Anda di halaman 1dari 102

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengenalan SPSS


Sistem pengolahan data yang tadinya dilakukan secara manual,
menggunakan banyak proses dan banyak tenaga didalamnya kini dapat dengan
mudah dilakukan. Salah satu program pengolahan data yang banyak digunakan baik
bagi praktisi yang sedang melakukan riset maupun bagi mahasiswa yang akan
menyelesaikan tugas akhir adalah SPSS (Statistical Product and Service Solution),
yaitu salah satu program pengolahan data statistik yang mempunyai kemudahan
dalam pemakaian, kelengkapan prosedur-prosedur yang tersedia dan fasilitas grafik
yang memadai, sangat membantu dalam menganalisis data.
SPSS menawarkan banyak kemudahan dalam pengoperasiannya (user
friendly), mulai dengan memasukkan data, mengedit, mentransformasi,
menganalisis, menyajikan hasil analisis, dll.

2.1.1 Data
Data dapat dikelompokkan dalam dua tipe utama, yaitu data kategorikal
dan data numerik. Data kategorikal terdiri dari data nominal dan data ordinal,
sedangkan data numerik terdiri dari data interval dan data ratio. Data nominal hanya
sebatas member label pada suatu data. Contoh: data jenis kelamin (pria dan wanita),
pembagian wilayah berdasarkan mata angin (utara, selatan, barat dan timur), dll.
Sedangkan data ordinal menunjukkan tingkatan data, namun hanya mengatakan
“lebih besar” atau “lebih kecil” tanpa menjelaskan seberapa besar atau kecil
propertinya
. Contoh: data pendapat (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju), preferensi (sangat suka, suka tidak suka, sangat tidak suka), dll.
Data interval memiliki konsep persamaan interval/jarak: pengukuran
waktu (waktu antara 07.00-10.00 sama dengan waktu antara jam 08.00-11.00),
pengukuran suhu (suhu antara 270-300 sama dengan suhu antara 280-210), dll. Nilai
nol data interval merupakan arbitrasi. Sedangkan data ratio mewakili jumlah aktual
suatu variabel. Data ini berpatokan pada nilai nol sebagai tolak ukur. Contohnya
pengukuran tinggi, berat, jarak, dll.

II-1
II-2

Tipe data yang digunakan dalam tabel SPSS Statistik bisa berupa data
kategorikal, data kategorikal dengan kode, data numerik, dan gabungan data
kategorikal dengan data numerik. Berikut contoh tabelnya:

Gambar 2.1 Tabel Data Kategori

Gambar 2.2 Tabel Data Kategori dengan Kode pada Kolom Penjualan

Gambar 2.3 Tabel Data Numerik

Gambar 2.4 Tabel Data Gabungan Kategorikal-Numerik


II-3

2.1.2 Membangun Data


Berikut ini langkah-langkah untuk membangun data menggunakan IBM
SPSS Statistic 20.

1. Mengaktifkan IBM SPSS Statistic 20 dengan meng-klik icon IBM SPSS


Statistics 20 yang terdapat di dekstop sehingga muncul kotak dialog IBM
SPSS Statistics 20 ( aktif )
2. Pilih Open an existing data source jika telah membangun file data dalam
format sav ( Format SPPS ) atau tekan tombol Cancel atau tanda silang (
penutup window ) dipojok kanan atas untuk mulai membangun file data
baru sekaligus mengaktifkan IBM SPSS Statistics Data Editor. IBM SPSS
Statistics Data Editor merupakan lingkungan tempat dimana kita bekerja.

2.1.2.2 Bekerja pada Viariable View


Variable view memiliki 11 kolom, yaitu Name, Type, Width, Decimals,
Label Values, Missing, Columns, Align, Measure, dan Role. Kolom-kolom tersebut
harus ditetapkan terlebih dahulu.
Berikut tahapan membuat variable view dengan data produksi panen
seperti pada Gambar 1.4:
1. Klik Variabel View.
2. Pada kolom Name, tulis provinsi pada baris pertama, tulis luas_panen
pada baris kedua, tulis produktivitas pada baris ketiga, tulis produksi pada
baris keempat, dan tulis area pada baris kelima.
3. Pada kolom Type tetapkan jenis data. Ada delapan jenis. Tujuh jenis
merupakan angka (Numeric, Comma, Dot, Scientific notation, Date,
Dollar, dan Custom currency). Dan satu jenis non-angka (String).
4. Tetapkan tipe String untuk provinsi. Numeric untuk luas_panen, Numeric
untuk produktivitas, Numeric untuk produksi, dan String untuk area.
5. Pada kolom Width tetapkan lebar kolom. Nilai default lebar kolom adalah
8.
6. Pada kolom Decimals, tetapkan jumlah digit setelah koma.
II-4

7. Pada kolom Label beri penjelasan variabel-variabel yang telah ditetapkan


pada kolom Name. label akan muncul dalam kotak dialog apabila akan
dilakukan analisis lebih lanjut.
8. Name-Label: luas_panen-luas panen, produktivitas-produktivitas,
produksi-produksi, dan area-wilayah.
9. Pada kolom Value, masukkan kode berupa angka pada data nominal atau
ordinal. Contoh, klik sel pada kolom Value dengan baris Area sehingga
kotak dialog Values Labels muncul. Ketik 1 pada kotak Values dan ketik
Sumatera pada Label kemudian tekan tombol Add. Dengan cara yang
sama, beri kotak untuk Area. Setelah selesai tekan tombol OK.
10. Pada kolom Missing, beri kode khusus data sebagai user missing. Pada
contoh kali ini tidak dilakuan missing value.
11. Pada kolom Columns, tetapkan lebar kolom. Fungsi kolom ini sama
dengan fungsi kolom Width.
12. Pada Align, tetapkan posisi data pada sel.
13. Pada kolom Measure, tetapkan tipe data.
14. Pada kolom Role, tetapkan apakah variabel tergolong input, target, both
(keduanya), none (tidak keduanya), partition dan split.

2.1.2.2 Bekerja Pada Data View


Setelah bekerja pada variable view, kita dapat memasukkan data
pengamatan yang dimiliki. Pindahkan ke tampilan kerja Data View dan isi masing-
masing sesuai hasil pengamatan.

2.1.2.3 Membangun Tabel Lanjutan – Missing Values


Missing values adalah menetapkan kode data sebagai user missing. Dari
data produksi panen Gambar 1.4, Provinsi Sumsel belum melaporkan data
produksinya. Berikut ini adalah langkah-langkahnya:
1. Aktifkan Variabel View.
2. Klik sel pada kolom Missing dan baris Luas-Panen sehingga muncul kotak
dialog Missing Values.
II-5

3. Pilih Discrete missing values dan ketikkan angka 0.00 pada kolom. Angka
nol (0.00) bukan menunjukkan tidak adanya penjualan, namun
menunjukkan belum ada laporan hasil panen.
4. Klik tombol OK.
5. Lakukan penetapan kode 0.00 sebagai belum ada pelaporan pada kolom
value, tepatnya kolom Value baris Produksi.
6. Klik sel tersebut sehingga kotak dialog values labels muncul. Ketik 0.00
pada value dan belum ada pelaporan pada Value Label. Tekan tombol
Add dan kemudian klik tombol OK.
7. Aktifkan Data View.
8. Ketik 0.00 pada kolom produksi baris 6 (Sumsel). Apabila ingin
menampilkan label kode missing value, klik ikon Value Labels.

2.1.3 Menyimpan dan Membuka Data


Setelah memasukkan data secara lengkap, data tersebut perlu disimpan
untuk dianalisis lebih lanjut. Berikut ini langkah-langkah untuk menyimpan data:
1. Klik File Save pada menu sehingga kotak dialog Save Data As
muncul.
2. Tentukan folder file data pada daftar down Save in.
3. Tuliskan nama file pada File name.
4. Klik OK.
Data yang telah dibuat dan disimpan sewaktu-waktu dapat dibuka untuk
dianalisis lebih lanjut. Berikut langkah-langkah membuka data:
1. Klik File Open Data pada menu sehingga kotak dialog Open File
muncul.
2. Cari folder file data pada daftar drop down Look in.
3. Klik ganda file data pada kotak atau klik file data kemudian klik Open
sehingga data yang telah disimpan akan muncul.

SPSS dapat membuka file data dengan format lain. Jadi jangan khawatir
apabila terlanjur membangun file data dengan format lain seperti Excel (*.xls) dan
Access (*.dbf). Berikut ini langkah-langkah mentransfer data dari Excel ke SPSS:
II-6

1. Klik File Open Data pada menu sehingga kotak dialog Open File
muncul.
2. Klik File of type di combo box sehingga muncul daftar berikut
3. Pilih format yang sesuai, misalnya Excel 2010 (*.xls).
4. Cari folder file data Excel pada daftar drop down Look in.
5. Klik ganda file data pada kotak atau klik Open sehingga kotak dialog
Opening Excel Data Source muncul.
6. Tanda cek akan aktif secara default. Tanda cek Read Variabel from the
first row of data aktif dimaksudkan supaya nama variabel yang terdapat
pada baris pertama file data excel tidak dianggap sebagai data, namun
diperlakukan sebagai variabel.
7. Klik OK.
Selain dalam format excel, SPSS juga mampu membuka file dalam bentuk
Access. Berikut adalah langkah-langkah file data Access ke SPSS:
1. Klik File Open Database New Query pada menu sehingga Database
Wizards akan muncul.
2. Pada kotak, pilih MS Access Database.
3. Klik Next sehingga muncul kotak dialog ODBD Driver Login.
4. Klik browser sehingga kotak dialog Open File muncul. Klik ganda file
data Access yang dimiliki sehingga kembali ke kotak dialog ODBC Driver
Login dengan menyertakan alamat file data Access pada kotak Database.
5. Klik OK sehinga kotak dialog Select Data Wizards muncul.
6. Pilih field dalam available Tables yang akan ditransfer ke SPSS dengan
men-drag field tersebut ke Retrieve Fields in This Order.
7. Klik Finish.

2.1.4 Memodifikasi Data


Modifikasi data yang akan dipelajari dalam SPSS terdiri dari menyisipkan
data, menyisipkan variabel, dan menggabungkan file. Selain itu akan dipelajari pula
teknik modifikasi lanjutan dengan menggunakan metode short, select cases, dan
metode agregat data.
II-7

2.1.5 Menyisipkan Data/Case


Untuk menyisipkan data/case pada kolom di antara data yang ada dapat
dilakukan dengan mudah. Contoh menyisipkan case data diantara berat badan 83.50
dan 80.00. berikut adalah langkah-langkahnya :
1. Klik sel data berat 80.00.
2. Klik ikon Insert Cases pada toolbar sehingga sebuah baris akan muncul
tepat di atas sel yang di klik (sel aktif).

Gambar 2.5 Menyisipkan Data Pada PASW


3. Masukkan data pada baris tersebut.

2.1.6 Menyisipkan Variabel


Kita juga dapat menyisipkan suatu variabel (kolom) baru pada tabel data.
Berikut adalah langkah-langkahnya :
1. Klik sel data 65.50. Sel tersebut merupakan sel aktif. Di samping kanan
sel tersebut akan disisipkan kolom variabel.
2. Klik ikon Insert Variables pada toolbar. Sebuah kolom baru akan muncul
tepat disamping kiri sel yang di klik (sel aktif)
II-8

Gambar 2.6 Menyisipkan Variabel pada PSAW


3. Berikan nama kolom baru dengan berpindah atau klik variable view.
Ketika nama pada kolom Name.
4. Masukkan data dengan terlebih dahulu pindah ke lembar kerja Data View.

2.1.7 Menggabungkan File


Selain dapat melakukan penyisipan, SPSS juga dapat melakukan
penggabungan dua file data. Tujuannya adalah untuk penambahan data/case dan
untuk penambahan variabel data. Berikut ini adalah langkah-langkah
penggabungan dua file dengan tujuan untuk menambah data.
II-9

1. Buka/input data berat.

Gambar 2.7 Data Berat (Kiri) Dan Data Berat2 (Kanan)

1. Untuk menambahkan data nama dan berat siswa dari data berat2 ke data
berat dapat dilakukan dengan klik Data => Merger File => Add Cases pada
menu sehingga muncul kotak dialog Add Cases yang meminta sumber file
data berat akan digabungkan.
2. Klik Browse untuk mencari file berat.
3. Klik ganda file berat atau klik file tersebut kemudian klik Open sehingga
kembali ke kotak dialog Add Cases to. Klik continue sehingga muncul kotak
dialog Add Case From.
4. Kotak Unpaired Variables (sisi kiri) merupakan variabel yang bukan
pasangan dari kedua file data. Kotak Variable in New Working Data File
(sisi kanan) merupakan daftar pasangan variabel dari kedua data, yaitu nama
dan berat.
5. Klik OK sehingga file data berat akan mengalami tambahan data nama dan
berat dari file berat.
II-10

Gambar 2.8 Hasil Gabungan Data File Berat Badan


Adapun langkah-langkah penggabungan 2 file dengan tujuan penambahan
variabel/kolom sama seperti pada penggabungan case. Contoh menggabungkan file
data berat gabungan (data berat dan data berat2) dengan data tinggi:
1. Buka/input data berat badan gabungan.
2. Klik Data Merger File Add variables pada menu sehingga akan muncul
kotak dialog Add variables to yang meminta sumber file data tinggi yang akan
digabungkan.
3. Pada kotak, klik ganda file data tinggi atau klik file data tersebut kemudian
klik Open sehinga kembali ke kotak dialog Add variables to. Selanjutnya klik
continue sehingga muncul kotak dialog Add variables from.
4. Perhatikan ada dua tanda dalam kotak, yaitu * dan +. Tanda * menunjukkan
variabel berasal dari file data aktif (berat) dan + berasal dari variabel file data
yang akan digabungkan (tinggi). Kotak Excluded Variables (kotak sebelah
kiri) merupakan kumpulan variabel pada file data tinggi yang tidak
dimasukkan ke file berat badan. Kotak New Working Data File merupakan
gabungan variabel file data berat badan dan tinggi. Kita dapat menggunakan
II-11

tanda panah kiri – kanan untuk memodifikasi variabel yang akan dipakai pada
file data.
5. Klik OK sehingga variabel pada file data berat akan mengalami tambahan
variabel tinggi dari file data tinggi.

Gambar 2.9 Hasil Gabungan Data File Berat Badan dan Tinggi Badan
Selain cara diatas, penggabungan file dapat dilakukan dengan metode cut
and paste. Untuk memperoleh hasil gabungan data seperti pada gambar 1.8 dapat
dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Buka/input data berat2, data yang hendak digabungkan
2. Klik dan drag area data sehingga terblok hitam.

Gambar 2.10 Block Dan Copy Data


3. Pada menu, klik Edit Copy.
4. Buka file data berat dengan klik ikon Open Data Document.
II-12

5. Klik sel nama – baris 6 sehingga sel terbaru aktif.


6. Tempelkan data yang telah disalin dengan klik Edit => Paste pada menu.
Fasilitas copy juga bermanfaat untuk menyalin kode yang telah ditetapkan
pada kolom Values lingkungan kerja Variables View.

2.1.8 Menghapus Data


Ada dua kategori penghapusan data, yaitu dengan cara menghapus sel atau
area dan dengan cara menghapus baris atau kolom data. Pada prinsipnya cara
penghapusannya sama, yaitu dengan mark and clear. Mark and clear merupakan
metode menandai sel, area, baris atau kolom dan kemudian menghapusnya. Berikut
ini langkah-langkahnya:
1. Untuk menandai, klik pada sel tertentu, satu baris atau satu kolom.
2. Setelah penandaan selesai, klik Edit Clear.
Sedangkan untuk menghapus area (beberapa sel), bebrapa baris atau kolom,
penandaan dilakukan dengan klik & drag dan kemudian hapus dengan cara yang
sama.

2.1.9 Memodifikasi Data Lanjutan


Pengelompokkan data sangat penting untuk memberi gambaran data
sehingga dihasilkan informasi tertentu. Beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi tersebut adalah Metode Sort Cases, Select Cases dan
Agregat Data.
Metode Sort Cases mengelompokkan data dengan memilih variabel
tertentu (numeric) dan mengurutklannya baik secara uruta terbesar ke terkecil
(descending) maupun dari urutan terkecil ke urutan terbesar (ascending).
Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Klik Data Sort Cases pada toolbar sehingga muncul kotak dialog Sort
Cases.
2. Masukan variabel semester 1 ke kotak Sort by dengan menekan tombol
panah.
3. Pada Sort Order, pilih Ascending untuk mengurutkan tingkat penjualan dari
yang terkecil ke yang terbesar
II-13

4. Klik OK sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

Gambar 2.11 Hasil Sort Cases - Ascending

Perbedaan kolom Luas_panen. Nilai pada kolom adalah urut, dari yang
terkecil hingga terbesar.
Metode Select Cases mengelompokkan data dengan kriteria yang
ditetapkan. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Klik Data Select Access pada toolbar sehinga muncul kotak dialog
Select Cases.
2. Pilih if Condition is satisfied dan tekan tombol If sehingga kotak dialog
Select Cases If muncul.
3. Pindahkan variabel Hasilpanen dengan menekan tombol panah sehingga
muncul tulisan HasilPanen pada kotak. Lengkapi tulisan tersebut menjadi
formula Hasilpanen>13000.
4. Klik Continue sehingga kembali ke kotak dialog Select Cases.
5. Klik OK sehingga diperoleh hasil seperti berikut :

Gambar 2.12 Hasil Select Cases


II-14

Tabel akan bertambah satu variabel/kolom dengan nama filter_$ yang


terletak dipojok kanan. Kolom tersebut menginformasikan mana penjual yang
memiliki hasil panen lebih dari Rp. 13.000 dengan nilai selected dan yang tidak
mencapai dengan nilai Not selected.
Metode Agregat Data mengelompokkan keseluruhan data dengan fungsi
tertentu. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Klik Data Agregat pada toolbar sehingga muncul kotak dialog
Agregate Data.
2. Masukkan variabel penggolongan pada kolom Break Variable(s) dan
masukkan variabel yang akan dibuat ringkasan statistiknpada kolom
Summaries of Variabel(s).
3. Untuk mengetahui fungsi yang ditetapkan, tekan tombol Function
sehingga kotak dialog Agregate Data: Agregate Function muncul.
4. Summary Statistics: Mean merupakan nilai default.
5. Klik Continue sehingga kembali ke kotak dialog Agregate Variable.
6. Klik OK sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 2.13 Hasil Agregate Data

2.1.10 Transformasi Data


Transformasi data berguna untuk membuat variabel baru dengan basis
variabel untuk keperluan tertentu. Data yang dipakai adalah data penjualan.

