Anda di halaman 1dari 49

Kepada

Ketua Pengadilan Negeri Muara Bulian


Di Jalan Jenderal Sudirman Km. No.1, Rengas Condong, Muara Bulian
Batanghari, Jambi
Indonesia

Perihal : Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, Perwakilan Gugatan Kelompok (Class
Action) Masyarakat Adat Melayu Merangin dan Warga Kabupaten Merangin,
dalam hal ini diwakili oleh Wakil Kelompok Masyarakat Adat Melayu Merangin
dan Warga Kabupaten Merangin, yaitu :
1. Datuk Bagindo; Pekerjaan Swasta, beralamat di Dusun Langling RT. 09
RW. 11, Kec. Bangko, Kab. Merangin, Prov. Jambi; Kedudukan; Ketua
Lembaga Adat Melayu Merangin (LAMM),
2. Sultan Armendiva, Pekerjaan Swasta, beralamat di Desa Pematang Kandis
RT. 01 RW. 12 Kecamatan Bangko, Kab. Merangin, Prov. Jambi;
Kedudukan; Anggota Perwakilan Masyarakat Adat Melayu Merangin;
3. Tiur Margaret, Pekerjaan Swasta, beralamat di Desa Air Liki No. 15 RT.
03 RW. 07 Kecamatan Tabir Ulu, Kab. Merangin, Prov. Jambi;
Kedudukan; Anggota Perwakilan Warga Merangin;
4. Sholihin, S.H., M.Kn, Profesi Notaris, beralamat di Desa Air Liki Nomor
13 RT. 03 RW. 08, Kecamatan Bangko, Kab. Merangin, Prov. Jambi;
Kedudukan; Anggota Perwakilan Warga Merangin;
5. Ali Imran, Pekerjaan Swasta, beralamat di Kel Langling Nomor 37 RT. 10
RW. 11, Kecamatan Bangko, Kab. Merangin, Prov. Jambi; Kedudukan;
Anggota perwakilan Masyarakat Adat Melayu Merangin.
6. Anjasmara, Pekerjaan Swasta, beralamat di Desa Air Liki No. 20 RT. 08
RW. 07., Kecamatan Bangko Barat, Kab. Merangin, Prov. Jambi;
Kedudukan; Anggota Perwakilan Warga Merangin.
Yang dalam hal ini kesemuanya diwakili oleh Kuasa Hukumnya bernama
Rheza Sitorus, S.H. M.H., dan Maya Aulia, S.H. M.H. Advokat Pengacara pada
Kantor Hukum Sitorus and Partnes Law Firm yang beralamat di Jalan Bangko
Kerinci KM 43 Desa Durian Lecah Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi, yang bertindak untuk dan atas nama Perwakilan
kelompok Warga Masyarakat Kabupaten Merangin dan Masyarakat Adat Melayu
Merangin, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 12 Januari 2016, yang telah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Muara Bulian dibawah Register
No. 22/SK/II/2015, tanggal 2 Februari 2016.
untuk selanjutnya disebut sebagai: ------------------------------------ PENGGUGAT.

Hendak mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap :

1. PT. Tucunan Palm, suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan


Hukum Negara Republik Indonesia beralamat di Jalan Justisia No. 1,
Mersam, Batang Hari, Jambi, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktur
Utama PT. Tucunan Palm yaitu Safitri Lutfianita, S.E., M.M yang
beralamat di jalan Green Hills Blok C No. 1-3 Kelurahan Melayu,
Kecamatan Batanghari, Provinsi Jambi dengan nomor Kartu Tanda
Penduduk 1504035702810005 lahir di Kota Jambi pada 17 bulan Februari
tahun 1981.
Untuk selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT.

1. Michael Handoko Group Tbk., suatu perseroan terbatas yang didirikan


berdasarkan Hukum Negara Republik Indonesia beralamat di Jalan Lubuk
Ruso KM 70, Pemayung, Batang Hari, Jambi, yang dalam hal ini diwakili
oleh Direktur Utama Michael Handoko Group Tbk. yaitu Michael Surya,
S.E., M.B.A yang beralamat di jalan Rungkut Mapan Tengah No. 56,
Batanghari, Provinsi Jambi dengan nomor Kartu Tanda Penduduk
1979087902600153 lahir di Jakarta Selatan pada tanggal 19 bulan April
tahun 1960.
Untuk selanjutnya disebut sebagai TURUT TERGUGAT.

Adapun yang menjadi dasar dan duduk perkara diajukannya gugatan ini
adalah:
1. Bahwa Penggugat adalah Warga Negara Republik Indonesia, berhak atas
pemenuhan Hak Asasi Manusia yang dijamin dalam Konstitusi Negara
Republik Indonesia tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun; ---------------
2. Bahwa Penggugat dijamin hak - haknya dalam Konstitusi Negara
Republik Indonesia untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya sebagaimana diatur dalam pasal 28 C ayat (2) Undang - Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; --------------------------------
3. Bahwa sebagai warga negara Republik Indonesia, Penggugat memiliki hak
yang sama di depan hukum untuk mendapatkan keadilan dan penjaminan
kepentingan sebagai warga negara seperti tercantum dalam pasal 28 D ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945 :
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.”----------------------------------------------------------------------
4. Bahwa sebagai warga negara Republik Indonesia, penggugat memiliki hak
yang sama di depan hukum untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya
Sumber Daya Alam seperti tercantum dalam pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 :
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar
kemakmuran rakyat.” ------------------------------------------------------
5. Bahwa sebagai warga negara Republik Indonesia, Penggugat juga dijamin
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusianya seperti tercantum
dalam pasal 2 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
berbunyi:
“Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang
secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia,
yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan,
dan kecerdasan serta keadilan.”-------------------------------------------
6. Bahwa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor: 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 36 ditentukan sebagai berikut :
“Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya,
keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak
melanggar hukum”. --------------------------------------------------------
7. Bahwa perbuatan Tergugat telah melanggar asas kepatuhan, kesantunan
dan tidak menghargai hak-hak yang melekat pada masyarakat adat yang
diakui negara dan sesuai dengan amanat UUD 1945 (hasil amandemen)
pasal 18.B ayat 2 dan ayat 3, Tap MPR No.XVII tahun 1998 tentang HAM
(pasal 41) dan Tap MPR No.IX tahun 2001 tentang pembaharuan Agraria
dan PSDA (pasal 4), UU Pokok-pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (pasal 3,
pasal 5 dan pasal 56), UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM ((pasal 6), UU
No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan (pasal 1 angka 4 jo pasal 4 ayat 3 jo
pasal 67); -----------------------------------------------------------------------------
8. Bahwa dalam gugatan ini Penggugat menggunakan mekanisme atau
prosedur gugatan perwakilan kelompok (Class Action) sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok yang sudah
diakui dalam doktrin hukum dan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, yaitu Para Penggugat selain bertindak untuk dirinya sendiri
tetapi sekaligus juga mewakili kelompok Masyarakat Adat dan
Masyarakat Kabupaten Merangin.-------------------------------------------------
9. Bahwa Penggugat menuntut Tergugat dan Turut Tergugat untuk
memberikan ganti rugi dan meminta maaf karena tidak menghargai adat
istiadat masyarakat adat setempat; ------------------------------------------------
10. Bahwa sebagian lokasi lahan yang terbakar seluas 10.500 Hektar
merupakan hutan adat yang merupakan hak ulayat mata pencaharian dan
lingkungan hidup Masyarakat Adat Melayu Merangin, sesuai tambo adat
yang didasarkan pada batas alam, batas-batas hutan adat yang sekarang
menjadi Perkebunan Kelapa Sawit tersebut adalah :
Utara : Lahan Pertanian Masyarakat
Selatan : Kawasan Hutan
Timur : Perumahan Masyarakat dan Pedesaan
Barat : Sungai Beyuku
11. Bahwa perbuatan Tergugat telah menimbulkan kerugian terhadap Tanah
Ulayat Masyarakat Adat Merangin yang ikut terbakar sehingga tidak bisa
dimanfaatkan lagi (Bentuk Kerugian Masyarakat Adat). Selain itu, asap
yang ditimbulkan oleh kebakaran ini menyebabkan lingkungan yang tidak
sehat bagi Masayrakat Kabupaten Merangin (Bentuk Kerugian Masyarakat
Kab. Merangin). Sehingga terdapat kesamaan kerugian/penderitaan yang
dirasakan oleh kedua pihak yaitu masyarakat adat tidak bisa
memanfaatkan hasil tanah adat, sedangkan masyarakat kabupaten
merangin tidak bisa bekerja dengan baik sehingga menurunkan
produktifitas dan berakbiat pada kerugian materiil; ----------------------------
12. Bahwa penggunaan mekanisme gugatan perwakilan kelompok (class
action) mempunyai manfaat sebagai berikut : -----------------------------------
• Proses berperkara yang bersifat ekonomis (judicial economy); ----
• Akses pada keadilan (acces justice); -----------------------------------
• Perubahan sikap pelaku pelanggaran (behafior modification); -----
Yang ketiga manfaat itu sesuai dengan prinsip peradilan sederhana, cepat
dan biaya ringan sebagaimana telah dimanatkan dalam undang-undang; ---
13. Bahwa selain itu, Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, telah mengatur bahwa Pengadilan dilarang
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.-------------------------
14. Bahwa dasar hukum mengenai Masyarakat adat tersebut adalah Pasal 18 b
UUD 1945, Pasal 3 UUPA, Pasal 37 jo Pasal 56 UU No.41/99
pelaksanaan kewenangan hak ulayat harus memerlukan hukum adat
dengan hukum nasional, redaksi hukum adat harus memperhatikan
undang-undang yang dibuat oleh negara dimana tanah dapat diberikan
kepada masyarakat adat untuk dikelola dan dikuasai. --------------------------
15. Bahwa Pengugat adalah Wakil Kelompok dan Anggota Kelompok yang
diwakili dalam perkara aquo adalah “sekelompok masyarakat adat dan
warga kabupaten Merangin yang tinggal di lokasi Pemukiman Penduduk
disekitar wilayah kedudukan hukum dan areal perkebunan PT. Tucunan
Palm. Luas Kabupaten Merangin adalah + 7.668,61 KM2 yang terbagi
menjadi 24 kecamatan yang terbagi lagi menjadi 9 kelurahan 204 desa
dengan jumlah penduduk 333.206 jiwa yang tingkat kepadatannya 43,45
jiwa/km2”. ----------------------------------------------------------------------------
16. Bahwa Anggota Kelompok Masyarakat Adat dan Warga yang tinggal di
kawasan Tanah Pemukiman Penduduk Kabupaten Merangin dengan luas +
7.668,61 KM2 yang terbagi menjadi 24 kecamatan, yang terbagi lagi
menjadi 9 kelurahan, 204 desa dengan jumlah penduduk 333.206 jiwa,
Mengingat banyaknya Anggota Kelompok dalam perkara aquo maka
tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu gugatan.------------------------
17. Bahwa di antara anggota Perwakilan Kelompok Masyarakat Adat / Warga
Masyarakat yang bermukim tinggal di 24 kecamatan yang terbagi lagi
menjadi 9 kelurahan 204 desa di Kabupaten Merangin dalam gugatan
Perbuatan Melawan Hukum ini “mempunyai kesamaan fakta atau
peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat
substansial serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil
kelompok dengan anggota kelompoknya”.---------------------------------------
18. Bahwa gugatan ini terdapat adanya DALIL DAN TUNTUTAN YANG
SAMA serta adanya wakil kelas (class representative) yang secara jujur
dan sungguh-sungguh untuk melindungi kepentingan dari anggota
kelasnya (class members), sehingga dengan demikian telah memenuhi
persyaratan untuk dapat dilakukannya suatu gugatan perwakilan kelompok
(class action) sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan
Perwakilan Kelompok; -------------------------------------------------------------
19. Bahwa berdasarkan kerangka peraturan perundang-undangan di atas, maka
terbukti Penggugat telah memiliki kualitas sebagai penggugat (persona standi
in judicio) sehingga oleh karenanya berhak untuk mengajukan gugatan perdata
terhadap perbuatan Tergugat dan Turut Tergugat yang berakibat kepada
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, dengan alasan-alasan
sebagaimana yang akan diuraikan dibawah ini. ---------------- Bahwa Agar
terwujud pelaksanaan proses peradilan secara cepat,
sederhana dan biaya murah sebagaimana ketentuan pasal 4 (2) Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman No: 48 Tahun 2009 dan berdasarkan Prosedur
Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) mengacu pada Pasal 91
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup jo PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan
Perwakilan Kelompok. Bahwa berdasarkan alasan-alasan sebagaimana yang
dikemukakan di atas dan sebagaimana yang telah di atur dalam “Peraturan
Mahkamah Agung RI” No: 1 Tahun 2002 tentang Praktek Gugatan Perwakilan
Kelompok (Class Action) di Indonesia maka Penggugat memohon pertama-
tama kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian yang memeriksa
perkara aquo agar terlebih dahulu “dalam proses sertifikasi” atau dalam proses
awal pengakuan Class Action menyatakan / menetapkan bahwa : -----------------
“Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) melalui
mekanisme gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) dari Penggugat
adalah sah dan memenuhi syarat sebagaimana di atur dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI No: 1 Tahun 2002, dan oleh karenanya haruslah
dikabulkan”. --------------------------------------------------------------------------
Bahwa berdasarkan uraian diatas maka jelas bahwa bahwa Perwakilan
Masayarakat Adat Melayu Merangin dan Warga Kabupaten Merangin
(PENGGUGAT) telah memenuhi syarat formil LEGAL STANDING
melakukan gugatan di bidang kehutanan terhadap TERGUGAT dan
TURUT TERGUGAT. -----------------------------------------------------------------

