Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 :

 CHRISTANTI INDRIANI PONTOH


 MARIA MAGDALENA TADU’U
 RADOVAN HILIKA
 ROBERT N K MOKEBA
 VENI ILESTARI

DOSEN PENGAMPUH : ANGGRI A Y ASSA, S.Kep.,M.M

STIKES HUSADA MANDIRI POSO


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah tentang penyakit tuberculosis tepat pada waktunya. Makalah ini di selesaikan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas. Makalah ini dibuat untuk mempelajari
dan mengetahui tentang penyakit menular yaitu penyakit tuberculosis.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha
Esa sehingga selama penyusunan makalah ini kami banyak menemui kesulitan dikarenakan
keterbatasan referensi dan keterbatasan kami sendiri. Sebagai manusia kami menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang
lebih baik dimasa yang akan datang.
Selain itu kami mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang sudah
membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua orang dan dapat menambah pengetahuan tentang penyakit
tuberculosis

Poso, 18 Desember 2018

Penyusun
Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI. ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tuberculosis ....................................................................................... 3
B. Penyebab Tuberkulosis ........................................................................................ 3
C. Epidemiologi Tuberculosis .................................................................................. 4
D. Patofisiologi Tuberculosis ................................................................................... 4
E. Manifestasi Klinis Tuberculosis .......................................................................... 6
F. Komplikasi Tuberkulosis ..................................................................................... 6
G. Cara Penularan Tuberculosis ............................................................................... 7
H. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis ............................. 8
I. Penanganan Tuberculosis..................................................................................... 8
J. Pengobatan Penyakit Tuberculosis ...................................................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan prevalensi TBC positif 0,22%
(laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun
mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi
makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene
dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima
dengan jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang. Pada Global Report WHO 2010,
didapat data TBC Indonesia, total seluruh kasus TBC tahun 2009 sebanyak 294.731
kasus, dimana 169.213 adalah kasus TBC baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TBC
BTA negatif, 11.215 adalah kasus TBC ekstra paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh,
dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (Anonimc, 2011).
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk
kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada
satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan
angka kasus TB tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades, China,
India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok
usia produktif (Kompas, 2007). Di Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai
140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap
tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB, dan 75 persen penderita termasuk
kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar di
dunia setelah India dan China.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tuberculosis ?
2. Apa Penyebab Tuberkulosis ?
3. Epidemiologi Tuberculosis ?
1
4. Bagaimana Patofisiologi Tuberculosis ?
5. Apa saja Manifestasi Klinis Tuberculosis ?
6. Apa saja Komplikasi Tuberkulosis ?
7. Bagaimana Cara Penularan Tuberculosis ?
8. Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis
9. Bagaimana Penanganan Tuberculosis ?
10. Bagaimana Pengobatan Penyakit Tuberculosis ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian tuberculosis
2. Untuk mengetahui apa penyebab tuberkulosis
3. Untuk mengetahui epidemiologi tuberculosis
4. Untuk memahami bagaimana patofisiologi tuberculosis
5. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis tuberculosis
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi tuberkulosis
7. Untuk memahami bagaimana cara penularan tuberculosis
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit tuberculosis
9. Untuk memahami bagaimana penanganan tuberculosis
10. Untuk memahami bagaimana pengobatan penyakit tuberculosis

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tuberculosis
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang telah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, 85% dari
seluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain mulai
dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya (Icksan dan
Luhur, 2008).
Infeksi pada paru-paru dan kadang-kadang pada struktur-struktur di sekitarnya, yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010).
Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena selain dapat
menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium juga dapat menimbulkan
penyakit pada berbagai macam hewan misalnya sapi, anjing, babi, unggas, biri-biri dan
hewan primata, bahkan juga ikan (Soedarto, 2007).
B. Penyebab Tuberculosis
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M.
microti, dan M. canettii (Zulkoni, 2010). Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm (Sudoyo,
2007).
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu basil Gram-positif tahanasam dengan
pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja, 2007).

