Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

M E LA N O M A

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/ SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
RSU Datu Beru Takengon

Disusun Oleh:
HUSNAINI
NIM. 17174077

Pembimbing :
dr. Hasmija, MH, Sp. B-FICS
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RSU DATU BERU TAKENGON

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas Referat ini tepat pada waktunya.
Dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
di RSUD Datu Beru Aceh Tengah yaitu referat ‘MELANOMA’.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada: dr. Hasmija, MH, Sp. B - FICS selaku pembimbing referat, atas bimbingan
serta dukungan dari teman – teman di bagian Ilmu Bedah yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian referat ini.
Akhir kata, disadari bahwa penyajian referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, semoga
referat ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khusus nya di bagian Ilmu Bedah.

Takengon Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... 1

KATA PENGANTAR..............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1Anatomi Kulit ......................................................................................................5
2.2 Fungsi Kulit.........................................................................................................17
2.3 Definisi................................................................................................................17
2.4 Epidemiologi.......................................................................................................18
2.5 Etiologi................................................................................................................19
2.6 Patofisiologi........................................................................................................23
2.7 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik..................................................................23
2.8 Bentuk Melanoma Maligna.................................................................................25
2.9 Klasifikasi...........................................................................................................28
2.10 Diagnosis...........................................................................................................31
2.11 Diagnosis Banding............................................................................................32
2.12 Pengobatan........................................................................................................33
2.13 Prognosis...........................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

Melanoma maligna merupakan salah satu keganasan pada kulit yang berasal dari
sel melanosit dan merupakan jenis keganasan kulit yang paling berbahaya oleh karena
sifatnya yang menyebar dengan cepat dan invasif.Robert,2009.
Dalam praktek kedokteran, kecurigaan timbulnya melanoma maligna berasal
dari keluhan sederhana saat pasien datang untuk berobat, yaitu keluhan gatal, panas,
ataupun nyeri pada kulit atau tahi lalat. Tanda lainnya yakni terdapat perubahan dari
tahi lalat atau tanda lahir baik dalam segi bentuk, ukuran, maupun warna. (Robert 2009,
Adhi 2005) Namun Melanoma maligna sering pula ditemukan secara tidak sengaja saat
dilakukan pemeriksaan fisik. Karena sering terabaikannya perubahan bentuk dari tahi
lalat atau tanda lahir yang merupakan gejala awal dari melanoma maligna, diagnosis
melanoma maligna lebih banyak didapatkan pada keadaan lanjut atau sudah
bermetastasis ke organ lain.(Rainy,2002.) Stadium awal melanoma maligna akan
memberikan prognosis yang baik dan dapat disembuhkan dengan terapi pembedahan,
sedangkan pada stadium lanjut melanoma maligna akan memberikan prognosis yang
buruk bahkan dapat berujung pada kematian.
Penatalaksanaan melanoma maligna pada stadium awal tumor dan tanpa
metastasis adalah operasi. Namun jika ditemukan kasus yang sudah dalam stadium
lanjut dengan atau tanpa metastasis, penatalaksanaan awal adalah mampu
mengidentifikasi dan segera merujuk.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari
lingkungan hidup manusia, beragam luas dan tebalnya. Luas kulit orang dewasa
adalah 1,5-2 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Tebalnya antara 1,5-5 mm,
bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, iklim, ras dan keadaan gizi.
(Sabiston,1995)

Kulit bervariasi mengenai lembut,tipis dan tebalnya. Kulit paling tipis di muka,
kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian medial lengan atas. Kulit yang lembut
pada leher dan badan. Kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu
dan bokong. Kulit yang berambut kasar terdapat pada kepala.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu :
1. lapisan epidermis atau kutikel
2. lapisan dermis (korium,kutis vera, true skin)
3. lapisan subkutis
Tidak ada garis tengah yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
1. Lapisan Epidermis
a. Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng
yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin
(zat tanduk).

5
Gambar 2.1
b. Stratum Lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasmanya yan berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.

Gambar 2.2

c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)


Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar yang
terdiri atas keratohialin dan terdapat inti di antaranya. Juga tampak jelas di
telapak tangan dan kaki.

6
Gambar 2.3

d. Stratum Spinosum (Stratum Malphigi,pickle cell layer/lapisan akanta)


Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang besarnya
berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Di antara sel-sel stratum spinosum
terdapat jembatan-jembatan membentuk penebalan bulat kecil disebut nodulud
Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.

7
Gambar 2.4

e.Stratum Basale
Merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-
epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel-sel basal mengadakan mitosis
dan berfungsi reproduktif. Terdiri atas 2 jenis sel, yaitu :
- Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.
- Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung
butir pigmen (melanosomes).

8
Gambar 2.5

Di dalam epidermis terdapat 2 sel yaitu :

a. Sel merkel.
Fungsinya belum dipahami dengan jelastapi diyakini berperan dalam
pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.

b. Sel langerhans.
Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. Epidermis akan bertambah
tebal jika bagian tersebut sering digunakan.Persambungan antara epidermis dan
dermis di sebut rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang
essensial. Dan terdapat kerutan yang disebut fingers prints.

1. Lapisan Dermis
Lapisan di bawah epidermis yang lebih tebal daripada epidermis. Terdiri atas
lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Dibagi menjadi 2 bagian, yakni :

9
a. Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars Retikulare
Bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, terdiri atas
serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin

Gambar 2.6
Dermis ini tersusun dari beberapa unsur atau organ yang meliputi: unsur
seluler, unsur fibrous, substansi dasar, pembuluh darah dan limphe, system saraf.
Kelima unsur organ yang menyusunnya adalah

 Unsur seluler lebih banyak didapatkan pada stratum papillaris yang


terdiri dari:

1. fibroblast: merupakan sel pembentuk unsur untuk fibrous dan


substansi dasarnya

2. Sel mast : merupakan sel pembentuk dan penyimpanan histamin


.Histamin ini yang berperan dalam anafilaksis.

3. Makrofag : merupakan sel fagosit yang berfungsi memfagosit bahan-


bahan asing dan mikroorganisme.

4. Leukosit : Banyak dijumpai pada proses-proses peradangan yang dapat


berupa mononuklear ataupun granulosit.

