Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“DEFISIENSI IMUN”

DISUSUN OLEH

1. Rifka Aola Putri (16330124)


2. Hirim Hotma Uli Aprianis (17330735)
3. Ersamukti Rahmatullah Achmad (17330738)
4. Kaleb Mahasem Sihombing (17330742)
5. Sang Ayu Hutami Putri Wibmantari (17330743)
6. Kristely Pingkan A. K. (19330738)
7. Ni Ketut Yuriani (19330724)

PROGRAM STUDI FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

i
2019

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah “Defisiensi Imun” ini dapat
terselesaikan. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi dari makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun data yang kami miliki,


kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarata, Oktober 2019


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1.Latar Belakang ...................................................................................... 1


1.2.Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3.Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................... 3

2.1. Definisi ................................................................................................ 3


2.2. Gambaran Umum Defisiensi Imun ...................................................... 4
2.3. Pembagian Defisiensi Imun ................................................................. 5
2.4. Diagnosis Defisiensi Imun ................................................................. 14
2.5.Pengobatan DEfisiensi Imun .............................................................. 14

BAB III. PENUTUP ......................................................................................... 17

7.1.Kesimpulan ......................................................................................... 17
7.2.Saran ................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, semakin banyak penyakit yang bermunculan. Penyakit
sistem imun merupakan suatu penyakit yang sedang ramai dibahas. Defisiensi
sistem imun yang paling melekat di masyarakat adalah HIV/AIDS, padahal
masih banyak penyakit sistem imun yang terdapat di sekitar kita. Defisiensi
imun disebabkan oleh berbagai factor seperti oleh virus, mutasi, antigen,
genetik dan lain sebagainya.
Pada tahun 1953 untuk pertama kali Bruton menemukan
hipogamaglobulinemia pada anak usua 8 tahun yang memiliki riwayat sepsis
dan arthritis lutut sejak usia 4 tahun yang disertai dengan seranan-serangan
otitis media, sepsis pneumokok dan pneumonia. Analisis elektroforesis serum
tidak menunjukkan fraksi globulin gama. Anak tersebut tidak menunjukkan
respon imun terhadap imunisasi dengan tifoid dan difteri. Defisiensi imun
tersebut merupakan salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat
timbul pada pria maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor
genetik atau timbul sekunder karena faktor lain.
Sistem Imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas
dan adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul dan jatuh pada 3 kategori
yaitu: Defisiensi Imun, Autoimunitas dan Hipersensitivitas. Namun dalam
makalah ini penulis hanya memberikan informasi mengenai Defisiensi Imun
saja.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apa Yang Dimaksud Dengan Defisiensi Imun?
b. Bagaimana Gambaran umun Defisiensi Imun?

1
c. Bagaimana Pengelompokan Defisiensi Imun?
d. Bagaimana Diagnosis Defisiensi Imun?
e. Bagaimana Pengobatan Defisiensi Imun?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk Memahami Tentang Defisiensi Imun.
b. Untuk Mengetahui Tentang Gabaran Defisiensi Imun.
c. Untuk Mengetahui Tentang Pengelompokan Defisiensi Imun.
d. Untuk Mengetahui Tentang Diagnosis Defisiensi Imun.
e. Untuk Mengetahui Tentang Pengobatan Defisiensi Imun.

2
BAB II
ISI
2.1 Definisi
a. Imunitas
Imunitas atau kekebalan merupakan sistem mekanisme pada
organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengindentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem imun
dapat mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
sehingga organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
hingga cacing parasit serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkannya dari sel organisme yang sehat agar jaringan tetap dapat
berfungsi seperti biasa.
b. Defisiensi Imun
Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun
menurun atau tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau
lebih komponen sistem imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun
untuk merespon patogen berkurang, baik pada anak-anak maupun dewasa
karena respon imun dapat berkurang pada usia 50 tahun. Respon imun
yang kurang baik akan terjadi juga pada pengguna Alkohol dan narkoba.
Namun kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan
defisiensi imun terjadi di negara berkembang. Diet yang kekurangan cukup
protein berhubungan dengan gangguan imunitas selular, aktivitas
komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibody, IgA dan produksi
sitokin. Defisiensi nutrisi seperti Zinc, Selenium, Zat besi, Tembaga,
Vitamin A, C, E, B6 dan Asam folik (Vitamin B9) juga mengurangi
respon imun.
Defisiensi imun juga dapat didapat dari Chronic Granulomatus
Disease (penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk
menghancurkan fagosit berkurang), misalnya seperti AIDS dan beberapa
tipe kanker.