3
C. Epidemiologi Tuberculosis
Tuberculosis Paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di
negara-negara yang sedang berkembang. Angka kematian sejak awal abad ke 20 mulai
berkurang. Sejak ditetapkannya prinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara
kehidupan penderita. Keadaan penderita lebih baik sejak ditemukannya obat
streptomycin. ( Doenges E. Marilynn, 2002)
Penyakit Tuberculosis Paru sebagian besar menyerang usia produktif kerja yang di
atas 25 tahun dengan ekonomi lemah dan sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80 –
90). Pada umumnnya 2 atau 3 % dari mereka yang baru terkena infeksi akan timbul
tuberkulosis paru-paru.Bila mempertimbangkan kepekaan seseorang terhadap
tuberculosis, maka harus diperiksa dua faktor resiko :
a. Resiko mendapatkan infeksi.
b. Resiko timbulnya penyakit klinik, tergantung dari faktor-faktor berikut.
- Infeksi diantara masyarakat.
- Kepadatan penduduk.
- Keadaan sosial kurang baik.
- Pengobatan yang tidak teratur
D. Patofisiologi Tuberculosis
1. Tuberculosis primer
Tuberkulosis primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis pada pasien nonsensitif yaitu mereka yang sebelumnya
belum pernah terinfeksi. Pasien biasanya tanpa gejala (Rubenstein dkk, 2008).
Tuberkulosis primer sering terjadi pada anak (Hidayat, 2006), tetapi bisa terjadi pada
orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV, DM,
orang tua, SLE, dan sebagainya (Icksan dan Luhur, 2008).
TBC paru primer dimulai dengan masuknya Mycobacterium tuberculosis secara
aerogen ke dalam alveoli yang mempunyai tekanan oksigen tinggi, atau melalui
traktus digestivus (untuk TBC usus) (Malueka, 2007).
Bakteri yang terhirup membentuk satu fokus infeksi di paru, disertai keterlibatan
kelenjar limfe hilus (kompleks primer). Biasanya hanya timbul sedikit gejala, dan
pemulihan sering terjadi secara spontan. Individu yang bersangkutan tidak menular
bagi orang lain dan bereaksi negatif terhadap uji bakteriologis walaupun uji kulit
tuberkulinnya (Heaf test) mungkin sensitif (Gould dan Brooker, 2003).

4
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif (Zulkoni, 2010). Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi: sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh
dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumoni, berkomplikasi dan menyebar secara per
kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya, secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya, secara limfogen, ke organ tubuh
lainlainnya, secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Sudoyo, 2007).
2. Tuberculosis post primer
Tuberkulosis post primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis pada yang pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien
sensitif terhadap tuberkulin (Rubenstein dkk, 2008). TBC paru post primer biasanya
terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Infeksi ini dapat menimbulkan suatu
gejala TBC bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang laten dapat
berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TBC sekunder progresif
menunjukkan gambaran yang sama dengan TBC primer progresif (Icksan dan Luhur,
2008). Pemulihan spontan tidak dijumpai pada tuberkulosis post primer dan pasien
mungkin menular bagi orang lain sebelum diterapi secara efektif (Gould dan Brooker,
2003). Tuberkulosis post primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi
HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas tuberkulosis post primer adalah kerusakan
paru yang luas dan parah (Zulkoni, 2010).
3. Bakteriologi
Sputum BTA positif, bila dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil BTA positif,
atau satu kali pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil pemeriksaan radiologis
sesuai dengan TBC paru, atau satu kali sputum BTA positif dan hasil kultur positif.
Sputum BTA negatif, bila dua kali pemeriksaan dengan jarak 2 minggu dengan hasil
BTA negatif. Pemeriksaan radiologis sesuai dengan TBC paru dan gejala klinis tidak
hilang dengan pemberian antibiotik spektrum luas selama satu minggu dan dokter
memutuskan untuk mengobati dengan pengobatan regimen anti TBC secara penuh
(Anonim, 2008).