2.1.10.1 Compute
Compute berguna untuk membuat variabel baru berbasis variabel lama
dengan formula tertentu. Contoh membuat variabel baru dengan nama insentif yang
II-15

dibuat berbasiskan variabel semester 2 dengan formula tertentu. Variabel insentif


memiliki ketentuan sebagai berikut:
a) Formula insentif 0.02 dari semester 2.
b) Berhak memperoleh insentif jika semester 2 lebih besar sama dengan
9000000.
Berikut ini langkah-langkah pembuatan variabel insentif (dengan terlebih
dahulu membuka file data penjualan):
1. Klik Transform Compute Variable pada menu sehingga muncul kotak
dialog compute variable.
2. Pada kotak Target Variable, masukan nama variabel yang akan dibuat,
insentif. Pada kotak Numeric Expression, tulis format insentif,
Produksi*0.02.
3. Klik If sehingga muncul kotak dialog Compute Variabel If Cases untuk
mendefiniskan prasyarat, Produksi>=4500.
4. Klik Continue sehingga kembali ke kotak dialog Coompute Variable.
5. Klik OK sehingga muncul hasilnya sebagai berikut:

Gambar 2.14 Variable Insentif Hasil Compute dari Variable penjualan_smt2.

2.1.10.2 Count
Count berguna untuk membuat variabel yang baru yang menghitung
seberapa banyak case yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Contoh
pada data penjualan akan dibuat baru, girlbestsell, yang menghitung banyaknya
sales perempuan dengan kriteria Tkjual > 1000000. Berikut adalah langkah –
langkah pembuatan variabel girlbestsell setelah file data dibuka:
II-16

1. Klik Transform Count Value within cases pada menu sehingga muncul
kotak dialog count.
2. Pada kotak Target Variable, masukkan nama variabel yang akan dibuat,
yaitu girlbestsell. Pada kotak Target Label, tulis penjual terbaik wanita.
Pada kotak Numeric Variables masukkan variabel jns_kelamin.
3. Klik Define Values untuk menentukan nilai.
4. Pilih Values, tulis angka 2 dan klik Add sehingga angka 2 muncul di values
to count. Ingat nilai 2 pada jenis kelamin adalah wanita.
5. Klik Continue sehinga kembali ke kotak dialog count.
6. Klik If sehingga muncul kotak dialog Count If cases untuk mendefinisikan
prasyarat.
7. Klik Continue sehingga kembali ke kotak dialog count
8. Klik OK sehingga muncul hasil sebagai berikut.

Gambar 2.15 Variabel Girlbestsell Hasil Count

2.1.11 Grafik dan Tabel


Tabel dan grafik berperan dalam pengorganisasian data sehingga apabila
data tersebut disajikan maka akan menghasilkan informasi yang lebih bermakna.
Dengan bantuan tabel dan grafik, maka orang akan lebih mudah memahami data
dan informasi yang terkandung dalamnya.

2.1.11.1 Membangun Grafik


SPSS memilik 3 fasilitas dalam membangun grafik, yaitu melalui legacy
dialog, Chart Bulder, dan Graph Board Chooser.
II-17

2.1.11.2 Membangun Grafik Melalui Legacy Dialogs


Fasilitas legacy dialog memiliki 11 fungsi pembangunan grafik yaitu Bar,
3D Bar, Line, Area, heigh low, boxpot, error bar, population pyramid, Scatter dan
Histogram.
Pada praktikum ini akan digunakan data penjualan kendaraan sebagai contoh.

Gambar 2.16 Data Penjualan Kendaraan.

Kita dapat melakukan berbagai analisi penjualan kendaraan dengan


berbagai tampilan grafik. Grafik yang umum digunakan adaah barang dan garis.
Jika ingin meringkas data dari kelompok case tertentu, berikut adalah langkah –
langkahnya:
1. Klik graph legacy dialogs kemudian pilih salah satu bentuk grafik :
Bar atau Line. Kemudian akan muncul kotak dialog dengan nama tipe
grafik yang dipilih.
2. Pilih simple dan summaries for groups of cases.
II-18

3. Klik define sehingga muncul kotak dialog define simple bar


4. Masukkan variabel Area penjualan pada kotak Category Axis dan Tipe
Kendaraan pada kotak Row.
5. Pilih other statisctics pada Bars Represent sehingga kotak variabel
menjadi aktif. Masukkan variabel penjualan 3 sebagai representasi bar.
Nilai default Statistic adalah Mean. Ubahlah nilai default tersebut menjadi
Sum of Values dengan menekan tombol Change Statistic sehingga keluar
kotak dialog Statistic, kemudian pilih Sum of Values.
6. Klik Continue sehingga kembali ke kotak dialog define simple
7. Klik OK
II-19

Gambar 2.17 Hasil Ringkasan Total Penjualan

Tidak hanya variabel penjualan saja yang dapat dianalisis, perbandingan


ketiga penjualan dalam satu tampilan dengan menggunakan tipe batang Clustered
atau tipe garis Multiple dengan metode penggolongan data Summaries For separate
variables juga dapat dilakukan. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Klik graphs legacy dialogs bar (grafik batang) atau Line (grafik garis)
2. Pilih clustered (untuk grafik barang) atau multiple (untuk grafik garis). Pilih
summaries of separate variables (lihat gambar 1.53)
3. Klik define sehingga kotak dialog define terkait muncul
4. Masukkan variabel penjualan 1, 2 dan 3 pada kotak Bars Represent
(perhitungan statistik memakai nilai default mean) ubah ke total (sum of
values), kemudian masukkan variabel area penjualan ke kotak Category Axis.
Pada bagian panel by, masukkan variabel tipe kendaraan dan kategori harga
pada kotak row.
5. Klik OK
II-20

Gambar 2.18 Grafik Perbandingan Penjualan (Bar/Line)

2.1.11.3 Membangun Grafik Melalui Chart Builder


Chart Builder membangun grafik melalui gallery chart atau pembagian
individual. Lakukan drag & drop pada Canvas. Canvas merupakan area pada kotak
dialog Chart Builder, tempat membangun grafik.
Berikut adalah langkah-langkah pembuatannya:
1. Klik Graphs Chart Builder sehingga kotak dialog Chart Builder muncul.
2. Selanjutnya isi variabel-variabel pada Canvas. Pada Y-Axis, masukkan
variabel Panen 01, 02 dan 03. Ubah nilai default Mean menjadi Sum melalui
kotak dialog Element Properties.
3. Pada X-Axis, masukkan variabel Area penjualan. Pada Z-Axis, masukkan
variabel Area.
4. Klik OK.

2.1.11.4 Membangun Grafik Melalui Template Chooser


Jika ingin menggunakan berbagai template grafik yang disediakan SPSS
18 dalam membangun grafik, kita dapat menggunakan fasilitas Graphboard
Template Chooser. Contoh: menggunakan template histogram dengan distribusi
normal untuk variabel Penjualan 03.
Berikut adalah langkah-langkah pembuatannya:
II-21

1. Klik Graphs Graphborad Template Chooser sehingga kotak dialog


Graphboard Template Chooser muncul.
2. Aktifkan variabel Penjualan 03 sehingga macam-macam template grafik
untuk variabel terkait akan muncul.
3. Pilih template Histogram with Normal Distribution
4. Klik OK.

Gambar 2.19 Hasil Grafik Histogram Dan Distribusi Normal

2.1.2 Membangun Tabel


Dismaping fasilitas pembuatan grafik, SPSS juga memiliki fasilitas untuk
membangun tabel yang handal.

2.1.2.1 Custom Table


Custom Table membantu untuk memaparkan tabel data secara fleksibel.
Contoh pemaparan jumlah penjualan per area penjualan untuk setiap tipe
kendaraan. Berikut adalah langkah-langkah untuk membangun Custom Table:
1. Buka/input data yang akan dianalisis
2. Klik Analyze Tables Custom Tables sehingga kotak dialog Custom
Table muncul.
3. Aktifkan dan blok variabel Penjualan 01, 02 dan 03, lakukan drag & drop
pada Columns, lanjutkan dengan cara yang sama untuk variabel Area
Penjualan.
4. Lakukan drag & drop pada Rows untuk variabel Tipe Panen
II-22

5. Klik tombol Layers, lakukan drag & drop variabel Kategori harga pada
kotak Layers.
6. Perhatikan bahwa nilai default statistic adalah Mean. Sehingga ubah ke
Sum untuk mendapatkan gambaran. Aktifkan sel Penjualan 01 pada
Custom Tables. Pada kotak Define, yang terletak di pojok kiri bawah,
pilih N%Summary Statistics sehingga kotak dialog Summary Statistic
muncul.
7. Keluarkan nilai Mean pada kotak Display kolom Statistics dan masukkan
nilai Sum dengan mengaktifkan tombol panah.
8. Klik tombol Apply to All untuk menerpakan pada seluruh variabel
penjualan.
9. Klik OK sehingga muncul lembar Output SPSS Viewer.

2.2 Mengenal Minitab


Minitab merupakan salah satu program aplikasi statistika yang banyak
digunakan untuk mempermudah pengolahan data statistik. Keunggulan minitab
adalah dapat digunakan dalam pengolahan data statistika untuk tujuan sosial dan
teknik. Minitab telah diakui sebagai program statistika yang sangat kuat dengan
tingkat akurasi taksiran statistik yang tinggi.
Minitab menyediakan beberapa pengolahan data untuk melakukan analisis
regresi, membuat ANOVA, membuat alat-alat pengendalian kualitas statistika,
membuat desain eksperimen (factorial, response surface dan taguchi), membuat
peramalan dengan analisis time series, analisis reabilitas dan analisis multivariate,
serta menganalisis data kualitatif dengan menggunakan cross tabulation.

2.2.1 Memulai Minitab


Pada praktikum ini digunakan Minitab 16, dan tidak terdapat perbedaan
mendasar antar versi minitab. Klik icon Minitab pada dekstop maka akan muncul
II-23

tampilan sebagai berikut:

Gambar 2.20 Window Minitab

Ada 3 bagian utama pada halaman tersebut, yaitu menu toolbars, session
window dan data window. Data window merupakan lembaran kerja (worksheet)
yang dibangun oleh baris dan kolom dan berfungsi untuk memasukkan data. Dalam
satu file dapat terdiri dari beberapa worksheet. Session window berfungsi untuk
menampilkan hasil analisis.

2.2.2 Memasukkan/Menginput Data


Secara normal, kolom pada minitab diberi nama C1, C2, dan seterusnya.
Jika diperlukan kita bisa menambah nama kolom dibawahnya dengan cara double
klik sel di bawah kolom, kemudian ketik nama yang dikehendaki. Selanjutnya nilai
II-24

data dimasukkan pada sel-sel mulai baris pertama dana seterusnya dibawah kolom
yang sesuai.
Sebagai contoh, suatu percobaan ingin mengetahui apakah ada perbedaan
nomor sepatu pada siswa kelas 1, 2 dan 3. Untuk membuktikan pernyataan tersebut
dilakukan percobaan dengan rancangan random lengkap satu factor dengan 3 level
(3 kelas) dan 5 ulangan. Misalkan data hasil pengamatan telah dientri ke worksheet.

Gambar 2.21 Worksheet Minitab

Pada worksheet di atas, kolom C1 telah ditambah namanya dengan kelas


dan kolom C2 ditambah dengan nomor sepatu. Kode 1, 2 dan 3 pada kolom kelas
menyatakan kode untuk uurutan kelas Kode 1, 2 dan 3 masing-masing diulang 5
kali, yang berarti ulangan eksperimen adalah 5. Nilai-nilai dibawah kolom nomor
sepatu merupakan nilai pengamatan yang berkaitan dengan urutan kelas.

2.2.3 Menyimpan dan Membuka Worksheet


Untuk menyimpan worksheet yang sedang dikerjakan, berikut langkah-
langkahnya:
1. Klik File Save Project
2. Tentukan direktori dimana file akan disimpan, lalu beri nama file
3. Klik Save
Cara menyimpan data yang dimasukkan agar tidak hilang adalah:
1. Pilih File Save Current Worksheet As
2. Pada kolom File Name ketik nama file, contoh Nuclear
3. Selanjutnya, klik Save
II-25

4. Sebagai pengguna Minitab perlu mengingat bahwa dalam menu File,


Minitab menyediakan 3 perintah untuk menyimpan, yaitu perintah pertama
untuk menyimpan semua project (window session, worksheet, project
manager dan graph), kedua hanya untuk menyimpan worksheet, dan
terakhir hanya untuk menyimpan grafik. Jika ingin menyimpan suatu file
dalam window tertentu, pastikan windownya sedang aktif sehingga dalam
menu File, perintah print akan diikuti nama.
Membuka file:
5. Klik File Open Project
6. Tentukan direktori dimana file berada, lalu pilih file
7. Klik Open

2.2.4 Membuat Grafik Boxplot dan Dotplot


Jenis grafik yang dapat dihasilkan dengan Minitab bisa dilihat pada menu
toolbar Graph. Data yang telah dientri pada bagian sebelumnya akan digunakan
untuk membuat grafik. Dalam rancangan percobaan, grafik yang sangat membantu
untuk evaluasi awal pengaruh perlakuan jenis boxplot dan dotplot.
Langkah-langkah membuat grafik boxplot/dotplot:
1. Pastikan data telah siap
2. Klik Graph lalu pilih Boxplot atau Dotplot
3. Klik With Groups untuk membuat boxplot setiap level perlakukan,
kemudian klik OK.

Gambar 2.22 Penentuan grafik boxplot


II-26

4. Pastikan pointer berada di dalam kota Graph variables, lalu double klik C2
nomor sepatu
5. Pastikan pointer berada di dalam kota Categorical Variables for grouping,
lalu double klik C1 kelas
6. Klik OK dan dihasilkan diagram boxplot berikut

Gambar 2.23 Gambar Hasil boxplot nomor sepatu


N.B Grafik yang dihasilkan Minitab dapat disalin ke dalam pengolah kata dengan
klik kanan grafik tersebut kemudian di Copy Graph.

2.3 Pengertian Populasi dan Sampel


Penarikan sampel adalah suatu cara pengumpulan data jika hanya sebagian
dari elemen populasi yang diselidiki. Dalam setiap peneletian statistic, yang selalu
dituju adalah sekelompok populasi yang ingin diketahui ciri-cirinya seperti rata-rata
hitung (µ), standar deviasi, proporsi (P), dan sebagainya, namun karena
keterbatasan waktu,dana, dan teknologi, maka hanya sampel yang diperiksa, seperti
rata-rata hitung penduga ( ), standar deviasi penduga9s), proporsi penduga (p), dsb.
Salah satu penelitian yang menggunakan penarikan sampel sebagai penyelesaian
masalah yaitu penelitian survey, dimana pengambilan sampel dari suatu populasi
dilakukan dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pkok
(Singarimbun, 1998). Penelitian survey dapat digunakan untuk maksud penjajakan
(eksploratif), menguraikan (deskriptif), penjelasan (eksplanotori) yaitu untuk
menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, evaluasi, prediksi atau
II-27

meramalkan kejadian tertentu dimasa yang akan datang, penelitian, operasional,


dan pengembangan indikator-indikator sosial.
Populasi adalah kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek, atau individu
yang sedang dikaji. Jadi, pengertian populasi daslam statistik tidak terbatas pada
sekelompok/kumpulan orang-orang, namun mengacu pada seluruh ukuran,
hitungan, atau kualitas yang menjadi fokus perhatian suatu kajian.
Sampel (bahasa inggris: sample) merupakan bagian dari populasi yang
ingin diteliti, dipandang sebagai suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan
populasi itu sendiri. Sampel dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang
hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang diamati. Ukurang dan keragaman
sampel menjadi penentu baik tidaknya sampel yang diambil.
Sampel adalah sebagain dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, ataupun bagi kecil dari anggota populasi yang diambil menurut
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Jika populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari seluruh yang ada di populasi, hal seperti ini
dikarenakan aadanya keterbatasan dana atau biaya, tenaga dan waktu, maka oleh
sebab itu peneliti dapat memakai sampel yang diambil dari populasi. Sampel yang
akan diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representatif atau dapat
mewakili.
2.3.1 Faktor – faktor yang Dipertimbangkan Dalam Menentukan Bereapa
Besar Ukuran Sampel yang Harsu Diambil Dari Populasi Tertentu
Berikut merupakan faktor-faktor pertimbangan dalam menentukan ukuran
sampel yang harus diambil.
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogent)
2. Tingkat Presisi yang digunakan, terutama digunakan dalam penelitian
eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan
peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya.
Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikan (α) yang
dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga
keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1- α yakni bisa
95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran
II-28

sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita
menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis, sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data,
penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh
dalam penelitian.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan
yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan
lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai
pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih
berkaitan dengan pertimbangan peneliti dan bukan pertimbangan
penelitian (metodologi).

