PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada perempuan yang sudah akan mendapatkan yang namanya siklus haid
atau siklus menstruasi. Siklus ini menunjukkan perempuan yang awalnya masih anak
kecil kini sudah mulai dewasa yang dimana dilihat dari maturnya sistem endokrin dan
lain-lain yang menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada targen organ
terutama organ reproduksi. Pada perempuan siklus haid normalnya tidak kurang dari
24 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3-7 hari. Haid pertama kali yang
dialami seorang perempuan yang disebut menarke, yang umumnya terjadi pada usia
sekitar 14 tahun. Pada perempuan banyak ditemukan siklus haid yang terganggu
mungkin karena akibat pengaruh endoktrin, psikis, emosi dan sebagainya. Pada
perempuan juga dapat ditemukan seperti perdarahan uterus abnormal dan perdarahan
disfungsional yang nanti akan dibahas step 7.
B. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengetahui dan mempelajari tentang proses terjadi perdarahan
uterus abnormal dan perdarahn disfungsional
1
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Haid Banyak Sekali
Seorang ibu mengantar anak perempuannya yang berusia 12 tahun datang ke Puskesmas. Ibu
mengeluhkan menstruasi anaknya yang banyak dan sudah dua minggu tidak berhenti. HPHT anak
perempuannya : 20 Januari. Anak perempuannya nampak lemas dan anemis. Dalam sehari
perdarahan hingga 5 pembalut penuh. Anak prempuannya baru saja mendapatkan haid sekitar 6
bulan dan haidnya masih sering tidak teratur datangnya. Riwayat USG ke dokter spesialis kandungan
dikatakan organ kandungannya normal.
2
5. Mengapa dokter menanyakan HPHT? Apa interprestasinya?
6. Apa yang dilakukan oleh dokter selanjutnya untuk mendiagnosis?
1) Memstruasi normal
Siklus =24-35 hari ,abnormal kurang dari 21 hari dan lebih 35 hari
3
Pemeriksaan fisik:
Tidak ada
Pemeriksaan penunjang :
USG : Normal
Setelah berhasil mendiagnosis dokter diharapkan dapat memberi tatalaksana dari perdarahan
tersebut.
4
E. STEP 4 Strukturisasi Konsep
Lemas
Gejala Anemis
Anamnesis
Anemis
Pem. Fisik Inspeksi
Lemas
Penatalaksanaan
5
H. STEP 7 Sintesis Masalah
Perdarahan uterus abnormal termasuk perdarahan yang disebabkan oleh kehamilan, penyakit
sistemik, kelainan patologi panggul serta perdarahan uterus disfungsional.
Perdarahan Uterus Disfungsi (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa
adanya keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan. PUD
dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun anovulasi yang sebagian besar disebabkan oleh
gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium.
(Wiknjosastro H, 2011: 171)
- Menoragia (Hipermenorea)
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak dan/atau
durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal secara teratur. Secara klinis,
menoragia didefiniskan dengan total jumlah darah hadi lebih dari 80 ml per siklus dan
durasi haid lebih lama dari 7 hari, dan bila mengganti pembalut lebih dari 6 kali per hari.
(Prawirohardjo, 2011)
6
serta berisiko mengalami nekrosis. Proses patologis ini akan menghambat hemostasis
normal. (Prawirohardjo, 2011)
- Hipomenorea
Hipomenora adalah perdarahan haid dengan jumlah darah labih sedikit dan/atau
durasi lebuh pendek dari normal.Terdapat beberapa penyebab hipomenorea yaitu
gangguan organik misalnya pada uterus pasca operasi miomektomi, dan gangguan
endokrin.Hipomenorea menunjukkan bahwa tebal endometrium tipis dan perlu evaluasi
lebih lanjut. (Prawirohardjo, 2011)
- Polimenora
Polimenorea dalah gangguan haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal yaitu
kurang dari 21 hari. Seringkali sulit membedakan polimenorea dnegan metroragia yang
merupakan perdarahan antara 2 siklus haid. Penyebab polimenorea bermacam- macam
antara lain gangguan endokrin yang emnyebabkan gangguan ovulasi, fae luteal
ememndek, dan kongesti ovarium karena peradangan. (Prawirohardjo, 2011)
- Oligomenorea
Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari normal yaitu lebih
dari 35 hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh
peningkatan hormon androgen sehingva terjadi gangguan ovulasi. Pada remaja
ologimenorea dapat terjadi karena imunitas poros hipotalamus hipofisis ovarium
endometrium.Penyebab lain hipomenorea antara lain tress fisik dan emosi, penyakit
kronis, serta gangguan nutrisi.Perhatian perlu diberikan bila oligomenora disertai dengan
obesitas dan infertilitas karena mungkin berhubungan dengan sindroma metabolik.
(Prawirohardjo, 2011)
7
- Mioma uteri, adenomiosis
- Polip endometrium
- Hiperplasia endometrium
- Trauma
Lesi Dalam
-Endometriosis
Merupakan gangguan haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada panggul dan
penyakit sistemik.
(Prawirohardjo, 2011)
Selain ketiga faktor penyebab tersebut, bila perdarahan uterus abnormal terjadi pada
perempuan usia reproduksi harus dipikirkan gangguan kehamilan sebagai penyebab. Abortus,
kehamilan ektopik, solusio plasenta perlu dipikirkan karena juga memberikan keluhan
perdarahan. Penyebab iatrogenik seperti penggunaan pil kontrasepsi, AKDR, obat
antikoagulansia, antipsikotik, dan preparat hormon bisa juga memberikan perdarahan
8
sehingga harus dipikirkan pula saat evaluasi perdarahan uterus abnormal. (Prawirohardjo,
2011)
Perdarahan uterus disfungsi perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya
keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan. (Prawirohardjo,
2011
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan uterus disfungsional (PUD) belum diketahui
secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan uterus disfungsional dapat
terjadi pada siklus ovulasi dan anovulasi yang sebagian besar disebabkan oleh gangguan
fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus - hipofisis - ovarium - endometrium.
(Prawirohardjo, 2011)
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun pada siklus
tak berovulasi (anovulasi). (Hestiantoro, Andon, & Budi Wiweko, 2007)
- Siklus berovulasi perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid,
penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di endometrium, korpus
luteum persisten dan insufisiensi korpus luteum. (Hestiantoro, 2007, & Prawirohardjo, 2011)
- Siklus anovulasi perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh
gangguan pada poros hipotalamus—hipofisis—ovarium. (Hestiantoro, 2007, & Prawirohardjo,
2011)
- Efek samping penggunaan kontrasepsi (Hestiantoro, 2011)
DIAGNOSIS
Anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
9
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan untuk menilai indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas), tanda-tanda
hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid, galaktorea (kelainan
hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis), faktor risiko keganasan
endometrium (obesitas, nulligravida, hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK). Harus
disingkirkan kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas, servisitis, endometritis, Polip dan
mioma uteri, Keganasan serviks dan uterus, Hiperplasia endometrium,Gangguan pembekuan darah
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap smear dan harus
disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan.
(Hestiantoro, 2007)
10
Pemeriksaan penunjang
Keterangan:
aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting time, DHEAS =
dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4 = free T4, Hb = hemoglobin, PT =
protrombin time, TSH = thyroid stimulating hormone, USG = ultrasonografi, SIS = saline infusion
sonography, IVA = inspeksi visual asam asetat
1. Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi dalam
frekuensi, jumlah dan lama perdarahan menstruasi. Perdarahan uterus abnormal meliputi PUD
dan perdarahan lain yang disebabkan oleh kelainan organik.
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menyingkirkan diagnosis
diferensial perdarahan uterus abnormal.
3. Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang harus
disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat disebabkan oleh abortus,
kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas gestasional.
11
4. Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal antara lain
penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika, hormonal, anti psikotik, dan
suplemen.
5. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah selanjutnya adalah
melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi tiroid, fungsi hemostasis, dan
fungsi hepar. Pemeriksaan hormon tiroid dan fungsi hemostasis perlu dilakukan bila pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang mendukung
(rekomendasi C). Bila terdapat galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
hormon prolaktin untuk menyingkirkan kejadian hiperprolaktinemia.
6. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran reproduksi. Perlu ditanyakan adanya
riwayat hasil pemeriksaan pap smear yang abnormal atau riwayat operasi ginekologi
sebelumnya. Kelainan pada saluran reproduksi yang harus dipikirkan adalah servisitis,
endometritis, polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks dan uterus serta hiperplasia
endometrium.
7. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan haid yang terjadi
digolongkan dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).
8. Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih
lanjut sesuai dengan fasilitas.
9. Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi untuk menentukan
tata laksana lebih lanjut.
10. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.
11. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS). Ultrasonografi transvaginal
merupakan lini pertama untuk mendeteksi kelainan pada kavum uteri (rekomendasi A).
Sedangkan tindakan SIS diperlukan bila penilaian dengan USG transvaginal belum jelas
(rekomendasi A).
12. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata laksana operatif.
13. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba kaku dan nyeri.
Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria.
Pengobatan yang direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 harI.
12
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari perdarahan uterus disfungsional adalah penyebab- penyebab lain yang dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal, yang sudah dijelaskan di bahasan “Penyebab Gangguan Haid”
di atas, yakni:
13
2. Keganasan: mioma uteri, adenomiosis, polip endometrium, hiperplasia endometrium,
adenokarsinoma endometrium, sarkoma, kanker serviks, polip serviks
3. Trauma
4. Infeksi pada serviks, endometrium dan uterus
5. Endometriosis
6. Malformasi arteri vena pada uterus
7. Penyakit medis sistemik: gangguan hemostasis, penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi
kelenjar adrenal, SLE.
8. Gangguan hipotalamus hipofisis: adenoma, prolaktinoma, stres, olahraga berlebih
.
Penatalaksanaan
Alur penatalaksanaan PUD ditentukan berdasarkan manifestasi klinis dari PUDnya, apakah termasuk
perdarahan akut dan banyak, menoragia, perdarahan ireguler, atau perdarahan karena efek samping
kontrasepsi.
Manajemen
14
Keterangan:
AINS = anti inflamasi non steroid, D&K = dilatasi dan kuretase, EEK = estrogen ekuin konyugasi, LNG-
IUS = levonorgestrel intra uterine system, PKK = pil kontrasepsi kombinasi
(Hestiantoro, 2007)
1. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau Hb < 10 g
/ dl perlu dilakukan rawat inap.
2. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan, kemudian lanjutkan ke D.
15
3. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter / menit dan transfusi darah
jika Hb < 7,5 g / dl, untuk perbaikan hemodinamik.
4. Stop perdarahan dengan EEK 2.5 mg per oral setiap 4-6 jam (rekomendasi B), ditambah
prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-6 jam untuk mengatasi mual. Asam
traneksamat 3 x 1 gram dapat diberikan bersama EEK. Bila nyeri ditambahkan asam
mefenamat 3 x 500 mg.
5. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam, lakukan dilatasi dan kuretase (D&K)
(rekomendasi B).
6. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan PKK 4 kali 1 tablet perhari (4 hari),
3 kali 1 tablet perhari (3 hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1 tablet sehari (3
minggu), kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan PKK siklik sebanyak 3 siklus (rekomendasi
A).
7. Jika terdapat kontraindikasi PKK, berikan progestin selama 14 hari kemudian stop 14 hari.
Ulangi selama 3 bulan. (rekomendasi A). Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya,
injeksi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian PKK untuk stop perdarahan (rekomendasi A). GnRH agonis diberikan 2-3 siklus
dengan interval 4 minggu.
8. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebab
perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal / transrektal (rekomendasi B), periksa
darah perifer lengkap (DPL) (rekomendasi C) dan fungsi hemostasis (hitung trombosit, PT,
aPTT dan TSH) (rekomendasi C). Tindakan SIS dapat dilakukan pada keadaan endometrium
yang tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma submukosum. Jika perlu
dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi “office” (rekomendasi A).
9. Dapat diberikan suplemen hematinik 1 x 1 tablet dan anti oksidan.
10. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat dilakukan
terapi pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi atau histerektomi
(rekomendasi A).
Perdarahan ireguler
16
3. Pada wanita usia > 35 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan endometrium perlu
dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan sampel endometrium.
4. Asam traneksamat 3 x 1 g merupakan pilihan lini pertama dalam tata laksana menoragia
(rekomendasi A), jika pasien mengeluh nyeri dapat ditambahkan asam traneksamat 3 x 500
mg.
5. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana infertilitas.
6. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan menilai
ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap PKK.
7. Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan (rekomendasi A).
8. Bila dijumpai kontra indikasi dapat diberikan preparat progestin selama 14 hari, kemudian
stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan siklus (rekomendasi A).
9. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan.
10. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau distop sesuai keinginan
pasien.
11. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi (naikkan
dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis maksimal) Perhatian terhadap
kemungkinan munculnya efek samping seperti sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang
dengan USG TV atau SIS untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau
mioma uteri (rekomendasi A). Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan
keganasan endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi
endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi atau histerektomi. Tindakan ablasi
endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan setelah memberikan
informed consent yang jelas pada pasien. Pada uterus dengan ukuran < 10 minggu tindakan
ablasi endometrium merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan histerektomi
(rekomendasi A).
Komplikasi
Pada perdarahan uterus disfungsional yang tidak ditangani terutama dengan manifestasi klinis
perdarahan akut dan banyak dapat menyebabkan anemia berat hingga syok hipovolemik. Selain itu, juga
dapat menyebabkan tromboemboli dan adenokarsinoma
Prognosis
Kelainan PUD ini bila ditangani dengan baik mempunyai prognosis yang baik. Namun perdarahan
berulang yang sifatnya akut dan banyak bisa saja menyebabkan kematian, terutama apabila muncul
komplikasi seperti syok hipovolemik dan tromboemboli.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perdarahan uterus abnormal adalah karena adanya hubungan antara endometrium dan
sistem yang meregulasinya. Banyak penyebab dari perdarahan uterus antara lain seperti
infeksi, koagulapati, neoplasma, kelainan disfungsi hormone, komplikasi kehamilan dan
neoplasma.
Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan yang terjadi tanpa adanya penyebab
organik. Kebanyakan pasien dengan perdarahan disfungsional memiliki siklus anovulasi.
Penyebab jelas anovulasi tidak diketahui secara pasti namun kemungkinannya karena
disfungsi aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Perubahan keadaan hormonal ini
mengakibatkan periode perdarahan anovulatoir yang bergantian dan biasanya sangat berat.
Keadaan ini disebabkan oleh perangsangan estrogen dalam derajat yang berbeda-beda
terhadap endometrium, serta derajat penurunan estrogen.
B. SARAN
Kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai
tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2014
dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
18
Daftar Pustaka
Speroff L and Gordon JD. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot
Williams & Wilkins. 2006.
Wiknjosastro H. Gangguan Haid dan Siklusnya. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2008.
19