10
2. Unsur fibrous lebih padat pada stratum retikularis dibandingkan pada stratum
papilaris. Unsur fibrous terdiri dari :

1. Kolagen : merupakan 70% dari berat kering seluruh jaringan ikat,


serabut ini terbentuk oleh fibroblast, tersusun atas fibrin dari rantai
polipeptide. Serabut ini bertanggung jawab pada ketegangan kulit
merupakan unsur pembentuk garis langer (cleavage line)

2. Elastin : Hanya 2 % dari berat kering jaringan ikat. Serabut elastin, ini
juga dibentuk oleh fibroblast tetapi susunannya lebih halus
dibandingkan dengan kolagen. Serabut elastin ini bertanggung jawab
atas elastisitas kulit.

3. Retikulin : Merupakan serabut kolagen yang masih muda dan dapat


dilihat dengan pewarna khusus.

3. Substansi dasar

Tersusun dari bahan mukopolisakarida (asam hialuronat dan dermatan sulfat),


yang juga dibentuk oleh fibroblast. Substansi dasar hanya merupakan 0,1% dari
berat kering jaringan ikat, tetapi substansi dasar ini mampu menahan sejumlah air,
sehingga akan menempati ruang terbesar dari dermis.

4. Pembuluh darah dan limfe :

Pada kulit yang masih normal, darah yang sampai pada kulit merupakan 10%
dari seluruh peredaran darah dalam tubuh. Pembuluh darah di dalam kulit terdiri
dari 2 plexus yaitu :

1. Plexus superficialis : terdapat pada bagian atas dermis dan tersusun sejajar
dengan epidermis. Plexus superficialis ini terdiri dari atas kepiler-kapiler,
endarteriole dan venulae yang memberi makan ke papilla.

11
2. Plexus profunda : Terdapat pada bagian bawah dermis atau dekat subkutis
terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar dari pada plexus
superficialis.

Pada jari-jari di antara arteriole dan venulae terdapat kelompokan otot polos
yang mempunyai fungsi khusus yaitu mengatur shunt arterio-venosa dan sering
dinamakan glomus. Sedangkan pembuluh limfe biasanya mengikuti pembuluh
darah(Adhi,2005).

1. Sistem saraf

Kulit diinervasi oleh kira-kira 1.000.000 serabut saraf aferen. Sebagian besar
terdapat pada wajah dan ekstremitas, sedangkan pada punggung relatif sedikit.
Serabut saraf ini mempunyai akson dengan badan sel yang berada pada dorsal root
ganglia . Serabut saraf ini masuk kulit melalui lapisan lemak subkutan, kemudian
masing-masing terbagi dua yaitu serabut saraf bermielin dan serabut saraf tidak
bermyelin. Serabut saraf bermielin berjalan horizontal membentuk anyaman dengan
serabut yang sama, kemudian naik ascenden bersama pembuluh darah dan
menginervasi dermis bagian superficial. Dalam perjalanan selanjutnya serabut ini
dibungkus oleh sel Schwann dan sebagian tidak bermielin. Sebagian berakhir di
dermis, beberapa melakukan penetrasi membran basalis tetapi tidak ke epidermis.

Ada 3 macam serabut saraf yag terdapat pada kulit, yaitu :

1. Serabut adrenergik : berfungsi untuk menginervasi pembuluh darah (untuk


vasokonstriksi pembuluh darah, m erector papilare (untuk kontraksi otot
tersebut), dan kelenjar apokrin (untuk pengatur sekresi kelenjar apokrin.

2. Serabut kolinergik : berfungsi menginervasi kelenjar ekrin.

3. Serabut sensorik : berfungsi untuk menerima rangsangan dari luar tubuh. Ada
serabut saraf sensorik, yaitu :

12
- Korpuskulum Meisnerri berfungsi menerima rangsangan sentuhan dan
tekanan ringan. Terdapat pada papilla dermis dan paling banyak dapat
dijumpai pada telapak tangan dan kaki.

- Korpuskulum Paccini berfungsi untuk menerima rangsangan tekanan


dalam dan terdapat pada dermis bagian dalam terutama pada bagian-
bagian badan yang sering menahan beban berat.

- Saraf rambut bebas berfungsi untuk menerima rangsangan panas,


dingin, nyeri, gatal. Akhiran saraf bebas ini terdapat terutama pada
papilla dermis dan sekitar folikel rambut.

Batas antara epidermis dan dermis dibentuk oleh zone membrane basalis.
Dengan menggunakan mikroskop electron, membrane ini dapat dilihat terdiri dari 4
komponen yaitu : membrane sel dari sel basal dengan hemidesmosom, celah
intermembranous, lamina basalis, komponen fibrous dermis yang dapat dilihat
dengan mikroskop biasa dengan pewarna khusus menggunakan PAS. Zone membrane
basalis ini merupakan filter semipermeable yang memungkinkan pertukaran sel dan
cairan antara dermis dan epidermis(Adhi,2005).

1. Lapisan Subkutis
Kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
di dalamnya. Di lapisan ini terdapat ujng-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
getah bening.

Vaskularisasi Kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis.
Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla
dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat

13
pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran
epidermis(Gani,1991).

Histologi Melanosit

Melanosit merupakan sel khusus yang terdapat pada epidermis, dijumpai di


bawah atau di antara sel-sel stratum basalis dan pada folikel rambut. Asal embriologi
dari melanosit yang berasal dari sel Krista neural.
Melanosit memiliki bentuk badan sel bulat tempat bermulanya cabang-cabang
yang irregular dalam epidermis. Cabang-cabang ini berada di antara stratum basalis
dan stratum pinosum. Gmabar di bawah ini adalah diagram Melanosit. Juluran
melanosit meluas hingga ke antara keratonosit. Granul melanin disintesis di dalam
melanosit kemudian bermigrasi ke dalam keratonosit.

14
Dengan mikroskop elektron terlihat sel yang berwarna pucat, berisikan
banyak mitokondria kecil, kompleks golgi sangat berkembang, sisterna pendek pada
retikulum endoplasma yang kasar. Meskipun melanosit tidak dilekatkan dengan
keratinosit yang berdekatan dengannya oleh desmosom, melanosit ini diletakkan ke
lamina basalis dengan hemidesmosom. (Adhi,2005).