2.4 Teknik Pengambilan Sampel


Menurut (Rozaini Nasution, 2003), pemilihan teknik pengambilan sampel
merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representative
(mewakili). Yang dapat menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel
tersebut dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu:
1.Random Sampling (Probability Sampling)
2. Non Random Sampling (Non Probability Sampling)
2.4.2 Teknik Random Sampling
Teknik Random Sampling ialah teknik pengambilan sampel dimana semua
individu dalam populasi, baik secara individual atau berkelompok diberi
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Random sampling juga dikenal dengan pengambilan sampel secara acak
yaitu pengambilan sampel tanpa pilih-pilh dan didasarkan atas prinsip-prinsip
matematis yang telah diuji dalam praktek. Sebab dipandang sebagai teknik
sampling paling baik dalam sebuah penelitian. Sampel yang diperoleh secara acak
lebih mantap bila dibandingkan dengan incidental sampel yang diperoleh secara
insidental. Sebab cara ini kurang menggunakan prinsip ilmiah yang baik.
Pada prakteknya, random sampling terdiri dari beberapa metode,
diantaranya:
II-29

a. Pengambilan Sampel sederhana (Simple Random Sampling)


Yang dimaksudkan dengan pengambilan sampel acak sederhana adalah
penambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar memiliki
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.
Sistem pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan undian atau
tabel angka random. Tabel angka random merupakan tabel yang dibuat
dalam komputer berisi angka-angka yang terdiri dari kolom dan baris, dan
cara pemilihannya dilakukan secara bebas. Pengambilan acak secara
sederhaan ini dapat menggunakan prinsip pengambilan sampel dengan
pengembalian ataupun pengambilan sampel tanpa pengembalian.
Kelebihan dari pengembalian acak sederhana ini adalah mengatasi bias
yang muncul dalam pemilihan anggota sampel, dan kemampuan
menghitung standard error. Sedangkan, kekurangannya adalah tidak
adanya jaminan bahwa setiap sampel yang diambil secara acak akan
mempresentasikan populasi secara tepat.
b. Pengambilan Acak Secara Sistematis (Systematic Random Sampling)
Pengambilan sampel acak sistematik dilakukan bila pengambilan sampel
acak dilakukan secara berurutan dengan internal tertentu. Besarnya
interval (i) dapat dintentukan dengan membagi populasi (N) dengan
jumlah sampel yang diinginkan (n) atau i=N/n. Sistem pengambilan
sampel yang dilakukan dengan menggunakan selang interbal tertentu
secara berurutan.
Contoh:
Jika ingin mengambil 1000 sampel dari 5000 populasi secara acak, maka
kemungkinan terpilihnya 1/5. Diambil satu angka dari interval pertama
antara angka 1-5, dan dilanjutkan dengan pemilihan angka berikutnya dari
interval selanjutnya.
c. Pengambilan Acak Berdasarkan Lapisan (Stratified Random
Sampling)
Stratified random sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan
dengan membagi populasi menjadi beberapa strata dimana setiap strata
adalah homogen. Sistem pengambilan sampel yang dibagi menurut
II-30

lapisan-lapisan tertentu dan masing-masing lapisan memiliki jumlah


sampel yang sama. Kelebihan dari pengambilan acak berdasar lapisan ini
adalah lebih tepat dalam menduga populasi karena variasi pada populasi
dapat terwakili oleh sampel. Sedangkan, kekurangannya adalah harus
memiliki informasi dan data yang cukup tentang variasi populasi
penelitian. Selain itu, kadang-kadang ada perbedaan jumlah yang besar
antara masing-masing strata.
Contoh:
Seorang direktur rumah sakit ingin mengetahui prestasi kerja tenaga
kesehatan dan diaukur berdasarkan kepatuhan dalam menggunakan
prosedur tetap dalam memberikan pelayanan kepada penderita.
Untuk itu, 36 orang tenaga kesehatan sebagai populasi dibagi menjadi 4
kelompok berdasarkan prestasi kerja tahun yang lalu. Masing-masing
kelompok terdiri dari 9 orang dengan prestasi kerja yang hampir sama dan
terdapat perbedaan antara kelompok kemudian pada setiap kelompok
diambil 8 orang sebagai sampel hingga diperoleh sampel sebanyak 32
orang.
d. Cluster Sampling (Pengambilan Acak Berdasarkan Area)
Pengambilan sampel acak kelompok dilakukan bila kita akan mengadakan
suatu penelitian dengan mengambil kelompok unit dasar sebagai sampel.
Sistem pengambilan sampel yang dibagi berdasarkan areanya. Setiap area
memiliki jatah terambil yang sama. Kelebihan dari pengambilan acak
berdasar area ini adalah lebih tepat menduga populasi karena variasi dalam
populasi dapat terwakili dalam sampel. Sedangkan, kekurangannya adalah
memerlukan waktu yang lama karena harus membaginya dalam area-area
tertentu.
Pada penggunaan teknik sampling kluster, biasanya digunakan dua
tahapan, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap kedua
menentukan orang/orang atau objek yang dijadikan penelitian pada daerah
yang terpilih yang dilakukan secara random.
1. Dapat mengambil populasi besar yang tersebar diberbagai daerah
2. Pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan teknik lainnya.
II-31

Sedangkan kelemahannya ialah


1. Jumlah individu dalam setiap pilihan tidak sama, karena itu teknik ini
tidaklah sebaik teknik lainnya:
2. Ada kemungkinan penduduk satu daerah berpindah ke daerah lain tanpa
sepengetahuan peneliti, sehingga penduduk tersebut mungkin menjadi
anggota rangkap sampel penelitian.

2.4.1 Teknik Non Random Sampling


Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara
acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk
bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa
disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah
direncanakan oleh peneliti.
a. Sampel yang Dipilih dengan Pertimbangan Kemudahan (Convenience
Sampling)
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain
kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel
karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang
tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah
accidental sampling-tidak disengaja-atau juga captive sample (man-on-
thestreet). Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian
penjagaan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya
diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang
menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang objektif.

b. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan
tertentu. Seseorang atau seseuatu diambil sebagai sampel karena peneliti
menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi
yang diperlukan bagi penelitinya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan
nama judgement dan quota sampling.
1) Judgment Sampling
II-32

Sampel dipilih berdasarkan penelitian peneliti bahwa dia adalah pihak


yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Misalnya untuk
memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan
oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang
terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judgement sampling
umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka
mempunyai “information rich”.
2) Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara
proporsional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan
saja. Misalnya, disebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan
perempuan 40%. Jika seorang peneliti ingin mewawancarai 30 orang
pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel
pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12
orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak
dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.
c. Snowball Sampling (Sampel Bola Salju)
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannyya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan
penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih
banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan
orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel.
Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian
terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita
lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi
minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancari teman
lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil
diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa menghentikan pencarian
wanita lesbian lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu
narkoba, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif
(tertutup).
d. Accidental/Haphazard Sampling (Pengambilan sesaat)
II-33

Merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan tiba-tiba


berdasarkan siapa yang ditemui oleh peneliti. Misalnya, reporter televisi
mewawancarai warga yang kebetulan sedang lewat. Kelebihan dari
pengambilan sesaat ini adalah kepraktisan dalam pemlihan anggota
sampel. Sedangkan, kekurangannya adalah belum tentu responden
memiliki karakteristik yang dicari oleh peneliti.

2.5 Rumus Tertentu Untuk Menentukan Berapa Besar Sampel yang


Harus Diambil Dari Populasi
2.5.1 Rumus Slovin
Jika ukurang populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah
ini dapat digunakan
N
n
1  Ne 2
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran poulasi
e = kelonggaran/ketikdaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang ditolerir, misalnya 5%
Contoh:
Sebuah perusahaan memiliki 1000 karyawan, dan akan dilakukan survei dengan
mengambil sampel. Berapa sampel yang dibutuhkan apabila batas toleransi
kesalahan 5%.

Penyelesaian:
Dengan menggunakan rumus slovin:
n = N (1 + Ne2) = 1000 / (1 + 1000 x 0,052) = 285,71 » 286.

2.5.2 Rumus Yamane


Jika ukuran poulasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi
populasi yang harus digunakan .
II-34

N
n
Nd 2  1
Keterangan:
d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi

Contoh:
Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang.
Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya
sampel adalah:
4000
n  364
4000(0,05) 2  1
Jadi, banyaknya sampel dari pembaca koran sebesar 364 orang.

2.6 Kekeliruan Sampling dan Tak Sampling


Dalam Penelitian ada dua macam kekeliruan yang pokok yang bisa terjadi
yaitu:
1. Kekeliruan tak sampling
Hal ini bisa terjadi dalam setiap penelitian, apakah itu berdasarkan
sampling ataukah berdasarkan sensus. Beberapa penyebab terjadinya
kekeliruan tak sampling adalah :
a. Populasi penelitian tidak didefinisikan sebagaimana mestinya;
b. Populasi penelitian menyimpang dari populasi yang seharusnya
dipelajari atau diteliti;
c. Kuisioner tidak dirumuskan sebagaimana mestinya;
d. Istilah-istilah telah didefinisikan secara tidak tepat atau tidak digunakan
secara konsisten;
e. Para responden tidak memberikan jawaban yang akurat, menolak untuk
menjawab atau tidak ada ditempat peneliti datang untuk melakukan
wawancara (Sudjana, 1975: 173).
II-35

2. Kekeliruan sampling
Perbedaan antara hasil sampel dan hasil yang akan dicapai jika prosedur
yang sama digunakan dalam sampling juga digunakan dalam sensus
dinamakan kekeliruan sampling (Sudjana, 1975:174)

2.7 Statistik Deskriptif


Statistika adalah pengetahuan mengenai cara-cara pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data kuantitatif tentang bidang kegiatan
tertentu yang berkaitan erat dengan pengambilan dengan tujuan memperoleh
keterangan yang jelas tentang peristiwa yang dipelajari.
Statistik deskriptif adalah ilmu yang mempelajari tentang cara
pengumpulan dan analisa data kuantitatif secara deskriptif. Statistika deskriptif
hanya berhubungan dengan hal yang menguraikan atau memberikan keterangan-
keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata lain statistika deskriptif
berfungsi sebagai menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Statistika
deskriptif sering disebut sebagai statistika dedukatif yang membahas tentang
bagaimana merangkum sekumpulan data dalam bentuk yang mudah dibaca dan
cepat memberikan informasi, yang dibuat dalam bentuk tabel, grafik, nilai
pemusatan dan nilai penyebaran.

2.7.1 Data
Data adalah sekumpulan angka atau keterangan yang tersusun, dan
didapatkan melalui pengukuran, hasil perhitungan ataupun hasil kerja tertentu.
Hasil pengolahan data ini ada yang disajikan dalam bentuk daftar/tabel dan ada
dalam bentuk diagram atau grafik. Data terbagi atas dua yaitu data kuantitatif dan
data kuantitatif.
Data kuantitatif adalah data yang berupa angka dalam arti sebenarnya, jadi
dengan data ini berbagai operasi matematika bisa dilakukan. Data kuantitatif terbagi
atas:
II-36

a. Data Diskrit
Data diskrit (data rasio) adalah data hasil pengukuran yang bersifat angka
dalam arti sesungguhnya dan bisa dioperasikan secara matematis.
Misalnya data berat badan, prduk yang terjual, produk cacat, dll.
b. Kontinyu
Data kontinyu (Data Interval) adalah data yang dapat mempunyai nilai
yang terletak dalam satu interval. Misalnya panjang, luas, isi, berat dan
waktu.

Data kualitatif adalah data yang dikategorikan sebagai data yang bukan
berupa angka. Data kualitatif mempunyai ciri tidak bisa dilakuan operasi
matematika.
Data kualitatif terbagi atas:
a. Data Nominal adalah jika suatu pengukuran data yang hanya
menghasilkan satu dan hanya satu-satunya kategori. Misalnya data jenis
kelamin, tanggal lahir, asal daerah, dll.
b. Data Ordinal adalah data yang jika suatu pengukuran memiliki tingkatan
data dimana yang satu berstatus lebih tinggi atau lebih rendah dari yang
lain. Misalnya: data tentang sikap seseorang terhadap produk tertentu
“sangat baik”, “baik” , atau “tidak baik”.
Sedangkan berdasarkan sumbernya, data terbagi atas data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan dikeluarkan oleh badan
yang sama. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dan dikeluarkan tidak
oleh badan yang sama.

2.7.2 Distribusi Frekuensi


Distribusi frekuensi adalah pengelompokkan data ke dalam beberapa
kategori yang menunjukkan banyaknya data dalam setiap kategori dan setiap data
tidak dapat dimasukkan ke dalam dua atau lebih kategori (Suharyadi dan Purwanto,
2003:25). Distribusi frekuensi dibentuk atas kelas-kelas data yang disusun sesuati
interval dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
II-37

2.7.2.1 Limit Kelas, Batas Kelas, Nilai Tengah, dan Lebar Kelas
Nilai terkecil dan terbesar pada tiap kelas disebut limit kelas atau tepi
kelas. Limit kelas ini terbagi menjadi limit kelas atas dan limit kelas bawah. Batas
kelas terbagi dua yaitu batas atas kelas dan batas bawah kelas. Nilai tengah antara
batas bawah kelas dan batas atas kelas disebut nilai tengah kelas.

2.7.2.2 Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi


Berikut ini adalah langkah-langkah untuk membuat tabel distribusi
frekuensi:
a) Menghitung jumlah kelas interval (k) dengan Rumus Sturges
k = 1 + 3.3 log n
dimana:
k = jumlah kelas interval
n = jumlah data
b) Menghitung Length/Range (r)
r = nilai data maksimum – nilai data minimum
c) Menghitung lebar kelas interval (c)
c = r/k
d) Membuat tabel distribusi frekuensi
Dalam distribusi frekuensi, banyak objek dikumpulkan dalam kelompok-
kelompok yang berbentuk a-b yang disebut kelas interval. Urutan kelas
dimulai dari data terkecil terus kebawah sampai nilai data terbesar.
Sedangkan selisih positif antara tiap dua ujung bawah berurutan disebut
panjang kelas interval.

Tabel 2.1 Distribusi Frekuensi


Interval Frekuensi
Batas Kelas Mid Point Frekuensi f1 (x1-X)4
Kelas Kumulatif f.x1 f1 (x1-X)2
(Boundaries) (X1) (f1)
(Limit) (fkum)

Jumlah
II-38

Dalam tabel distribusi frekuensi, banyak objek dikumpulkan dalam


kelompok-kelompok yang berbentuk a-b, yang disebut dikelas interval. Urutan
kelas dimulai dari data terkecil terus ke bawah sampai nilai data terbesar.
Sedangkan selisih positif antara tiap dua ujung bawah berurutan disebut panjang
kelas interval.
Dalam kolom ke-1 yaitu terval (limit), batas-baras nilai yang ada disebut
nilai ujung bawah kelas dan ujung atas kelas. nilai yang dimasukkan sesuai dengan
data yang diamati. Perbedaan antara ujung bawah sebuah kelas dengan ujung atas
kelas sebelumnya adalah 1, jika data dicatat hingga satuan, sepersepuluh atau 0,1
jika data dicatat hingga satu desimal, dan begitu seterusnya bergantung pada digit
desimal yang ada.
Dalam kolom ke-2 yaitu batas kelas (boundaries), nilai yang dimasukkan
bergantung pada ketelitian data yang digunankan. Jika data dicatat hingga satu
satuan, maka batas bawah kelas sama dengan ujung bawah (terdapat dalam interval
kelas atau limit), dikurangi 0,5 dan batas atas ditambahkan 0.5, untuk data dicatat
hingga satu desimal batas bawah sama dengan ujung bawah dikurangi 0,05 dan
batas atas ditambha 0,05, dan begitu seterusnya bergantung pada digit terakhir yang
ada.

