BAB IV
Bengkulu periode Januari 2006 sampai Maret 2006 yang dilaksanakan dari
Bengkulu.
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti
sebagai berikut :
Dr. M. Yunus Bengkulu periode Januari 2006 sampai Maret 2006, yang
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Usia Pengunjung di Poliklinik Jantung
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu periode Januari 2006-Maret 2006
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 422 sampel, terdapat
57 orang (13,5%) pasien yang berusia 21-< 40 tahun dan pasien usia > 40
Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu sebagai berikut pada tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi kejadian Jantung Koroner di Poliklinik Jantung
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu periode Januari 2006-Maret 2006
Penyakit Jantung
No Frekuensi Presentase
Koroner
1 Ya 252 59,7
2 Tidak 170 40,3
Total 422 100,0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 422 sampel, terdapat 252
orang (59,7%) yang menderita penyakit jantung koroner dan terdapat 170
Tabel 4.3.
Distribusi frekuensi usia dengan kejadian penyakit jantung koroner di
Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Tabel 4.3. di atas pasien yang berusia 21-< 40 tahun yang menderita
berusia > 40 tahun yang menderita penyakit jantung koroner ada 239
Tabel 4.4.
Analisis tabulasi silang hubungan usia dengan kejadian penyakit jantung
Koroner di Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Periode Januari 2006-Maret 2006
Jantung Koroner
tidak ya Total
usia 21-40 tahun Count 44 13 57
Expected Count 23,0 34,0 57,0
% within usia 77,2% 22,8% 100,0%
diatas 40 tahun Count 126 239 365
Expected Count 147,0 218,0 365,0
% within usia 34,5% 65,5% 100,0%
Total Count 170 252 422
Expected Count 170,0 252,0 422,0
% within usia 40,3% 59,7% 100,0%
Karena tidak ada cells yang nilai harapannya kurang dari 5, maka kriteria
Bengkulu.
Tabel 4.5.
Hasil Analisis Symmetric Measures Usia dengan kejadian PJK
Di Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Nilai ini jauh dengan 0,707 dan berada antara 0,2 dan 0,399, dengan
lemah.
koroner pada pasien usia 21-< 40 tahun dan usia > 40 tahun di Poliklinik
Tabel 4.6.
Analisis risk estimate usia dengan kejadian penyakit jantung koroner
Di Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
umur (21-40 tahun 6,420 3,334 12,363
/ diatas 40 tahun)
For cohort Jantung
2,236 1,831 2,730
Koroner = tidak
For cohort Jantung
,348 ,215 ,565
Koroner = ya
N of Valid Cases 422
Hasil uji odd ratio (OR) didapat nilai = 6,420 yang berarti bahwa yang
koroner 6,420 kali lipat jika dibandingkan dengan yang berusia 21-< 40
tahun.
55
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 422 orang yang usianya
dibatasi usia 21 tahun dan usia 21 tahun ke atas. pembatasan usia ini dilakukan
usia 20 tahun penyakit jantung koroner sangat jarang dan pasti tidak umum
(Soler Sabaris dan Gophinathan, 1981). Biasanya terjadi pada orang dewasa, dan
akan terus berkembang dan resikonya meningkat setelah usia 40 tahun (Bustan,
1997).
terdapat 57 orang (13,5%) pasien yang berusia 21-< 40 tahun dan 365 orang
(86,5%) yang berusia > 40 tahun. Sedangkan hasil distribusi frekuensi kejadian
penyakit jantung koroner terdapat 252 orang (59,7%) yang menderita penyakit
jantung koroner dan 170 orang (40,3%) yang tidak menderita penyakit jantung
koroner.
usia dengan kejadian penyakit jantung koroner yang hasilnya diperoleh pasien
yang berusia 21-< 40 tahun yang tidak menderita penyakit jantung ada 44 orang
(77,2%) dari 57 orang dan ada 13 orang (22,8%) yang menderita penyakit
jantung koroner dari 57 orang. Pasien yang berusia > 40 tahun sebanyak 365
orang, dengan pasien penyakit jantung koroner sebanyak 239 orang (65,5%) dan
35,566 dengan sig = 0,000 < α = 0,05, dengan demikian, Ho ditolak yang berarti
bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara usia dengan kejadian
penyakit jantung koroner. Hasil uji chi-square ini diperkuat oleh pendapat
Michael Pecth (1991) yang mengatakan bahwa salah satu faktor resiko terbesar
penyakit jantung koroner yaitu bertambahnya usia. Dan menurut Lily Ismudiaty
(1996) faktor usia merupakan salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa penyakit jantung koroner lebih
dominan pada usia > 40 tahun dengan frekuensi 239 orang (65,5%) dari
Yunus Bengkulu. Hal ini didukung oleh pendapat Hendrawan Nadesul (2002)
yang mengatakan bahwa serangan jantung koroner mulai terjadi setelah umur 40
tahun, 45% kurang dari 65 tahun dan 5% pada usia < 40 tahun. Yang diperkuat
koroner meningkat setelah usia 40 tahun dan resiko tinggi sudah terjadi jika
penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner sering terjadi pada usia 45-
50 tahun dan bertambah besar kejadiannya setelah 50-70 tahun, ini terjadi karena
kontingensi sebesar 0,285. Nilai ini jauh dengan 0,707 dan berada pada rentang
0,2 dan 0,399, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan hubungan yang
penyakit jantung koroner. Faktor resiko itu antara lain usia, jenis kelamin,
tekanan darah tinggi, tingginya kadar kolesterol darah dan merokok (major risk
factor), sedangkan diet, obesitas, kurang olahraga dan diabetes adalah resiko
Dari hasil uji odds ratio (OR) didapat nilai = 6,420 yang berarti bahwa
6,426 kali lipat jika dibandingkan dengan usia 21-< 40 tahun. Hasil uji odds
ratio (OR) ini diperkuat oleh Lily Ismudiaty (1996) yang mengatakan bahwa
kekerapan penyakit jantung koroner pada golongan usia 45-55 tahun, teori ini
juga didukung oleh pendapat Niluh Gede (1996) yang mengatakan bahwa
penyakit jantung paling banyak adalah penyakit jantung koroner yaitu seseorang
yg berusia 40-7- tahun, dan Sylvia Price (1996) mengatakan kerentanan terhadap
BAB V
5.1. Kesimpulan
Bengkulu.
2. Penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi pada pasien yang berusia > 40
tahun dan merupakan penyakit yang paling dominan yaitu sebanyak 252
orang (59,7%) dari 422 sampel di Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu.
3. Ada hubungan antara usia dengan kejadian penyakit jantung koroner dengan
5.2. Saran
berikut :
58
59
jantung koroner terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan lebih banyak
2. Bagi setiap individu, baik tenaga kesehatan ataupun bukan tenaga kesehatan
perilaku dan gaya hidup (life style) yang tidak sehat, agar dapat terhindar