Saat pagi hari Dangding memandikan burungnya, setelah itu memberi makan ulat
daun, dan air untuk minum. Seperti itulah pekerjaan Dangding setiap hari dengan burung
karuang yang disayang-nya itu. Sekitar kira-kira tiga bulan setelah itu Dangding terkejut
setengah mati, mendengar burung karuang itu berbicara seperti manusia, menyebut namanya.
“Dangding ! Potong aku! “
Dangding heran sekali, seakan tidak percaya dengan pendengarannya.
Digosok-gosoknya lobang telinganya, seraya berpikir apakah bermasalah dengan
pendengarannya. Tidak lama setelah itu burung karuang kesayangannya kembali berbicara :
“ Dangding ! potong aku ! “
Dengan bergegeas Dangding memanggil ibunya seraya ingin mengatakan bahwa
burung karuangnya itu dapat berbicara. Setelah itu ibunya tiba, burung itu kembali berbicara :
“ Dangding ! potong aku ! “
Ibunya Dangding juga sangat heran, mereka berdua saling beratatapan keheranan
mendengar suara burung itu minta di potong.
“Apakah, ibu mendengar ?”. kata Dangding kepada ibunya
“ya, ibu mendengar !” sahut ibunya
“Terus, bagaimana bu ?” Tanya Dangding
“Kalau itu permintaannya, ya lakukan saja !”
“Tapi Dangding saying, bu”, kata Dangding
“Semoga nanti ada gantinya dengan burung lain”, kata ibu pada Dangding, setelah
berpikir sejenak.
Akhirnya ibu dan anak itu sepakat untuk memotong burung karuang. Dangding dan
ibunya heran ketika mendengar burung yang mau dipotong itu kembali berbicara:
“Dangding ! Bersihkan tubuhnku!”
Bergegas Dangding membersihkan semua bulu yang ada pada tubuh burung itu
sampai bersih.
“Dangding ! masaklah tubuhku semuanya !”, ucap burung itu kembali.
Kemudian ibunya Dangding menggoreng semua tubuh burung karuang tadi ke dalam
wajan. Dan burung itu berucap kembali :
“Dangding ! makan hati dan dagingku semuanya!”
Dangdingpun memakan hati dan daging burung yang sudah matang. Tulanggnya
diletakkan di atas lantai. Ternyata tulang burung karuang itu berucap juga :
“Dangding! Kubur tulangku di tanah dimana aku jatuh dulu!”
Dangdingpun mengambil pisau besar dan menggali tanah dimana burung itu jatuh
dari atas pohon bengkoang. Sembilan belas hari setelah itu, di tanah tempat tulang burung itu
tumbuh pohon yang kecil sepanjang dua jari. Hari esoknya, pohon kecil itu tinggi sampai
sejengkal, lalu kemudian berdaun tiga lembar. Pagi harinya pohon itu makin tinggi berdaun
lagi jadi tujuh lembar. Anehnya pagi harinya daun yang tujuh lembar tadi berubah jadi daun
emas. Bunganya berintan tiga biji, bercahaya berkelap-kelip.
Saat Dangding melihat pohon yang ber-emas dan ber-intan itu Dangding langsung
berteriak keras memanggil ibunya :
3
“Bu … ! cepat kesini bu … ! Lihat pohon itu berdaun emas danber-intan kelap-
kelip !”
Setelah mendengar Dangding berteriak ibunya lalu bergegas menghampiri Dangding
yang berada dihalaman rumah.
“Aduh, aduh, aduh ! Sungguh ajaib ! Sungguh ajaib !” kata ibu Dangding setelah
melihat pohon itu.
Matanya terbelalak terheran-heran, pohon itu cepat dicabut oleh ibunya Dangding,
lalu dibawa masuk ke dalam rumah. Dari kejadian itu Dangding dan ibunya menjadi orang
kaya. Punya rumah bagus, makan berkecukupan. Sewaktu itu ibunya Dangding mengadakan
syukuran dirumah, mengundang semua tetangga yang dekat dengan rumah Dangding. Acara
syukuran ini tanda bersyulkur kepada Tuhan yang Maha Esa karena sudah memberikan rezeki
yang berlimpah.
Dangding dan ibunya semakin baik, perilaku yang baik dengan orang bertambah baik,
suka menolong, terlebih lagi kalau menolong anak yatim. Dangding dengan ibunya disayang
oleh orang Desa di sudut banua itu.
Pesan moral :
Walaupun cerita ini hanya sebuah dongeng, tetapi cerita ini berisi nasehat bagus. Suka
menolong orang, penyayang dengan hewan termasuk perilaku yang bagus.
Tidak dilupakan juga untuk berdo’a dengan Tuhan Yang Maha Kuasa agar
mendapatkan rezeki yang berlimpah, dan bersyukur kalau dapat rezeki dan kenyamanan.
Semua rezeki itu tidak lain dari pada tuhan yang memberi.