2.8 Grafik atau Diagram


Grafik atau diagram merupakan gambar-gambar yang menunjukkan secara
visual data berupa angka dan grafik ini merupakan salahs atu alat statistik untuk
menyampaikan informasi.
Macam-macam grafik atau diagram, yaitu:
1. Diagram Garis
2. Diagram Batang
3. Diagram Lambang/Simbol
4. Diagram Pastel/Lingkaran
5. Diagram Peta/Kartogram
6. Diagram Pencar/Titik
Grafik yang biasa dan sering digunakan adalah histogram, poligon dan
agive.
II-39

2.9 Kurva
Kurva merupakan grafik poligon yang sudah dilicinkan atau dihasilkan.
Kurva yang diplotkan dari data yang digunakan ini mampu menjelaskan sifat atau
karakter populasi atau sample yang digunakan. Kurva poligon mempunyai bentuk
yang tak terhingga banyaknya, tergantung dari bentuk distribusinya. Pada
umumnya kurva poligon digolongkan dalam dua golongan besar yaitu:
1. Kurva Simentri
2. Kurva Asmetri, terbagi atas dua model yaitu :
a) Model positif (kemiringan ke kiri atau dinyatakan juga kemiringan yang
besar).
b) Model negatif (kemiringan ke kanan atau kemiringan yang kecil)

2.9.1 Kurva Frekuensi


Jika ukuran sample mendekati ukuran populasi dan pembagian kelas-kelas
interval mendekati nol, maka kita dapat mengharapkan bentuk polygon frekuensi
menjadi sebuah lengkungan halus. Lengkungan ini dikenal juga sebagai
lengkungan frekuensi atau kurva frekuensi, yang diharapkan dapat mendekati
bentuk lengkungan halus yang sebenarnya, karena lengkungan halus untuk populasi
itu secara tepat sukar atau jarang sekali ditentukan.

Gambar 2.24 Kurva Frekuensi

2.10 Pengukuran Tendensi Sentral


Tendensi sentral mengukur pemutusan data atau disebut juga rata-rata
(average). Ukuran pemutusan data menunjukkan suatu data memusat atau suatu
II-40

kumpulan pengamatan memusat (mengelompok). Pengukuran pemusatan data


penting dilakukan karena suatu kelompok data bila diurutkan (membesar atau
mengecil), maka ada kecendrungan bahwa data itu akan memusat pada bagian
tengah. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis data yang menjadi fokus
perhatian adalah dimana data itu memusat dan bukan memberi perhatian pada
keseluruhan data. Dengan demikian ukuran pemusatan data adalah nilai tunggal
yang mewakili semua data atau kumpulan pengamatan dan nilai tersebut
menunjukkan pusat data.
Ada beberapa ukuran umum tendensi sentral yang sering digunakan
diantaranya:
1. Mean atau rataan hitungan adalah bilangan yang didapat dari hasil pembagian
jumlah nilai data oleh banyak data data dalam kumpulan itu, penggunaannya
untuk sampel bersimbol 𝑥̅ . perhitungan mean dibagi menjadi dua yaitu mean
data tunggal dan mean data kelompok.
Mean (rata-rata hitung) dapat dihitung dengan rumus:
Untuk data yang belum dikelompokkan (data yang belum disusun dalam
daftar distribusi frekuensi):
∑i=1 x
x=
n
dimana:
i = 1,2,3,4,...,n
xi = nilai dari data
n = jumlah data atau banyak data didalam

untuk data yang sudah dikelompokkan (data yang sudah disusun dalam daftar
distribusi frekuensi) :
∑ fiXi
x=
∑ fi

dimana:
fi = frekuensi untuk kelas interval ke-i
Xi = nilai dari titik tengah
II-41

Rata-rata hitung dengan memakai kode (U)


∑ fu
x = xo + c ( )
∑f
dimana :
fi = frekuensi untuk kelas interval ke-i
Ci = variabel coding untuk kelas interval ke-i
Rata-rata hitung berbobot (tertimbang)

∑ 𝑤𝑥
x=
∑𝑓
dimana :
x = nilai
w = bobot atau timbangan

2. Median adalah nilai tengah data setelah tersebut diurutkan dari kecil ke besar.
Jika banyak data ganjil, maka median setelah data disusun menurut nilanya
merupakan data paling tengah. Sedangkan untuk sampel berukuran gelap,
setelah data disusun menurut ukuran nilanya, median sama dengan rata-rata
hitung data tengah. Median untuk distribusi frekuensi atau data sudah
dikelompokkan dapat dihitung dengan rumus:
 n 
 F 
Med  Lo  c 2 
 fmedian 
 
 

Dimana:
Lo = batas bawah dari kelas median dimana median berada
n = jumlah data
c = lebar kelas interval
fmedian = frekuensi kelas median

F = jumlah frekuensi semua kelas sebelum kelas yang mengandung


median
II-42

3. Modus adalah nilai yang sering muncul dari suatu data. Untuk data
kuantitatif, modus ditentukan dengan jalan menentukan frekuensi terbanyak,
modus untuk distribusi frekuensi data yang sudah dikelompokkan dihitung
dengan rumus:
 b1 
Mod  Lo  c 
 b1  b2 
Dimana :
Lo = batas bawah dari kelas median dimana median berada
b1 = selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi tepat satu kelas
sebelum kelas modus
b2 = selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi tepat satu kelas
sesudah kelas modus
c = lebar kelas interval

2.11 Kuartil, Desil, Persentil


Kuartil yaitu sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama
banyak, sesudah disusun menurut urutan nilanya. Untuk data yang tunggal maka
kuartil dapat dihitung dengan rumus berikut :
i(n  1)
Qi  data ke 
4
Dengan i = 1,2,3,.....

Untuk data berkelompok :


 in 
 -F 
Qi  Lo  c  4 
 f 
 
 
Dimana :
Lo = batas bawah dari kelas kuartil dimana kuartil berada
c = lebar kelas interval
f = frekuensi kelas kuartil Qi
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas kecil dari tandan kelas kuartil
i = 1,2,3.....
II-43

Desil adalah sekelompok data yang dibagi menjadi 10 bagian yang sama
banyak, maka akan terdapat 9 pembagi.

Rumus untuk data tidak berkelompok :


i(n  1)
Di  nilai ke 
10
i = 1,2,3,.....

Rumus untuk data berkelompok :


 in 
 -F 
Di  Lo  c  10 
 f 
 
 
i = 1,2,3,.....

Persentil adalah sekumpulan data yang dibagi menjadi 100 bagian yang
sama.
 in 
 -F 
Pi  data ke  100 
 f 
 
 
i = 1,2,.....99.

2.12 Pengukuran Penyebaran Data


Dispersi mengukur penyebaran suatu data. Ada beberapa ukuran umum
dispersi yang sering digunakan, yaitu :

Simpangan Rata-rata (Mean Deviation)


Simpangan rata-rata adalah jumlah nilai mutlak dari selisih semua nilai dengan nilai
rata-rata dibagi banyaknya data.
Rumus untuk data berkelompok :

SR 
 fx  x
n
II-44

Dimana n = f
Varian adalah rata-rata kuadrat selisih atau kuadrat simpangan dari semua
nilai data terhadap rata-rata hitung. Varian untuk sample dilambangkan dengan S2.

Rumus untuk data berkelompok :


n x 2i  ( xi)2
s 
2

n(n  1)

Atau : s2 
 fi( xi  x)2
n 1

 n fic 2i  ( fici)2 
Atau : s2   
 n ( n  1) 
 
Dimana :
p = panjang kelas interval
ci = variabel coding untuk kelas interval ke-i
n = jumlah seluruh data yang diamati

Standar Deviasi
Standar Deviasi adalah akar pangkat dua dari varian atau disebut juga
simpangan baku.
Rumus untuk data tidak berkelompok :

S
 ( x  x)2
n 1
Rumus untuk data berkelompok :

S
 f ( x  x) 2
n 1

Distribusi mengukur distribusi suatu data. Ada beberapa ukuran umum


distribusi yang sering digunakan, yaitu:
1. Skewness adalah nilai kemecengan (kemiringan) distribusi data. Apabila
bernilai positif (+) maka distribusi data akan miring ke kanan dan apabila
negatif (-) maka akan miring ke kiri.
II-45

Gambar 2.25 Kurva Kemiringan

Rumus Skewness dirumuskan oleh Karl Pearson dalam bentuk koefisien


Pearson:

( x  Mod ) 3( x  Med )
 atau  
s s
Dimana :
α = derajat kemiringan
x = rata-rata hitung
S = standar deviasi
Mod = modus
Med = median

Bila hasilnya sama dengan nol (0), distribusi dikatakan simetris disekitar
rata-ratanya dan x = Med = Mo. Makin jauh hasil SK dari nol, maka akan
semakin besar tingkat kemiringanya. Rumus-rumus tersebut berturut-turut
dinamakan koefisien kemiringan pearson tipe pertama dan tipe kedua.

2. Kurtosis adalah tinggi rendah atau datar runcingnya kurva dari suatu
distribusi frekuensi. Jika bagian tengah dari kurva frekuensi memiliki puncak
yang lebih runcing daripada ruang yang dimiliki kurva normal, maka lebih
datar daripada yang dimiliki kurva normal, kurva distribusinya dinamakan
kurva plaktikurtik. Dan jika puncaknya berada diantara keduanya disebut
kurva distribusi normal.
II-46

Gambar 2.26 Jenis Kurva Keruncingan

Salah satu ukuran kurtosis adalah koefisien kurtosis yang diberi simbol α4
atau Kt dan ditentukan dengan rumus:


α 4  
  
 x x
4

α 4

 
  f x x 
4


 atau  
 ns 4 ns 4
   
Khusus untuk data berkelompok, derajat keruncingan lebih mudah dihitung
dengan memakai cara transformasi, yaitu:

 
  fU  4  fU 3   fU   6   fU 2    fU    fU   3   fU 
4 2 2 4
C4 
 
4
 n 
S4  n  n   n   n   n   n 
           
Dengan syarat :
a. α4 = 3 → Distribusi normal/mezokurtik
b. α4 > 3 → Distribusi leptokurtik
c. α4 < 3 → Distribusi platikurik
atau :
a. Kt = 0.263 → Distribusi normal/mezokurtik
b. Kt > 0.263 → Distribusi leptokurtik
c. Kt < 0.263 → Distribusi platikurik

2.13 Pengolahan Data Statistik Deskriptif dengan IBM SPSS Statistic Base
20
II-47

SPSS mengkategorikan analisis deskriptif dalam 5 kategori yaitu analisis


Frequencies, Descriptive, Explore, Crosstab, dan Ratio. Masing-masing analisis
memiliki tujuan dan keunggulan sendiri. Pada praktikum ini akan dibahas
penggunaan analisis Frequencies dan Descriptive.

2.9.1 Analisis Frequencies


Analisis Frequencies sangat berguna untuk memperoleh ringkasan suatu
variabel individual. Ringkasan tersebut dapat dilakukan baik untuk variabel dengan
data kategori maupun skala.

A. Melakukan Analisis Frequencies untuk Data Kategori


Analisis frequencies untuk data kategori memaparkan jumlah/frekuensi
dan proporsi dalam persen suatu variabel data kategorikal. Berikut ini adalah data
nilai APK dan PPC, dilakukan analisis frekuensi untuk data kateogrikal pada
variabel nilai mata kuliah APK dan PPC.

Tabel 2.2 Data Statistik Nilai APK dan PPC Siswa

Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Buka file yang akan dianalisis


II-48

2. Klik Analyze → Descriptive Statistic → Frequencies pada menu sehingga


kotak dialog Frequencies akan muncul.
3. Masukkan variabel Nilai APK dan Nilai PPC pada kotak Variabel (s)
4. Klik tombol Charis sehingga muncul kotak dialog frequencies : chart.
5. Pilih Pie Chart pada kotak Chart Type dan pilih Frequencies pada kotak
Chart Values
6. Klik Continue
7. Klik OK sehingga output SPSS viewer menampilkan hasil berikut.

Tabel 2.3 Hasil SPSs

Tabel 2.4 Hasil nilai dan APK dan PPC


II-49

B. Melakukan Analisis Frekuensi Untuk Data Skala


Analisis Frequencies untuk data skala memaparkan ringkasan tendensi
sentral, despersi, distribusi suatu variabel data skala. Contoh: analisis frequencies
untuk data skala pada variabel nilai APK. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Buka file data
2. Klik Analyze → Descriptive → Statistic Frequencies pada menu sehingga
kotak dialog Frequencies muncul
3. Masukkan variabel APK pada kotak Variable (s)
II-50

4. Klik tombol Statistic sehingga muncul kotak dialog frequencies statistic.


5. Pilih nilai-nilai pada Percentile Values, Central Tendency, Dispersion,
dan Distribution sesuai keperluan.
6. Klik tombol Continue
7. Klik tombol Chart sehingga muncul kontak dialog Frequencies: Chart.
Pilih Histogram with normal curve pada kotak chart type.
8. Klik Continue.
9. Klik OK, sehingga output SPSS viewer akan menampilkan hasil seperti
berikut.

Tabel statistik memaparkan nilai-nilai statistik yang dipilih


Tabel APK merupakan tabel frekuensi
Grafik Histogram dan kurva normal memperlihatkan bahwa distribusi data tidak
normal (negatif)

2.13.2 Analisis Descriptive


Analisis descriptive sangat membantu dalam meringkas perbandingan
beberapa variabel data skala dalam satu tabel dan dapat digunakan untuk melakukan
II-51

pengamatan outlier/penyimpangan data. Berikut adalah langkah-langkah analisis


deskriptif.
1. Buka file data
2. Klik Analyze → Descriptive Statistic → Descriptives pada menu sehingga
kotak dialog Descriptives muncul.
3. Masukkan variabel APK dan PPC pada kotak Variable (s)
4. Pilih Save standardized values as variable pada pojok kiri bawah kotak
dialog
5. Klik OK sehingga Output SPSS viewer menampilkan hasil berikut:

Tabel 2.6 hasil descriptive statistika

Tabel Descriptive Statistics memaparkan nilai statistik kedua variabel. Secara


default nilai yang dipilih adalah mean, standar deviasi, minimum, dan maksimum.
Apabila anda menghendaki parameter pengukuran lebih banyak lagi, klik Option
pada kotak dialog Descriptive.
Apabila kembali pada tampilan data view pada SPSS maka akan terlihat ada
ketiga tambahan variabel baru, Zapk dan Zppc. Kedua variabel tersebut muncul
karena dipilih Save standardized values as variable. Variabel ini menunjukkan
penyimpangan data (outlier) dari rata-rata.
II-52

Tabel 2.7 worksheet SPSS

2.14 Distribusi Probabilitas (Peluang)


Distribusi probabilitas/peluang merupakan tabel, grafik atau rumus yang
memberikan nilai peluang dari sebuah peubah/variabel acak. Lind (2002)
mendefinisikan probabilitas sebagai suatu ukuran tentang kemungkinan suatu
peristiwa (event) akan terjadi dimasa mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0
sampai 1 atau dalam persentase. Berdasarkan karakteristik peubah acaknya,
distribusi probabilitas/peluang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu distribusi peluang
diskrit dan distribusi peluang kontinyu.
Probabilitas dinyatakan dalam bentuk pecahan dari 0 sampai 1. Nol (0)
menunjukkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, sedangkan satu (1) menunjukkan
peristiwa yang pasti terjadi.

2.14.1 Distribusi Peluang Diskrit


Distribusi peluang diskrit adalah distribusi peluang dimana semesta
peubah acaknya dapat dihitung atau berhingga, misalnya peubah acak sebuah
lemparan dadu bernilai 1 hingga 6. Apabila himpunan pasangan terurut (x, f(x))
II-53

merupakan suatu fungsi peluang, fungsi masa peluang, atau ditribusi peluang
peubah acak diskrit x maka untuk setiap kemungkinan hasil x berlaku:
a. F(x) > 0

b.  f (x)  1
c. P (X=x) = f(x)

Beberapa distribusi peluang diskrit adalah :


1. Distribusi seragam (uniform)
Pada distribusi ini sebuah peubah acak memiliki nilai peluang yang sama.
Jika X adalah suatu peubah acak dengan nilai X1, X2, ....., Xk masing-masing
memiliki nilai peluang yang sama, maka distribusi seragam dapat dituliskan
f(x;k) = 1/k dimana X = X1, X2, ...., Xk.
2. Distribusi Binominal
Distribusi binominal merupakan distribusi peluang yang dihasilkan dari
proses bernoulli yang memiliki 4 karakteristik utama, yaitu:
a. Percobaan dilakukan sebanyak n kali.
b. Setiap percobaan hanya memiliki 2 hasil saja, yakni sukses atau gagal
c. Peluang sukses (p) pada setiap percobaan adalah konstan
d. Pengulangan percobaan harus bebas (independenet) satu sama lain, artinya
hasil eksperimen yang satu tidak sama dengan hasil eksperimen yang
lainnya.
Sebuah percobaan Bernoulli dengan peluang sukses p dan peluang gagal q =
1-p, maka distribusi peluang peubah acak binominal X (jumlah kejadian
sukses dalam n kali percobaan) dapat dituliskan :
 n
b( x; n, p)    p x .q n  x
 x
Peluang terambilnya kartu As di setiap pengambilan satu kotak kartu
merupakan salah satu contoh dari percobaan Bernoulli.
3. Distribusi Poisson
Distribusi Poisson merupakan eksperimen yang menghasilkan nilai dari suatu
peubah acak X, yaitu jumlah keluaran yang terjadi selama satu selang waktu
atau diantara suatu daerah. Pada distribusi ini percobaan dilakukan dalam
II-54

selang waktu tertentu dan digunakan untuk mendekati distribusi binominal


bila probabilitas sukses kecil (p = <0.1) dan jumlah percobaan sangat besar
(n > 50). Misalkan, jumlah panggilan telepon per jam yang diterima oleh
suatu kantor, banyaknya hari sekolah ditutup karena banjir, banyaknya kertas
rijek karena salah ketik, dan lain sebagainya.
Percobaan poission berasal dari proses poisson yang memiliki sifat sebagai
berikut:
a. Jumlah keluaran yang muncul dalam suatu rentang waktu atau suatu
daerah tidak dipengaruhi terhadap jumlah keluaran yang terjadi di rentang
waktu atau daerah yang lain yang terpisah.
b. Peluang bahwa yang satu keluaran akan muncul dalam selang waktu yang
sangat pendek atau daerah yang kecil adalah proporsional dengan panjang
selang waktu atau luas dari daerah.
c. Peluang muncul lebih dari satu keluaran dalam selang waktu yang amat
pendek atau daerah yang kecil dapat diabaikan.
Distribusi peluang acak Poisson X yang menyatakan banyaknya sukses
yang terjadi dalam selang waktu tertentu dinyatakan dengan t diberikan
oleh:

e t (t ) x
p (x; t) 
x!
x = 0,1,2, . . .
dimana t menyatakan banyaknya sukses yang terjadi persatuan waktu
atau daerah, sedangkan e = 2,71828 . . . .