5
E. Manifestasi Klinis Tuberculosis
Ada beberapa gejala yang sering muncul dan dialami oleh penderita tuberculosia,
gejala-gejala paling umum pada penderita Tuberculosis Paru adalah :
1. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza dan kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40 – 41 0C serangan demam dapat sembuh kembali begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga klien merasa tidak
terbebas dari serangan demam influenza. Dan keadaan ini sangat dipengaruhi daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama. Mungkin saja bentuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum) keadaan berlanjut adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh
daran yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitasi,
tapi juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Pada penyakit yang ringan (baru timbul)
belum dirasakan sesak nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
3. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
4. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan). Badan semakin kurus (berat badan turun),
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
F. Komplikasi Tuberculosis
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
6
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi
pada TBC milier dan kavitas TBC (Sudoyo, 2007). Komplikasi penderita stadium
lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru,
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya (Zulkoni, 2010).
G. Cara Penularan Tuberculosis
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas dengan
menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang mengandung
basil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara
tetes ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali
discreen semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang bertebaran sebagai
aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus baru meningkatkan resiko penularan
karena semakin lama periode pemajanan, semakin besar resiko inhalasi. Mikobakteri
memiliki dinding berminyak yang kuat. Dapat terjadi infeksi tuberkulosis (primer)
dengan atau tanpa manifestasi penuh penyakit (infeksi pascaprimer atau sekunder) (Gould
dan Brooker, 2003).
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular (Zulkoni, 2010).
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TBC (Sudoyo, 2007).
7
H. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan
seperti uraian dibawah ini:
1. Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian,
lingkungan perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan
penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor
penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-
anak.
3. Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15
– 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TB-Paru.
4. Jenis Kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada
sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa
pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau
dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga
lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
I. Penanganan Tuberculosis
1. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis penderita sering tidak menunjukkan suatu kelainan. Tempat
kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. bila dicurigai
8
adanya infiltrat yang agak luas. Didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara
nafas yang bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah
kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.
Pada tuberculosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Paru yang menjadi lebih hiperinflasi bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru sehingga meningkatnya tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) lalu akan terjadi “corpulmonal” dan akan mengakibatkan gagal
jantung kanan.
Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan
seperti : Tachipnoe, tachikardia, sianosis, tekanan vena jugularis meningkat,
hepatomegali, asites dan edema. Bila tuberculosis mengenai pleura sering terbentuk
efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi
memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali.
2. Pemeriksaan bakteriologis
- Sputum
Tanda pasti penderita tuberculosis ditetapkan dengan pemeriksaan kultur, namun
biaya mahal dan membutuhkan waktu 6 – 8 minggu. Pemeriksaan dahak ini lebih
cepat dan lebih murah. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mikroskopis
dari dahak yang telah dibuat sediaan apus dan diwarnai secara Ziehl Nelson bila
kuman basil tahan asam dijumpai dua kali dari tiga kali pemeriksaan penderita
disebut penderita BTA positif. Pemeriksaan sputum secara mikroskopis ini
merupakan satu-satunya cara dimana diagnosis dapat dipastikan ini sangat penting
untuk dilaksanakan mengingat ketepatan dan efesiensinya dalam menentukan
penderita tuberculosis.
3. Pemeriksaan radiologi (foto rontgen).
Diagnosis yang didasarkan pada pemeriksaan radiologi (foto rontgen) belum
merupakan diagnosis pasti. Kelainan-kelainan yang dijumpai pada foto rontgen thorax
mungkin dapat disebabkan oleh tuberculosis atau keadaan lain. Dimana gambaran
pada foto rontgen tersebut tidak selalu spesifik untuk tuberculosis. Pada beberapa
9
orang yang sebelumnya menderita tuberculosis dan sekarang sudah sembuh (sebab itu
tidak perlu pengobatan) dapat mempunyai gambaran foto rontgen thorax seperti
tuberculosis yang memerlukan pengobatan. Pemeriksaan foto rontgen thorax mungkin
berguna pada penderita-penderita suspek yang belum pernah diobati sebelumnya
dengan hasil pemeriksaan sputum negatif.
4. Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya mempunyai nilai yang terbatas dalam pekerjaan klinis.
Terutama bila penyakit tuberculosis banyak dijumpai suatu hasil tes yang positif tidak
selalu diikuti dengan penyakit. Demikian juga hasil tes negatif tidak selalu
menyingkirkan tuberculosis. Tes tuberkulin ini mungkin hanya berguna dalam
menentukan diagnosis dari penderita-penderita yang sputum negatif (terutama pada
anak-anak yang mempunyai kontak dengan seorang penderita tuberkulosis yang
menular). Namun penderita-penderita tersebut harus diperiksa oleh dokter yang
berpengalaman.
J. Pengobatan Penyakit Tuberculosis
Obat-obatan yang sering digunakan untuk terapi tuberkulosis antara lain Kelompok
obat lini pertama, yaitu etambutol, isoniazid (INH), pirazinamid, rifampisin, streptomisin,
dan memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima.
1. Etambutol
Etambutol hidroklorida adalah senyawa sintetik antituberkulosis. Golongan
Antiinfeksi, anti tuberculosis. Ethambutol adalah obat terutama digunakan untuk
mengobati tuberkulosis. Etambutol terdapat dalam bentuk tablet 250mg dan 500 mg,
ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap.
a) Dosis
Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg berat
badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan,
dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga
memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu.
Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Tidak
diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi.
b) Efek Samping
Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan
visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal
penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera
10
dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi
adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut.
2. Isoniazid
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH, hanya satu
derivatnya yang diketahui dapat menghambat kuman tuberkulosis, yakni iproniazid
tetapi dalam penggunaannya obat ini terlalu toksik untuk manusia.Sediaan dasarnya
adalah tablet dengan nama generik Isoniazida 100 mg dan 300 mg / tablet. Isoniazid
terdapat dalam bentuk tablet 50,100,300, dan 400 mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam
tablet kadang-kadang telah ditambahkan vitamin B6.
a) Dosis
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak-anak 10 mg per berat
badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa
sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya. Umumnya dipakai
bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai
300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900 mg,
kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10-20 mg
per kg berat badan. Atau 20 – 40 mg per kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3
kali seminggu.
b) Efek Samping
Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan
penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi,
mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah
laku, depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi.
Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk morbili,mapulo papulo,
purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis. Hepatotoksik: SGOT dan
SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. Metaboliems dan
endrokrin: defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia,
glukosuria, asetonuria, asidosis metabolik, proteinurea. Hematologi:
agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia, trambositopenia.
Eusinofilia, methemoglobinemia. Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati,
sembelit. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi
kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan
rematik.