3
Secara garis besar defisiensi imun dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
 Defisiensi Imun Kongenital Atau Defisiensi Imun Primer
Defisiensi imun Kongenital atau defisiensi imun primer disebabkan
oleh kelainan respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan dari
sistem fagosit dan komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi
limfosit.
 Defisiensi Imun Dapatan
Defisiensi imun dapatan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan
obat-obat sitotoksik dan kortikosteroid, serta akibat penyakit kanker
seperti pengakit Hodgkin, Leukemia, Myeloma, dan Limfositik kronik.
Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan dari berbagai penyakit
yang karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun,
sehingga terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Defisiensi
imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang
mengganggu sistem imun, dan kebanyakan merupakan akibat kelainan
genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi
sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.

2.2 Gambaran Umum Defisiensi Imun


Gambaran umum defisiensi imun, dapat ditandai dengan ditemukannya
tanda-tanda klinik sebagai berikut :
a. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan jenis infeksinya tergantung
dari komponen sistem imun yang defektif;
b. Penderita dengan defisiensi imun juga rentan terhadap jenis kanker
tertentu;
c. Defisiensi imun dapat terjadi akibat efek pematangan limfosit atau
aktivitas atau dalam mekanisme efektor imunitas non-spesifik dan
spesifik;

4
d. Yang merupakan paradoks adalah bahwa imunodefisiensi tertentu
berhubungan dengan peningkatan insidens autoimunitas. Mekanismenya
tidak jelas, diduga berhubungan dengan defisiensi sel Tr.
Gangguan fungsi sistem imun yang umum yang biasanya ditemukan
dalam keadaan difesiensi imun diantara adalah :

Gangguan Fungsi Sistem Penyakit Yang Menyertai


Imun
Defisiensi
Infeksi bakteri rekuren seperti otitis media,
Sel B
pneumonia rekuren
Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan
Sel T
protozoa
Infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan
Fagosit biasa mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri
piogenik
Komplemen Infeksi bakteri, autoimunitas
Disfungsi
Sel B Gamopati monoclonal
Peningkatan sel Ts yang menimbulkan infeksi dan
Sel T
penyakit limpoproliferatif
Fagosit Hipersensitivitas, beberapa penyakit autoimun
Edem angioneurotik akibat tidak adanya inhibitor
Komplemen
esterase C1
Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifik
defisiensi imun atau aktivitas yang berlebihan.

2.3 Pembagian Defisiensi Imun


a. Defisiensi Imun Non Spesifik
1) Defisiensi Komplemen
Defisiensi komponen atau fungsi komplemen berhubungan
dengan peningkatan insidens infeksi dan penyakit autiomun seperti
LES. Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman,
opsonisasi, kemotaksis, pencegah penyakit autoimun dan eliminasi
kompleks antigen antibodi. Defisiensi komplemen dapat menimbulkan
berbagai akibat seperti infeksi bakteri yang rekuren dan peningkatan
5
sensitivitas terhadap penyakit autoimun. Kebanyakan defisiensi
komplemen adalah herediter.
Konsekuensi defisiensi komplemen tergantung dari komponen
yang kurang. Defisiensi C2 tidak begitu berbahaya. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh karena mekanisme jalur alternatif tidak
terganggu. Defisiensi C3 biasanya menimbulkan infeksi rekuren
bakteri piogenik dan negatif-Gram yang mungkin disebabkan oleh
karena tidak adanya faktor kemotaktik, opsonisasi dan aktivitas
bakterisidal.
Pada defisiensi komplemen terdapat beberapa macam, diantaranya
adalah :
a) Defisiensi Komplemen Kongenital
Defisiensi komplemen biasanya menimbulkan infeksi yang
berulang atau penyakit kompleks imun seperti LES dan
glomerulonefritis. Seperti : Defisiensi inhibitor esterase C1;
Defisiensi C2 dan C4; Defisiensi C3; Defisiensi C5; Defisiensi
C6, C7 dan C8.
b) Defisiensi Komplemen Fisiologik
Defisiensi komplemen fisiologik hanya ditemukan pada
neonatus yang disebabkan kadar C3, C5 dab faktor B yang masih
rendah.
c) Defisiensi Komplemen didapat
Defisiensi komplemen didapat disebabkan oleh depresi
sintesis, misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein atau
kalori. Pada anemia sel sabitditemukan gangguan aktivitas
komplemen yang meningkatkan risiko infeksi Salmonela dan
Pneumokok. Seperti : Defisiensi Clq,r,s; Defisiensi C4; Defisiensi
C2; Defisiensi C3; Defisiensi C5-C8; dan Defisiensi C9.
2) Defisiensi Interferon dan Lisozim
a) Defisiensi Interferon Kongenital

6
Defisiensi interferon congenital dapat menimbulkan infeksi
mononukleosis yang fatal.
b) Defisiensi Interferon Dan Lisozim Didapat
Defisiensi interferon dan lisozim didapat dapat ditemukan
pada malnutrisi protein atau kalori.
3) Defisiensi sel NK
a) Defisiensi Kongenital
Defisiensi kongenital telah ditemukan pada penderita dengan
osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit). Kadar IgG, IgA dan
kekerapan autoimun biasanya meningkat.
b) Defisiensi Didapat
Defisiensi sel NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi
atau radiasi.
4) Defisiensi Sistem Fagosit
Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang.
Kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan
jumlah neutrofil yang menurun. Resiko infeksi meningkat bila jumlah
fagosit turun sampai di bawah 500/mm3.
a) Defisiensi Kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh
penurunan produksi neutropil yang diakibatkan karena pemberian
depresan sumsum tulang (kemoterapi pada kanker), leukemia,
kondisi genetik yang menimbulkan defek dalam perkembangan
semua sel progenitordalam sumsum tulang termasuk precursor
myeloid dan peningkatan destruksi neutropil dapat merupakan
fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu seperti
kuinidin dan oksasilin.
b) Defisiensi Kualitatif
Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti
kemotaksis, menelan/ memakan dan membunuh mikroba
intraseluler. Seperti : Chronic Granulomatous Disease (CGD);
7
Defisiensi Glucose – 6 – phosphate dehydrogenase (G6PD);
Defisiensi Mieloperoksidase (DMP); Sindrom Chediak – Higashi
(SCH); Sindrom Job; Sindrom Leukosit Malas (Lazy Leucocyte);
Defisiensi Adhesi Leukosit.

b. Defisiensi Imun Spesifik


1) Defisiensi Imun Kongenital atau Primer
Defisiensi imun spesifik kongenital atau primer sangat jarang
terjadi.
a) Defisiensi Imun Primer Sel B
Defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B
serta ditandai dengan infeksi sekuren oleh bakteri. Seperti : X –
linked hypogamaglobulinemia; Hipogamablobulinemia
sementara; Common variable Hypogamaglobulinemia; Defisiensi
Imunoglobulin yang Selektif (Disgamablobulinemia).
b) Defisiensi Imun Primer Sel T
Penderita defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap
infeksi virus, jamur dan protozoa. Seperti : Aplasi Timun
Kongenital (Sindrom DigGeorge); Kandidiasis Mukokutan
Kronik.
c) Defisiensi Kombinasi Sel B dan Sel T yang Berat
Defisisensi kombinasi sel B dan sel T yang berat (Severe
Combined Immonodeficiency Disease); Sindrom Nezelop;
Sindrom Wiskott-Aldrich; Ataksia Telangiektasi
2) Defisiensi Imun Spesifik Fisiologik
a) Kehamilan
Defisiensi dapat terjadi pada wanita hamil karena terjadinya
peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresi faktor humoral yang
dibentuk trofoblas yang mungkin diperlukan untuk kelangsungan
hidup fetus yang merupakan allografi dengan antigen paternal.

8
Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh
estrogen.
b) Usia Tahun Pertama
Sistem imun pada anak usia 1-5 tahun pertama masih belum
matang. Meskipun jumlah sel T pada neonatus tinggi, namun
kemampuan sel T masih belum sempurna sehingga tidak
memberikan respon adekuat terhadap antigen.
c) Usia Lanjut
Golongan usis lanjut lebih sering mendapat infeksi dibanding
usia muda karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang
menurun. Pada usia lanjut, imunitas humoral menurun sehingga
terjadi perubahan dalam kualitas respon antibody mengenai :
 Spesifisitas antibody dari autoantigen asing;
 Isotipe antibody dari IgG dan IgM;
 Afinitas antibody dari tinggi menjadi rendah.
Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kemampaun sel T
untuk menginduksi kematangan sel B.
c. Defisiensi Imun Didapat atau Sekunder
Faktor – faktor yang dapat menimbulkan defisiensi imun sekunder,
diantaranya adalah :
Faktor Komponen yang Terkena
Infeksi meningkat, penurunanrespon terhadap
Proses penuaan vaksinasi, penurunan respon terhadap sel T dan B
serta perubahan dalam kualitas respon imun.
Malnutrisi protein – kalori dan kekurangan elemen
Malnutrisi gizi tertentu (Besi, seng/ Zn); sebab tersering
defisiensi imun sekunder.
Contohnya : Malaria, virus, campak, terutama HIV;
Mikroba
mekanismenya melibatkan penurunan fungsi sel T
imunosupresif
dan APC.
Obat
Steroid
imunosupresif
Obat yang banyak digunakan terhadap tumor, juga
Obat sitotoksik/
membunuh sel penting dari system imun termasuk
Iradiasi
sel induk, progenitor neutrofil dan limfosit yang
9
cepat membelah dalam organ limfoid.

Efek direk dari tumor terhadap sistem imun melalui


Tumor penglepasan molekul imunoregulator
imunosupresif (TNF – β).
Infeksi meningkat, diduga berhubungan dengan
Trauma penglepasan molekul imunosupresif seperti
glukokortikoid.
Penyakit lain
Diabetes sering berhubungan dengan infeksi.
seperti Diabetes
Depresi, penyakit Alzheimer, penyakit celiac,
sarkoidosis, penyakit limpoproliferatif,
Lain-lain
makroglobulinemia Waldenstrom, anemia aplastik,
neoplasia.

1) Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan defisiensi imun. Pada beberapa
keadaan, infeksi virus dan bakteri dapat menekan sistem imun.
Kehilangan imunitas seluler terjadi pada penyakit campak,
mononucleosis, hepatitis virus, sifilis,bruselosis, lepra, tuberkolosis
miler dan parasite.
2) Obat, trauma, tindakan kateterisasi dan bedah
Obat sering menimbulkan defisiensi imun sekunder. Tindakan
kateterisasi dan bedah dapat menimbulkan imunokrompomais.
Antibiotik dapat menekan sistem imun. Jumlah neutrofil yang
berfungsi sebagai fagosit dapat menurunkan akibat pemakiaan obat
kemoterapi, analgesic, antihistamin, antitiroid, antikonvulsi, penenang
dan antibiotik. Steroid dalam dosis tinggi dapat menekan fungsi sel T
dan inflamasi.
Penderita yang mendapat trauma (luka bakar atau tindakan
bedah besar/mayor) akan kurang mampu menghadapi patogen.
Sebabnya tidak jelas mungkin karena pelepasan faktor yang menekan
respon imun.
3) Penyinaran