4. Distribusi Hipergeometrik
Cara sederhana untuk membedakan distribusi hipergeometrik dengan
distribusi binomial adalah dengan melihat proses penarikan sampelnya. Pada
distribusi binomial, antar percobaan bersifat bebas sedangkan pada distribusi
hipergeometrik peluang sukses percobaan saat ini bergantung pada hail
percobaan sebelumnya.
Percobaan hipergeometrik memiliki sifat sebagai berikut:
a. Sampel acak ukuran n diambil tanpa pengembalian dari N benda
II-55

b. Sebanyak k benda dapat diberi nama sukses sedangkan sisanya, Nk, diberi
nama gagal, sehingga distribusi peluang peubah acak hipergeometrik X
ialah :
 k  N  k 
  
 x  n  x 
h( x; N , n, k )  , x  0,12.....
N
 
n

Penggunaan distribusi hipergeometrik terdapat banyak bidang, antara lain


pada penerimaan sampel, pengujian elektronik dan pengendalian mutu.

2.14.1 Distribusi Peluang Kontinyu


Distribusi peluang kontinyu adalah peubah acak yang dapat memperoleh
semua nilai pada skala kontinyu. Ruang sampel kontinyu adalah bila ruang sampel
mengandung titik sampel yang tak terhingga banyaknya. Syarat dari distribusi
kontinyu adalah apabila fungsi f(x) adalah fungsi padat peluang peubah acak
kontinyu X yang didefinisikan diatas himpunan semua bilangan rill R bila :
a. F(x) > 0 untuk semua x R

b.  f(x)dx

1


c. P(a<X<b) = 
f(x)dx

Beberapa distribusi peluang kontinyu adalah :


1. Distribusi Normal atau Gaussian Distribution merupakan distribusi untuk
variabel kontinyu. Bentuk distribusi normal seperti lonceng (lihat gambar)
dan ditentukan oleh 2 parameter (µ dan  ), yaitu:
Bila  mengecil, maka bentuk kurva akan lebih rapat dan semakin
meruncing.
Bila  membesar, maka bentuk kurva akan lebih renggang dan tumpul.
II-56

Gambar 2.30 Gausian Distribusion

Berdasarkan gambar diatas, distribusi normal akan memiliki beberapa ciri


diantaranya :
a. Kurvanya berbentuk garis lengkungan yang halus dan berbentuk seperti
genta.
b. Simetris terhadap rataan (mean)
c. Kedua ekor/ujungnya semakin mendekati sumbu abisnya tetapi tidak
pernah memotong
d. Jarak titik belok kurva tersebut dengan sumbu simetrisnya sama dengan α.
e. Luas daerah dibawah lengkungan kurva tersebut dari - ~ sampai + ~sama
dengan 1 atau 100%.
Jika X merupakan peubah acak, maka fungsi padat X dengan distribusi
normal dinyatakan dengan :
( x )2
1
p( x)  e 2 2

2 2

dengan   3,14 dan e  2,71828

2. Distribusi Eksplonsial
Distribusi Eksponensial memiliki pertalian erat dengan distribusi Poisson.
Jika pada Poisson, peubah acak poisson X mengambarkan jumlah keluaran
yang terjadi pada suatu selang waktu atau luas daerah tertentu, maka peubah
acak Eksponensial X menggambarkan panjang rentang waktu antara suatu
kejadian dengan kejadian lainnya. Gambar kurva distribusi digambarkan
di bawah ini:
II-57

Gambar 2.31 Kurva DIstribusi Eksponensial

Dalam hal ini peubah acak X pada distribusi Poisson berkisar antara 0 sampai
tak terhingga (0 ≤ x < ) dan bersifat kontinyu.
Peubah acak kontinyu X berdistribusi Eksponensial dengan parameter  ,
fungsi densitasnya diberikan oleh :

 1 -x 
 
f(x)    e 
 0 
 
x > 0, untuk x lainnya, dimana  > 0.
3. Distribusi Gamma
Distribusi Gamma memiliki hubungan yang erta dengan distribusi
Eksponensial, karena distribusi Eksponensial merupakan salah satu bentuk
khusus dari distribusi Gamma. Jika peubah acak kontinyu X berdistribusi
Gamma dengan parameter α dan β maka fungsi densitasnya dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1  1  xi / 
x
f(x i | ,  )  {  ( ) i

e
0
x > 0 untuk x lainnya, dimana α > 0 dan β > 0, sedangkan  (α) merupakan
fungsi Gamma yang dirumsukan sebagai berikut :

( )   x  -1e -x dx

4. Distribusi Chi-kuadrat
Distribusi memegang peranan penting dalam statistika inferensia, terutama
untuk uji hiopotesis dan penaksiran parameter. Pada dasarnya distribusi chi-
kuadrat juga merupakan bentuk khusus dari distribusi Gamma, yakni ketika
II-58

nilai α = v/2 dan β = 2, dimana v adalah derajat kebebasan yang merupakan


bilangan interger positif.
Peubah acak kontinyu X berdistribusi chi-kuadrat (derajat kebebasan v), jika
fungsi densitasnya dapat dirumuskan dengan :
1 𝑣 −2
𝑣 𝑥 2−1 𝑒 2
𝑓(𝑥) {22 Γ(𝑣)
2
0
5. Distribusi Weibull
Seperti distribusi Eksponensial dan distribusi Gamma, distribusi Weibull
banyak diterapkan pada persoalan keandalan dan pengujian panjang umur
(life testing) suatu komponen.
Peubah acak kontinyu X berdistribusi Weibull dengan parameter α dan β, jika
fungsi densitasnya diberikan oleh :
𝛽−1 −𝛼𝑥𝛽
𝑓(𝑥) {𝛼𝛽𝑥 𝑒
0

x > 0 untuk x lainnya, dimana α > 0 dan β > 0

2.14.3 Pengolahan Data Distribusi Probabilitas dengan SPSS


2.14.3.1 Distribusi Binomial
Contoh suatu pabrik ban melakukan pengujian kualitas terhadap beberapa
produknya. Hasil uji menyatakan 15% dinyatakan sebagai produk tidak layak.
Apabila dilakukan pengujian lagi terhadap 10 ban, beberapa peluang tepat 5 ban
tidak layak.
Contoh tersebut dapat diselesaikan dengan SPSS secara cepat dan mudah.
Berikut ini langkah-langkah :
1. Klik Transform Compute Variable sehingga kotak dialog akan muncul
2. Pada Function group, pilih PDF & Noncentral PDF dan pada Function and
Special Variables, pilih Pdf.Binom.
3. Pindahkan fungsi tersebut dengan menekan tombol panah atas ke kotak
Numeric Expression. Kotak tersebut akan tertulis PDF.BINOM (?,?,?).
4. Masukkan nilai q, n, dan p pada tanda tanya pertama, kedua dan ketiga.
Variabel q adalah banyaknya usaha yang dikategorikan sukses (tepat 5
II-59

ban tidak layak). Variabel n adalah banyaknya usaha dalam suatu


percobaan (10). Variabel p adalah probabilitas sukses (15% produk tidak
layak.) PDF.BINOM(5, 10, 0.15). PDF merupakan singkatan dari
Probability Density Function yang artinya adalah fungsi probabilitas
pada suatu titik tertentu.
5. Tulis hasil pada kotak Target Variabel
6. Klik OK

2.14.3.2 Distribusi Hipergeometrik


Distribusi hipergeometrik tidak memerlukan kebebasan dan didasarkan
pada sampling tanpa pengembalian.
Contoh: dalam suatu kotak berisi 15 suku cadang dimana terdapat 4 cadang yang
tidak layak pakai. Bila kita melakukan sampling pada kotak tersebut sebanyak 5
kali, berapa peluang untuk mendapatkan 2 suku cadang yang tidak layak pakai
dalam sampling tersebut.
Penyelesaian dengan SPSS: gunakan fungsi PDF.HYPER (q, total sample, hits)
pada kotak dialog Compute Variable.
a) Variable q identik dengan x pada formula distribusi hipergeometrik yang
menjelaskan kejadian sukses pada waktu pengembalian sampel
b) Variabel total identik dengan N yang menjelaskan keseluruhan ruang
sampel
c) Variabel sampel identik dengan n yang menjelaskan banyaknya sampel
yang diambil
d) Variabel hits identik dengan k yang menjelaskan banyaknya sukses dalam
keseluruhan ruang sampel.
Diketahui : x = 2, N = 15, n = 5, dan k = 4
PDF.HYPER (2, 15, 4) => 0,32967

2.14..3.3 Distribusi Poisson


Distribusi poisson menyatakan banyaknya sukses yang terjadi dalam suatu
selang waktu atau daerah tertentu dinyatakan dengan t.
II-60

Contoh: pada suatu persimpangan jalan, rata-rata terjadi kecelakaan sebanyak 5 kali
dalam seminggu. Beberapa peluang dalam satu minggu terjadinya kecelakaan 7
kali.
Penyelesaian dengan SPSS: Gunakan fungsi PDF.POISSON (q, mean) dimana
variabel q identik dengan variabel x yang merupakan variabel banyaknya kejadian
tertentu. Variabel mean identik dengan variabel λt, merupakan rata-rata kejadian
tertentu.

PDF.POISSON (7.5) => 0.10444

2.14.3.4 Distribusi Normal


Distribusi peluang kontinyu yang umum digunakan adalah distribusi
normal. Distribusi normal berbentuk lonceng dengan rataan µ dan variasi  2.
Contoh: suatu perusahaan rata-rata memproduksi barang sejumlah 50 unit dengan
standar deviasi sebesar 10 unit. Berapa peluang perusahaan tersebut untuk
memproduksi tepat 55 unit.
Penyelesaian dengan SPSS : kita dapat menggunakan fungsi PDF.NORMAL (q,
mean,stddev) bila mencari peluang pada suatu titik tertentu dimana variabel q
identik dengan variabel x. Variabel mean identik dengan variabel µ. Variabel stddev
identik dengan variabel .
PDF.NORMAL (55, 50, 10) => 0.03521
Distribusi normal dengan µ = np dan  2 = npq memberi pendekatan yang
baik terhadap distribusi binomial bila n besar dan p mendekati 0 atau 1. Memberi
pendekatan yang cukup baik pula bila n kecil namun p mendekati 0,5.
Contoh; suatu pabrik melakukan pengujian kualitas terhadap beberapa produknya.
Hasil uji menyatakan 2% sebagai produk tidak layak. Apabila dilakukan pengujian
lagi terhadap 100 produk, berapa peluang tepat 5 produk tidak layak.
Penyelesaian dengan SPSS:
Dikethui :
µ = mean = np = 100 x 2% = 2
 = sttdev = √npq = √100 x 2% x 98% = 1.4
PDF.NORMAL (q, mean, sttdev) = PDF.NORMAL (5, 2, 14) => 0.02869
II-61

2.15 Hipotesis
Dalam upaya menarik kesimpulan dan mengambil keputusan, sering kali
ada gunanya menetapkan asumsi-asumsi atau perkiraan-perkiraan mengenai
populasi. Asumsi-asumsi seperti itu (yang mungkin salah atau yang mungkin benar)
disebut sebagai hipotesis statistik. Secara umum, suatu hipotesis statistik
merupakan pemyataan mengenai distriusi probabilitas populasi (Harinaldi, 2005).
Hipotesis ini perlu diuji untuk kemudian diterima atau ditolak.
Dengan menggunakan uji hipotesis, peneliti dapat menguji berbagai teori
yang berhubungan dengan masalah-masalah yang sedang diteliti. Kebenaran atau
ketidakbenaran suatu hipotesis tersebut dapat diketahui dengan pasti jika seluruh
populasi diamati (memeriksa seluruh populasi). Namun pengamatan keseluruhan
populasi seringkali tidak efisien untuk dilakukan, sehingga hipotesis diuji melalui
pengamatan terhadap suatu sampel. Konseloiensinya, keputusan yang dihasiikan
mengandung unsur ketidakpastian yang ditunjukkan dari tingkat keyakinan (l-) dari
pengujian.
Untuk melakukan suatu pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan prosedur
umum sebagai berikut:
a. Menentukan formulasi hipotesis
Perumusan hipotesis statistik dibedakan menjadi dua, yaitu penyusunan
hipotesis awal atau hipotesis nol (Ho) dan penyusunan hipotesis randingan
alternatif (H1).
Hipotesis (H0) adalah hipotesis yang dirumuskan sebagai pernyataan yang
akan dilakukan pengujian. Ho ditulis dalam bentuk persamaan (=)
.sedangkan hipotesis alternatif (H1) adalah penolakan H0 mengakibatkan
penerimaan suatu hipotesis alternatif (H1). Hipotesis ini memiliki beberapa
kemungkinan bentuk penulisan yaitu >, < dan ≠.
b. Menentukan besarnya taraf signifikansi (α)
Taraf signifikansi (significance level), dilambangkan, menunjukkan
batasan toleransi penerimaan kesalahan dari pengujian hipotesis.Semakin
tinggi nilai, maka semakin besar pula resiko melakukan kesalahan
penolakan H0 padahal pernyataan yang di uji benar.
c. Menentukan kriteria pengujian
II-62

Kriteria pengujian dibuat berdasarkan taraf signifikansi yang telah


ditetapkan sebelumnya. Kriteria ini menunjukkan batasan/wilayah
penerimaan dan penolakan H0 sesuai dengan formulasi hipotesisnya.
d. Menentukan nilai uji statistik
Nilai uji statistik merupakan proses menghitung nilai statistik pengujian
berdasarkan penarikan sampel yang dilakukan secara acak.
e. Membuat kesimpulan
Pembuatan kesimulan terhadap pengujian hipotesis berdasarkan informaso
nilai hitung statistik dari sampel dan wilayah penerimaan dan penolakan
Ho.

