosis Hati Dan Hubungannya Dengan Beberapa
Faktor Risiko. Bali. Accessed
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3750 (20Januari 2018)
51

12. S. Paul Starr, Md, And Daniel Raines, Md. 2011. Cirrhosis: Diagnosis,
Management, and Prevention. accessed:
http://www.aafp.org/afp/2011/1215/p1353.html (20Januari 2018)
13. Kumar, V., Cotran, RS., dan Robbins, SL. 2013. Buku Ajar Patologi. 7 ed.
Jakarta: EGC. 908
14. Baron,2013. Kapita Selekta Patologi Klinik.EGC. Jakarta. 226-227)
15. Sulistiyani, A. 2016. Ensefalopati Hepatik et causa Sirosis Hepatis
Dekompensata pada Laki-Laki Usia 57 Tahun. Accessed:
http://jukeunila.com/wp-
content/uploads/2016/06/RECHECK_Asih_Sulistiyani__Dwi_Indria_Anggrain
i.pdf(20Januari 2018)
16. Tanto, Chris., et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI, 697

Anda mungkin juga menyukai