10
Penyinaran dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid,
sedangkan dosis rendah dapat menekan aktivitas sel T secra selektif.
4) Penyakit berat
Defisiensi imun dapat terjadi akibat berbagai penyakit yang
menyerang jaringan limfoid seperti penyakit Hodgkin, myeloma
multipel, leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem
imun dan menimbulkan defisiensi imun. Gagal ginjal dan diabetes
menimbulkan efek fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas.
Imunoglobin juga dapat menghilang melalui usus pada diare.
5) Kehilangan imunoglobin
Defisiensi imunoglobin dapt terjadi karena tubuh kehilangan
protein yang berlebihan seperti pada penyakit ginjal dan diare. Pada
sindrom nefrotik terjadi kehilangan protein dan penurunan IgG yang
berarti, sedangkan IgM tetap normal. Pada diare (limfangiektasi
intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar terjadi kehilangan
protein.
6) Agamaglobulinemia dengan timoma
Agamaglobulinemia dengan timoma disertai dengan
menghilangnya sel B total dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia sel
darah merah dapat pula menyertai Agamaglobulinemia.
d. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus RNA,
termasuk famili retroviridae dan genus lentivirus, virion HIV berbentuk
bola dan mempunyai inti berbentuk konus, padat dengan elektron, dan
dikelilingi selubung lipid yang didapat dari membran sel host. Inti virus
mengandung protein capsid mayor p24, protein nukleocapsid p7/p9, dua
kopi genom RNA, dan tiga enzim virus (protease, reversetranscriptase,
dan integrase).
Infeksi HIV menyebabkan terganggunya fungsi sistem imun alamiah
dan didapat. Gangguan yang paling jelas adalah pada imunitas selular,

11
dan dilakukan melalui berbagai mekanisme yaitu efek sitopatik langsung
dan tidak langsung.
Mekanisme perjalanan virus HIV dalam tubuh adalah sebagi berikut,
awalnya, HIV menginfeksi sel T dan makrofag secara langsung atau
dibawa ke sel-sel tersebut oleh sel Langerhans. Replikasi virus di nodus
limfatik regional akan menyebabkan viremia dan penyebaran luas ke
jaringan limfe. Viremia dikontrol oleh respons imun host dan pasien
kemudian memasuki fase klinis laten. Pada fase ini terjadi kontrol
terhadap replikasi virus tetapi replikasi virus pada sel T dan makrofag
akan terus terjadi. Kemudian terjadi penurunan sel T CD4+ secara
bertahap karena infeksi produktif. Akhirnya, pasien mengalami
gejalagejala klinis (tahap AIDS).
1) Perjalanan penyakit pada HIV
a) Transmisi virus;
b) Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut) 2 – 6 minggu;
c) Serokonversi;
d) Infeksi kronik asimptomatik (5 – 10 tahun);
e) Infeksi kronik simptomatik;
f) AIDS (CD4+ <200/mm3), infeksi oportunistik;
g) Infeksi HIV lanjut (CD4+ <50mm3).
2) Ciri – ciri klinis dari infeksi HIV
Fase Penyakit Ciri Klinis
Penyakit HIV akut Demam, sakit kepala, sakit tenggorok dengan
faringitis, limfadenopati umum, ruam.
Periode klinis latel Jumlah sel CD4+ menurun.
AIDS Infeksi oportunistik;
Protozoa (T. kriptospodium);
Bakteri (M. avium,nokardia, salmonella)
Jamur (kandida, K. neoformans, H. kapsulatum,
pneumocystis)
Virus (CMV, Herpes simpleks, Verisela – zoster)
Tumor :
Limfoma (EBV – limfoma yang berhubungan
dengan sel B),
Sarkoma Kaposi,
12
Ensefalopati,
Wasting syndrome.

