PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum:
Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori Martha Elizabeth Rogers.
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui definisi dari bencana alam
b. Mengetahui tujuan program pemantauan pasca bencana
c. Mengetahui program yang dilakukan pasca bencana
d. Mengetahui evaluasi pasca bencana
TINJAUAN TEORI
3
4
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan
lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan
korban bencana.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah/lokasi penampunggan/pengungsian ke
daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah/lokasi baru yang layak
huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/transportasi, air
minum, listrik, telepon. Termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial
daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
dan rekontruksi dalam konteks pembangunan.
7. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
8. Menghargai budaya lokal;
9. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawaan; dan
10. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
dengan menggunakan bangunan yang telah ada atau tempat berlindung yang dapat
dibuat dengan cepat seperti tenda, gubuk darurat, dan sebagainya. Tujuannya
menyelamatkan atau mengamankan penderita dengan menjauhkannya dari tempat
bencana yang dianggap berbahaya, ketempat yang aman agar dapat memudahkan
pemberian bantuan dan pertolongan secara menyeluruh dan terpadu tanpa
menimbulkan kesulitan baru yang sukar diatasi.
Untuk menampung korban bencana diperlukan tempat penampungan sementara
berupa :
a. Bangunan yang sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan. Contoh : gereja, masjid,
sekolahan, balai desa, gudang.
b. Tenda ( penampungan darurat yang paling praktis). Contoh : tenda pleton, tenda
regu, tenda keluarga, tenda pesta.
c. Bahan seadanya. Contoh : kayu, dahan , ranting, pelepah kelapa dll.
4. Penilaian cepat kesehatan (RHA)
Serangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan informasi subyektif dan
obyektif guna mengukur kerusakan dan mengidentifikasi kebutuhan dasar penduduk
yang menjadi korban dan memerlukan ketanggap-daruratan. Penilaian ini dilakukan
secara cepat karena harus dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, selama atau
segera sesudah suatu kedaruratan. (Sumber: WHO).
Dilakukan untuk mengetahui besaran masalah kesehatan yang dihadapi dan
kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah bencana. Hasil penilaian cepat ini dapat
digunakan untuk memantapkan berbagai upaya kesehatan pada tahap tanggap
darurat. Ruang lingkup penilaian cepat kesehatan (RHA) yaitu:
a. Aspek Medis
1) Puskesmas setempat dan sekitar : segera mengerahkan dan menyiapkan
petugas kesehatan untuk menangani korban.
2) Rumah Sakit : Rumah sakit siap siaga dalam menindaklanjuti dan
menerima rujukan bencana.
3) Dinas Kesehatan Kota : Memerintahkan semua puskesmas untuk
melibatkan/mengirim tenaga kesehatan.
b. Aspek Epidemiologi
1) Kemungkinan munculnya luka infeksi
2) Kemungkinan munculnya penyakit menular akibat mayat yang mulai
membusuk.
9
a) Satu perangkat pakaian lengkap sesuai ukuran dan peralatan tidur yang
layak.
b) Perempuan, anak gadis dan anak-anak setidaknya memiliki 2 perangkat
pakaian lengkap.
c) Anak yang masih sekolah setidaknya memiliki 2 rangkap pakaian
sekolah sesuai usia dan jenis kelamin.
d) Setiap orang memiliki pakaian khusus untuk beribadah sesuai agama dan
keyakinan.
e) Setiap orang memiliki satu pasang alas kaki.
f) Bayi dan anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun harus memiliki
selimut berukuran 100x70 cm.
g) Setiap orang harus memiliki alas tidur yang memadai.
h) Setiap kelompok rentan memiliki pakaian dan alat bantu yang sesuai
dengan kebutuhannya.
2) Kebersihan pribadi
a) Setiap orang memiliki sabun mandi.
b) Setiap orang memiliki sabun cuci.
c) Perempuan memiliki bahan pembalut.
d) Bayi memiliki setidaknya 12 popok cuci.
e) Setiap orang memiliki sikat dan pasta gigi.
e. Bantuan Air Bersih dan Sanitasi
1) Air bersih
a) Air bersih diberikan sebanyak 7 liter pada tiga hari pertama, selanjutnya
15 liter per orang per hari.
b) Jarak terjauh penampungan ke jamban adalah 50 meter.
c) Jarak terjauh penampungan ke sumber air terdekat adalah 500 meter.
2) Air minum
a) Air minum bersih diberikan sebanyak 2,5 liter per orang per hari.
b) Air yang diberikan layak minum dan tidak menyebabkan masalah
kesehatan.
3) Sanitasi
a) Tempat sampah berukuran 100 liter untuk 10 keluarga.
b) Penyemprotan vektor sesuai kebutuhan.
12
dalam level individu, kelompok atau komunitas bagi korban bencana dapat
meningkatkan ketahanan (resiliensi) sehingga kelak mereka menjadi lebih tangguh
dan siap menghadapi permasalahan yang ada.
Pemulihan trauma berarti mengatasi rasa bersalah, kecemasan, ketakutan dan
menyediakan mekanisme coping (penyelesaian) terhadap pikiran dan perasaan
negatif yang muncul.
Penanganan post traumatic stress diperlukan dalam mengatasi trauma atau stress
yang dialami oleh korban bencana dengan kegiatan trauma healing diantaranya
senam pagi, panggung gembira, pertunjukan seni, dan kegiatan yang dapat
menghibur lainnya.
Pihak yang paling rentan mengalami trauma akibat bencana adalah anak dan
remaja. Hal ini disebabkan karena mereka belum memiliki kapasitas yang memadai
dalam mengontrol emosi dan menyelesaikan masalah secara adaptif. Setelah
bencana terjadi, anak harus pindah dari situasi dan rutinitas keseharian yang
membuatnya aman dan nyaman. Ada yang kehilangan orang tua atau saudara. Ada
yang pindah dari rumah dan tinggal sementara waktu di tempat pengungsian. Malah,
ada yang tidak bisa bersekolah, bermain dan mendapatkan istirahat yang cukup.
Oleh karena itu, diperlukan metode dan media yang tepat untuk membantu anak
mengekspresikan rasa takut, cemas, pesimis dan menumbuhkan harapan serta
optimisme mengenai masa yang akan datang.
Florence Halstead, seorang peneliti Geografi Manusia (Antropogeografi) dari
Universitas Hull, Inggris menyarankan cara memfasilitasi anak dalam pemulihan
trauma pasca bencana bagi orang tua, guru, pekerja sosial, atau pihak yang terlibat
langsung dalam penanganan bencana. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
a. Mendorong anak untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya
Anak yang menjadi korban bencana alam seringkali menyampaikan bahwa
keluarga dan sekolah tidak mendengarkan kekuatiran atau masalah yang mereka
alami. Mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak ingin membebani keluarga
dan guru dengan kekuatiran yang mereka rasakan. Meskipun anak tampak baik-
baik saja dari luar, namun belum tentu demikian dengan perasaan yang di dalam
diri anak.
Orang tua, guru atau pekerja sosial perlu peka dalam melihat kondisi dan
kebutuhan anak. Yakinkan anak bahwa perasaan adalah hal yang penting untuk
disampaikan. Berikan kesempatan bagi anak untuk berbicara mengenai perasaan
14
dan pengalaman yang mereka alami terkait dengan bencana. Rancanglah aktivitas
semenarik mungkin yang dapat membuat anak merasa nyaman dan terbuka untuk
bercerita, misalnya dengan menggambar, menulis, bercerita dengan boneka.
b. Menjadi role model yang positif dan optimis bagi anak
Orang tua, guru atau pekerja sosial dan pihak lainnya perlu menyadari bahwa
anak memandang orang dewasa sebagai role model (teladan) dalam menghadapi
kesulitan yang terjadi pasca bencana.
Jangan menyampaikan hal-hal yang dapat membuat anak merasa takut.
Sebaliknya, tunjukkan sikap dan perilaku yang optimis bahwa hari yang akan
datang akan lebih baik. Yakinkan pada anak untuk mengetahui bahwa mereka
akan tetap aman dengan bantuan dan perlindungan yang tersedia.
c. Mengedukasi anak mengenai bencana
Fakta mengenai bencana dapat menjadi suatu pengetahuan dan wawasan baru
bagi anak. Sampaikanlah dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat
dipahami oleh anak. Misalnya, penyebab terjadinya gempa atau cara melindungi
diri dan orang lain bila gempa terjadi lagi. Hal ini akan membantu anak untuk
merasa lebih berdaya dan percaya diri untuk mengatasi masalah-masalah akibat
bencana yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
d. Menciptakan rutinitas sederhana bagi anak
Meminta anak untuk melakukan rutinitas, apalagi saat tinggal di tempat
pengungsian merupakan hal yang agak sulit. Namun, hal ini dapat dimulai dengan
memberlakukan rutinitas sehari-hari seperti jam makan dan jam tidur. Selain itu,
berikan waktu pada anak untuk tetap berinteraksi dan bermain dengan teman-
temannya. Dengan menjalankan rutinitas dapat membantu mengurangi rasa
cemas atau kebosanan yang mungkin dirasakan oleh anak karena kehilangan
mainan yang dimiliki atau karena ditutupnya sekolah.
9. Pelayanan Masyarakat
Disediakannya sarana dan komunikasi seperti telepon umum, radio, televisi, dan
sarana transportasi untuk memudahkan korban bencana.
10. Pendidikan
Permasalahan lain yang muncul dari bencana alam adalah masalah pendidikan,
terutama menyangkut pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam
konteks pelayanan pendidikan, anak yang menjadi korban bencana alam dapat
dikategori sebagai anak yang memiliki kelainan sosial; dan oleh karenanya mereka
15
1. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi
16
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi
konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban,
pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata
yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara
permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan
program rekonstruksi non fisik.
3.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Suyoso, Juli Astono, Dadan Rosana (2009). Model kesiapsiagaan bencana (disaster
preparedness) Dalam bentuk pembelajaran sekolah darurat dengan Pendekatanfun
learning menggunakan media Pembelajaran dari limbah rumah tangga untuk
Penanganan pendidikan di daerah pasca bencana. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta, 16 Mei 2009
22