Gambar 2.7. Gambaran mikroskop electron kulit manusia. Terdiri dari melanosit
dan keratinosit. Terlihat granul melanin yang sangat banyak pada keratinosit di
sebelah kanan dibandingkan yang terdapat di melanosit sendiri. Gambaran material
putih di bagian bawah adalah kolagen dermis.

2.2 Fungsi Kulit


Kulit mempunyai fungsi bermacam- macam untuk menyesuaikan tubuh dengan
lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai: (GANI,1991)

15
1. Pelindung

Jaringan tunduk sel – sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda –
benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. Melanin yang
memberi warna pada kulit melindungi kulit dari akibat buruk sinar ultraviolet.

2. Pengatur suhu

Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna


mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas peredaran darah di kulit
meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu
tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas.

3. Penyerap

Kulit dapat menyerap bahan – bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut
dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. Zat – zat yang
larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran
darah, karena dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit.

4. Indera perasa

Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam
kulit. Fungsi indera perasa pokok yaitu merasakan nyeri, perabaan, panas, dan
dingin.
2.3 Definisi
Melanoma adalah lesi keganasan yang berasal dari sel melanosit, Ciri-ciri lesi
berupa gambaran lesi berpigmen agak gelap, halus, keras tak berambut. Merupakan
tumor ganas kulit yang sangat ganas dan berasal dari system melanositik kulit.
Melanoma Maligna dapat berkembang dari tahi lalat atau tanda lahir, tetapi dapat
ditemukan juga berkembang pada kulit tanpa tanda lahir ataupun tahi lalat. (Sabiston,1995)

2.4 Epidemiologi

16
Melanoma maligna tersebar diseluruh di dunia. Korelasi insiden melanoma
biasanya berlawanan dengan garis lintang, yaitu insidennya lebih tinggi pada daerah
dekat ekuator dan lebih rendah secara progresif pada daerah dekat kutub.Penyakit ini
merupakan 1-3 % dari seluruh kasus keganasan pada kulit. Insidens pada wanita
hampir sama dengan pria, dengan frekuensi tertinggi ditemukan pada 35 - 55 tahun.
American Cancer Society memperkirakan bahwa 68.720 kasus melanoma yang
didiagnosis di Amerika Serikat pada tahun 2009. 39.080 pada laki-laki dan 29.640
pada wanita.Jumlah Insiden melanoma meningkat 5-7% per tahun. (Sabiston 1995,

NCCN,Kantor J 2009)

Grafik 2.1
Amerika Serikat beberapa tahun terakhir ini, dan frekuensinya semakin
meningkat. Frekuensi melanoma maligna, sejauh ini merupakan kanker kulit yang
paling fatal, juga telah ditingkatkan oleh sebuah faktor kira-kira 15 kali dalam 60
tahun terakhir. Pada tahun 1997, lebih dari 40.000 kasus baru melanoma maligna
terdiagnosa di Amerika Serikat, dan lebih dari 7.200 pasien dengan penyakit ini
meninggal dunia. Lebih lanjut, melanoma maligna merupakan salah satu kanker yang
paling sering pada kelompok dewasa muda. Di Queensland, Australia, memiliki
insiden melanoma tertinggi di dunia, kira-kira 57 kasus per 100.000 orang per tahun.
Israel juga memiliki salah satu insiden tertinggi, sekitar 40 kasus per 100.000 orang

17
setiap tahunnya. (Spencer 2000, Gani 1991, NCCN) . Insiden melanoma maligna meningkat
dengan cepat di seluruh dunia, dan peningkatan ini terjadi pada tingkat yang lebih
cepat daripada kanker lain selain kanker paru-paru pada wanita. Diketahui frekuensi
pada orang kulit putih lebih sering terjadi dibandingkan orang kulit hitam. Melanoma
maligna jarang terjadi pada anak.

2.5 Etiologi

Etiologi dari melanoma maligna belum diketahui secara jelas namun dari
beberapa penelitian, etiologinya adalah

1. Radiasi Ultraviolet
Sebagian besar keganasan kulit terjadi sebagai akibat kerusakan multikausal
jangka panjang epidermis. Faktor yang paling berperan adalah paparan ultraviolet dan
sinar matahari, terutama pada orang yang banyak terpapar sinar matahari, seperti
pelaut, petani, dan orang yang banyak berpergian ke daerah tropik, pada umur lanjut
terjadi di daerah kulit yang terbuka (muka,kepala, punggung tangan).
Radiasi ultraviolet dibagi dalam tiga urutan, yaitu gelombang pendek (UVC,
200-290 nm), gelombang menengah (UVB, 290-320 nm), dan gelombang panjang
( UVA, 32 0-400 nm). Lapisan atmosfer ozon menyerap semua UVC dan sebagian
UVB, sehingga spektrum dari radiasi UV pada permukaan bumi terdiri dari UVA (90-
99%) dan UVB (1-10%). Penderita yang mempunyai kulit sedikit pigmen jadi cepat
menderita pembakaran oleh sinar matahari, sehingga mempunyai resiko terbesar.
Setelah terpapar matahari, “sunburn cells” diskeratotik, yaitu keratinosit yang
mengalami apoptosis.Keratinosit basal pun mengalami apoptosis setelah terpapar oleh
radiasi ultraviolet

18
Gambar 2.10 Respon Keratinosit dan Melanosit terhadap Radiasi UV,
mengemukakan Pola Epidemiologi Berbeda pada Kanker Kulit.

Karena itu beresiko untuk konversi maligna, diperlihatkan pada kolom A dan
B, tersusun sepanjang membrana basalis yang memisahkan epidermis (coklat-
kemerahan) dari dermis (merah-muda). Melanosit yang terlihat pada kolom C dan D,
juga berlokasi di lapisan basal epidermis. Melanosit mempertahankan kontak dengan
dikelilingi keratinosit, memindahkan melanin melalui dendrit-dendritnya. Baris 1
menunjukkan epidermis yang menerima baik dosis-tinggi atau dosis-rendah radiasi
UV. Foton UV,masuk ke lapisan basal dan berinteraksi dengan DNA, memberi
kenaikan jumlah photoproducts, yang diindikasikan oleh lingkaran merah terbuka
yang mengelilingi nukleus yang terpengaruh (terlihat berwarna ungu). Baris 2
menunjukkan respon kerusakan sel oleh radiasi UV dalam beberapa hari ke depan.
(Paek 2008, ACS 2006, Soong 2001)

Keratinosit yang kerusakan DNA-nya meluas dengan melakukan apoptosis,


diindikasikan oleh X melalui sel, dan disingkirkan. Keratinosit yang kerusakan DNA-
nya minimal dapat memperbaiki kerusakan, mengindikasikan hilangnya lingkaran
terbuka, atau memberi kenaikan pada siklus berikutnya dari replikasi DNA menjadi

19
mutasi yang disebabkan oleh radiasi UV, mengindikasikan lingkaran merah padat.
Dalam beberapa hari kemudian, seperti diperlihatkan oleh Baris 3, kulit mulai
meningkatkan respon-SOS terhadap luka asli akibat radiasi UV, dengan peningkatan
konten melanin epidermal (tanning), diindikasikan oleh stippling dan meningkatnya
kapasitas perbaikan DNA pada sel-sel yang bertahan.

Apoptosis pada kerusakan keratinosit berat menghasilkan pertahanan sejumlah


keratinosit bermutasi yang mirip setelah radiasi UV baik dosis-tinggi (kolom A)
ataupun dosis rendah (kolom B).Dalam melanosit, sejumlah kerusakan awal terhadap
DNA juga secara langsung, sebanding terhadap dosis radiasi UV namun resistensi
yang lebih besar terhadap radiasi UV yang menyebabkan apoptosis merujuk pada
pertahanan seluruh melanosit.Sel-sel yang rusak secara luas adalah yang berada pada
resiko tinggi untuk mutasi mengikuti (lingkaran merah padat) kedalam DNA, seperti
terlihat dalam Baris 2, dan ekspansi klonal dapat muncul selama satu atau lebih siklus
pembelahan melanosit dalam periode setelah pemaparan, seperti yang terlihat dalam
Baris 3.

Pada kontras dan efeknya pada keratinosit, radiasi UV dosis-tinggi (kolom C)


memberi hasil pada melanosit yang bermutasi lebih banyak dibandingkan yang
diperlihatkan oleh radiasi UV dosis-rendah (kolom D). Baris 4 menunjukkan akibat
pemaparan dosis-rendah kedua pada kulit dalam periode fotoproteksi yang dirangsang
ketika kulit menjadi coklat-kemerahan dan memiliki peningkatan kapasitas untuk
memperbaiki DNA. Konten melanin yang meningkat, menyerap radiasi ultraviolet
lebih banyak, mengurangi kerusakan awal terhadap DNA. Sebagai tambahan, seperti
yang terlihat dalam Baris 5, meningkatnya kapasitas untuk memperbaiki DNA
menghasilkan perbaikan yang mendekati komplit, meskipun pembelahan sel
distimulasi oleh radiasi UV dapat memperlihatkan hasil pada ekspansi klonal sel-sel
yang telah bermutasi.(Soong, 2001)

Untuk kedua keratinosit dan melanosit, kombinasi kerusakan awal ringan dan
perbaikan yang mendekati komplit memberi hasil pada kemajuan malignansi yang
sangat lambat, sebagaimana dijelaskan pada teori multistep dari proses awal dan
perkembangan kanker. Dalam kasus melanosit, bagaimanapun, jumlah sel yang

20
berada pada resiko untuk untuk kanker lebih tinggi pada kulit yang mendapat dosis-
tinggi awal radiasi UV (kolom C) dibandingkan pada kulit yang tidak
mendapatkannya (kolom D).

2. Melacynotic nevi atau biasa disebut tahi lalat adalah salah satu tumor berpigmen
yang sifatnya jinak. Biasanya baru mulai terlihat saat anak-anak dan remaja.
Melacynotic nevi ini sebenarnya bukan masalah, tetapi jika jumlahnya banyak dan
bentuknya irreguler atau ukurannya besar, kemungkinan menjadi MM lebih besar.
3. Kulit putih, freckles, rambut berwarna kuning atau merah
4. Pernah menderita MM sebelumnya.
5. Imunosupresi: Sistem imun dalam keadaan lemah atau sedang mendapat terapi
obat yang menekan sistem imun.
6. Jenis kelamin, sebelum usia 40 tahun MM banyak ditemukan pada wanita dan
setelah usia 40 tahun MM banyak ditemu-kan pada pria.
7. Genetik (mutasi gen CDKN2a
8. Riwayat Keluarga
UV-dimediasi induksi melanoma diyakini sebagai akibat dari kerusakan pada
DNA melanosit. Sel melanoma ini aneuploid, sedangkan melanosit yang normal
diploid. Etiologi genetic melanoma berasal dari perubahan kromosom lengan
pendek kromosom 1 dan kedua lengan kromosom 6 dan 7 telah diidentifikasi dalam
baris sel melanoma, baik yang berasal dari melanoma primer atau metastases. 9p21
telah menjadi common apparent. Yang terjadi juga pada kromosom 10 dan 8p,
bersama dengan iitu di nomor salinan kromosom 7, 8, 6p, 19, 20, 17. Pada 1820,
Norris mendokumentasikan bentuk diwariskan melanoma maligna. Lebih dari 130
tahun berlalu sebelum munculnya laporan lain kekeluargaan tertentu lebih rentan
terhadap perkembangan kelainan 21enetic yang terkait dengan melanoma. Akibatnya,
anggota keluarga ini memiliki risiko sangat tinggi untuk menjadi melanoma. Sekitar 8
sampai 12% dari semua kasus melanoma terjadi dalam orang – orang yang
mempunyai hubungan keluarga.Dua lesi 21enetic yang berkaitan dengan p16 dan
mengatur siklus sel siklin (CDK4) telah diidentifikasi dalam keluarga melanoma;
pada pasien tersebut, mempunyai kecenderungan untuk melanoma.

21
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi dari melanoma maligna belum dapat diketahui dengan
jelas.Peningkatan intraselular-spesies oksigen reaktif akan menyebabkan kerusakan
DNA.
Awal perkembangan melanoma yaitu Oksidasi melanin semakin mengarah ke
generasi redoks-aktif Tautomer (quinone-imina), siklus redoks intraselular
(ditingkatkan dengan logam atau bahan lain terikat oleh melanin) dengan
melanosomal dan kerusakan DNA, transkripsi faktor aktivasi dan perangkat
tambahan, dan aktivasi dari antiapoptotic (obat-resistant) fenotipe dari melanosit.
Antioksidan termasuk sejumlah antioksidan seluler (asam askorbat, α-tokoferol, dan
glutathione) sedangkan inhibitor oksidasi termasuk obat-obatan sebagai sintesis
kolesterol inhibitor atau penghambat aktivitas mitokondria. Penyerapan logam ke
dalam sel diatur oleh metallothioneins, dan polimorfisme memberikan kontribusi
untuk pengambilan diferensial dan risiko. ROS, spesies oksigen reaktif.

2.7 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Pada saat melakukan anamnesis Gejala klinis melanoma maligna adalah
apabila adanya lesi berpigmen baru atau adanya tahi lalat yang berubah seperti :
a. Perubahan dalam warna
b. Perubahan dalam ukuran ( pertumbuhan yang cepat )
c. Timbulnya gejala ( gatal, rasa terbakar atau panas, dan sakit)
d. Terjadi peninggian pada lesi yang sebelumnya datar.
e. Perubahan pada permukaan atau perubahan konsistensi lesi berpigmen
f. Berkembangnya lesi satelit
g. Disamping itu gejala seperti tahi lalat atau tanda lahir mudah berdarah apabila
digaruk, dan kemerahan disekitarnya merupakan ciri lesi melanoma maligna.
Keluhan tersebut dapat pula terjadi pada kulit tanpa tahi lalat atau tanda lahir.

22
Pemeriksaan pada melanoma maligna didasari oleh pengamatan secara
periodik selama hitungan minggu dari pertumbuhan tahi lalat atau tanda lahir.
Hasil pemeriksaan merupakan perubahan yang terjadi dalam waktu pengamatan
dan dicirikan dengan aturan ABCDE (The ABCDE’s of Melanoma) , yaitu:

 A= Asimetris, bentuknya menjadi tidak beraturan dimana setengah bagian


menjadi tidak sama dengan setengah bagian lain apabila dibandingkan

Gambar 2.12

 B= Border atau garis batas yang mengalami perubahan menjadi tidak rata
dan tidak jelas.

Gambar 2.13

23
 C= Color atau perubahan warna yang tidak sama dalam satu lesi. Bisa
kecoklatan sampai hitam, biru maupun kemerahan. Dapat pula disertai
pigmentasi yang menyebar ke kulit sekitartahi lalat atau tanda lahir

Gambar 2.14

 D= Diameter, dimana terjadi pertumbuhan lesi pada kulit dari garis tengah
lebih dari 6 mm dapat dicurigai sebagai keganasan

 E= Evolution, atau terjadi perubahan sifat dan konsistensi pada lesi seperti:
penebalan pada kulit disekitar, menjadi rapuh dan mudah berdarah, serta
terbentuknya lesi satelit berbentuk pigmentasi pada sekitar tahi lalat atau
tanda lahir.(Soong,2001)

2.8 Bentuk Melanoma maligna


1. Superficial Spreading Melanoma ( SSM )
Pada umumnya timbul dari nevus atau pada kulit normal ( de novo )
Merupakan yang paling sering ditemukan ( 70% dari semua kasus). Melanoma ini
timbul pada kelompok usia lebih muda dibandingkan dengan LMM ( lentigo
Melanoma Maligna ) yaitu berkisar 40 – 50 tahun.Perbandingan antara pria dan
wanita hampir sama. Bentuk kelainan berupa : lesi berupa plak archiformis
berukuran 0.5 – 3 cm dengan tepi meninggi dan irregular. Pada permukaannya
terdapat campuran dari bermacam – macam warna seperti coklat, abu – abu, biru,
hitam, dan sering kemerahan. Umumnya pada wanita ditemukan lebih banyak
punggung, tungkai bawah, sedangkan pria di badan dan leher.
-Epidermis :
 Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri – sendiri atau
berkelompok
24
 Pada umumnya sel – sel tersebut tidak tampak pleomorfik

-Dermis :
 Melanosit berbentuk epiteloid yang besar serta berkromatin atipik
 Didalam sel – sel tersebut terdapat butir – butir melanin
 Dapat pula ditemukan melanosit berbentuk kumparan dan sel – sel radang

Gambar 2.16

Melanoma Superfisial

1. Lentigo Melanoma Maligna ( LMM )

LMM menduduki 5 % dari melanoma kulit, terutama terjadi pada


orang tua. Perbandingan antara pria dan wanita sebesar 1 : 3. LMM biasanya
berupa bercak makula kecil, berwarna coklat gelap, coklat atau hitam. Pada
permukaannya dapat dijumpai bercak pigmentasi yang tersebar tidak teratur.

25
Lesi meluas secara perlahan dan irregular. Dapat berkembang menjadi nodul
biru kehitaman yang invasif dan agak hiperkeratotik.
 Epidermis :

 Melanositik atipik sepanjang membrane basalis, berbentuk pelomorfik


dengan inti yang atipik

 Sel – sel yang dijumpai berbentuk kumparan

 Dermis

 Infiltrasi limfosit dan makrofag yang mengandung melanin

Gambar 2.17

1. Acral Lentiginous Melanoma ( ALM ) atau palmar – plantar –


subungual Melanoma (PPSM)
Merupakan tipe yang paling jarang terjadi 1 %. Predileksinya pada daerah
telapak kaki, tangan, jari – jari tangan, kaki, dasar kuku, dan membrane mukosa.
Sering mengenai orang negro dan bangsa lain yang tinggal di daerah tropic.
Lesinya berupa bercak dengan pigmen yang tersebar dengan intensitas yang
bervariasi. Pada permukaannya dapat timbul papul, nodul, dan mengalami
ulserasi. Gambaran khas paling baik dilihat pada daerah macula berpigmen.
Tampak pemanjangan rete ridge dan proliferasi melanosit atipikal sepanjang

26
lapisan basal. Sel – sel dapat penetrasi ke epidermis di atas taut dermo –
epidermal.

Gambar 2.18
2. Bentuk nodular (melanoma d’emblée). Merupakan benjolan berwarna
biru kehitaman dengan batas tegas serta mempunyai variasi bentuk,
umumnya ditemukan pada daerah telapak kaki:
 bentuk yang terbatas di daerah epidermal dengan permukaan
licin
 nodul yang menonjol dipermukaan kulit dengan bentuk yang
tidak teratur
 bentuk eksofilik disertai ulserasi

Gambar 2.19

2.9 Klasifikasi
Pada melanoma maligna mengklasifikasianya dibagi menjadi :
1. Klasifikasi Klinik
2. Klasifikasi Clark
3. Klasifikasi Breslow
4. Klasifikasi TNM

27
5. Klasifikasi American Joint Committee On Cancer ( AJCC) modifikasi dari
Klasifikasi TNM
Kegunaan system kalsifikasi tersebut yaitu: (ACS,2009)
 Untuk menentukkan tindakan pengobatan

 Untuk menentukkan prognosis

 Untuk membandingkan hasil pengobatan antara berbagai klinik

1. Klasifikasi Klinik standar melanoma maligna, terdiri dari tiga


stadium klinik yaitu
 Stadium klinik I

Melanoma maligna local tanpa metastasis jauh atau ke kelenjar limfe


regional. Termasuk kedalam stadium I adalah melanoma primer yang belum
diobati atau telah dilakukan biopsy eksisi, melanoma rekuren local yang berada
dalam jarak 4 cm dari lesi primer, melanoma primer multiple. Sampai saat ini
pembedahan dengan eksisi luas masih merupakan pengobatan melanoma maligna
yang terbaik. Penentuan batas tepi eksisi optimal dan pertimbangan pengangkatan
kelenjar limfe regional sebagai tindakan profilaksis terutama tergantung pada
jenis dan lokasi melanoma maligna, tingkat invasi Clark dan kedalaman Brelow.
Rekomendasi terakhir yang dilaporkan oleh day dkk ( 1982 ) dan sober ( 1983 )
menganjurkan batas tepi eksisi adalah sebagai berikut :
 Untuk lesi dengan kedalaman lebih dari 0.85 mm adalah 3 cm

 Lesi dengan kedalaman kurang dari 0.85 mm adalah 1.5 cm

 Untuk lesi dengan kedalaman antara 0.85 – 1.69 mm dan lesi tersebut
tidak terletak di region Bans yaitu bagian atas punggung, bagian
posterolateral lengan, leher, atau kulit kepala. Batas tepi eksisi adalah
1.5 cm

Pegangkatan kelenjar limfe regional terutama dilakukan pada semua lesi


melanoma maligna dengan kedalaman0.9 mm atau lebih pada semua tingkat
invasi. Pengangkatan kelenjar limfe regional biasanya tidak dilakukan pada
keadaan sebagai berkut :
 Penderita dengan usia lanjut

28
 Penderita dengan sangat lemah dengan penyakit yang sering kambuh –
kambuhan

 Sudah ada metastasis jauh

Alternatif lain adalah radioterapi namun tidak efektif untuk pengobatan lesi
melanoma maligna kulit karena radioresisten. Namun penggunaannya dapat
dipertimbangkan bagi penderita lanjut usia dan pada lesi metastasis ( otak dan hati
). Dosis yang dianjurkan adalah 4500 – 5000 rads.

 Stadium klinik II

Sudah terjadi metastasis yang terbatas pada kelenjar limfe regional. Yang
termasuk kedalam stadium II adalah melanoma primer yang mengadakan
metastasis secara simultan, melanoma primer yang terkontrol, dan kemudian
terjadi metastasis, melanoma rekuren lokal dengan metastasis.

 Stadium klinik III

Melanoma diseminata dimana sudah terjadi metastasis yang jauh.


Termasuk kedalam stadium III apabila sudah terjadi metastasis ke alat – alat
dalam dan atau subkutan. Pada 25 – 30 % penderita melanoma maligna sudah
menunjukkan adanya metastasis ke kelenjar limfe.

1. Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark


Clark membagi melanoma maligna menurut kedalaman invasinya didalam
lapisan kulit atas 5 tingkat :

29
Gambar 2.
1. Sel melanoma berada di dalam epidermis, tetap tidak menebus
membrane basal (karsinoma in situ)
2. Melanoma sampai ke stratum papilare
3. Melanoma masuk antara di dermis papilare dan dermis retikulare
4. Melanoma masuk ke dalam dermis retikular
5. Melanoma masuk ke dalam jaringan subkutis.

3 . Klasifikasi kedalaman menurut Breslow

Breslow membagi melanoma maligna dalam 3 golongan


Golongan I : Dengan kedalaman ( ketebalan ) tumor < 0.76 mm
Golongan II : Dengan kedalaman ( ketebalan ) tumor antara 0.76 – 1.5 mm
Golongan III : Kedalam tumor antara 1.70 – 3.64 mm

Kedalaman tumor menurut Breslow, diukur secara langsung menggunakan


micrometer okuler, dari atas lapisan granuler sampai sel – sel melanoma paling
dalam serta merupakan metode objektif untuk menentukkan prognosis. Sedangkan
tingkat invasi menurut clark merupakan cara pengukuran tumor secara tidak
langsung. Hubungan antara tingkat invasi menurut clark dan kedalaman tumor
menurut Breslow. Melanoma maligna dengan kedalaman sampai 0.65 mm
menurut klasifikasi Breslow sesuai dengan tingkat II menurut klasifikasi menurut
klasifikasi Clark. (ACS,2009)

1. Klasifikasi AJCC modifikasi TNM

5-Year
TNM
Stage Histologic/Clinical Features Survival
Classification
Rate, %
0 Tis N0 M0 Intraepithelial/in situ melanoma 100

IA T1a N0 M0  1 mm without ulceration and mitotic rate <1/mm2 97

IB T1b N0 M0  1 mm with ulceration or mitotic rate  1/mm2 91-94


T2a N0 M0 1.01-2 mm without ulceration

IIA T2b N0 M0 1.01-2 mm with ulceration 79-82

30
T3a N0 M0 2.01-4 mm without ulceration

IIB T3b N0 M0 2.01-4 mm with ulceration 68-71


T4a N0 M0 4 mm without ulceration

IIC T4b N0 M0 >4 mm with ulceration 53

IIIA T1-4a N1a Single regional nodal micrometastasis, nonulcerated 78


M0 primary
T1-4a N2a 2-3 microscopic positive regional nodes, nonulcerated
M0 primary

IIIB T1-4b N1a Single regional nodal micrometastasis, ulcerated primary 54-59
M0 2-3 microscopic regional nodes, nonulcerated primary
T1-4b N2a Single regional nodal macrometastasis, nonulcerated
M0 primary
T1-4a N1b 2-3 macroscopic regional nodes, no ulceration of primary
M0 In-transit met(s)* and/or satellite lesion(s) without
T1-4a N2b metastatic lymph nodes
M0
T1-4a/b N2c
M0

IIIC T1-4b N2a Single macroscopic regional node, ulcerated primary 40


M0 2-3 macroscopic metastatic regional nodes, ulcerated
T1-4b N2b primary
M0 4 or more metastatic nodes, matted nodes/gross
Any T N3 M0 extracapsular extension, or in-transit met(s)/satellite
lesion(s) and metastatic nodes
IV Any T any N Distant skin, subcutaneous, or nodal mets with normal <20
M1a LDH levels
Any T any N Lung mets with normal LDH
M1b All other visceral mets with normal LDH or any distant
Any T any N mets with elevated LDH
M1c

2.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

31
pemeriksaan histopatologi (biopsi) kulit, dan radiologi. Dari anamnesis diperoleh
informasi kapan lesi kulit tersebut pertama kali muncul, perubahan ukuran atau
bentuknya, gejala gatal, perih, berdarah dan lainnya, paparan terhadap faktor
risiko kanker kulit termasuk pajanan sinar matahari, riwayat keluarga yang pernah
menderita penyakit sama.Pemeriksaan fisik dilakukan dengan bantuan alat
dermoskopi.
Dengan dermoskopi dapat dinilai ukuran, warna, dan tekstur lesi.Tujuh
acuan diagnostik MM dibagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor.
Kriteria mayor antara lain:
1) Perubahan ukuran lesi
2) Bentuk lesi tidak beraturan
3) Perubahan warna lesi.

Kriteria minor antara lain:


1) Lesi berdiameter >7 mm
2) Terdapat proses infl amasi
3) Berkrusta atau berdarah
4) Ada perubahan sensasi seperti gatal.

Jika salah satu kriteria mayor atau tiga kriteria minor terpenuhi, lesi tersebut
mengarah ke MM dan perlu segera di-tindaklanjuti.

32
Bagan 2.1

2.11 Diagnosa banding


 nevus pigmentosus
 keratosis seboroika
 karsinoma sel basal tipe pigmen
 granuloma piogenikum

2.12 Pengobatan
33
34
Tindakan yang dilakukan pada penderita kanker melanoma maligna ini
adalah pengangkatan secara komplit jaringan kanker dengan jalan pembedahan,
apabila telah diketahui terjadi penyebaran maka dibutuhkan operasi lanjutan untuk
mengangkat jaringan di sekitarnya. Untuk pengobatan secara medikomentosa
dengan kemoterapi (obat-obat anti kanker) yang dikelompokkan menjadi beberapa
kategori yaitu: alkylating agents, antimetabolit, alkaloid tanaman, antibiotik
antitumor, enzim, hormon dan pengubah respon biologis. Dan pengobatan secara
nonmedikomentosa meliputi radioterapi, pembedahan dan terapifisik.
Pembagian terapi berdasarkan stadium melanoma

 Stadium Klinik I Melanoma Maligna

Sampai saat ini metode pembedahan dengan eksisi luas masih tetap
merupakan cara pengobatan melanoma maligna yang terbaik. Penanganan pada
lesi tipe ALM lebih memerlukan tindakan khusus dibandingkan jenis yang
lainnya, yaitu:

35
 untuk lesi yang terletak pada dasar kuku (melanoma subungual) dan
jari tangan atau kaki bagian distal, dilakukan disartikulasi metakarpal
atau metatarsal.

 untuk lesi yang terletak di jari tangan atau kaki bagian proksimal,
dilakukan amputasi karpometakarpal atau tarsometatarsal

 untuk lesi yang terletak pada telapak tangan atau kaki (palmar atau
plantar melanoma), dilakukan eksisi luas dengan batas tepi eksisi yang
disesuaikan dengan anatomi dan fungsinya

 Penentuan batas tepi eksisi optimal dan pertimbangan pengangkatan


kelenjar limfe regional sebagai tindakan profilaksis, terutama
tergantung pada jenis dan lokasi melanoma maligna, tingkat invasi
Clark dan kedalaman (ketebalan) Breslow.

 Stadium Klinik II Melanoma Maligna

Eksisi luas disertai pengangkatan kelenjar limfe regional.

 Stadium Klinik III Melanoma Maligna

1. Kemoterapeutik sistemik

Agen kemoterapeutik tradisional yang terbaik yaitu Dacarbazine/Dimetil


Triazeno Imidazole Carboxamide (DTIC). Dapat diberikan tersendiri atau
dikombinasi dengan obat kemoterapeutik sistemik lainnya. Respon
pengobatan dengan DTIC terjadi pada 20-25% penderita. Kemoterapeutik
sistemik yang direkomendasikan adalah: DTIC: 200-300 mg/m2 (intravena)
selama 5 hari, diulang tiap 3-4 minggu. Nitrosourea: 200 mg/m2 dosis tunggal
(oral), diulang tiap 6 minggu. Atau kombinasi DTIC dan nitrosourea.

2. Imunoterapi BCG

Merupakan imunoterapi aktif non spesifik, terutama digunakan untuk


pengobatan melanoma maligna yang mengadakan metastasis ke kulit.
Diberikan secara intralesi dan memberikan pengaruh yang cukup bermanfaat.

36
Hasilnya tidak menentu, tergantung pada sistem imunitas penderita. Akhir-
akhir ini dilakukan imunoterapi adoptif, dengan memakai leukaferesis untuk
mendapatkan limfosit dari kanker pasien, kemudian sel itu diinkubasi dengan
interleukin-2, untuk membentuk sel pembunuh yang mengaktifkan limfokin
(LAK), dan kemudian sel-sel LAK diinfuskan kembali bersama pemberian
interleukin-2.
Pengobatan dengan disertai keuntungan dan kerugiannya:
- Kuretase dan elektrodesikasi

Cara ini biasanya digunakan untuk membuang pertumbuhan sel kanker.


Kanker diambil dengan kurette, satu alat yang berbentuk sudu tajam dan
seterusnya dialirkan arus elektrik dari suatu mesin khas untuk mengawal
pendarahan dan membunuh sel kanker yang tinggal di sekitar bagian itu.
Keuntungannya adalah sebagai berikut:

- Teknik sederhana

- Meninggalkan luka yang teratur dan kering.

Sedangkan Kerugiannya adalah sebagai berikut :

- Tidak efektif, hanya bisa di lakukan pada jenis kanker karsinoma sel basal.

- Tidak didapat konfirmasi pada batas tepi pembuangan jaringan yang adekuat

3. Bedah eksesi

Keuntungannya adalah sebagai berikut :

- Penyembuhannya cepat dengan luka yang teratur dan kering.


Kerugiannya adalah sebagai berikut :

- Membutuhkan waktu dan biaya mahal

- Pengambilan jaringan normal dapat berlebihan.

37
4. Radioterapi

Sinar tenaga tinggi digunakan untuk merusakkan sel-sel kanker dan


menghentikan pertumbuhan.Keuntungannya adalah sebagai berikut :

- Bermanfaat pada daerah anatomis yang sulit diterapi dengan metode


pembedahan.

- Bermanfaat bagi penderita dengan lesi yang luas memungkinkan dilakukan


anestesi umum.

Kerugiannya adalah :

- Memerlukan peralatan yang mahal

- Memerlukan kunjungan yang berulang kali.

- Memberikan efek samping yang signifikan.

5. Bedah beku

Keuntungannya adalah sebagai berikut :

- Tekniknya cepat.

- Peralatan yang dibutuhkan sederhana.

- Tidak mempengaruhi syaraf pembuluh darah besar, tulang rawan, dan sistem
saluran air mata.

Kerugiannya adalah sebagai berikut :

-Rasa nyeri dan edema serta dapat terjadi hipopigmentasi.

6. Bedah mikrogafik mohs

38
Teknik ini adalah untuk pertumbuhan kanker yang besar dan sukar dirawat.
Lapisan kulit dibuang lapis demi lapis dan dilihat di bawah mikroskop sehingga
tidak ada sel kanker yang tertinggal.

Keuntungannya adalah evaluasi histopatologi pada tepi irisan mendekati


100% dibandingkan dengan teknik seksi vertikal tradisional.dengan analisa tepi
irisan yang lengkap dapat diketahui dan ditelusuri semuafokus-fokus kanker yang
masih tertinggal.Reseksi hanya pada daerah kanker, sehingga dapat menghemat
jaringan atau meminimalkan jaringan yang hilang.Kerugiannya adalah
memerlukan dokter dan petugas laboratorium histopatologi yang terlatih serta
biayanya mahal.(ACS,2009)

2.13 Prognosis
Prognosis melanoma maligna sangat bervariasi. Ditentukan oleh banyak
faktor, diantaranya : (ACS,2009)
1. Sifat tumor jenis tumor

Untuk LMM mempunyai prognosis paling baik, kemudian SSM, sedangkan


NM dan ALM mempunyai prognosis yang paling buruk. Lokasi tumor: lesi pada
ekstremitas mempunyai prognosis lebih baik daripada dibadan.Tingkat invasi dan
kedalaman (ketebalan): makin dalam invasi tumor, prognosis makin buruk.

2. Stadium klinis

Angka ketahanan hidup 5 tahun pada melanoma berdasarkan stadium klinik


yaitu:

 Stadium I (penyakit terbatas pada kulit): 80-85%

 Stadium II (mengenai limfonodi regional): 36%

 Stadium III (penyakit disseminata): kurang dari 5%

1. Lokasi metastasis

4. Faktor penderita
39
Imunitas keadaan umum jenis kelamin, prognosis pada wanita lebih baik
daripada pria.

Daftar Pustaka

Adhi, J.dkk. 2005. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

American Cancer Society 2006. Cancer Facts and Figures 2006, pp. 1–56.
Atlanta:
American Cancer Society. Dapat diakses pada
: http://www.cancer.org/docroot/STT/stt_0.asp.

American Cancer Society. 2006. Cancer Facts and Figures 2006, pp. 1–56.
Atlanta:
American Cancer Society. Dapat diakses pada
: http://www.cancer.org/docroot/STT/stt_0.asp.

American Cancer Society. 2009. Cancer Facts & Figures. Dapat diakses pada
http://www.cancer.org/downloads/STT/500809web.pdf.

{Guideline} National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice


Guidelines in Oncology: Melanoma. Dapat diakses pada:
http//www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/melanoma.pdf.

Kantor J, Kantor DE. Routine dermatologist-performed full-body skin


examination
and early melanoma detection. Arch Dermatol. Aug 2009;145(8):873-6.

Paek SC, et al. 2008. Cutaneous melanoma. In K Wolff et al., eds.,


Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 7th ed., vol. 1, pp.

40
1134–1157. New York: McGraw-Hill Medical.

RA, Desmond, S-J, S. 2003. Epidemiology of malignant melanoma.


SurgClin North America 83:1.

Robert, B.S. 2009. Basal cell carcinoma [homepage on internet]. Italia. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/Basal cell carcinoma .

Romli, Muchlis. Umbas, Rainy. 2002.Deteksi Dini Kanker.


Jakarta : Balai FKUI.76-84

Sabiston,D.C. 1995. Buku Ajar Bedah.Bagian 1.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 360-361

Schwartz,S.,Spencer. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi VI.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.221-222

Soong SJ, et al. 2001. Final version of the American Joint Committee on Cancer
staging system for cutaneous melanoma. J Clin Oncol 19:3635.

Tambunan, Gani. 1991. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker


Terbanyak di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 58-
59,65-66

Wang SQ, et al. 2001. Ultraviolet A and melanoma: A review. Journal of the
American Academy of Dermatology, 44(5): 837–846.

41
42

Anda mungkin juga menyukai