3) Kelainan khas dari imun yang dapat ditemukan pada infeksi HIV,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Tahap Kelainan khas yang ditemukan
Struktur Kelenjar Limfoid
Dini Infeksi dan destruksi SD; kerusakan beberapa struktur
Lambat Kerusakan luas dan nekrosis jaringan; SD folikular dan
senter germinal hilang; tidak mampu menangkap
antigen atau menolong aktivasi sel T dan sel B.
Th
Dini Tidak ada respons proliferasi in vitro terhadap antigen
spesifik.
Lambat Jumlah sel Th menurun dan berhubungan dengan
aktivasinya; tidak ada respons terhadap mitogen sel T
atau alloantigen.
Produksi Antibodi
Dini Peningkatan produksi IgG dan IgA nonspesifik; tetapi
penurunan sintesis IgM.
Lambat Tidak ada proliferasi sel B spesifik untuh HIV – 1;
tidak ditemukan antibodi terhadap anti HIV pada
beberapa penderita; peningkatan jumlah sel B dengan
CD21 yang rendah dan peningkatan sekresi
immunoglobulin.
Produksi Sitokin
Dini Peningkatan ambang beberapa sitokin.
Lambat Pengalihan produksi sitokin dari Th1 ke Th2
Hipersensitivitas lambat
Dini Penurunan kapasitas proliferasi Th1 yang sangant
bermakna dan penurunan reaktivitas tes kulit.
Lambat Respons DHT dieliminasi; reaktivasi tes kulit sama
sekali tidak ada.
Tc
Dini Reaktivitas normal.
Lambat Penurunan tetapi bukan hilangnya aktivitas CTL yang
disebabkan oleh gangguan kemampuan untuk
menghasilkan CTL dari sel Tc.
13
2.4. Diagnosis Defisiensi Imun

a. Antibodi mikrobial dalam pemeriksaan


Penemuan antibody microbial telah digunakan dalam diagnosis
infeksi. Antibody terhadap mikroba merupakan juga bagian penting
dalam pemeriksaan defisiensi imun. Kemampuan untuk memproduksi
antibodi merupakan cara peling sensitive untuk menemukan dalam
produksi antibodi. Antibody biasanya ditemukan dengan esai ELISA.
b. Pemeriksaan in vitro
Sel B dapat dihitung dengan flow cytometry yang menggunakan
antibodi terhadap CD19, CD20 DAN CD22. Sel T dapat dihitung dengan
flow cytometry dengan menggunkan antibodi monoclonal terhadap CD23
atau CD2, CD5,CD7, CD4 dan CD8. Penderita dengan defisiensi sel T
hanya hiporeaktif atau tidak rektif terhadap tes kulit dengan antigen
tuberculin, candida, trikofiton, streptokinase/streptodornase dan virus
parotitis. Produksi sitokinya berkurag bila dirangsag dengan PHA atau
mitogen nonspesifik yang lain.
Tes in vitro dilakukan dengan uji fiksasi komplemen dan fungsi
bakterisidal, reduksi NBT atau stimulasi produksi superoksida yang
memberikan nilai enzim oksidatif yang berhubungan dengan fagositisi
aktif dan aktivitas bakterisidal.

2.5. Pengobatan Defisiensi Imun


Pengobatan penderita dengan defisiensi imun antara lain adalah dengan
menggunakan antibiotik/antiviral yang tepat, pemberian pooled human
immunoglobulin yang teratur. Selain itu dapat dilakukan dengan melakukan
transplantasi sumsung tulang belang dan timus fetal. Komplikasi yang dapat
terjadi akibat transplantasi yaitu bila jaringan transplantasi menyerang sel
pejamu-Graft Versus-Host (GVH) reaction. Iradiasi kelenjargetah bening total
kadang memberikan hasil yang lebih baik disbanding iradiasi seluruh tubuh
dalam mengontrol reaksi GVH.
Tujuan pengobatan penderita dengan penyakit defisiensi imun umumnya
adalah untuk mengurangi kejadian dan dampak infeksi seperti menjauhi
subyek dengan penyakit menular, memantau penderita terhadap infeksi,
menggunakan antibiotik/antivial yang benar, imunisasi aktif atau pasif bila

14
memungkinkan dan memperbaiki komponen sistem imun yang defektif
dengan transfer pasif atau transplantasi.
a. Pemberian globulin gama
Globulin gama diberikan pada penderita dengan defisiensi Ig tertentu
(tidak pada defisiensi IgA)
b. Pemberian sitokin
Pemberian infus sitokin seperti IL-2, GM-CSF, M-CSF, dan IFN-ɤ
kepada subyek dengan penyakit tertentu.
c. Transfusi
Transfusi diberukan dalam bentuk neutrofil kepada subyek dengan
defisiensi fagosit dan pemberian limfosit autologus yang sudah menjalani
transfeksi dengan gen adenosin deaminase (ADA) untuk mengobati ACID.
d. Transplantasi
Transplantasi timus fetal atau stem cell dari sumsum tulang
belakang dialakukan untuk memperbaiki kompetensi imun.
e. Obat antivirus
Terapi dewasa ini menggunkan kombinasi tiga obat yang terdiri atas
protase inhibitor dengan 2 inhibitor reverse transcriptase yang terpisah.
Hal itu dilakukan untuk menurunkan kadar RNA virus dalam plasma
menjadi sangat rendah untuk lebih dari satu tahun. Resistensi terhadap
inhibitor protease dapat terjadi setelah beberapa hari.
f. Vaksinasi
Pengembangan vaksin untuk mencegah penyebaran AIDS
merupakan penelitian yang diprioritaskan para ahli imunologi. Sampai saat
ini vaksinasi terhadap AIDS masih belum dapat dikembangkan.
g. Terapi genetik
Terapi gen somatik menunjukan harapan dalam terapi penyakit
genetik. Prosedur tersebut antara lain dilakukan dengan menyisipkan gen
normal ke populasi sel yang terkena penyakit. Hasil sementara
menunjukan bahwa limfosit T perifer mempunyai kemampuan terbatas
untuk berproliferasi. Untuk pengobatan jangka panjang sksn diperlukan
15
penyisipan gen ke sel asal sumsum tulang belakang yang pleuripoten.
Namun hal ini masih sulit untuk dilakukan dan diperlukan studi lebih
lanjut.
h. Terapi potensial
Dewasi ini obat dengan antivitas anti HIV mencegah virus masuk,
mencegah tahap reverse transcription RNA ke cDNA atau mencegah
precursor protein virus membelah diri dalam protein yang diperlukan
untuk membentuk virion baru dan melengkapi pematanganya pada virus
infeksius.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun menurun
atau tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau lebih
komponen sistem imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun untuk
merespon patogen berkurang baik pada anak-anak maupun dewasa karena
respon imun dapat berkurang pada usia 50 tahun. Respon imun yang kurang
baik akan terjadi juga pada pengguna Alkohol dan narkoba. Namun
kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan defisiensi
imun terjadi di negara berkembang.
Secara garis besar defisiensi imun dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
 Defisiensi Imun Kongenital Atau Defisiensi Imun Primer
Defisiensi imun Kongenital atau defisiensi imun primer disebabkan oleh
kelainan respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan dari sistem
fagosit dan komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi limfosit.
 Defisiensi Imun Dapatan
Defisiensi imun dapatan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan
obat-obat sitotoksik dan kortikosteroid, serta akibat penyakit kanker
seperti pengakit Hodgkin, Leukemia, Myeloma, dan Limfositik kronik.
Imunodefisiensi atau defisiensi imun secara khusus dapat dibagi 2 (dua),
diantaranya adalah :
 Defesiensi Imun Non Spesifik yang meliputi Defesiensi Komplemen,
Interferon Dan Lisozim, Sel NK dan Sistem Fagositosit.
 Defesiensi Imun Spesifik yang meliputi Defisiensi kongenital atau primer
dan Defisiensi imun spesifik fisologik.
 Defesiensi imun yang didapat atau sekunder.
 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

17
Pengobatan penyakit defisiensi imun dapat dilakukan dengan pemberian
globulin gama, pemberian sitokin, transfuse, transplantasi, obat antivirus,
vaksinasi, terapi genetic dan terapi potensial.
3.2. Saran
Perlu adanya pengkajian dan penelitian lebih lanjut tentang defisiensi
imun untuk mencegah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh defisiensi
imun.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bratawidjaja, K. G. dan Rengganis, I. (2014). Imunologi Dasar Edisi XI Cetakan


Ke-II. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UNiversitas Indonesia.
Jakarta.

Pagaya, J. dan Que, B. J. (2018). Respon Imun Seluler dan Hormonal Terhadap Infeksi
HIV. Molucca Medica. 12(2).

19

Anda mungkin juga menyukai