Bahwa Tergugat memperoleh Izin-izin yang berkaitan dengan bidang


usahanya, sebagai berikut: ---------------------------------------------------------
1) Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) atas nama PT. Tucunan
Palm oleh Bupati Kabupaten Merangin No. 523.3/L-01/DPB-
MRG/X/2014 tertanggal 11 September 2014; ------------------------------
2) Keputusan Bupati Merangin SK.338/Bup.Mer/2014 tanggal 25
Agustus 2014 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan untuk
Budidaya (IUP-B) di area lahan gambut kepada PT. Tucunan Palm
seluas kurang lebih 20.000 Hektar (dua puluh ribu) di Desa Bukit
Batu, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Meranginn, Provinsi
Jambi; ----------------------------------------------------------------------------
3) Keputusan Bupati Merangin SK.339/BUP.Mer/2014 tentang Analisis
Dampak Lingkungan (ANDAL) Perkebunan Kelapa Sawit PT.
Tucunan Palm, Kegiatan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya
(IUP-B) pada lahan gambut PT. Tucunan Palm lokasi Desa Bukit
Batu, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
tertanggal 30 Agustus 2014; --------------------------------------------------
4) Keputusan Bupati Merangin SK.340/BUP.Mer/2014 tentang
Pemberian Izin Lokasi Untuk Keperluan Pendirian Perkebunan
Kelapa Sawit Atas Nama Pt Tucunan Palm Terletak Di Desa Bukit
Batu Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
luas 20.000 ha tertanggal 1 September 2014; ------------------------------
5) Keputusan Bupati Merangin No. 503.01/06/IPPR/437.74/2014 tentang
Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang PT. Tucunan Palm tertanggal 20
Agustus 2014; ------------------------------------------------------------------
6) Akta Perjanjian Kerjasama No. 09/SPK-017/01/2014 tentang
Perjanjian Kerjasama PT. Tucunan Palm dengan Pemerintah
Kabupaten Merangin guna pemanfaatan lahan gambut yang dikuasai
Pemerintah Kabupaten Merangin untuk dimanfaatkan sebagai
Perkebunan Kelapa Sawit yang dibuat dihadapan Notaris Rahmad
Darmawan, S.H., M.Kn. tertanggal 17 Oktober 2014; --------------------

TENTANG DUDUK PERKARANYA


I. DUDUK PERKARA
1. TELAH TERJADI PERISTIWA KEBAKARAN LAHAN
Bahwa telah terjadi kebakaran lahan di wilayah Perkebunan Kelapa Sawit
di area lahan gambut Tergugat berdasarkan fakta-fakta berikut: -------------
1.1 Bahwa kebakaran hutan dan lahan (atau disebut “Karhutla”) hampir
setiap tahun terjadi di Provinsi Jambi yang disebabkan oleh aktivitas
pembukaan lahan baik untuk hutan tanaman maupun perkebunan,
terutama pada lahan-lahan gambut sebagaimana dilaporkan oleh
BPREDD+ melalui Karhutla Monitoring System (KMS) yang
memperlihatkan adanya titik panas (hotspot) di beberapa wilayah
izin usaha perkebunan untuk budidaya (IUP-B); ------------------------
1.2 Bahwa berdasarkan rekaman data satelit MODIS pada periode bulan
Maret 2015 hingga Desember 2015, dimana titik koordinat hotspot
telah diverifikasi dengan titik koordinat wilayah izin usaha
perkebunan untuk budidaya (IUP-B) Tergugat sesuai Peta Lokasi
yang diterbitkan sebagai lampiran, terlihat kebakaran hutan terjadi
pula di wilayah IUP-B milik PT. Tucunan Palm, yaitu dengan
rincian sebagai berikut : -----------------------------------------------------

Periode Jumlah Titik Panas Koordinat


Maret 2015 3 titik Terlampir
April 2015 1 titik Terlampir
Mei 2015 3 titik Terlampir
Juni 2015 14 titik Terlampir
Juli 2015 591 titik Terlampir
Agustus 2015 1260 titik Terlampir
September 2015 420 titik Terlampir
Oktober 2015 128 titik Terlampir
November 2015 23 titik Terlampir
Desember 2015 8 titik Terlampir

1.3 Bahwa data hotspot tersebut menunjukkan indikasi terjadinya


peristiwa kebakaran hutan sejak Maret 2015 berlanjut hingga
Desember 2015, yang kejadiannya berada di titik koordinat lokasi
IUP-B Tergugat; --------------------------------------------------------------
1.4 Bahwa laporan dan data sebagaimana butir 1.2 dan 1.3 diatas telah
dibenarkan oleh ahli kebakaran hutan dan lahan dari Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Bambang
Hero Saharjo, M.AGR; ------------------------------------------------------
1.5 Bahwa data dan informasi tersebut dijadikan landasan bagi Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Jambi, melalui Surat
Penugasan Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor ST-
10/SJ.2/2015 tanggal 14 September 2015 tentang Pengambilan
Sampel Tanah dan Surat Penugasan Nomor ST-12/SJ.2/2015
tertanggal 14 September 2015 tentang Pengambilan Sampel Udara,
untuk membentuk dan menugaskan suatu tim lapangan yang
beranggotakan para ahli dan staf Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan serta Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)
Provinsi Jambi yaitu:
- Yose Rizal, S.IP. (Kepala Sub Bidang Gugatan Penyidikan
KLHK); -------------------------------------------------------------------
- Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr (Kepala Laboratorium
Kebakaran Hutan dan Lahan - IPB); ---------------------------------
- Dr. Ir. Basuki Wasis (Ahli Kerusakan Lahan – IPB); --------------
- Ir. Rusmania Batang Taris (Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) Provinsi Jambi); ----------------------------------------------
- Taruna Utama, (Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)
Provinsi Jambi) selanjutnya disebut; ---------------------------------
“Tim Lapangan”; -----------------------------------------------------
1.6 Bahwa hasil pemeriksaan Tim lapangan yang dilakukan pada tanggal
22 - 23 September 2015 dan 15 - 16 Januari 2016, berkoordinasi
dengan Kepolisian Republik Indonesia, didampingi oleh: --------------
- Yose Rizal, S.IP. (Kepala Sub Bidang Gugatan Penyidikan
KLHK); -------------------------------------------------------------------
- Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr (Kepala Laboratorium
Kebakaran Hutan dan Lahan - IPB); ---------------------------------
- Dr. Ir. Basuki Wasis (Ahli Kerusakan Lahan – IPB); --------------
- Ir. Rusmania Batang Taris (Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) Provinsi Jambi); ----------------------------------------------
- Taruna Utama, (Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)
Provinsi Jambi) selanjutnya disebut; ---------------------------------
1.7 Bahwa untuk melakukan pengamatan dan verifikasi lapangan
(ground checking) di lokasi dimana titik-titik panas (hotspot)
tersebut terlihat, yaitu di Desa Bukit Batu, Kecamatan Sungai
Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi masing-masing pada
tanggal 22 - 23 September 2015 dan 15 - 16 Januari 2016; ------------
1.8 Bahwa tujuan dari pengecekan dan verifikasi lapangan adalah agar
tim dapat memberikan kesimpulan kepada Badan Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Jambi tentang: --------------------------------------------
(1) Apakah telah terjadi kebakaran lahan yang disebabkan oleh
kegiatan pembakaran lahan? ----------------------------------------
(2) Apakah kebakaran terjadi di lokasi lahan Tergugat? ------------
(3) Apakah terjadinya kebakaran tersebut telah mengakibatkan
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup? --------------
1.9 Bahwa pemeriksaan lapangan pada tanggal 22 - 23 September 2015
dan 15-16 Januari 2016 dilakukan oleh Tim Lapangan berkoordinasi
Kepolisian Republik Indonesia dan Pemerintah. -------------------------
Selanjutnya, Tim Lapangan bersama-sama dengan pihak Tergugat
juga memeriksa lokasi bekas terbakar yang berada di Desa Bukit
Batu, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi
Jambi yaitu di: ----------------------------------------------------------------
 Kecamatan Sungai Manau : -------------------------------------------
S 020 2‟ 28‟. 4928”
1. Pada Koordinat
E 101054‟43.1532”
S 020 2‟43.7136” ;
2. Pada Koordinat
E 101054‟37.8864”
S 020 2‟50.3052” ;
3. Pada Koordinat
E 101054‟41.112”
S 020 2‟50. 5464” ;
4. Pada Koordinat
E 101054‟41.8752”
S 020 42.1764” ;
5. Pada Koordinat
E 1050 54„41‟4396”
S 020 2‟16.7568” ;
6. Pada Koordinat
E 101054‟42.2748”
S 020 2‟18.8664”;
7. Pada Koordinat
E 1010 54„44. 3916”
S 020 2‟32.4996”;
8. Pada Koordinat
E 101054‟43.2252”

Bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap Blok-blok tersebut, Tim Lapangan


menemukan fakta-fakta sebagai berikut : ----------------------------------------
(1) Ditemukan blok tanaman petak tanaman Sawit yang terbakar di
Desa Bukit Batu, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi diantaranya pada petak : ----------------

STI 4110 STI 4120 STI 5130 STI 5140


STI 5170 STI 5180 STI 5020 STH 4050
STH 4180 STH 5150 STH 5160 STH 4170
STH 5140 STH 5130 STH 4130 STH 4120
STH 4100 STH 5100 STI 2010 STI 2200
STI 2050 STI 2040 STI 5046 STI 7689

(2) Ditemukan blok tanaman petak tanaman Sawit yang terbakar di


Desa Bukit Batu, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi diantaranya pada petak Blok O, N, E,
P, Q dan D di sebagaimana Peta blok tanaman Sawit Tergugat
yang diakui terjadi sejak Maret 2015 sampai dengan Desember
2015; ----------------------------------------------------------------------
(3) Tanaman yang terbakar tersebut waktu penanamannya berbeda,
yaitu mulai tahun tanam 2010 hingga 2013. Menurut pihak
perusahaan diketahui bahwa tanaman Sawit ditanam pertama
kali tahun 2010 sebanyak 4.500 ha; 2011 sebanyak 3.000 ha;
tahun 2012 sebanyak 2.000 ha dan tahun 2013 sebanyak 3.500
ha; sehingga seluruh areal yang ditanam di Kec. Sungai Manau
adalah 13.000 Ha. -------------------------------------------------------
(4) Berdasarkan verifikasi lapangan diketahui bahwa benar titik
koordinat lokasi lahan bekas terbakar berada di wilayah usaha
Tergugat setelah dicek dengan peralatan Global Positioning
System (GPS). -----------------------------------------------------------
(5) Berdasarkan verifikasi lapangan diketahui bahwa karyawan di
Sungai Manau sebanyak 53 orang, juga memiliki pasukan
pemadam yang terdiri dari 1 tim dengan anggota sebanyak 6
orang, yang pada kenyataanya berbeda dengan kondisi di
lapangan. -----------------------------------------------------------------
(6) Berdasarkan verifikasi lapangan diketahui bahwa sarana
prasarana pengendalian kebakaran di Sungai Manau sangat
minim yaitu: tidak terdapat menara pengawas api, papan
peringatan sangat terbatas, alat pompa pemadaman Shibaura 4
buah, alat pompa pemadam Tohatsu 2 buah, Minstriker 2 buah,
selang terbatas dan sudah tua. Selain itu terdapat gudang
penyimpanan peralatan bersatu dengan ATK, dengan bangunan
gedung tidak begitu baik dan tidak memadai. -----------------------
1.10 Bahwa berdasarkan hasil penelitian anggota Tim Lapangan yakni
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.AGR., Ahli Kebakaran
Hutan dan Lahan dari Institut Pertanian Bogor, ditemukan tanda-
tanda fisik bekas kebakaran, sebagai berikut: ----------------------------
(i) Berdasarkan verifikasi lapangan diketahui bahwa tanaman Sawit
yang terbakar baik pada Kecamatan Sungai Manau tampak
secara visual tidak terlalu baik, karena banyak ditemukan gulma
dan tumbuhan bawah di permukaan lahan tanaman. ---------------
(ii) Berdasarkan verifikasi lapangan diketahui pula bahwa bagian
terluar dari tanaman yang terbakar di Kecamatan Sungai Manau
tidak berbatasan langsung dengan perkampungan penduduk,
karena jaraknya sangat jauh sekitar 5 km. ---------------------------
1.11 Bahwa kondisi di bekas lahan terbakar tepatnya di Blok STI - 4110
dipenuhi dengan log kayu bekas terbakar yang telah ditanami kelapa
sawit, pada koordinat S 02º2‟28.4928” ; E 101o54‟43. 1532” dengan
luas 29,5 hektar. Lahan terbakar merupakan kawasan gambut yang
dilindungi (kawasan konservasi) karena ketebalan gambut mencapai
lebih dari 3 (tiga) meter, dimana yang terkena dampak berada pada
kedalaman 20–30 centimeter. Sementara fakta lapangan
menunjukkan bahwa pada lahan gambut dengan bagian tunggak
pohon hutan alam yang kering, kedalaman gambut yang terbakar
dapat mencapai lebih dari 50. Ketebalan lahan gambut lebih dari 3
(tiga) meter yang terbakar diantaranya berada pada Koordinat S
02º2‟28.4928”; E 101o54‟43.1532” dan koordinat S 02o2‟50.5464” E
101o54‟41.8752”, fakta ini diketahui berdasarkan pengeboran
ketebalan gambut dengan menggunakan bor gambut. -------------------
(i) Ditemukan adanya log pohon bekas tebangan hutan alam
yang terbakar dan log-log bekas terbakar yang tersusun
dalam rumpukan, pada koordinat S 02º2‟28.4928”; E
101o54‟43.1532”. ----------------------------------------------------
(ii) Ditemukan adanya lahan gambut yang tidak terbakar yaitu
ruas jalan yang menjadi pembatas antar blok atau petak yang
digunakan untuk transportasi kegiatan pengelolaan kebun
kelapa sawit, pada koordinat S 02o2‟50.5464” E
101o54‟41.8752”. ----------------------------------------------------
(ii) Pergerakan hotspot yang terus bergerak dari hari ke hari baik
yang melanjutkan hotspot hari sebelumnya maupun
timbulnya hotspot baru di lain petak baik di Kecamatan
Sungai Manau memastikan bahwa upaya pengendalian
kebakaran yang dilakukan oleh IUP-B PT Tucunan Palm
nyaris hampir tidak dilakukan, kalaupun dilakukan itu diduga
dilakukan ketika api akan menuntaskan tugasnya
menghanguskan isi petak tersebut. --------------------------------
(iv) Areal lahan kebun kelapa sawit tidak dilengkapi dengan
papan peringatan tentang larangan penggunaan api,
kelengkapan peralatan sebagai perlindungan dari ancaman
bahaya kebakaran baik pencegahan maupun pemadaman.-----
(v) Sarana dan prasarana pengendalian kebakaran di Kecamatan
Sungai Manau seperti early warning sistem, early detection
system, sistem komunikasi, peralatan pemadaman, personil
pemadam tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan sesuai
peruntukannya, hal tersebut didukung pula oleh alat
transportasi, akses jalan yang tidak memadai sehingga upaya
pengendalian nyaris tidak dilakukan dan akhirnya dibiarkan. -
(vi) Ditemukan pola pengeringan air pada lahan gambut dengan
sistem bertingkat menggunakan saluran tersier (kanal)
dengan lebar sekitar 1 - 1.5 meter dengan kedalaman sekitar 1
meter dari kedalaman gambut yang lebih dari 3 meter yang
berdampingan dengan saluran sekuder sehingga seolah-olah
berada diatasnya. Saluran tersier tersebut berfungsi untuk
mengalirkan air dari lapisan gambut atas sehingga
mengakibatkan gambut akan mengalami pengeringan pada
bagian permukaannya dan menjadi sensitif terhadap
kemungkinan terjadinya kebakaran;-------------------------------
(vii) Tampak adanya log-log bekas pohon hutan alam yang
ditebang berjumlah sekitar 60 ton/hektar yang digunakan
sebagai bahan bakar untuk membakar atau membuat jadi
terbakar pada Blok STI - 4110;-------------------------------------
(vii) Kebakaran terjadi pada berbagai lokasi di Desa Bukit Batu,
Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi
Jambi namun upaya pengendalian khususnya pemadaman
tidak dilakukan, meskipun air tersedia cukup banyak di dalam
kanal yang bersebelahan dengan petak yang sedang terbakar.
1.12 Bahwa Perkebunan kelapa sawit perlu dikendalikan dengan sistem
manajemen penngendalian terstruktur yang telah diatur di pasal 13,
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. -------------------------------------------
a. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
b. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: ---------------------
a) pencegahan; --------------------------------------------------------
b) penanggulangan; dan ----------------------------------------------
c) pemulihan. ----------------------------------------------------------
c. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan
tanggung jawab masing-masing. --------------------------------------
Sehingga berdasarkan fakta-fakta lapangan tersebut, maka
TERBUKTI secara faktual dan tidak terbantahkan telah terjadi
KEBAKARAN di lokasi perkebunan milik TERGUGAT. ----------------

2. TERGUGAT MEMBUKA LAHAN DENGAN CARA MEMBAKAR


ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM
1.1 Bahwa kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini
secara tegas dan lugas mengatur norma LARANGAN membuka lahan
perkebunan dengan cara membakar;-----------------------------------------
1.2 Bahwa larangan yang dimaksud terdapat dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
b Undang-Undang Lingkungan Hidup, yang berbunyi:
Setiap orang DILARANG:
………, Melakukan Pembukaan lahan dengan cara
membakar; ……….
I. Ketentuan tersebut dipertegas lebih lanjut dengan peraturan
peraturan pelaksana dari UU Lingkungan Hidup, antara lain:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tanggal 5 Pebruari
2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran
Lingkungan Hidup (“PP 4/2001”) dimana Pasal 11 PP 4/2001
mengatur: “Setiap orang DILARANG melakukan kegiatan
pembakaran hutan dan/atau lahan”.-------------------------------
2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010
tanggal 28 Januari 2010 tentang Mekanisme Pencegahan
Pencemarandan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Yang
Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan/ atau Lahan “Permen
LH 10/2010”) mengatur dalam Pasal 3 bahwa: “Penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan hutan
dan/atau lahan wajib melakukan Pembukaan Lahan Tanpa
Bakar” (atau disingkat dengan “PLTB”).---------------------------
II. Bahwa senafas dengan ketentuan pelarangan dalam UU
Lingkungan Hidup, hal yang sama juga diatur dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (selanjutnya “
UU Perkebunan”) yang menjadi dasar diterbitkannya Izin Usaha.
Pasal 26 UU Perkebunan menyebutkan: “Setiap pelaku usaha
perkebunan DILARANG membuka dan/atau mengolah lahan
dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran
dan perusakan fungsi lingkungan hidup”. -----------------------------
III. Bahwa oleh karena berdasarkan dalil-dalil diatas terbukti
membakar lahan untuk keperluan pembukaan lahan perkebunan
adalah perbuatan yang melanggar norma undang-undang,
maka membuka lahan dengan cara bakar dapat dikualifisir
sebagai suatu perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 Kitab Undang–Undang
Hukum Perdata (KUHPer) telah terpenuhi.----------------------------
3. TERGUGAT SENGAJA MEMBUKA LAHAN DENGAN CARA
MEMBAKAR YANG TIDAK SESUAI DENGAN ATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
3.1 Bahwa terbukti Tergugat telah dengan sengaja membakar lahan
gambut untuk keperluan pembukaan lahan kelapa sawit tersebut
berdasarkan fakta-fakta yang akan diuraikan dibawah ini; -------------
3.2 Bahwa berdasarkan Izin Usaha serta sesuai dengan rencana kerja
tahunan yang seharusnya dimiliki oleh setiap perusahaan
perkebunan, pembukaan lahan gambut dapat dilaksanakan oleh
Tergugat dengan menaati ketentuan yang telah digariskan dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa
Sawit; --------------------------------------------------------------------------
3.3 Fakta bahwa Tergugat telah membuka lahan gambut miliknya
terbukti dengan adanya lahan gambut yang terbakar, yang setelah itu
lahan tersebut yelah disiapkan untuk ditanami; --------------------------
3.4 Bahwa Tergugat telah memerintahkan pihak lain untuk
melaksanakan kegiatan pembukaan lahan pada areal seluas kurang
lebih 13.200 hektar dengan rincian sebagai berikut:
No. Jenis Pekerjaan Volume Satuan
1. Imas 500 Ha
2. Tumbang 500 Ha
3. Stacking 1.500 Ha
4. Potong/ Cuci Tanggul 1.500 Ha
5. Membuat Parit HGU 2.500 Ha
4X4
6. Membuat Parit 2.500 Ha
Peringgan 2 X 2
7. Membuat Parit Batas 4.200 Ha
Blok 2 x 2