2.15.1 Tipe Kesalahan dalam Pengujian Hipotesis


Proses penolakan atau penerimaan hipotesis H0 mengandung dua jenis
kemungkinan kesalahan (error/galat) yaitu :
1. Galat jenis I (α) yaitu memutuskan menolak hipotesis nol padahal hipotesis
itu benar.
2. Galat jenis II (β) yaitu memutuskan menerima hipotesis nol padahal hipotesis
itu salah, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 2.8 Beberapa Kemungkinan Hasil Pengujian Hipotesis

2.16 Uji Satu Arah dan Uji Dua Arah


Berdasarkan arah atau bentuk formulasinya, pengujian hipotesis dapat
dibedakan menjadi dua yakni uji satu arah (one-tailed teset) dan uji dua arah (two-
tailed test). Formulasi keduanya untuk menguji rataan dapat dirangkum sebagai
berikut:
II-63

1. Uji satu arah


H0 :µ1 = µ2
H1:µ1>µ2 (sisi kanan) atau
H1:µ1<µ2 (sisi kiri)
2. Uji dua arah
H0 :µ1 = µ2
H0 :µ1≠µ2
Kaidah pengambilan keputusan:
P-value ≤ taraf nyata (α/2) maka tolak H0
P-value > taraf nyata (α/2) maka terima

2.17 Metode Pengujian Hipotesis


2.17.1 One Sample T-Test
One sample t-test merupakan teknik analisis untuk membandingkan satu
variabel bebas.Teknik ini digunakan untuk menguji apakah nilai tertentu berbeda
secara signifikan atau tidak dengan rata-rata sebuah sampel. Pada uji hipotesis ini,
diambil satu sampel yang kemudian dianalisis apakah ada perbedaan rata-rata dari
sampel tersebut. Prosedur yang umum dan harus diikuti untuk melakukan uji
hipotesis ini adalah sebagai berikut:
1. Mencari hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya
2. Pilih tingkat kepercayaan tertentu dan tentukan besarnya sampel yang diambil

2.17.1.1 Aplikasi One Sample T-Test dengan SPSS 20


Sebuah perusahaan pembuat mesin pengisi produk minuman botol
mengklaim bahwa mesin buatannya bisa mengisi botol minuman rata-rata sebanyak
100 ml per botol. Untuk meyakinkan hal itu, perusahaan yang membeli menguji
mesin tersebut dengan mengukur kembali isi botol yang diisi oleh mesin. Hasil yang
diperoleh dari pengukuran sampel adalah sebagai berikut:

Tabel 2.9 Hasil Pengukuran


101 102 101 98 103

99 100 100 100 104


II-64

104 98 99 105 96

103 101 97 101 97

Dengan α = 5%, x = 100, 45


Hipotesis:
H0 :µ = 100
H1 :µ ≠ 100
Berikut adalah langkah-langkah penyelesaiannya :
1. Input data ke SPSS
2. Pilih Analyze untuk memulai t-test, pada sub menu pilh Compare Means
kemudian pilih One-Sample T-Test
3. Akan muncul jendela One Sample T-Test, pindahkan variabel botol ke test
variabel dengan memilih variabel botol kemudian klik tanda panah ke kanan
di jendela tersebut. Dan isikan test value dengan T hitung yang dijadikan
perbandingan, yaitu 100 ( x )
4. Klik Option pada jendela one sample-test kemudian muncul jendela
berikutnya. Isikan derajat keyakinan sebesar 95% (α = 5)
5. Klik Continue kemudian OK maka output viewer SPSS akan menampilkan
hasil berikut:
Tabel 2.10 Hasil One Sample T-Test

Dari tabel di atas diperoleh nilai t hitung SPSS = 0,791 dan nilai Sig. (2-
tailed) > 0,05 maka H0 diterima. Oleh karena dapat diambil keputusan bahwa
dengan tingkat kepercayaan 95%, secara signifikan hasil pengujian tidak berbeda
dengan apa yang diklaim oleh perusahaan pembuat mesin pengisi botol.
II-65

2.17.1.2 Aplikasi One Sample T-Test dengan Minitab


Berikut adalah langkah-langkah penyelesaian dari data pengukuran pada
Tabel 1.2:
1. Input data ke Minitab
2. Klik Start untuk memulai t-test, pilih Basic Statistic kemudian pilih 1-
sample t-test
3. Kemudia klik samples ion diferent column, klik di dalam kolomnya
sehingga muncul variabel ‘C1 Botol’, select variabel botol.
4. Klik Graphs kemudian centang semua: Histogram of data, Individual
value plot dan Boxplot of data dan Klik OK.
5. Klik Option sehingga muncul 1-Sample t-Options. Isikan derajat
keyakinan ke kolom Confidence level sebesar 95,0 (95%) dan kolom
Alternative pilh not equal klik OK.
6. Klik OK maka output viewer Minitab akan menampilkan hasil berikut
II-66
II-67

2.17.2 Chi Square


Uji Chi Square atau disebut Pearson’s Chi Square bertujuan untuk
membandingkan apakah satu variabel tertentu bersifat dependen atau independen
terhadap variabel lain. Jenis data yang digunakan untuk uji chi square harus
berbentuk data frekuensi, bukan yang berbentuk rasio ataupun skala.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji chi dapat dilakukan dengan
menilai output Chi Square Test hasil olahan data dengan SPSS. Dengan
pengambilan keputusan berpedoman pada dua hal, yakni membandingkan nilai
Asymp. Sig dengan batas krtitis 0,05 atau dapat membandingkan antara nilai chi
square hitung dengan chi square tabel.
Melihat nilai Asymp. Sig:
a. Jika nilai Asymp. Sig < 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antar
variabel
b. Jika nilai Asymp. Sig > 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antar
variabel
Melihat nilai Chi Square:
a. Jika nilai Chi Square hitung > Chi Square tabel maka terdapat hubungan antar
variabel
b. Jika nilai Chi Square hitung < Chi Square tabel maka tidak terdapat hubungan
antar variabel.
Uji t dan chi-square digunakan untuk membandingkan dua sampel yang
akan dibandingkan, sedangkan ANOVA (analisis of varians) digunakan untuk uji
perbandingan lebih dari dua kelompok sampel data.

2.17.2.1 Aplikasi Chi Square Test dengan SPSS


Untuk melakukan uji Chi Square dapat menggunakan fasilitas crosstab
yang terdapat pada program SPSS.
Seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang
sigifikan antara jenis kelamin seseorang dengan tingkat pendidikan yang dicapai.
Data diuji dapat dilihat pada tabel berikut:
II-68

Tabel 2.11 Data Statistik

Hipotesis
H0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengn
tingkat pendidikan

Ha : terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat


pendidikan
Berikut adalah langkah-langkah pengerjaannya:
1. Input data statistik di atas ke SPSS
2. Pilih Analyze → Descriptive Statistics → Crosstab kemudian muncul
kotak dialog Crosstab
II-69

3. Pindahkan variabel jenis kelaim ke Row(s) dan variabel tingkat pendidikan


ke Column(s)
4. Klik Statistics sehingga muncul kotak dialog Statistics: Crosstab
5. Pilih Chi-square dan klik Continue
6. Klik OK sehingga output viewer SPSS menampilkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2.12 hasil case processing

Pada tabel Case Processing Summary dapat dilhat bahwa terdapat 33 data
yang semuanya diproses, tidak ada data yang missing atau hilang, sehingga tingkat
kevalidannya 100%.
Pada tabel jeni_kelamin*tk_pendidikan crostabulation dapat dilihat
hubungan antara variabel jenis kelamin dengan tingkat pendidikan. Contoh pada
baris pertama, terdapat 3 orang laki-laki dengan tingkat pendidikan SLTA.
II-70

Pada tabel Chi-Square Test dapat dilihat dibagian Pearson Chi-Square


angkat Asymp. Sig sebesar 0,584. Nilai tersebut > 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa H0 diterima artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin seseorang dengan tingkat pendidikan. Hal ini dapat diartikan pula bahwa
jenis kelamin seseorang tidak mempunyai korelasi dengan tingkat pendidikan yang
dimilikinya.

2.17.2.2 Aplikasi Chi Square Test dengan Minitab


Berikut adalah langkah-langkah penyelesaian :
1. Input data ke Minitab
2. Klik Start untuk memulai t-test, pilih Tables kemudian Chi Square
Goodness-of-Ft Test conevariable
3. Klik kolom observed count lalu Select “Responden”, klik category name
(optional) Select “jenis kelamin” dan klik categorival data Select “Tingkat
Pendidikan” dan klik equal proportions.
4. Klik OK maka output viewer Minitab akan menampilkan hasil berikut:

Gambar 2.35 hasil viewer minitab


II-71

2.18 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


Kesahihan (validitas) adalah tingkat kemampuan untuk mengungkapkan
sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrument
tersebut. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada suatu kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Indikator pengukuran yang dimaksud merupakan pernyataan pada
kuesioner yang berasal dari variabel teramati dimana variabel tersebut berasal dari
variabel lain. Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid apabila nilai pearson
correlation berada pada nilai -1 < r < 1, dan juga memiliki nilai Sig. (2-
tailed)<0,025, artinya nilai dari probabilitasnya adalah 0,05, namun karena
pengujian dilakukan dalam dua sisi (2-tailed) sehingga nilai probabilitasnya 0,025
(Santoso, 2014).
Sedangkan pengujian reliabilitas yang dilakukan, bertujuan untuk
mengukur sejauh mana setiap indikator pengukuran pada kuesioner yang digunakan
menunjukkan suatu konsistensi didalam mengukur. Artinya setiap jawaban
responden yang satu dengan yang lainnya terhadap pertanyaan pada kuesioner
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Sugiyono, 2004). Suatu indikator
pengukuran dikatakan reliabel apabila indiktor tersebut memiliki nilai Crobach’s
Alpha > 0,6. (Hair et al., 2006). Menurut Sekaran (2006) secara umum reliabel
yang kurang dari 0.6 dianggap buruk, sedangkan reliabel dalam kisaran 0,7 bisa
diterima dan jika lebih dari 0,8 dianggap baik.
Adapun prosedur untuk menghitung korelasi antar skor masing-masing
butir pertanyaan dengan total skor menggunakan software SPSS versi 18.0 dengan
langkah analisis sebagai berikut:

2.18.1 Aplikasi Uji Validitas dan Uji Reliabilitas dengan SPSS 18


Pada tabel berikut ini dapat dilihat rekapitulasi kuisioner (pre test)
mengenai “Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Di Daerah XYZ”. Hasil rekapitulasi
kuisioner yang dikumpulkan sebanyak 30 sampel sebagai pre test. Selanjutnya akan
dilakukan uji validitas dan reabilitas mengetahui bahwa kuisioner tersebut valid dan
reliabel untuk disebarkan kepada responden.
II-72

Tabel 2.20 Data Reproduksi Kuesioner

Pengujian validitas dan reliabilitas dapat dilakukan menggunakan bantuan


software SPSS. Pengujian validitas dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Dari menu utama SPSS pilih menu Analyze→Correlate→Bivariate
2. Tampak di layar tampilan “window→ Bivariate Correlation”
3. Isikan dalam “box” variabel semua butir skor pertanyaan dan skor total
4. Pada Coeficient Correlation, pilih Pearson
5. Tekan OK dan hasil output SPSS akan ditunjukkan sebagai berikut ini:
II-73

Tabel 2.21 Hasil correlations

Berdasarkan output SPSS diatas dapat dilihat bahwa keempat indikator


pengukuran variabel Tangible adalah valid, karena setiap indikator pengukuran
memiliki nilai pearson correlation diantara -1 < r < 1 dan juga memiliki nilai Sig.
(2-tailed) < 0,025. Sehingga dapat dikatakan bahwa pertanyaan dari setiap
kuisioner mampu mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. (Lakukan cara dan
analisis yang sama untuk pengujian variabel berikutnya).
Selanjutnya, pengujian reliabilitas dapat diketahui sebagai berikut:
1. Open folder SPSS Analyze →Scale→ Reliability Analysis
2. Selanjutnya masukkan masing-masing variabel yang akan diuji→ OK. Maka
akan keluar hasil output SPSS sebagai berikut ini.
II-74

Tabel 2.22 Hasil Case Processing Summary dan Reliability Statistics

Gambar hasil uji reliabilitas SPSS

Berdasarkan output SPSS diatas, dapat dilihat nilai Cronbach’s Alpha untuk
variabel Tangible memiliki nilai 0,79 sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator
pengukuran untuk variabel Tangible adalah konsisten untuk setiap responden dan
dapat dikatakan bahwa variabel ini reliabel.

2.19 Korelasi
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu
teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran
asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam
statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua
teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson
Product Momen dan Korelasi Rank Spearman. Pengukuran asosiasi mengenakan
nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiatau kekuatan hubungan antara
variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel
tersebut disebut independen.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel (atau lebih) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus
berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal.
II-75

Kuat lemah hubungan diukur menggunakan jarak (range) 0 sampai dengan 1.


Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed).
Korelasi searah jika nilai koefisien korelasi ditemukan positif; sebaliknya jika nilai
koefisien korelai negatif, korelasi disebut tidak searah. Koefisien korelasi ialah
suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika koefisien
korelasi ditemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat hubungan antara dua
variabel tersebut. Jika koefisien korelasi ditemukan +1 maka hubungan tersebut
disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan
kemiringan (slope) positif. Sebaliknya, jika koefisien ditemukan -1, maka
hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear
sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Dalam korelasi sempurna tidak
diperlukan lagi pengujian hipotesis mengenai signifikansi antar variabel yang
dikorelasikan, karena kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna.
Artinya variabel X mempunyai hubungan sangat kuat dengan variabel Y. Jika
korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel
tersebut.

2.19.1 Kegunaan Korelasi


Korelasi berguna untuk mengukur kekuatan (strength) dan arah hubungan
antar dua variabel atau lebih. Pengukuran antara variabel untuk masing-masing
kasus akan menghasilkan keputusan, diantaranya; a) Hubungan kedua variabel
tidak ada; b) Hubungan kedua variabel lemah; c) Hubungan kedua variabel cukup
kuat; d) Hubungan kedua variabel kuat; e) Hubungan kedua variabel sangat kuat.
Penentuan tersebut didasarkan pada kriteria yang menyebutkan hubungan
mendekati 1, maka hubungan semakin kuat; dan sebaliknya jika hubungan
mendekati 0, maka hubungan semakin lemah.

2.19.2 Karakteristik Korelasi


Korelasi mempunyai beberapa karakteristik diantaranya:
a. Kisaran korelasi: kisaran (range) korelasi mulai dari 0 sampai dengan 1.
Korelasi dapat positif dan dapat pula negatif.
b. Korelasi sama dengan nol: korelasi sama dengan 0 mempunyai arti tidak
ada hubungan antara dua variabel.
II-76

c. Korelasi sama dengan satu: korelasi sama dengan +1 artinya kedua


variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus)
positif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik,
maka Y juga naik.
d. Korelasi sama dengan minus satu: artinya kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) negatif. Korelasi
sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka Y turun
dan berlaku sebaliknya.

2.19.3 Pengertian Koefisien Korelasi


Koefisien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara
dua variabel. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien
korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua
variabel acak. Jika koeifisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi variabel X negatif, maka kedua variabel
mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel
Y akan menjadi rendah dan berlaku sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan
interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan
kriteria sebagai berikut (Sarwono: 2006).
a. 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
b. >0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah
c. >0,25 – 0,5 : Korelasi cukup
d. >0,5 – 0,75 : korelasi kuat
e. >0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat
f. 1 : Korelasi sempurna

2.19.4 Korelasi Pearson


Korelasi Pearson Product Moment, yang merupakan pengukuran,
parametrik, akan menghasilkan koefisien korelasi yang berfungsi untu mengukur
kekuatan hubungan linier antara dua variable. Jika hubungan dua variabel tidak
linier, maka koefisien korelasi Pearson tersebut tidak mencerminkan kekuatan
II-77

hubungan dua variabel yang sedang diteliti; meski kedua variabel mempunyai
hubungan kuat. Simbol untuk korelasi Pearson adalah “p” jika diukur dalam populasi
dan “r” jika diukur dalam sampel. Korelasi Pearson mempunyai jarak antara -1
sampai dengan +1. Jika koefisien korelasi adalah -1, maka kedua variabel yang
diteliti mempunyai hubungan linier sempurna negatif. Jika koefisien korelasi adalah
+1, maka kedua variabel yang diteliti mempunyai hubungan linier sempurna positif.
Jika koefisien korelasi menunujukkan angka 0, maka tidak terdapat hubungan
antara dua variabel yang dikaji. Jika hubungan dua variabel linier sempurna, maka
sebaran data tersebut akan membentuk garis lurus. Sekalipun demikian pada
kenyataanya kita akan sulit menemukan data yang dapat membentuk garis linier
sempurna.
Data yang digunakan dalam Korelasi Pearson sebaiknya memenuhi
persyaratan, diantaranya ialah:
a. Berskala interval/rasio
b. Variabel X dan Y harus bersifat independen satu dengan lainnya
c. Variabel harus kuantitatif simetris.
Asumsi dalam Korelasi Pearson dintaranya ialah:
a. Terdapat hubungan linier antara X dan Y
b. Data berdistribusi normal
c. Variabel X dan Y simetris. Variabel X tidak berfungsi sebagai variabel
bebas dan Y sebagai variabel tergantung
d. Sampling representative
e. Varian kedua variable sama

2.19.5 Korelasi Spearman


Korelasi Spearman merupakan pengukuran non-parametrik. Koefisien
korelasi ini mempunyai simbol r (rho). Pengukuran dengan menggunakan koefisien
korelasi Spearman digunakan untuk menilai adanya seberapa baik fungi monotonik
(suatu fungsi yang sesuai perintah) arbriter digunakan untuk menggambarkan
hubungan dua variabel dengan tanpa membuat asumsi distribusi frekuensi dari
variabel-variabel yang diteliti. Nilai koefisien korelasi dan kriteria penilaian
kekuatan hubungan dua variabel sama dengan yang digunakan dalamkorelasi
II-78

Pearson. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama dengan korelasi Pearson,
perbedaaan terletak pada pengubahan data kedalam bentuk ranking sebelum
dihitung koefisien korelasinya. Itulah sebabnya korelasi ini disebut sebagai
Korelasi Rank Spearman.

2.19.5.1 Syarat dan Asumsi Penggunaan Korelasi Rank Spearman


Data yang digunakan untuk korelasi Spearman harus berskala ordinal.
Berbeda dengan Korelasi Pearson, Korelasi Spearman tidak memerlukan asumsi
adanya hubungan linier dalam variabel-variabel yang diukur dan tidak perlu
menggunakan data berskala interval, tetapi cukup dengan menggunakan data
berskala ordinal. Asumsi yang posisi jarak yang sama pada variabel-variabel yang
diukur. Jika menggunakan skala Likert, maka jarak skala yang digunakan harus
sama. Juga, data tidak harus berdistribusi normal.

2.19.6 Korelasi Partial


Korelasi yang digunakan untuk menguji hubungan dua atau lebih variabel
independen dengan satu variabel dependen dan dilakukan pengendalian pada salah
satu variabel independennya. Variabelnya yang diteliti harus kontinu, berskala
interval, bersifat linier dan berdistribusi normal. Korelasi partial hanya digunakan
jika variabel ketiganya mempunyai hubungan keterkaitan dengan salah satu
variabel yang dikorelasikan.

2.19.7 Korelasi Ganda (Multiple Correlation)


Korelasi ganda merupakan korelasi yang digunakan untuk menguji
hubungan dua atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen secara
bersamaan. Korelasi ganda merupakan korelasi yang terdiri dari dua tau lebih
variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen).