11
3. Pirazinamid
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini
tidak larut dalam air. Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250mg dan 500mg.
a) Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 – 30 mg per kg berat badan, satu kali sehari.
Atau 50 – 70 mg per kg berat badan 2 – 3 kali seminggu. Obat ini dipakai
bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
b) Efek Samping
Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus;
gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria. Keamanan
penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada:
penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau diabetes melitus; dan
penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita dengan riwayat tukak
peptik.
4. Rifampisin
Rifampisin adalah derivat semisintetik nifamisin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan
oleh streptomyces mediterannei. Obat ini merupakan ion zwittler, larut dalam pelarut
organik dan air yang Ph nya asam. Derivat rifamisin lainnya ialah rifabutin dan
rifapentin. Rifampisin diindonesia terdapat dalam bentuk kapsul 150mg dan 300 mg.
Selain itu, terdapat pula tablet 450mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung
100mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid.
a) Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau 600
mg 2 – 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti
tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga kesehatan
lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali
seminggu. Biasanya diberikan 7,5 – 15 mg per kg berat badan. Anjuran Ikatan
Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 – 20
kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.
b) Efek Samping
Efek samping pada Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual,
muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare, SSP: letih rasa kantuk, sakit
kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada
anggota, otot kendor, gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara (
12
jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, sariawan mulut
dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal,
gagal ginjal akut( reversibel).
5. Streptomisin
Streptomisin ialah antituberkulosis yang pertama yang secara klinik dinilai efektif.
Namun sebagai obat tunggal, bukan obat yang ideal. Streptomisin terdapat dalam
bentuk bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM,
maksimum 1 gram/hari selama 2 sampai 3 minggu .
a) Dosis
Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah dilakukan uji
sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 15 mg per kg berat
badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 – 30 mg per kg berat badan,
maksimum 1,5 gram 2 – 3 kali seminggu. Untuk anak 20 – 40 mg per kg berat
badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 – 30 mg per kg berat badan 2 –
3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120 gram.
b) Efek Samping
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh
dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M.
microti, dan M. canettii (Zulkoni, 2010). Tuberculosis Paru masih merupakan problem
kesehatan masyarakat terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Angka
kematian sejak awal abad ke 20 mulai berkurang. Sejak ditetapkannya prinsip pengobatan
dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita. Keadaan penderita lebih baik
sejak ditemukannya obat streptomycin. ( Doenges E. Marilynn, 2002).
Ada beberapa gejala yang sering muncul dan dialami oleh penderita tuberculosis,
gejala-gejala paling umum pada penderita Tuberculosis Paru adalah : demam batuk, nyeri
dada dan malaise. Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s arthropathy.
Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS). Penyakit TBC
ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas dengan menghisap atau
menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang mengandung basil dan
dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara tetes
ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali discreen
semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin. Penanganan tuberculosis yang dapat
dilakukan antara lain : pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, emeriksaan radiologi
(foto rontgen) dan es tuberkulin. Obat-obatan yang sering digunakan untuk terapi
14
tuberkulosis antara lain Kelompok obat lini pertama, yaitu etambutol, isoniazid (INH),
pirazinamid, rifampisin, streptomisin, dan memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan
toksisitas yang dapat diterima.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah dengan kita telah mengetahui apa itu
penyakit Tuberculosis, kita dapat lebih menjaga lagi kesehatan kita yaitu dengan selalu
menjaga lingkungan dan kesehatan diri kita sendiri supaya tetap bersih, mengingat bahwa
penyakit ini adalah penyakit menular yang sangat berbahaya dan angka kematiannya
cukup tinggi.

15
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, N.1990. diagnostik tuberkulosis paru dan penanggulangannya , Universitas
Indonesia , Jakarta
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan) Bandung
Carpenito Lynda Juall, 2006, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2,
penerbit EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004, Pedoman Penaykit Tuberculosis dan Penanggulangan, ,
edisi 4.
Depkes RI, 2001. Faktor budaya malu hambat pencegahan penyakit tuberkulosis, Media
Indonesia, Jakarta.
Depkes, RI. 1997. Pedoman penyakit tuberkulosis dan penanggulangannya. Dirjen P2M
dan PLP, Jakarta.
Doenges E. Marilynn, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, penerbit EGC, Jakarta
Dunia Kedokteran , no.63 hal 8-12
Tjandra Y, A, 1994. Masalah tuberkulosis paru dan penanggulangannya, Universitas
Indonesia, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai