Anda di halaman 1dari 3

NADILA PRIHATINI

061511133005

RANGKUMAN

BAB 88

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) didiskripsikan sebagai keadaan


ketidakseimbangan hemostatik yang kompleks dan dinamis yang menyebabkan pembentukan
thrombus di seluruh mikrovaskuler. DIC juga didefinisikan sebagai suatu sindrom yang
ditandai dengan aktivasi koagulasi intravascular dengan kehilagan lokasisasi yang dapat
berasal dan menyebabkan kerusakan mikrovaskulatur yang menyebabkan disfungsi oragan.

DIC sering menyerang hewan peliharaan, kecuali unta. Penyakit neoplasia dan
inflamasi sistemik pada anjing dan kucing dapat memicu DIC. Pada kuda dewasa dan kuda
neonatus, sepsis dapat memicu DIC. Penyakit endotoksemi dapat memicu DIC pada
ruminansia,

Patologi penyakit dimulai dengan aktivasi hemostasis yang tidak tepat. Bila mekanisme
regulatorik gagal, DIC akan terganggu yang ditandai dengan thrombosis sistemik dan terakhir,
koagulopati kunsumtif. Patogenesis DIC pada sepsis melibatkan upregulation ekspersi TF pada
monosit oleh sitokin proinflamasi. Untuk itu DIC dibagi menjadi tiga bagian yaitu, inisiasi,
progresi, dan perpetuasi.

Terdapat peristiwa yang pemicu mendasari DIC, yaitu tissue factor. Tissue factor
adalah protein transmembran, yang pada keadaan fisiologis, pajanan TF hanya terjadi pada
lokasi local fokal cedera sel endotel.

DIC oleh trauma jaringan masif, disebabkan oleh cedera endotel yang luas. Infeksi
virus, hemolisis intravascular, dan vasculitis, cedera endotel generalisata memaparkan TF
ekstravaskular dan menginduksi ekspresi TF pada endotel yang rusak. Absennya cedera
endotel terutama pada monosit dan sel tumor. Mekanisme independent TF juga dapat
menginisiasi DIC.

Terjadinya DIC tergantung pada kemampuan inhibitor yeng mengatur respon


hemostatik prokoagulan. Dalam fisiologisnya TF-FVIIa-FXa dinetralkan oleh tissue factor
pathway inhibitor. TFPI diekspresikan oleh sel endotel. TFPI tidak efektif dalam proses DIC,
seperti pembelahan TFPI oleh elastase granulositik.

Thrombin sangat penting untuk perkembangan DIC.Pada DIC tahap awal,


pemebetukan thrombin dan aksinya ditentang oleh antikoagulan plasma, antithrombin dan
protein C, dan reseptor permukaan sel endotel, trombomodulin. Selama perjalanan DIC,
fosfatidilserin permukaan membrane dapat diekspresikan oleh berbagai jenis sel yang cedera
atau teraktivasi, oleh mikropartikel yang berasal dari membrane dan lipoprotein.

Ketika penyakit berkembang dan inhibitor koagulasi alami mengalami kegagalan,


ekspresi TF menetap dan produksi thrombin berlanjut, sehingga tissue factor MP dan MP kaya
fosfatidilserin membantu memperkuat dan menyebarluaskan proses koagulasi.

Dalam keadaan hemostasis fisiologis, fibrinolisis akan distimulasi oleh pelepasn tissue
plasminogen activator dari sel endotel yang rusak dan juga distimulasi oleh inflamasi, melalui
aktivasi jalur kontak dan melalui elaborasi direk protease oleh granulosit, sel neoplastic dan
bias ular. Tapi, fibrinolisis tidak dapat mempertahankan petensi pembuluh darah pada DIC
overt.

Respon inflamasi merupakan siklus yang terjadi terus-menerus pada DIC yang dipicu
oleh sepsis atau inflamasi non-spesifik. Inflamasi memulai koagulasi dan kemudian koagulasi
memicu inflamasi, melalui sifat proinflamasi factor koagulasi aktif. Deplesi sistemik
antikoagulan mengakibatkan hilangnya sifat antiinflamasi inhibitor koagulasi dan reseptor
permukaan sel. Disfungsi endotel menyebabkan hilangnya inhibisi serta peningkatan sifat
proinflamasi dan prokoagulasi. Cedera jarigan iskemik dan nekrotik, meningkatkan inflamasi
dan koagulasoi. Setelah cedera, fungsi-fungsi akan hilang dan sel endotel dapat mensekresikan
sitokin inflamasi dan senyawa yang mengativasi trombosit.

Diagnosis DIC pada hewan dapat diperiksa pada setiap titik kontinum DIC, dengan
tanda klinis yag mungkin samara tau tidak spesifik, dan pemeriksaan laboratorium yang sangat
sensitive dan spesifik. Bukti histopatologis dari trompin fibrin di seluruh mikrovaskulatur pada
biopsy atau specimen nekropsi menggambarkan pemeriksaan “baku emas”.

DIC overt mengacu pada sindrom trombotik aktif, dengan deposisi fibrin di berbagai
organ. Perjalanan penyakit DIC overt ditandai dengan tanda-tanda syok dan/atau pendarahan
aktif., epistaksis, petekie, hematoma, perdarahan memanjang setelah prosedur bedah minor,
pembentukan hematoma spontan dan pendarahan kavitas tubuh. Uji skrining untuk mendeteksi
DIC overt harus dilakukan pasa semua pasien dengan penyakit pencetus primer. Diagnosis DIC
overt bergantung pada identifikasi kelainan dalam beberapa pemeriksaan laboratorium. Untuk
memeriksa DIC overt pada hewan diperlukan kriteria laboratorium untuk mendiagnosis,
khusunya trombositopenia, waktu koagulasi memanjang, hypofibrinogenemia, AT rendah dan
fibrin (ogen) degradation product (FDPs) atau D – dimer yang tinggi. Sedangkan pada manusia
pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit, PT, fibrinogen dan
penanda terkait fibrin.

DIC non-overt ditandai dengan system hemostasis teraktivasi, tetapi tidak berlebihan.
Uji skrining koagulasi rutin tidak sensitive terhadap DIC non-overt, oleh karena itu
dikembangkan pemeriksaan system skoring yang membutuhkan pemeriksaan serial untuk
mengevaluasi sifat dinamik DIC non-overt dan memberikan poin untuk menyakit dasar.

Terapi suportif ditunjukan untuk mengurangi sekuaele metabolic akibat syok dan alain-
lain dan membantu meminimalisir kerusakan organ, inflamasi, dan aktivasi hemostasis
berkelanjutan. Pilihan terapi antara lain dengan terapi tranfusi serta terapi antikoagulan dan
obat anti-inflamasi. Terapi tranfusi umumnya terbatas pada pasien dengan pendarahan aktif.
Terapi komponen, bukan whole blood, biasanya memberikan cara yang paling efektif untuk
mengembalikan kadar factor atau trombosit yang adekuat untuk mendukung hemostasis.
Terapi antikoagulan khusunya terapi hepari, belum terbukti efektif pada DIC overt pada
manusia. Oleh karena itu penggunanaan terapi heparin pada hewan harus hati-hati. Pemberian
AT (tanpa heparin secara bersamaan) dan APC menunjukan sedikit harapan dalam mengurangi
mortalitas pada DIC terkait sepsis.

Anda mungkin juga menyukai