2.19.8 Aplikasi Korelasi Menggunakan SPSS 20


Saisberry Realty menjual rumah sepanjang East Coast of the United States.
Pertanyaan yang sering muncul oleh pembeli adalah jika kita membeli rumah
tersebut, berapa ekspetasi biaya ($) yang dikeluarkan untuk membuat tungku
pemanasan selama musim dingin. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dilakukan
II-79

penelitian dengan sampel 20 rumah yang sudah terjual. Ada 3 variabel yang diduga
mempengaruhi biaya tersebut, yaitu:
a. Rata-rata temperatur diluar rumah (F)
b. Jarak isolasi loteng (inches)
c. Usia perapian (tahun)
Berdasarkan tabel berikut ini, hitunglah nilai korelasi antara tiap variabel
bebas dengan variabel terikat.

Data dari 20 rumah yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

Tabel 2.13 Data Statistik Biaya Ekspetasi Rumah

Berdasarkan kasus diatas, dapat diketahui bahwa terdapat lebih dari dua
variabel independen dan satu variabel dependen sehingga pada kasus ini dapat
diselesaikan dengan menggunakan analisis korelasi berganda.
Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Masukkan data dalam worksheet spss
II-80

2. Klik Analyze→Regression→Linear, selanjutnya akan muncul kotak dialog


“regression linear”
3. Pindahkan masing-masing variabel kedalam kolom dependen dan
independen
4. Klik statistics→model fit→continue, selanjutnya akan muncul jendela seperti
pada gambar berikut:
5.
Tabel 2.14 hasil variables entered dan model summary

Berdasarkan tabel summary, nilai kofisien R = 0.893 (semakin mendekati


1) sehingga dapat dikatakan hubungan antara variabel independen (usia, isolasi, suhu
dan variabel dependen (cost) memiliki hubungan yang kuat.
Perlu diingat bahwa pada uji korelasi ganda yang digunakan hanya output
model summary saja (lihat nilai nilai koefisien R output pada tabel model
summary). Interpretasi model pada korelasi ganda dapat dilihat pada nilai R, apabila
nilai R semakin mendekati 1 maka dapat dikatakan korelasi model semakin kuat.
II-81

Selain itu, guna memperkaya analisis dapat juga ditambahkan analisis


korelasi pada masing-masing variabel independen dengan variabel dependen
(caranya sama dengan analisis uji korelasi pearson dan spearman) dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Masukkan data dalam worksheet spss
2. Klik Analyze→Correlate→Bivariate masukkan variabel pearson
3. Klik two tailed biarkan →flag significant correlation dicentang,
selanjutnya akan muncul jendela seperti pada gambar berikut:

Tabel 2.15 hasil correlations

Korelasi antara variabel independen (variabel suhu, isolasi, dan usia) dan
dependen (cost) diberikan pada tabel diatas. Berdasarkan tabel dapat dilihat korelasi
antara suhu dengan cost sebesar -0,811 dan antara isolasi dengan cost sebesar -0,196
sedangkan korelasi usia dengan cost sebesar 0,541 dari hasil korelasi terlihat bahwa
korelasi tinggi berada variabel suhu dan cost yaitu -0,811. Hal ini berarti temperatur
II-82

akan mempunyai peluang yang cukup tinggi atau paling signifikan mempengaruhi
biaya pembelian panas didalam model regresi ini.

2.19.9 Aplikasi Korelasi Pearson Menggunakan Minitab


Berikut adalah langkah-langkah analisis Korelasi Pearson
1. Klik Start→ Basic Statistic→ Correlation
2. Masukkan masing-masing variabel→Select
3. Klik OK, ouput akan menampilkan hasil berikut ini :

Gambar 3.37 hasil correlation minitab

Hasil analisis pada output Minitab diatas menujukkan bahwa nilai korelasi
yang paling tinggi antar variabel adalah nilai antara cost dengan suhu sebesar -0,811
dan nilai P-value sebesar 0,000 artinya dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang
signifikan antara variabel tersebut (P-value < 0,05). Sedangkan nilai korelasi yang
paling lemah signifikannya terdapat pada variabel antara isolasi dengan usia dimana
nilai P-value sebesar 0,792 (P-value > 0,05).

2.20 Analisis Regresi


Regresi dalam pengertian modern menurut Gujarati (2009) adalah kajian
terhadap ketergantungqn satu variabel, yaitu variabel tergantung terhadap satu atau
lebih variabel lainnya atau disebut sebagai variabel-variabel eksplanatori dengan
tujuan untuk membuat estimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-
II-83

rata variabel tergantung dalam kaintannya dengan nilai-nilai yang sudah diketahui
dari variabel eksplanatorinya. Selanjutnya menurut Gujarati meski analisis regresi
berkaitan dengan ketergantungan atau dependensi satu variabel terhadap variabel-
variabel lainya hal tersebut tidak harus menyiratkan sebab-akibat (causation).
Dalam regresi dikembangkan persamaan estimasi (estimating equation),
yaitu rumus matematika yang menghubungkan variabel-variabel yang diketahui
dengan mengaplikasikan analisis korelasi (correlation analysis) untuk menentukan
tingkatan dimana variabel-variabel tersebut saling berhubungan.

2.20.1 Tujuan Analisis Regresi


a. Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan
didasarkan pada nilai variabel bebas
b. Menguji hipotesis karateristik dependensi
c. Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada
nilai variabel bebas diluar jangkauan sampel.

2.20.2 Persyaratan Model Regresi


a. Model regresi dikatakan layak jika angka signifikansi pada ANOVA <
0.05
b. Predictor yang digunakan sebagai variabel bebas harus layak, dengan
melihat nilai angka standard error of estimate < Standard Deviation
c. Tidak terjadi multikolinieritas, artinya tidak terjadi korelasi yang sangat
tinggi atau sangat rendah antar variabel bebas (hanya berlaku pada regresi
berganda)
d. Tidak terjadi otokorelasi, terjadi otokorelasi apabila nilai angka Durbin
dan Watson (DB) <1 dan >3
e. Keselarasan model regresi dapat dilhat dengan model R square, semakin
besar nilai R square atau mendekati 1 maka tidak ada hubungan linier antara
X dan Y.
f. Data berdistribusi normal
g. Memiliki variabel independen dan dependen, dimana diantara variabel
independen tersebut tidak saling mempengaruhi.
II-84

2.20.3 Aplikasi Regresi Menggunakan SPSS


Dengan menggunakan data statistik pada Tabel 1.2 maka dilakukan
langkah-langkah analisis regresi sebagai berikut:
1. Open folder data SPSS, kemudian klik Analyze→Regression→ Linear
2. Pindahkan isi kolom Dependent ke kolom Independent
3. Klik Statistics
4. Klik Estimates, aktifkan “Model fit”, “Descriptive”, “Collinearity”
diagnostics” dan “Durbin Watson” klik Continue
5. Klik Plot dan pindahkan variabel *Zresid ke dalam kolom X dan *Zpred
ke dalam kolom Y. Aktifkan “Histogram” dan “Normal probability
plots”
6. Klik OK, output viewer SPSS akan menampilkan hasil berikut ini:

Berdasarkan hasil ouput dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


II-85

a. Pada tabel correlations, dapat dilihat hubungan antar variabel dependen


dan independen (pembacaan hasil sama seperti pada korelasi spearman)
b. Model persamaan regresi dapat ditulis: cost = 432,261– 4,713 suhu –
14,259 isolasi + 5,8 usia. Hal ini berarti semakin rendah suhu dan isolasi
maka akan meningkatkan biaya dalam pembelian pemanas, sedangkan
semakin tua usia perapian maka akan semakin besar pula biaya pembelian
pemanas
c. Hipotesis (Uji F)
HO : µ1 = µ2 =µ3
H1 : minimal ada satu µj ≠ 1,2 dan 3

Berdasarkan tabel ANOVA diatas menunjukkan nilai sig. dari uji F,


karena bila sig = 0.0000 artinya kurang alpha = 5% (0,05) H0 ditolak dan dapat
disimpulkan bahwa ketiga variabel independen tersebut signifikan pada taraf 5%
dan mempengaruhi variabel biaya pembelian pemanas secara simultan.
d. Hipotesis (Uji T)
H0 : µ1 = 0 H1 : µ1 ≠0
H0 : µ2 = 0 H2 : µ2 ≠0
H0 : µ3 = 0 H3 : µ3 ≠0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai sig. pada tabel ANOVA diatas
merupakan nilai sg. dari uji t untuk setiap variabel. Sehingga dapat dilihat nilai sig.
Untuk variabel suhu = 0.009. Kedua variabel tersebut kurang dari 10% sehingga H0
ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa variabel suhu dan isolasi mempengaruhi
biaya pembelian pemanas secara parsial.
Nilai sig. untuk variabel adalah 0,172 karena nilai sig. pada kedua variabel
usia lebih dari 10% maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa variabel usia
tidak signifikan mempengaruhi variabel biaya pembelian pemanas secara parsial.
Dari nilai standardized coefficinet terlihat bahwa variabel suhu
mempunyai nilai absolut yang paling besar, ini mengindikasikan bahwa temperatur
mempunyai pengaruh yang paling besar dibanding variabel yang lain (isolasi dan
usia).
II-86

Berdasarkan hasil output nya diambil kesimpulan sebagai berikut:


e. Nilai koefisien determinasi atau R square adalah 0,798. Hal ini berarti
bahwa 79,8% varasi variabel respon dapat diprediksi dari variabel
independen tersebut. Sedangkan nilai kesalahan estimasi = 51, 65715
f. Uji asumsi (tidak ada autokorelasi); Uji Durbin Watson (range 0 s/d 4) jika
dekat dengan 3 maka tidak ada autokorelasi, jika lebih dari 2
menunjukkan korelasi negatif dan sebaliknya kurang dari 2 maka ada
korelasi positif. Nilai yang diamati dalam contoh adalah 1,617 (mendekati
2) yang artinya tidak ada autokorelasi atau dapat dikatakan residual yang
saling berurutan saling bebas

Berdasarkan hasil output nya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Uji Standar Error Estimates (SEE), dinyatakan dengan melihat nilai SEE
< nilai standar deviasi Y. Berdasarkan output SPSS dapat dilihat nilai
SEE<standar deviasi (62,389 < 205,5) sehingga dapat dikatakan model
regresi tersebut dinyatakan valid sebagai model prediksi.
II-87

Berdasarkan hasil output nya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


2. Uji asumsi (tidak ada multikolinieritas); pengujian ini dilakukan untuk
melihat apakah ada multikolinieritas yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari
nilai VIF dan tolerance (keduanya memiliki interpretasi yang sama).
3. Apabila nilai VIF tinggi (>10) atau nilai tolerance rendah (<1-dj R square)
maka ada masalah multikolinieritas, berdasarkan hasil output SPSS dapat
dilihat nilai 1-adj R square = 1-0,76 = 0,24. Selain itu, apabila dilihat pada
nilai VIF tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF>10 atau
tolerance<0,24 sehingga dapat dikatakan tidak ada multikolinieritas pada
model tersebut.

Berdasarkan Histogram dan Normal P-P plot dapat diambil kesimpulan:


1. Persebaran titik berada pada garis lurus miring keatas (Normal P-P) dan
Berdistribusi normal (dapat dilihat dari histogram) sehingga dapat dikatakan
asumsi normalitas terpenuhi.

2.20.4 Aplikasi Regresi Menggunakan Minitab


Dengan menggunakan data statistik pada Tabel 1.1 maka dilakukan
langkah-langkah analisis sebagai berikut:
1. Klik Start →Regression→Regression.
II-88

2. Kemudian masukkan dependen ke kotak “response” dan variabel


independen ke kotak “predictor”.
3. Selanjutnya klik option → fitintercept → variance in flating factors→
Durbin Watson statistics, OK.
4. Pilih storage residual coefficients fits, OK.
5. Selanjutnya output pada Minitab dapat dilihat sebagai berikut:

Berdasarkan output Minitab diatas dapat dilihat:


a. Ada dua cara yang dilakukan untuk melihat persamaan regresi pada Minitab,
yaitu:
1. Melihat nilai coef ouput worksheet minitab (lihat variabel baru disebelah
kanan residual “COEF”)
2. Dengan melihat langsung “The regression is”; pada hasil output minitab
dapat dilihat hasilnya: cost = 432 – 4,71 suhu – 14,3 isolasi + 5,80 usia.
3. Persamaan regresi tersebut dapat disimpulkan: apabila variabel lain
bernilai konstan maka nilai Y (cost) akan berubah dengan sendirinya
sebesar nilai konstanta yaitu 432.
4. Apabila variabel lain bernilai konstan maka nilai Y (cost) akan berubah
sebesar 4,71 setiap satu satuan X1 (suhu)
II-89

5. Apabila variabel lain bernilai konstan maka nilai Y (cost) akan berubah
sebesar 14,3 setiap satu satuan X2 (isolasi)
6. Apabila variabel lain bernilai konstan maka nilai Y akan berubah sebesar
5,80 setiap satu satuan X3 (usia)
b. Uji R Square dapat ditunjukkan dengan melihat nilai R-sq di mana pada uji
ini nilanya sebesar 79,8% artinya variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh
sekelompok variabel independen (X1, X2, X3) sacara simultan sebesar 79,8%
sedangkan sisanya (100% - 79,8% = 20,2%) dijelaskan oleh variabel lain
diluar model yang diteliti.

c. Uji Multikoliniearitas; untuk mendeteksi gejala multikoliniearitas dapat


dilihat nilai VIF (VIF < 5) karena nilai VIF = 1,342; 1,029; 1,310 (kurang
dari 5) tersebut.
d. Uji Autokorelasi; mendeteksi autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin
Watson pada output minitab. Nilai Durbin Watson = 1,61708 (mendekati 2)
sehingga dapat dikatakan tidak adanya gejala autokorelasi pada model
regresi.
e. Nilai Standard Error of Estimates (SEE) digunakan untuk mengetahui apakah
model regresi dinyatakan valid sebagai model prediksi. Berdasarkan hasil
output minitab, Nilai SEE dapat dilihat dengan membandingkan nilai S
dengan standar deviasi Y (SEE < standar deviasi Y) dapat dilihat nilai S =
51,65 dan standar deviasi = 105,4 (dapat dilihat pada uji deskriptif statistik)
sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut valid sebagai
model prediksi.
II-90

f. Uji F regresi, dilakukan untuk menentukan apakah secara serentak semua


variabel independen mempunyai pengaruh yang yang bermakna terhadap
variabel dependen, dapat disimpulkan nilai P pada ANOVA sebesar
0,000<0,05 maka dapat disimpulkan secara simultan variabel independen
mempunyai pengaruh bermakna terhadap terhadap variabel dependen.
g. Uji T parsial, dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen yang
di dalam model regresi mempunyai pengaruh secara individu terhadap
variabel dependen dengan memperhatikan keberadaan variabel lain di dalam
model. Nilai t parsial dapat dilihat melalui nilai t ouput minitab. Berdasarkan
output minitab dapat dilihat nilai P value t parsial < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan semua variabel memiliki pengaruh secara individu terdapat
variabel dependen (Y) dengan memperhatikan variabel lain.

Uji Normalitas dapat dilakukan dengan melihat diagram normal


probability plot dan Histogram. Residual berdistribusi normal apabila histogram
menyerupai bel keatas. Berdasarkan histogram, dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal. Selain itu, uji normalitas dapat juga dilakukan dengan
menggunakan diagram normal probability plot. Berdasarkan normal probability
plot dapat dilihat bahwa data berdistribusi normal, hal ini dapat dilihat plot
mengikuti garis lurus. Sehingga dapat disimpulkan residual berdistribusi normal.

2.21 Design of Experiment


II-91

Design of eksperiment adalah sebuah test dengan membuat perubahan -


perubahan pada variable masukan dari sebuah proses supaya kita dapat mengamati
dan mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada keluaran dari proses tersebut.
Design of Experiments dikembangkan dan diperkenalkan okeh Sir Ronald
Fisher dari University of London dengan studinya tentang Agricultural Experimem
pada tahun 1930. Fisher mengembangkan teori dan metode statistika dengan
menerapkan pendekatan Analysis of Variance (ANOVA) sebagai metode
primemya. Konsep-konsep DOE pertama kali dimanfaatkan pada Rothamsted
Agricultural Experimental Design Station di kota London, Inggris sedangkan
industri yang pertama _kali menggunakan pendekatan metode DOE adalah British
Textile Industry dari London. Dalam buku desain eksperimennya yang pertama,
Fisher menunjukkan bagaimana kesimpulan yang valid dapat ditarik secara efisien
dari eksperimen yang berfluktuasi secara alami seperti suhu, kondisi tanah, dan
curah hujan terhadap variabel gangguan. Variabel pengganggu yang diketahui
biasanya menyebabkan bias yang sistematik daiam kelompok hasil (misalnya,
Variasi batch-twbatch). Variabel pengganggu yang tidak diketahui biasanya
menyebabkan variasi hasil yang acak dan biasa dikenal dengan variabititas tetap
atau noise. Meskipun metode DOE yang pertama kali digunakan dalam konteks
pertanian, metode ini telah diterapkan dengan sukses di militer dan industri sejak
tahun 1940.