3.5 Bahwa berdasarkan dokumen a quo terbukti bahwa pembukaan


lahan dengan metode bakar juga dipraktikan oleh Tergugat; ----------
3.6 Bahwa setiap peristiwa kebakaran lahan, termasuk di areal milik
Tergugat, tidak mungkin terjadi dengan sendirinya tanpa melibatkan
3 (tiga) faktor yaitu bahan bakar, oksigen dan didukung oleh adanya
sumber penyulutan, ketiga faktor ini dikenal dengan nama segitiga
api atau fire triangle; ---------------------------------------------------------
3.7 Bahwa terjadinya kebakaran selalu melewati suatu proses yang
disebut dengan “combustion processes” melalui lima tahapan yaitu
pra-penyalaan, penyalaan, pemijaran, pembaraan, dan periode
terakhir yaitu selesai terbakar karena tidak tersedianya energi yang
cukup; --------------------------------------------------------------------------
3.8 Bahwa dalam perkara a quo, terbukti sumber penyulutan berasal dari
dalam areal Tergugat, dimana hal tersebut dipastikan dengan
terdeteksinya hotspot (titik panas) di dalam areal tersebut yang
terdeteksi sejak bulan Maret 2015; -----------------------------------------
3.9 Bahwa berdasarkan data satelit yang menunjukkan hotspot (titik
panas) tampak mengelompok pada suatu lokasi tertentu khususnya
pada areal yang sedang dibuka/di land clearing dan berlangsung
selama bertahun - tahun khususnya pada 3 tahun terakhir, sarana dan
prasarana pengendalian kebakaran sangat minim bahkan hampir
dikatakan tidak ada sehingga kebakaran yang terjadi cenderung
dibiarkan, serta tidak ditemukan kapur pada bagian permukaan yang
seharusnya digunakan sebagai bahan untuk menaikkan pH pada
tanah gambut ber pH rendah, dengan dasar ini maka patut diduga
bahwa kegiatan pembukaan lahan / land clearing telah dilakukan
dengan cara membakar dengan melalui beberapa tahapan, yaitu:
3.9.1 Log dari pohon hutan alam bekas ditebang sebagian tetap
dibiarkan apa adanya di areal pembukaan lahan sementara
sebagian lagi ditumpuk dalam bentuk rumpukan; --------------
3.9.2 Pembangunan kanal dilakukan sebelum kegiatan dilakukan; -
3.9.3 Pengeringan log bekas tebangan yang merupakan bahan
bakar pada areal penyiapan lahan dilakukan menggunakan
sinar matahari; -------------------------------------------------------
3.9.4 Pembakaran log bekas tebangan hutan alam yang telah
dikeringkan menggunakan sinar matahari yang kemudian
berfungsi sebagai bahan bakar dilakukan secara langsung
maupun secara tidak langsung melalui pembiaran (omission);
3.9.5 Pada lahan bekas dibakar kemudian dipasang ajir sebagai
tanda tempat tanaman akan ditanam; -----------------------------
3.9.6 Pembuatan lubang tanaman dilakukan pada lokasi yang
ditandai dengan ajir tanaman. Penanaman kelapa sawit pada
lubang tanam yang dibuat sebelumnya yang ditandai dengan
ajir tanaman tanpa pemberian pupuk apapun di dalam lubang
tanaman; --------------------------------------------------------------
3.10 Bahwa sudah sepatutnya Tergugat mengetahui bahwa pembangunan
kebun kelapa sawit di areal bergambut sangat sensitif terhadap
kemungkinan terjadinya kebakaran; ---------------------------------------
3.11 Bahwa meskipun telah mengetahuinya, terbukti Tergugat
membangun kanal yang bertujuan untuk mengurangi kuantitas air
pada lahan gambut yang dibuka khususnya pada lapisan atas
sehingga lahan dapat ditanami kelapa sawit, sehingga patut diduga
Tergugat sengaja ingin mengeringkan tanah gambut atau membuat
tanah gambut tersebut menjadi kering;------------------------------------
3.12 Bahwa fakta berikutnya yang menunjukkan adanya kesengajaan
Tergugat membuka lahan gambut dengan cara membakar terlihat
dari log-log bekas pohon hutan alam yang bertebaran di permukaan
lahan yang telah dibuka yang kemudian disusun dalam rumpukan
dan setelah itu dikeringkan dibawah terik sinar matahari. Akibatnya,
dalam kondisi bagian permukaan lahan bergambut mengering,
rumpukan kayu yang berada di atas permukaannya tersebut juga
akan mengering dan dapat menjadi bahan bakar, sehingga akan
sangat mudah terbakar apabila terkena sumber api baik secara
langsung maupun tidak langsung; ------------------------------------------
3.13 Bahwa hasil rekaman citra satelit MODIS menunjukkan titik panas
(hotspots) terjadi pada saat Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus,
September, Oktober, November dan Desember 2015 membuktikan
bahwa titik panas tersebut bersumber dari wilayah yang sedang
terbakar. Sehingga patut diduga kebakaran terjadi pada saat dan terus
berlanjut setelah adanya aktifitas pembukaan lahan di lokasi
perkebunan Tergugat. Bahwa dengan demikian terdapat persamaan
waktu (tempus) dan tempat (locus) antara saat terjadinya kebakaran
dengan lokasi dimana pembukaan lahan tersebut dilakukan; ----------
3.14 Fakta lain yang membuktikan bahwa kebakaran yang terjadi di
wilayah Tergugat disebabkan karena aktifitas pembukaan lahan
terlihat dari hasil foto udara pada tanggal 03 Maret 2015, yang
memperlihatkan kebakaran lahan telah menimbulkan asap tebal
setinggi lebih kurang 70-80 meter, yang berhasil diambil gambarnya
oleh Saudara Data dan Saudari Dini. Pengambilan gambar mana
dilakukan pada lokasi titik koordinat S 02o 2‟18. 8664” E 101o 54„44.
3916 “; ------------------------------------------------------------------------
3.15 Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka selayaknya dan
sepatutnya sudah dapat diduga bahwa kebakaran yang terjadi di
lokasi Tergugat disebabkan oleh pembukaan lahan dalam rangka
penyiapan lahan untuk pembangunan kebun kelapa sawit; -------------
3.16 Bahwa selain fakta-fakta tersebut, mohon kiranya Majelis Hakim
Yang Terhormat dapat mencermati penggunaan struktur biaya
pembukaan lahan yang menurut analisis Penggugat sangat tidak
wajar untuk suatu pembukaan lahan dengan metode/cara tidak
membakar atau disingkat PLTB;--------------------------------------------
3.17 Bahwa bila menggunakan metode PLTB, maka biaya normal yang
diperlukan adalah sekitar Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta
Rupiah) / hektar. Sehingga total biaya yang mestinya dikeluarkan
untuk membuka lahan yang luasnya 1000 hektar adalah sebesar Rp.
40.000.000.000,- (empat puluh miliar Rupiah). Sementara SPK
Tergugat hanya membayar biaya sebesar Rp. 8.946.667 (delapan juta
sembilan ratus empat puluh enam ribu enam ratus enam puluh tujuh
Rupiah)/hektar, dengan rincian sebagai berikut:
4.7.1 Imas = 300 Ha x Rp 250.000 = Rp 75.000.000,-
4.7.2 Tumbang = 300 Ha x Rp 800.000 = Rp 240.000,-
4.7.3 Stacking =300Ha x Rp 4.000.000 = Rp 1.200.000.000
4.7.4 Potong Tunggul = 300 Ha x Rp 150.000 = Rp 45.000.000
4.7.5 Parit HGU = 3.700 mtr x Rp 40.000 = Rp. 148.000.000
4.7.6 Parit Pringgan = 14.800 mtr x Rp20.000 = Rp 296.000.000
4.7.7 Parit Blok 2x2 = 34.000 mtr x Rp20.000 = Rp. 680.000.000
Sehingga total biaya adalah = Rp. 2.684.000.000,-
Sehingga jelas terbukti bahwa Tergugat membuka lahan dengan
biaya jauh dibawah biaya normal bila menggunakan metode
PLTB; -------------------------------------------------------------------------
3.18 Bahwa dari hasil Berita Acara Verifikasi Sengketa Lingkungan
Hidup tertanggal 2 Desember 2015, di Lapangan pada lokasi
kabakaran milik Tergugat, ditemukan fakta bahwa: ---------------------
(1) Bahwa api pertama ditemukan pada 15 Februari 2015; -----------
(2) Ditemukan lahan bekas terbakar di Kecamatan Sungai Manau,
berdasarkan penjelasan dilapangan kawasan yang terbakar
berada di estate O, N, E, P, dan Q. terdiri dari 20-30 petak dan
satu petak luasnya mencapai 20-25 ha; ------------------------------
(3) Dipetak O 1240 ditemukan tanaman Sawit yang terbakar yang
sudah dipanen/ditebang tapi belum sempat ditarik keluar dengan
diameter berkisar antara 20-38 cm dst. -------------------------------
3.19 Bahwa berdasarkan seluruh fakta tersebut di atas, maka terbukti
dengan membandingkan perhitungan biaya pembukaan lahan dengan
metode PLTB, maka jelas sekali nilai kontrak pembukaan lahan
Tergugat terbukti sangatlah rendah dan cenderung tidak wajar,
sehingga patut diduga perhitungan bukan dibuat atas dasar PLTB
(baik secara manual, mekanik dan / atau kimiawi), namun, bahwa
kebakaran yang terjadi di lokasi Tergugat dilakukan oleh Tergugat
karena mendukung penyiapan lahan untuk pembangunan areal
perkebunan kelapa sawit dengan biaya murah dan cara cepat; ---------
3.20 Bahwa melihat fakta-fakta diatas maka cukuplah beralasan untuk
mengatakan telah ada hubungan kausalitas antara peristiwa
kebakaran dengan “maksud” atau “intent” Tergugat untuk membuka
areal perkebunan kelapa sawit dengan cara membakar lahan; ---------
3.21 Bahwa sesuai doktrin perbuatan melawan hukum, “maksud” atau
“intent” dari pihak pelaku untuk berbuat sesuatu yang diketahuinya
atau diperkirakannya akan mengakibatkan kerusakan atau
menimbulkan kerugian sudah dapat dianggap sebagai suatu unsur
kesengajaan dari perbuatan tersebut (Vide Halaman 47 Buku
Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Munir
Fuady, S.H., LL.M); --------------------------------------------------------
3.22 Bahwa unsur kesengajaan Tergugat sepatutnya dianggap sudah
terbukti dengan adanya “klausula bakar” yang tidak lain dapat
diartikan bahwa lahan dapat dibuka dengan cara membakarnya.
Bahwa tentulah amat logis bila klausula tersebut diartikan oleh
siapapun yang menjadi kontraktor atau pihak yang melaksanakan
pembukaan lahan sebagai suatu perintah, permintaan, atau perbuatan
menyuruh dari Tergugat untuk membuka lahan dengan cara bakar
atau setidak-tidaknya membiarkan kebakaran tersebut terjadi oleh
karena struktur harga/biaya yang sangat dibawah standar PLTB; -----
3.23 Bahwa lebih lanjut dengan melihat fakta-fakta lapangan setelah
terjadinya kebakaran, maka hubungan kausalitas yang sangat erat
antara terbakarnya lahan dengan tujuan akhir yang diinginkan
Tergugat (yaitu membuka lahan dengan biaya murah dan cara cepat)
sudah dengan sendirinya membuktikan unsur kesengajaan tersebut
dan hal ini dibuktikan dengan lahan yang terbakar adalah merupakan
bagian dalam Rencana Kerja Tahunan 2014 (RKT 2014); -------------
3.24 Bahwa berdasarkan verifikasi lapangan yang dilakukan pada tanggal
15 Januari 2016, tampak dengan jelas lahan langsung/segera
ditanami kelapa sawit setelah terbakar, sebagaimana yang
ditunjukkan dari hasil pengecekan lapangan dikarenakan secara
ilmiah abu/arang sisa-sisa bekas kebakaran akan meningkatkan pH
tanah 3,95 sehingga menjadi 5,8 sehingga meningkatkan kesuburan;
3.25 Bahwa selain itu, terbakarnya lahan sama sekali tidak menimbulkan
kerugian bagi Tergugat, bahkan justru memberikan keuntungan
secara ekonomis. Karena dengan terbakarnya lahan, Tergugat tidak
perlu mengeluarkan biaya atau belanja modal (capital exditure)
untuk membeli mesin dan peralatan yang dibutuhkan untuk
membuka lahan. Dengan terbakarnya lahan, Tergugat tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membeli kapur yang digunakan untuk
meningkatkan pH gambut dan biaya pengadaan pupuk dan
pemupukan karena sudah digantikan dengan adanya abu dan arang
bekas kebakaran, serta biaya pengadaan/pembelian pestisida untuk
mencegah ancaman serangan hama dan penyakit. Tergugat juga
diuntungkan karena jelas akan memangkas biaya operasional seperti
upah tenaga kerja, bahan bakar, serta biaya-biaya lain yang
dibutuhkan apabila pembukaan lahan dilakukan dengan cara PLTB
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terbakarnya lahan juga akan menguntungkan dari segi waktu karena
proses “pembersihan” lahan menjadi lebih cepat sehingga dapat
segera ditanami dan mudah dikerjakan. Apalagi tanah gambut yang
terbakar akan menyebabkan zat-zat hara yang dikandungnya
terangkat ke atas sehingga dapat memberikan kesuburan pada tanah
untuk ditanami kelapa sawit; -----------------------------------------------
3.26 Bahwa fakta-fakta kebakaran terjadi di lahan Tergugat, Tergugat
sendiri tidak melarang kontraktor pembukaan lahan melakukan
pembakaran lahan, bukti bahwa lahan gambut sengaja dikeringkan
serta adanya rumpukan kayu kering yang sengaja dijadikan bahan
bakar telah cukup membuktikan bahwa jelas-jelas terjadinya
peristiwa kebakaran tersebut sangat diinginkan sendiri oleh
Tergugat, sehingga secara hukum patut diduga maksud dan
kepentingan Tergugat terhadap terbakarnya lahan yaitu agar dapat
membuka lahan gambut dan selanjutnya memanfaatkannya untuk
penanaman kelapa sawit dengan harga yang murah dan waktu yang
cepat sudah sepatutnya dianggap terbukti.--------------------------------
3.27 Bahwa menurut kesimpulan Ahli Kerusakan Tanah dan Lingkungan
Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si yang diambil setelah melakukan
pengecekan lapangan (ground check) serta analisis hasil
laboratorium atas tanah di bekas kebakaran (Vide Surat Keterangan
Ahli Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si), Ahli menyimpulkan secara ilmiah
telah terjadi kerusakan lahan gambut atau lahan basah akibat
pembiaran kebakaran di lokasi Tergugat dengan luas 10.500 hektar;
3.28 Bahwa mengacu kepada fakta-fakta diatas, terbukti terjadinya
peristiwa kebakaran tersebut memang diinginkan oleh Tergugat
sendiri. Dengan adanya faktor “maksud” dan “tujuan” yang inherent
dalam peristiwa kebakaran tersebut, maka dengan demikian terbukti
pula unsur kesengajaan Tergugat dalam kebakaran tersebut; ----------
3.29 Bahwa oleh karena Tergugat memiliki kepentingan atas terbakarnya
lahan yang dengan demikian membuktikan unsur kesengajaannya,
maka Tergugat wajib bertanggungjawab atas kerusakan tanah
gambut yang ditimbulkan oleh kebakaran di atas lahan perkebunan
milik Tergugat; ---------------------------------------------------------------
3.30 Bahwa Tergugat telah sengaja membiarkan lahannya terbakar, juga
terbukti dari tidak memadainya sarana, prasarana, SOP dan petugas
untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran sehingga tidak
memadai pula upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran sebagaimana dibuktikan dengan fakta-fakta
paskakebakaran, sehingga unsur kesalahan Tergugat telah terbukti; --
3.31 Bahwa dengan demikian perbuatan Tergugat telah memenuhi
kualifikasi perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang
dapat dituntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata; ----------------------------------------------------
3.32 Bahwa oleh karenanya layak dan beralasan hukum Majelis Hakim
yang mengadili perkara ini menyatakan Tergugat telah melakukan
Perbuatan Melanggar Hukum; ----------------------------------------------
3.33 Bahwa khususnya dalam perbuatan melanggar hukum yang
merugikan lingkungan, pertanggungjawaban Tergugat sebagai
pemilik lahan perkebunan dapat dituntut sesuai dengan prinsip
tanggungjawab mutlak (strict liability) yang dianut oleh UU
Lingkungan Hidup, dimana pelaku usaha wajib bertanggungjawab
mutlak atas kerusakan lingkungan oleh karena dampak yang
diakibatkan dari usahanya dapat menimbulkan ancaman serius bagi
lingkungan;--------------------------------------------------------------------
3.34 Bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menerapkan
penemuan hukum yang luas (rechtsvinding) dengan menerapkan
prinsip kehati-hatian terhadap pelaku usaha yang memanfaatkan
hutan/lahan untuk maksud melindungi lingkungan sebagaimana
dalam, Yurisprudensi MA RI No : 1794K/Pdt/2004 dalam perkara
Putusan Mandalawangi, mohon putusan tersebut dijadikan bahan
pertimbangan Majelis Hakim yang memeriksa Perkara ini; ------------
3.35 Bahwa fakta-fakta di atas membuktikan Tergugat tidak melakukan
kewajiban hukumnya untuk mencegah dan menanggulangi
kebakaran sehingga menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup
dalam hal ini tanah gambut, perbuatan mana dapat dituntut
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata juncto Pasal 69 Undang-
Undang Lingkungan Hidup. ------------------------------------------------

4. SETIDAK-TIDAKNYA TERGUGAT TELAH LALAI MENCEGAH


DAN MENANGGULANGI KEBAKARAN
4.1 Bahwa fakta kebakaran yang terjadi setiap tahun secara terus
menerus telah pula membuktikan bahwa Tergugat telah lalai
melakukan kewajiban hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-
undang serta Izin Usaha yang berlaku dimana Tergugat diwajibkan
melakukan tindakan dan upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan/ atau lahan di lokasi kegiatan
usahanya;-----------------------------------------------------------------------
4.2 Kewajiban Hukum tersebut diatur dalam Pasal 56 ayat 1 dan 2 juncto
pasal 67 huruf C Undang-Undang No 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan sebagai berikut:
“ayat 1: Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang membuka dan /
atau mengolah lahan dengan cara membakar.” -------------------------
“ayat 2 : Setiap Pelaku Usaha Perkebunan berkewajiban memiliki
system, sarana, dan prasarana pengendalian kebakaran lahan dan
kebun.” -------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------ dan -----------------------------------
“huruf c : membuat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan
sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk
menanggulangi terjadinya kebakaran.” ----------------------------------
4.3 Lebih lanjut kewajiban-kewajiban tersebut dirinci dalam Pasal 12, 13
dan 14 PP 4/2001 yang berbunyi:
“Pasal 12 : Setiap orang berkewajiban mencegah terjadinya
kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau
lahan.
Pasal 13 : Setiap penanggungjawab usaha yang usahanya
dapat menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran
hutan dan atau lahan wajib mencegah terjadinya
kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi
usahanya.”
Pasal 14:
1) Setiap penanggungjawab usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai
untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di
lokasi usahanya.
2) Sarana dan prasarana pencegahan terjadinya kebakaran
hutan dan atau lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
a. Sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran
hutan dan atau lahan;
b. Alat pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan;
c. Prosedur operasi standar untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau
lahan;
d. Perangkat organisasi yang bertanggungjawab dalam
mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan
dan atau lahan;
e. Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan
secara berkala”.
4.4 Bahwa selain itu, kewajiban untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran juga melekat pada Izin Usaha sebagai
dasar beroperasinya usaha perkebunan Tergugat. Bahwa Izin Usaha
diberikan dengan syarat Tergugat harus melaksanakan pembukaan
lahan tanpa bakar serta mengendalikan kebakaran dan mengelola
sumber daya alam; -----------------------------------------------------------
4.5 Bahwa berdasarkan PP 4/2001 sebagai pelaku usaha, Tergugat wajib
mencegah terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan di lokasi
usahanya, dan untuk itu Tergugat diwajibkan untuk memiliki sarana
dan prasarana yang memadai agar dapat mencegah dan
menanggulangi setiap kebakaran yang timbul di wilayahnya; ---------
4.6 Bahwa sesuai peraturan teknis bidang perkebunan, Tergugat sebagai
pelaku usaha memiliki kewajiban untuk:
i) Menyediakan SOP pengendalian kebakaran; ----------------------
ii) Menyediakan sumber daya manusia: personil dan tenaga kerja
yang mempu mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran;
iii) Menyediakan sarana dan prasarana untuk pengendalian /
penanggulangan kebakaran; -----------------------------------------
iv) Memiliki organisasi dan sistem tanggap darurat; dan ------------
v) Menyediakan rekaman pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan, pemantauan dan pelaporan kebakaran, (Vide
Lampiran II Butir 3.3 - Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19
Tahun 2011 tanggal 29 Maret 2011, tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia). ------------
4.7 Bahwa dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL) sebagai dokumen kelayakan
lingkungan usaha juga mensyaratkan Tergugat untuk menyediakan
sarana dan prasarana yang cukup serta melakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang dapat timbul di
lokasi lahan perkebunannya; ------------------------------------------------
4.8 Bahwa berdasarkan Pasal 34 Peraturan Menteri Pertanian Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007, Perusahaan perkebunan yang telah
memiliki IUP, IUP-B atau IUP-P sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, wajib:
a. ….....
b. ….....
c. Memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk pembukaan lahan
tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; ----------------
d. Membuka lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam
secara lestari; -----------------------------------------------------------
e. Memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT); ---------
f. Menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. ---------------------

5. LAHAN GAMBUT YANG TERBAKAR ADALAH KAWASAN


YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
5.1 Bahwa diketahui dari hasil pengeboran di beberapa titik kordinat
S 02o2‟50.5464” E 101o 54‟41.8752” yang merupakan lokasi
perkebunan Tergugat, terbukti tanah gambut yang terbakar
berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter; -----------------------------------
5.2 Bahwa berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tanggal
25 Juli 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (“Keppres No.
32 Tahun 1990”) tanah gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau
lebih ditetapkan sebagai kawasan lindung (Vide Pasal 4 juncto Pasal
9 dan 10 Keppres No. 32 Tahun 1990); -----------------------------------
5.3. Bahwa berdasarkan dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) sebagai dasar
kelayakan lingkungan diperbolehkannya kegiatan usaha perkebunan
yang dibuat oleh Tergugat, dinyatakan bahwa “…areal lahan
pembibitan dan areal kebun mempunyai kedalaman lebih dari tiga
meter...”, sehingga dengan demikian Tergugat sendiri telah
mengetahui dan mengakui lahan yang berada dalam izinnya
mengandung gambut dengan ketebalan lebih dari 3 (tiga) meter; -----
5.4 Bahwa meskipun Tergugat telah mengetahui dan menyadari adanya
fakta bahwa sebagian tanah gambutnya memiliki ketebalan lebih dari
tiga meter yang seharusnya tidak boleh diusahakan untuk budidaya
sawit apalagi dengan cara membakar, Tergugat tetap saja membuka
lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawitnya, bahkan dengan
cara membakarnya, padahal jelas-jelas DIKETAHUINYA
melanggar Keppres 32/1990; -----------------------------------------------
5.5 Bahwa dengan fakta tersebut diatas, terbukti bahwa perbuatan
Tergugat yang membakar di lahan gambut dengan kedalaman tiga
meter telah melanggar hukum. ---------------------------------------------
5.6 Bahwa dengan adanya fakta-fakta hukum di atas, maka sudah cukup
membuktikan bahwa perbuatan Tergugat yang membuka lahan
gambut dengan kedalaman tiga meter telah melanggar larangan
membuka lahan gambut yang dilindungi apalagi dengan cara
membakarnya. ----------------------------------------------------------------
6. PERBUATAN TERGUGAT TELAH MELANGGAR IZINNYA
SENDIRI
6.1 Fakta ketiadaan sarana, prasarana, SOP pencegahan dan
penanggulangan kebakaran, serta gagal memenuhi upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebagaimana telah
diuraikan dalam dalil-dalil pada butir 5 diatas telah membuktikan
bahwa Tergugat telah melanggar ketentuan Izin Usaha;----------------
6.2 Bahwa Izin Usaha diberikan dengan suatu syarat perusahaan harus
melaksanakan kewajiban PLTB serta wajib mengendalikan
kebakaran dan mengelola sumberdaya alam;-----------------------------
6.3 Bahwa kegiatan Tergugat yang membakar lahan atau setidak
tidaknya membiarkan terjadinya kebakaran lahan tidak lagi sesuai
dengan syarat-syarat pemberian Izin Usaha sehingga telah melanggar
kewajiban hukum berdasarkan Izin Usaha. Dengan kata lain
Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena telah
melalaikan kewajiban hukum berdasarkan izin yang berlaku. ---------
6.4 Bahwa perbuatan Tergugat telah melanggar asas kepatuhan,
kesantunan dan tidak menghargai hak-hak yang melekat pada
masyarakat adat yang diakui negara dan sesuai dengan amanat UUD
1945 (hasil amandemen) pasal 18.B ayat 2 dan ayat 3, Tap MPR
No.XVII tahun 1998 tentang HAM (pasal 41) dan Tap MPR No.IX
tahun 2001 tentang pembaharuan Agraria dan PSDA (pasal 4), UU
Pokok-pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (pasal 5 dan pasal 56), UU
No.39 Tahun 1999 tentang HAM ((pasal 6), UU No.19 Tahun 2004
tentang Kehutanan (pasal 1 angka 4 jo pasal 4 ayat 3 jo pasal 67); ---
6.5 Bahwa Penggugat menuntut Tergugat dan Turut Tergugat untuk
memberikan ganti rugi dan meminta maaf karena tidak menghargai
adat istiadat masyarakat adat setempat; -----------------------------------
6.6 Bahwa sebagian lokasi lahan yang terbakar seluas 10.500 Hektar
merupakan hutan adat yang merupakan hak ulayat mata pencaharian
dan lingkungan hidup Masyarakat Adat Melayu Merangin, sesuai
tambo adat yang didasarkan pada batas alam, batas-batas hutan adat
yang sekarang menjadi Perkebunan Kelapa Sawit tersebut adalah :
Utara : Lahan Pertanian Masayrakat
Selatan : Kawasan Hutan
Timur : Perumahan Masyarakat dan Pedesaan
Barat : Sungai Beyuku
6.7 Bahwa Izin Usaha Perkebunan Untuk Budidaya (IUP-B), dasar
penguasaannya tanpa melibatkan masyarakat hukum adat sesuai
dengan Permenagraria/K.BPN No.9 Tahun 1999 Pasal 18 ayat 2
angka 2bb jo pasal 19 huruf d jo Pasal 104 jo pasal 107 dengan
sendirinya batal demi hukum, terjadinya penyalahgunaan izin
tersebut akibatnya menimbulkan dampak yang merugikan
Masyarakat Adat Melayu Merangin. Oleh karena itu, Penggugat
menuntut Tergugat memberikan ganti rugi/kompensasi atas rusaknya
tanah adat tersebut beserta dengan pengembalian fungsi guna dan
ekosistem tanah adat, termasuk hak-hak subsitutif yang melekat pada
masyarakat adat. --------------------------------------------------------------

7. KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN


LINGKUNGAN HIDUP DI LINGKUNGAN SEKITAR
PERKEBUNAN TERGUGAT
7.1. Bahwa akibat kebakaran di wilayah Tergugat telah menimbulkan
kerusakan bagi lingkungan dikarenakan rusaknya struktur tanah
gambut yang terdapat dalam KEL yang dilindungi oleh undang-
undang; ------------------------------------------------------------------------
7.2 Bahwa tanah gambut yang terbakar berada pada lapisan permukaan
atas dengan ketebalan rata-rata 10 centimeter, dengan total luas
lahan 10.500 hektar atau 105.000.000 meter persegi yang terdiri dari
beberapa blok yakni pada blok A dan E dan rusak yang tidak bisa
diperbaiki lagi yang sudah tentu berakibat mengganggu
keseimbangan ekosistem di lahan bekas terbakar tersebut. Kerusakan
tersebut terlihat dalam peta kerusakan yang memperlihatkan wilayah
yang terbakar (area terdampak) (Bukti P-40 PETA KERUSAKAN);-
7.3 Bahwa pembakaran tanah gambut tersebut telah mengakibatkan
terjadinya pencemaran udara karena selama pembakaran
berlangsung telah dihasilkan gas-gas rumah kaca yang terlepas ke
udara. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan
Seiler dan Crutzen (1980), gas – gas rumah kaca yang terlepas dari
hasil kebakaran lahan gambut terdiri dari:
7.3.1 13.500 ton karbon
7.3.2 4.725 ton CO2
7.3.3 49,14 ton CH4
7.3.4 21,74 NOx
7.3.5 60,48 ton NH3
7.3.6 50,08 ton O3
7.3.7 874,12 ton CO
7.3.8 1050 ton partikel, yang telah menyebabkan baku mutu
kualitas udara terlewati sehingga telah terjadi pencemaran
udara; (Vide Bukti Surat Keterangan Prof. Dr. Bambang
Hero);
7.4 Bahwa berdasarkan kesimpulan hasil penelitian Dr.Ir. Basuki Wasis,
MS, Ahli Kerusakan Lahan menyebutkan bahwa pembakaran lahan
yang dilakukan terhadap lahan gambut milik Tergugat telah
mengakibatkan kerusakan tanah gambut yang ditunjukkan dengan
parameter-parameter kerusakan kualitas tanah gambut; ----------------
7.5 Bahwa akibat lebih lanjut dari pencemaran udara dan kerusakan
tanah gambut tersebut telah mengakibatkan kerugian lingkungan
hidup yang nilai atau besarannya telah dihitung sesuai dengan
metoda yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.
7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yaitu dalam
Lampiran IV Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun
2014 tentang kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup khususnya Bab IV memiliki judul
“Contoh Penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup”, sebagai
berikut:
(1) Kerugian Ekologis
Kebakaran lahan yang berupa tanah gambut telah merusak
struktur lahan gambut sehingga kehilangan fungsinya sebagai
penyimpan air. Terbukti berdasarkan pengukuran di lapangan
bahwa kebakaran telah merusak lapisan permukaan gambut
dengan rata-rata ketebalan 10 centimenter dan akibat pemanasan
yang dihasilkannya telah merusak lapisan gambut setidak-
tidaknya sedalam 20-30 centimeter dengan luas 1000 hektar.
Akibat perusakan tanah gambut dengan ketebalan rata-rata 10
centimeter tersebut bila disetarakan dengan perusakan gambut
secara alami pada laju 0,5 – 0,6 cm per tahun maka setara
dengan hilangnya masa pakai tanah gambut selama 15 (lima
belas) tahun. Karena gambut memiliki sifat dan karakter daya
hisap air seperti selayaknya sponge, sehingga dengan rusaknya
tanah gambut tersebut, maka fungsi gambut sebagai penyimpan
air menjadi hilang setidak-tidaknya pada lapisan yang rusak
tersebut.
Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup,
maka kerugian yang ditimbulkan dengan hilangnya fungsi
penyimpan air akibat terbakarnya tanah gambut adalah sebesar
maka untuk seluas 1000 ha tersebut adalah sebesar Rp.
63.500.000.000,00., (enam puluh tiga milyar lima ratus juta
rupiah) sehingga untuk mengganti fungsi gambut yang rusak
sebagai tempat penyimpan air tersebut maka perlu dibangun
tempat penyimpanan air buatan dengan cara membuat reservoir
buatan. Reservoir tersebut harus mempunyai kemampuan
menyimpan air sebanyak 650m³/ha. Selain itu supaya reservoir
buatan tersebut harus tetap berjalan sebagaimana mestinya maka
diperlukan biaya pemeliharaan yaitu sekitar Rp 100.000.000,00 /
tahun, atau setara dengan Rp. 100.000.000,00 / tahun, atau
setara dengan Rp. 1.500.000.000,00 untuk jangka waktu 15
tahun. Karena gambut yang rusak adalah seluas 10.500 hektar,
maka reservoir yang dibuatpun untuk seluas areal tersebut
dengan kerugian akibat parameter-parameter ekologis yang
rusak dengan perincian sebagai berikut:
a. Biaya pembuatan reservoir
Untuk membangun penampungan air dengan kapasitas 650
m³/ha diperlukan reservoir berukuran lebar 20 m x panjang
215 m x tinggi 1.5 m. Biaya pembangunan per m² =
Rp.100.000,- per hektar lahan yang hilang, maka biaya
perhitungan reservoir untuk setiap hektar tanah gambut yang
hilang sebagaimana diatur, sebagai berikut: ---------------------
[(2 x 1.5 m x 20 m) + (2 x 1.5 m x 25 m) + (20 m x 25 m)] x
Rp.100.000,-/m² = 635 m² x Rp. 100.000/m² = Rp.
63.500.000,-/ha. Jadi biaya pembangunan reservoir buatan
untuk tanah gambut yang rusak seluas 10.500 ha adalah Rp.
63.500.000/ha x 10.500 ha = Rp. 666.750.000.000,- (Enam
ratus enam puluh enam miliar tujuh ratus lima puluh juta
rupiah). ----------------------------------------------------------------
b. Biaya pemeliharaan reservoir
Bahwa reservoir buatan yang dibangun tersebut untuk tetap
melaksanakan fungsinya maka harus dipelihara. Untuk itu
maka biaya pemeliharaan reservoir buatan selama 15 (lima
belas) tahun sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen
Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014 adalah Rp.
100.000.000/tahun x 15 tahun = Rp. 1.500.000.000,- (Satu
Milyar Lima Ratus Juta Rupiah). ---------------------------------
Sehingga biaya pemeliharaan reservoir buatan tersebut
adalah Rp. 1.500.000.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Juta
Rupiah). --------------------------------------------------------------
c. Pengaturan tata air
Berdasarkan metode perhitungan yang wajar, biaya
pengaturan tata air adalah sebesar Rp. 30.000,- per hektar
sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen Lingkungan
Hidup No. 7 Tahun 2014 sehingga biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengaturan tata air seluas 10.500 hektar
sebagaimana adalah sebesar Rp. 30.000/hektar x 10.500
hektar = Rp. 315.000.000,- ( Tiga Ratus Lima Belas Juta
Rupiah).----------------------------------------------------------------
Sehingga biaya untuk pengaturan tata air sebesar Rp.
315.000.000,- (Tiga Ratus Lima Belas Juta Rupiah). ----------
d. Pengendalian erosi
Biaya pengendalian erosi akibat tanah gambut yang terbakar
didasarkan pada besaran perhitungan sebesar Rp. 1.225.000,-
per ha sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen
Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014, maka biaya yang
dibutuhkan untuk pengendalian erosi untuk lahan seluas
10.500 ha yang rusak karena pembakaran adalah :
Rp.1.225.000/ha x 10.500 ha = Rp. 12.862.500.000,- (Dua
Belas Miliar Delapan Ratus Enam Puluh Dua Juta Lima
Ratus Ribu Rupiah). ------------------------------------------------
Sehingga biaya untuk pengendalian erosi sebesar Rp.
12.862.500.000,- (Dua Belas Miliar Delapan Ratus Enam
Puluh Dua Lima Ratus Rupiah). ----------------------------------
e. Pembentuk tanah
Biaya pembentukan tanah akibat rusak karena pembakaran
yakni sebesar Rp. 50.000,- per hektar sebagaimana diatur
dalam Permen LH No.7 tahun 2014 maka biaya yang
dibutuhkan untuk pembentukan tanah seluas 10.500 ha yang
rusak adalah: Rp. 50.000/ha x 10.500 ha = Rp. 525.000.000,-
(Lima Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah). ---------------------
Sehingga biaya untuk pembentukan tanah sebesar Rp.
525.000.000,- (Lima Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah). ---
f. Pendaur ulang unsur hara
Biaya pendaur ulang unsur hara yang hilang akibat
pembakaran sebagaimana diatur yakni sebesar Rp. 4.610.000
per ha sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen
Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014, sehingga untuk lahan
seluas 10.500 ha maka biaya yang dibutuhkan adalah sebesar:
Rp. 4.610.000/ha x 10.500 ha = Rp. 48.405.000.000.,-
(Empat puluh delapan miliar empat ratus lima juta rupiah). ---
Sehingga biaya untuk pendaur ulang unsur hara sebesar Rp.
48.405.000.000,- (Empat puluh delapan miliar empat ratus
lima juta rupiah). ----------------------------------------------------
g. Pengurai limbah
Biaya pengurai tanah yang hilang karena rusaknya gambut
akibat pembakaran sebagaimana diatur yakni sebesar Rp.
435.000 per ha, sebagaimana sebagaimana diatur dalam
Permen Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014 sehingga
untuk lahan seluas 10.500 ha maka dibutuhkan biaya: Rp.
435.000/ha x 10.500 ha = Rp. 4.567.500.000,- (Empat Miliar
Lima Ratus Enam Puluh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). -----
Sehingga biaya untuk pengendalian erosi sebesar Rp.
4.567.500.000,-(Empat Miliar Lima Ratus Enam Puluh Juta
Lima Ratus Ribu Rupiah). -----------------------------------------
(2) Kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan sumber
daya genetika :
a. Biaya kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati;-----
Biaya pemulihan bagi keanekaragaman hayati ini didasarkan
kepada perhitungan yakni sebesar US$300 (Rp. 2.700.000,-)
per ha sebagaimana diatur dalam Permen Lingkungan Hidup
No. 7 Tahun 2014 sebagaimana pada, sehingga untuk lahan
yang rusak seluas 10.500 ha dibutuhkan biaya:
Rp.2.700.000/ha x 10.500 ha =Rp. 28.350.000.000,- (Dua
Puluh Delapan Miliar Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah).-
b. Biaya kerugian akibat hilangnya sumberdaya genetika;--------
Pembakaran tanah gambut telah menghilangkan sumber daya
genetika termasuk mikro organisme tanah yang
peruntukannya sampai saat ini belum diketahui dan/atau yang
telah diketahui tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal.
Biaya kerugian akibat hilangnya sumberdaya genetika adalah
sebesar US$ 41 (Rp.410.000,-) per ha sebagaimana
sebagaimana diatur dalam Permen LH No. 7 Tahun 2014
sehingga untuk lahan seluas 10.500 ha diperlukan biaya
sebesar Rp.410.000/ha x 10.500 ha =Rp. 4.305.000.000,-
(Empat Miliar Tiga Ratus Lima Juta Rupiah). ------------------
(3) Kerugian akibat terlepasnya karbon ke udara (carbon release)
a. Biaya akibat pelepasan karbon sehingga menambah emisi
Gas Rumah Kaca di atsmophere; ----------------------------------
Akibat adanya pembakaran maka terjadi pelepasan karbon
sehingga untuk mengembalikannya perlu dilakukan kegiatan
pemulihan. Sebagaimana diatur dalam dibutuhkan biaya
sebesar US$ 10 (Rp. 90.000,-) untuk setiap ton karbon yang
dilepaskan sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen
Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014, sehingga untuk lahan
seluas 10.500 ha dibutuhkan biaya sebesar Rp. 90.000/ton x
33.075 ton = Rp. 2.976.750.000,- (Dua Milyar Sembilan
Ratus Tujuh Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Enam Puluh Ribu
Rupiah). ---------------------------------------------------------------
b. Perosot karbon (carbon reduction); -------------------------------
Dengan adanya penggunaan api dalam penyiapan lahan maka
terjadi perosotan karbon tersedia (carbon reduction), akibat
pohon yang berfungsi untuk menyerap CO2 kapasitasnya
menurun akibat terbakar. Sebagaimana diatur dalam biaya
rosot per ton karbon adalah US$ 10 (Rp. 90.000,-)
sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen Lingkungan
Hidup No. 7 tahun 2014 sehingga biaya yang diperlukan
untuk memulihkan daya rosot karbon sebesar 5.670 ton yang
berasal dari terbakarnya 10.500 ha tanah gambut adalah
sebesar: Rp.90.000/ha x 6118,875 ton = Rp.550.698.750.,-
(Lima Ratus Lima Puluh Juta Enam Ratus Sembilan Puluh
Delapan Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah ). --------------
Sehingga biaya yang harus dikeluarkan akibat kerugian
sebagaimana nomor (1), (2) dan (3) diatas berdasarkan
kerusakan ekologis, keanekaragaman hayati dan pelepasan
maupun perosotan karbon adalah sebesar Rp.
718.134.948.750,- ( Tujuh Ratus Delapan Belas Miliar
Seratus Tiga Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Empat Puluh
Delapan Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah). ---------------
(4) Kerugian ekonomis
Selain kerugian yang bersifat ekologis akibat kerusakan lahan
gambut, kabakaran juga telah menimbulkan kerugian ekonomis
yang dirinci sebagai berikut: -------------------------------------------
a. Hilangnya umur pakai
Akibat kegiatan pembakaran, maka umur pakai lahan
menjadi berkurang ± 15 tahun dibandingkan dengan
pembukaan lahan tanpa bakar. Untuk itu bagi tanaman yang
mulai berproduksi pada umur 4 tahun, maka rusaknya tanah
gambut dengan ketebalan rata-rata 5-10 centimeter telah
menghilangkan umur pakai lahan selama 11 tahun, sehingga
biaya yang telah hilang selama 11 tahun sebagaimana diatur
dalam adalah sebagai berikut : -------------------------------------
- Biaya penanaman untuk 10.500 Rp. 139.072.321.500,-
- Biaya pemeliharaan tahun pertama Rp. 48.798.480.000,-
- Biaya Pemeliharaan tahun ke-dua Rp 44.610.000.000,-
- Biaya pemeliharaan tahun ke-tiga Rp 64.650.000.000,-
- Biaya pemeliharaan tahun ke-empat Rp. 64.650.000.000,
- Biaya pemeliharaan tahun ke-lima Rp. 58.100.000.000
- Biaya pemeliharaan tahun ke-6 dan ke-7 Rp.
676.000.000.000
- Total biaya yang dibutuhkan untuk melakukan produksi
selama 15 tahun Rp. 1.095.880.801.500,-
- Biaya penjualan Rp. 1.452.000.000.000,-
Total biaya yang dibutuhkan untuk melakukan produksi
selama 15 tahun adalah Rp. 1.095.880.801.500,-
Hasil penjualan produksi Sawit selama 11 tahun (umur
produktif : 4-15 tahun) adalah Rp. 1.452.000.000.000,-
Keuntungan yang hilang karena pembakaran adalah :
Rp.1.452.000.000.000,-(hasil penjualan) –
Rp. 1.095.880.801.500,-(biaya produksi) =
Rp.356.119.198.500,-
Total kerugian/kerusakan yang terjadi secara ekologis (butir
nomor 1, 2 dan 3) serta hilangnya keuntungan secara
ekonomis (butir nomor (4) adalah sebesar Rp.
718.134.948.750,- (Tujuh Ratus Delapan Belas Miliar
Seratus Tiga Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Empat Puluh
Delapan Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah) + Rp.
356.119.198.500,- ,-( Tiga Ratus Lima Puluh Enam Miliar
Seratus Sembilan Belas Juta Seratus Sembilan Puluh
Delapan Ribu Lima Ratus Rupiah ) = Rp.1.074.254.147.250 (
Satu Triliun Tujuh Puluh Empat Miliar Dua Ratus Lima
Puluh Empat Juta Seratus Empat Puluh Tujuh Ribu Dua
Lima Puluh Rupiah). ------------------------------------------------
Sehingga total kerugian materil yang diakibatkan oleh
perbuatan Tergugat sebagaimana diuraikan dalam butir (1),
(2), (3) dan (4) diatas adalah sebesar Rp.1.074.254.147.250,-
(Satu Triliun Tujuh Puluh Empat Miliar Dua Ratus Lima
Puluh Empat Juta Seratus Empat Puluh Tujuh Ribu Dua
Lima Puluh Rupiah). ------------------------------------------------
(5) Biaya-Biaya
Dalam upaya memulihkan tanah gambut seluas 10.500 ha yang
rusak karena pembakaran, maka lahan yang rusak tersebut harus
dipulihkan meskipun mustahil mengembalikan kepada keadaan
seperti semula sebelum terbakar. Untuk itu pemulihan tanah gambut
yang terbakar tersebut harus dilakukan dengan material yang
mempunyai kedekatan fungsi yaitu kompos. -----------------
Pemulihan tanah gambut yang rusak akibat pembakaran dengan
kompos yang diangkut dengan menggunakan truk tronton dengan
kapasitas 20m³ adalah sebagai berikut: ------------------------------------
a. Biaya pembelian kompos
Untuk memenuhi 10.500 ha tanah gambut yang rusak dengan
ketebalan rata-rata gambut yang terbakar sedalam 10 cm
dengan harga kompos per m³ sebesar Rp. 200.000.-,
sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen Lingkungan
Hidup No. 7 Tahun 2014 maka diperlukan biaya sebesar:
10.500 ha x 0.1 m (10 cm) x 1 ha (10.000 m²) x
Rp.200.000/m³= Rp. 2.100.000.000.000,- (Dua Triliun
Seratus Miliar Rupiah). ---------------------------------------------
b. Biaya angkut
Biaya untuk mengangkut kompos dengan volume
sebagaimana butir a diatas, menggunakan tronton
berkapasitas angkut 20 m³/truk dengan ongkos sewa Rp.
800.000 / 20 m³ sebagaimana sebagaimana diatur dalam
Permen Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014, maka biaya
angkut hingga ke lokasi tanah gambut yang terbakar adalah:
10500.000m³/20m³ x Rp. 800.000,- (sewa truk) = Rp.
420.000.000.000,- ( Empat Ratus Dua Puluh Miliar Rupiah).
c. Biaya penyebaran kompos
Biaya yang digunakan untuk menyebarkan kompos, seluas
10.500 ha dengan menggunakan tenaga manusia dengan upah
Rp. 20.000,- per karung dan berat karung (a 50 kg)
sebagaimana sebagaimana diatur dalam Permen Lingkungan
Hidup No. 7 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1 ha (1.000
m³) = 20.000 karung (a 50 kg)/200/orang x Rp. 20.000,- x
10.500 ha = Rp. 21.000.000.000,- ( Dua Puluh Satu Miliar
Rupiah). ---------------------------------------------------------------
d. Biaya pemulihan
Biaya yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fungsi ekologis
dalam rangka pemulihan tanah gambut bekas terbakar seluas
10.500 ha, adalah : --------------------------------------------------
a. Pendaur ulang unsur hara Rp. 48.405.000.000,-
b. Pengurai limbah Rp. 4.567.500.000,-
c. Keanekaragaman hayati Rp.28.350.000.000,-
d. Sumber daya genetik Rp. 4.305.000.000,-
e. Pelepasan karbon Rp. 2.976.750.000,-
f. Perosot karbon Rp. 550.698.750,-
Rp. 89.154.948.750,-
( Delapan Puluh
Sembilan Miliar Seratus
Sub-total biaya
Lima Puluh Empat Juta
pemulihan
Sembilan Ratus Empat
adalah sebesar
Puluh Delapan Ribu
Tujuh Ratus Lima Puluh
Rupiah)

Sehingga total kerugian dalam bentuk biaya (butir nomor 5) yang


harus dikeluarkan untuk memulihkan lahan seluas 10.500 ha dengan
pemberian kompos dengan alat angkut truk tronton kapasitas 20
m³/truk serta dengan mengeluarkan biaya untuk memfungsikan
faktor ekologis yang hilang dan mengganti kerugian yang rusak
akibat pembakaran adalah sebesar Rp. 2.630.154.948.750,-( Dua
Triliun Enam Ratus Tiga Puluh Miliar Seratus Lima Puluh Empat
Juta Sembilan Ratus Empat Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Lima
Puluh Rupiah); ----------------------------------------------------------------
Sudah ada Putusan sejenis yang berkekuatan hukum tetap. Bahwa
dalam kasus serupa majelis hakim telah memutus bersalah serta
menghukum pihak yang bertanggungjawab terhadap wilayah usaha
perkebunannya dari segala macam bentuk perbuatan atau tindakan
yang dapat merusak lingkungan sebagaimana Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia dalam perkara No: 1794K/Pdt/2004 atau
yang terkenal dengan “Perkara Mandalawangi”, sehingga mohon
Majelis yang terhormat dapat mengacu kepada putusan tersebut. -----

DALAM PROVISI :
I. Memerintahkan Tergugat untuk tidak mengusahakan areal tanaman
Sawit di lahan bergambut yang telah terbakar untuk usaha tanaman
Sawit; ------------------------------------------------------------------------------
II. Bahwa untuk menjamin agar gugatan ini tidak sia-sia (illusoir), maka
layak dan beralasan hukum kiranya Majelis Hakim yang mengadili
perkara a quo meletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas
tanah, bangunan dan tanaman di atasnya, sebagai berikut:
a. PT. Tucunan Palm (selanjutnya disebut “PT TP”), beralamat di Jl.
Justisia No.1, Mersam, Batang Hari, Provinsi Jambi;
b. Hutan budidaya area lahan gambut yang berlokasi di Kecamatan
Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, seluas seluas
20.000 ha (dua puluh ribu hektar) hektar. Sesuai dengan Keputusan
Bupati Merangin No. SK.338/BUP.Mer/2014. Yang dikuasai oleh
TERGUGAT/PT Tucunan Palm, pada hutan tanaman dalam
kawasan usaha perkebunan untuk budidaya area lahan gambut.
Bahwa untuk menjamin pemenuhan kewajiban Tergugat untuk melakukan
pemulihan lahan gambut, maka berdasarkan ketentuan Pasal 87 ayat 3 UU
Lingkungan Hidup, layak dan beralasan hukum kiranya Majelis Hakim Yang
Terhormat yang mengadili perkara a quo menghukum Tergugat untuk
membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.50.000.000,00 (limapuluh juta
Rupiah) per hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan dalam perkara ini.---
Maka berdasakan dalil-dalil dan bukti-bukti tersebut diatas Penggugat
memohon Majelis Hakim untuk berkenan memutus: ------------------------------
DALAM PROVISI:
1. Memerintahkan Tergugat dan Turut Tergugat untuk tidak
mengusahakan areal tanaman Sawit di lahan bergambut yang telah
terbakar untuk usaha tanaman Sawit; ----------------------------------------
2. Memerintahkan Tergugat dan / atau Para Kuasanya atau Pihak yang
mewakilinya atau pihak yang menerima pengalihan hak dan wewenang
darinya, atau pihak manapun agar sebelum perkara ini mempunyai
kekuatan hukum mengikat (inkracht van gewisjde) agar Tergugat untuk
tidak melakukan tindakan apapun (starus quo) baik melalui tindakan
hokum perdata atau kepailitan yang bertujuan menjual atau
mengalihkan baik secara di bawah tangan maupun melalui pelelangan
umum atau lelang negara atau lelang swasta di dalam negeri atau di luar
negeri atau menjaminkan dalam bentuk apapun menjual / mengalihkan
dalam bentuk apapun atau tindakan dalam bentuk apapun di dalam
negeri alas harta kekayaan Penggugat termasuk :
a. Hutan budidaya area lahan gambut yang berlokasi di Kecamatan
Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, seluas seluas
20.00 ha (dua puluh ribu hektar) hektar. Sesuai dengan Keputusan
Bupati Merangin No. SK.338/BUP.Mer/2014, pada hutan tanaman
dalam kawasan usaha perkebunan untuk budidaya area lahan
gambut di Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin,
Provinsi Jambi.

DALAM POKOK PERKARA:


1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; -----------------------
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum; ---
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai
kepada Penggugat melalui rekening Kas Daerah Kabupaten Merangin
sebesar Rp. 1.074.254.147.250,- (Satu Triliun Tujuh Puluh Empat
Miliar Dua Ratus Lima Puluh Empat Juta Seratus Empat Puluh Tujuh
Ribu Dua Lima Puluh Rupiah); ------------------------------------------------
4. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan
lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 10.500 hektar dengan
biaya sebesar Rp. 2.630.154.948.750,- (Dua Triliun Enam Ratus Tiga
Puluh Miliar Seratus Lima Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Empat
Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah ); Sehingga lahan
dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; -------------------------------
5. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) per hari atas
keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini; ----------
6. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga denda sebesar 6% (enam
persen) per tahun terhitung sejak terjadinya kerugian ini. ------------------
7. Memerintahkan Tergugat untuk tidak menanam di lahan gambut yang
telah terbakar seluas kurang lebih 10.500 hektar yang berada di dalam
wilayah Izin Usaha untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit.-----
8. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan atas tanah,
bangunan dan tanaman di atasnya, sebagai berikut :
a. PT. Tucunan Palm (selanjutnya disebut “PT TP”), beralamat di Jl.
Justisia No 1, Mersam, Batang Hari, Provinsi Jambi;
b. Hutan budidaya area lahan gambut yang berlokasi di Kecamatan
Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, seluas seluas
20.00 ha (dua puluh ribu hektar) hektar. Sesuai dengan Keputusan
Bupati Merangin No. SK.338/BUP.Mer/2014. Yang dikuasai oleh
TERGUGAT/PT Tucunan Palm, pada hutan tanaman dalam
kawasan usaha perkebunan untuk budidaya area lahan gambut.
9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara; --------------------
10. Menyatakan Putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada
banding atau kasasi atau upaya hukum lainnya (uit voorbaar bij voorrad). --
------------------------------------------------------------------------

Demikian Gugatan ini diajukan, apabila Yang Mulia Majelis Hakim yang
memeriksa perkara ini di Pengadilan Negeri Muara Bulian berpendapat lain
kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). ------------------

Merangin, 02 Februari 2016


Hormat Kami,
Kuasa Hukum Perwakilan Gugatan Kelompok (Class Action)
Masyarakat Adat Melayu Merangin dan Warga Kabupaten Merangin

Rheza Sitorus, S.H. M.H. Maya Aulia, S.H. M.H.

Anda mungkin juga menyukai