2.22 Istilah dalam Design of Experiments


Ada yang harus disamakan persepsinya terlebih dahulu dalam DOE, diantaranya:
a. Perlakuan atau Treatment
Sekumpulan kondisi percobaan yang akan dikenakan terhadap unit
percobaan dalam ruang lingkup perancangan yang dipilih. Perlakuan ini
bisa berbentuk tunggal atau terjadi dalam bentuk kombinasi, misalnya
penyelidikan tentang pengaruh jenis makanan terhadap sapi, maka
perlakuan bisa berbentuk: jenis sapi, jenis kelamin sapi, umur sapi, atau
takaran makanan yang diberikan kepada sapi. Tiap perlakuan di atas
merupakan perlakuan tunggal yang mungkin memberikan efek sendiri
sendiri terhadap variabel respon (berat badan, misalnya).
II-92

b. Unit Pereobaan
Sesuatu yang dikenai oleh perlakuan baik itu berupa perlakuan tunggal atau
merupakan gabungan dari beberapa perlakuan.
c. Kekeliruan Percobaan
Kekeliruan percobaan menyatakan kegagalan dari pada dua unit percobaan
identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Tentu
saja kekeliruan ini hendaknya diusahakan supaya terjadi sekecil-kecilnya.
d. Faktor
Adalah suatu variabel yang dengan sengaja dikontrol pada suatu eksperimen
untuk melihat dampak pada variabel respon.
e. Level Cara atau mode berbeda suatu faktor (turunan dari faktor)
f. Replikasi
Suatu perulangan atau banyaknya perulangan unit eksperimen pada
perlakuan tertentu.

2.23 Prinsip Dasar dalam Design of Experiments


Berikut merupakan prinsip dasar dalam Design of Experiments:
a. Replikasi
Dalam desain eksperimen, ada perulangan perlakuan yang sama pada unit
eksperimen berbeda. Dengan melakukan replikasi, kita dapat mengetahui
variabilitas alami dan kesalahan pengukuran serta memperoleh ketelitian
yang lebih tinggi.
b. Pengaeakan atau Randomisasi Secara umum randomisasi dimaksudkan
untuk :

1. Meratakan pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat


dikendalikan pada semua unit percobaan.
2. Memberikan kesempatan yang sama pada setiap unit percobaan
untuk menerima suatu perlakuan sehingga diharapkan ada
kehomogenan pengaruh dari setiap perlakuan yang sama.
3. Mendapatkan hasil pengamatan yang bebas (independen) satu sama
lain.
II-93

c. Kontrol Lokal atau Blocking


Kontrol lokal yang menyebabkan perubahan lebih efisien, artinya
menghasilkan prosedur pengujian dengan penguasaan yang lebih tinggi
sehingga secara relatif bersifat homogen. Sebuah metode yang dapat
menjelaskan dan mengurangi variabilitas alami. Prinsip dilakukan dengan
mengelompokkan satuan unit eksperimen yang mirip ke dalam kelompok
(blok) tertentu. Pengelompokan (blocking) bertujuan untuk meningkatkan
ketepatan eksperimen.

2.24 Klasifikasi design of experiment


Secara garis besar rancangan design eksperimen dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Rancangan perlakuan
1. Satu faktor
2. Dua faktor, yang terdiri dari:
 Faktorial bersilang dan terserang
 Split plot
 Split blok
3. Tiga faktor atau lebih, yang terdiri dari
 Faktorial bersilang, tersarang, dan campuran.
 Split-split plot.
 Split-split blok
b. Rancangan lingkungan
Secara garis besar rancangan lingkungan eksperimen dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Rancangan acak lengkap (RAL)
2. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL)
3. Rancangan bujur sangkar latin (RBSL)
4. Rancangan Lattice, yang terdiri .dari lattice. seimbang, triple lattice
dan quadrupple lattice.

2.25 Langkah Pelaksanaan Suatu Eksperimen


II-94

Untuk melaksanakan suatu eksperimen diperlukan langkah-langkah


sistematis, antara lain:
1. Mengenali permasalahan
Tahap ini merupakan tahap penting sebagai permulaan suatu eksperimen.
Dengan melakukan identifikasi permasalahan, kita dapat memperoleh
suatu kesimpulan yang dapat menjawab segala permasalahan. Dari
permasalahan yang ada, kita membuat suatu pernyataan yang tepat
mewakili permasalahan agar memperoleh penyelesaian yang tepat.
2. Memilih variabel respons
Variabel respon adalah variabel yang dipengaruhi oleh level faktor atau
kombinasi level faktor, oleh karena itu variable tersebut bersifat dependen.
3. Menentukan faktor dan level
Peneliti harus pula menentukan cara mengendalikan faktor dan cara
mengukurnya.

4. Memilih metode desain eksperimen


Salah satu tahap penting dalam desain eksperimen adalah memilih metode
yang akan digunakan. Metode desain eksperimen seharusnya disesuaikan
dengan tujuan penelitian dan permasalahan yang ada. Beberapa metode
desain eksperimen antara lain desain acak sederhana, desain blok, desain
faktorial, desain latin, desain nested, desain Taguchi, dan masih banyak
metode lain yang dapat dibaca pada Montgomery.
5. Melaksanakan eksperimen
II-95

Dalam melaksanakan eksperimen, kita perlu mengamati proses supaya


eksperimen berjalan sesuai rencana.
6. Analisis Data
Analisis data pada desain eksperimen dilakukan sesuai dengan metode
yang telah dibuat. Salah satu tahap dalam desain eksperimen adalah
melakukan analisis residual dan uji kecukupan model. Analisis data
merupakan tahap penting dalam desain eksperimen dan dapat digunakan
sebagai dasar membuat suatu keputusan yang tepat.
7. Membuat suatu kesimpulan
Setelah melakukan analisis data, kita dapat membuat suatu keputusan
berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan.

2.26 Faktorial Design


Percobaan faktorial adalah suatu percobaan yang perlakuannya terdiri atas
semua kemungkinan kombinasi level dari beberapa faktor. Percobaan dengan
menggunakan f faktor dengan t level untuk setiap faktornya disimbolkan dengan
percobaan faktorial ft. Misalnya, percobaan faktorial 22 artinya kita menggunakan
2 faktor dan level masing-masing faktornya terdiri dari 2 level. Percobaan faktorial
22 juga sering ditulis dalam bentuk percobaan faktorial 2×2.
Penyimbolan yang terakhir sering digunakan untuk percobaan faktorial
dimana taraf dari masing-masing faktornya berbeda, misalnya 2 taraf untuk faktor
A dan 3 taraf untuk faktor B, maka percobaannya disebut percobaan faktorial 2×3.
Percobaan faktorial 2x2x3 maksudnya percobaan faktorial yang terdiri dari 3 faktor
dengan taraf untuk masing-masing faktornya berturut-turut 2, 2, dan 3. Berikut
merupakan cohtoh dari faktorial design pada pemukul bola golf.
a. Panjang Pemukul
Panjang pemukul digunakan adalah panjang lubang ke 4 dan lubang ke 5.
b. Sudut ayun Pemukul
Sudut Ayun pemukul ditetapkan yaitu 400 dan 800.
c. Beban Pemukul
Beban pemukul yang digunakan adalah sebanyak 1 lempengan dan 2
lempengan.
II-96

d. Jenis bola
Jenis bola yang digunakan adalah bola bewarna putih yaitu bola berongga
bola bewarna pink yaitu bola golf.

2.7 R-Square VS R-sq (adj)

Perbedaan nilai R-Square dan nilai R-Sq (adj) terletak pada tingkat
kepercayannya dalam menginterpretasi sebuah model. Literatur statistika
menyebutkan bahwa nilai R-Square yang dipakai adalah nilai R-Sq (adj) Karen
ajika ada tambahan variabel faktor nilai R-Sq (adj) cenderung tidak berubah. Jika
nilai dari R-Sq (adj) sebesar 46,47%, ini dapat menjelaskan bahwa model yang
dibuat dalam eksperimen ini dapat menggambarkan dengan keadaan aslinya sebesar
46,47%.

2.27 Studi Kasus dan Prosedur Penyelesaian


Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 kdesain faktorial,
dengan 3 faktor utama yang Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2-
k desain faktorial, dengan 3 faktor utama yang Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 2 kdesain faktorial, dengan 3 faktor utama yang diteliti, yakni
tipe senapan, jenis peluru, dan posisi shooting. Setiap faktor memiliki dua tingkat
kontras pada setiap tingkat. Untuk tingkat yang digunakan dalam jenis faktor
senapan, digunakan jenis senapan laras pendek di level 0 dan senapan laras panjang
di tingkat 1, dan kemudian untuk tingkat yang digunakan dalam jenis faktor peluru,
digunakan jenis amunisi putaran peluru di level 0 dan jenis tajam di tingkat I dan
posisi yang digunakan dalam faktor posisi menembak, yaitu posisi berlutut pada
level 0 dan posisi berdiri di tingkat I, percobaan ini juga dilakukan pemblokiran
antara penembak karena kita diharapkan akan mempengaruhi hasil pemotretan.
Pemblokiran juga memiliki peran sebagai replikasi dari percobaan yang dilakukan
Untuk setiap percobaan kombinasi. Setelah membuat desain percobaan dan
kemudian dilakukan untuk mengacak urutan run untuk setiap kombinasi dari factor-
faktor dan biok untuk memastikan tidak ada korelasi dengan hasil pemotretan dalam
rangka waktu. Hasil mengacak runn-order untuk setiap Perlakuan kombinasi
menggunakan MINITAB dapat dilihat pada tabel 2.1.
II-97

2.26.1 Uji Anova dan Modeling


Setelah melakukan eksperimen dan data yang diperoleh dari penembakan
respon, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis percobaan dengan software
statistik MINITAB 16 untuk perhitungan. Untuk menentukan faktor-faldor apa
mempengaruhi akurasi tembakan harus menguji tingkat signifikan menggunakan
ANOVA, output dari tabel ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3.1

Berdasarkan hasil percobaan uji ANOVA pada tabel 3.1, diperoleh bahwa
:lokir yang dilakukan dalam penembakan akurasi dari percobaan memiliki p-value
>197, menggunakan nilai a = 0,05 maka p-value> a, dapat disirnpulkan bahwa
II-98

rereobaan pemblokiran tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap akurasi


respon menembak atau dengan kata lain percobaan pemblokiran relatif homogen.
Dalam tabel ANOVA juga diperoleh faktor percobaan pada eksperimen,
faktor utama dalam percobaan pada jenis senapan, jenis peluru, dan posisi shooting
yang diperoleh p-value dari masing-masing faktor sebesar 0001, 0004, dan 0,001.
P-value <a, berarti ada pengaruh yang signifikan yang diberikan oleh masingmasing
faktor terhadap respon dalam penelitian ini yang merupakan keakurasian
penembakan. Selain utama faktor, pada tabel ANOVA juga diperoleh hubungan
antara faktor utama. Untuk hubungan pertama dan kedua (jenis senapan vs jenis
peluru) dan (jenis senapan vs posisi menembak) memiliki p-value setiap hubungan
0649 dan 0197, sehingga P-value (1, yang berarti bahwa hubungan antara jenis
senapan vs jenis peluru dan jenis senapan vs posisi menembak tidak memiliki
hubungan yang signifikan. Sementara hubungan ketiga (jenis peluru vs posisi
menembak) dan hubungan secara keseluruhan dari masing-masing diperoleh pvalue
sebesar 0013 dan 0049, sehingga P-value < a, yang berarti bahwa ada hubungan
yang signifikan antara faktor-faktor ini.
Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi model, kemudian
dibuat persamaan untuk memprediksi keakurasian tembakan yang dapat dilihat
pada tabel 3.1. Nilai yang diperoleh dari goodness-off?! dari R-Sq (adj) adalah 85,
14%, alasan dipilihnya R-Sq (adj) karena R-sq telah disesuaikan dengan variabel
dalam model dan mempertimbangkan tingkat signifikansi dari masing-masing
variabel reSpon. Model dengan nilai goodness-ofjit sebesar 85,1490 menunjukkan
bahwa model dapat menjelaskan 85,14% dari variabilitas dalam data, sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar model.

2.26.2 Uji Residual


Selain model goodness-of-fit, salah satu pernyataan untuk model yang bagus
adalah pola residual harus sesui dengan pemeriksaan asumsi residual IIDN (Identik.
independen. Distribusi Normal). Oleh karena itu. selanjutnya dilakukan analisis
residual model yang diperoleh dari pengolahan data menggunakan sofware
MlNlTAB yang sudah dilakukan sebelumnya pada uji ANOVA.
II-99

Dari hasil MINITAB, dilakukan pengujian asumsi residual berdistrilmsi


normal, hal ini dilakukan untuk melihat apakah residual memenuhi asumnsi
berdistribusi normal atau tidak. Kenormalan suatu data dapat dilihat dari plotnya.
Apabila plot sudah mendekati garis linier, dapat dikatakan bahwa data tersebut
memenuhi asumsi yaitu berdistriibusi hal ini dapat diuji secara sistematis
menggunakan hipotesis :
Ho : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Dengan menggunakan a = 0,05, diperoleh P-value untuk 0,088 > a, hal ini
berarti Ho tidak ditolak dan residual berdistribusi normal. Setelah mengetahui
normalitas residual, kemudian uji distribusi dari hasil MINITAB seperti gambar di
bawah ini.
II-100

Berdasarkan gambar 5.4 (pertama) histogiam dari data dapat dilihat bahwa
data berbentuk lonceng dengan pusat titik 0 dan tidak memiliki pola tertentu seerti
skewness atau nilai ekstrim. Kemudian pada gambar 5.4 (kedua) dapat dilihat
bahwa data secara acak yang tersebardi sekitar titik 0 (garis horizontal), plot residu
yang tersebar akan membentuk pola khusus dan tidak ada nilai ekstrim tersebar
yang tersebar sangat jauh dari titik 0. Kemudian pada 5.4 (ketiga) dapat dilihat
bahwa tidak ada waktu ketergantungan pengamatan, pengumpulan data yang telah
ada dilakukan secara acak. Berdasarkan kelayakan model dapat disimpulkan bahwa
residual telah mengikuti aturan IIDN sehingga model layak digunakan faktorial Plot
Untuk mengetahui bagaimana perubahan faktor dapat mempengaruhi perubahan
dapat dilihat perubahan berdasarkan main effect plot dan interaction plot. Berikut
merupakan main effect plot dan interaction plot.

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa faktor pertama yaitu jenis
senapan, senapan laras pendek memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan
dengan senapan laras panjang untuk pengambilan gambar di kisaran 26 kaki.
Kemudian, untuk faktor kedua yaitu peluru, peluru berbentuk tajam lebih akurasi
dari peluru berbentuk bulat. Mengacu kepada teori aerodinamis, karena peluru
berbentuk tajam memiliki drag yang lebih rendah dan hambatan udara yang lebih
rendah dibandingkan peluru berbentuk bulat, sehingga angin tidak mempengaruhi
lintasan peluru yang memiliki efek signifikan yang akurasi.
Faktor ketiga, posisi menembak memiliki efek untuk keakmasian
menembak. Posisi berlutut memiliki efek yang lebih baik dibandingkan posisi
II-101

berdiri untuk meningkatkan keakurasian menembak, karena ketika menembak


dalam posisi berdiri stabilitas tubuh menjadi mudah lelah. Sebaliknya, dalam posisi
berlututakanmengmangirasalelahpadatubuhkarenabadanmenjadi lebihrilek saat
menembak dan saat mempertahankan berat senapan, berikut melupakan
perbandingan interval plot pada kedua posisi.

Setelah menentukan treatment effect dari masing-masing faktor utama,


dilanjutkan dengan plot interaction antara faktor seperti pada gambar 5.7.
Berdasarkan hasil ANOVA sebelumnya, interaksi yang signilikan terdapat anatara
jenis peluru dengan posisi menembak. Sedangkan interaksi antara jenis senapan
dengan jenis peluru dan jenis senapan dibandingkan posisi menembak tidak
memiliki interaksi yang signifikan. Pada gambar dapat dilihat bahwa interaksi pada
kotak pertama garis yang diperoleh hampir sejajar, artinya perubahan dalam jenis
senapan dan jenis peluru tidak akan mempengaruhi satu sama lain untuk
keakurasian menembak dan mengganti jenis peluru akan memberikan tingkat
akurasi yang stabil. Berikut merupakan interaction plot untuk tingkat keakurasian
menembak.
II-102

Kemudian dalam interaction plot kedua, dapat dilihat bahwa garis dalam
plat kedua memiliki kemiringan yang berbeda tetapi tidak memiliki titik potong.
Hal ini berarti, ada efek yang mempengaruhi dari posisi menembak dan jenis
senapan terhadap keakurasian yang signifikan. Senapan laras pendek memiliki
akurasi yang lebih baik dibandingkan senapan laras panjang ketika ditembak posisi
berlutu, tetapi ketika. ditembak dalam posisi berdiri akan timbul tingkat
keakurasian yang berbeda. Dalam interaksi ketiga, antara jenis peluru dan posisi
menembak, dapat dilihat bahwa garis menunjukkan interaksi keduanya.
Berdasarkan diagram plot, jenis peluru berbentuk tajam memiliki keakurasian yang
stabil dalam setiap posisi menembak. Tapi, untuk jenis peluru berbentuk kubah ada
peningkatan keakurasian yang signifikan pada semua posisi menembak, bahkan
dekat ke titik akurasi peluru berbentuk tajam.

Anda mungkin juga menyukai